PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR).

(1)

SKRIPSI

Oleh : INDARTY WIJIANTI

0533010013

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

0533010013

INTISARI

Mie merupakan makanan yang cukup populer dan banyak disukai konsumen karena citarasanya yang enak dan mudah dalam penyajiannya. Dalam upaya penganekaragaman makanan Indonesia, maka dilakukan penelitian pembuatan mie kering dari subtitusi sukun kukus dan perlakuan penambahan telur, sehingga dihasilkan mie dengan citarasa yang khas, penampilanya lebih menarik dan disukai konsumen. Pembuatan mie kering meliputi pencampuran bahan, pengadukan hingga homogen, pembuatan lembaran, pencetakan, pengukusan, penirisan, pengeringan, pendinginan dan pengemasan.

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 3 kali. Faktor I (subtitusi tepung terigu : sukun kukus) yang terdiri dari 3 level (85:15, 80:20, 75:25) dan faktor II (penambahan telur) yang terdiri dari 3 level (18%, 20%, 22%).Parameter yang diamati adalah kadar air, daya rehidrasi, elastisitas, kadar protein, kadar serat kasar, dan uji organoleptik meliputi rasa, tekstur dan warna.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15) dengan penambahan telur 22% karena tekstur dan elastisitas memiliki nilai paling tinggi untuk diterima panelis sebagai konsumen. Pada produk mie kering ini mempunyai kadar air 7,1993%, daya rehidrasi 55,6861%, elastisitas 21,7778%, kadar protein 14,5617, kadar pati 41,8189%, kadar serat kasar 6,2131%. Setelah dilakukan analisa finansial diperoleh nilai Break Event Point (BEP) sebesar = 20,8 %, atau sebesar = Rp 105.017.975,69,- kapasitas 282.672 bungkus/tahun, Pay Back Period (PP) perusahaan 4 tahun 5 bulan , benefit Cost Ratio = 1,0629, NPV = 136.016.497,- dan IRR sebesar = 22,478%.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mie merupakan produk makanan yang cukup populer dan disukai oleh berbagai golongan masyarakat. Mie banyak disukai karena citarasanya yang enak dan mudah dalam penyajianya.

Menurut Astawan (1999), mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau dengan oven. Mie kering mempunyai kadar air rendah sehingga mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penangananya.

Astawan dan Astawan (1991), menyatakan bahwa bahan baku utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, karena tepung terigu di negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu, misalnya sukun, sukun (Artocarpus communis) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian tanaman ini bias mencapai 20 meter (Mustafa, A.M., 1998). Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif (Heyne, A.M., 1998).


(4)

Untuk meningkatkan nilai gizi pada mie kering, pada penelitian ini akan diteliti penggunaan sukun untuk mensubtitusi sebagian tepung terigu. Sukun mengandung karbohidrat 35%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 0,048%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2% (Koswara, 2006). Bahan tambahan lain yang digunakan adalah garam untuk menambah citarasa, telur untuk membuat tekstur mie, kunyit sebagai pewarna alami dan minyak goreng agar tidak lengket dalam pembentukan mie.

Penambahan sukun kukus ini mengakibatkan berkurangnya kadar protein mie akibat adanya penggantian sebagian tepung terigu pada mie kering, mengakibatkan mie yang diperoleh akan mudah putus. Untuk mengatasi hal tersebut maka dengan penambahan telur yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas mie kering.

Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan mie, karena telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati pada tepung terigu atau tepung lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari mie yang dihasilkan (Winangun, 2007). Penambahan telur pada pembuatan mie kering, dimaksudkan untuk meningkatkan kadar protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus (Astawan, 1999).

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mie sukun (kajian substitusi sukun kukus dan penambahan telur) dan dianalisis secara fisik, kimia dan


(5)

organoleptik serta analisa finansial jika akan didirikan industri pengolahan mie sukun.

Dari penelitian Anggraini (2009) yang membuat mie dari tepung singkong asam diperoleh perlakuan terbaik yaitu perlakuan proporsi tepung terigu : tapung singkong asam (70 : 30) dengan penambahan telur 20% menghasilkan produk mie kering dengan kadar air 8,6440%, daya rehidrasi 61,5733%, elastisitas 26,00%, kadar protein 8,4296%, kadar pati 58,9595%, serat kasar 2.8019%, pH 7,1168%. Sedangkan hasil rata-rata uji hedonik menunjukkan nilai rasa 4,53 (suka), tekstur 3,20 (agak suka), dan warna 2,87 (agak suka).

Dari penelitian - penelitian dalam pembuatan mie basah dengan penambahan tepung ubi jalar kuning dan putih telur, berdasarkan aspek kualitas dan kuantitas. Hasil yang disukai adalah pada penambahan putih telur sekitar 10% dengan perlakuan subtitusi tepung ubi jalar sebesar 20% (Kartika sari. E, 2006).

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh subtitusi sukun kukus dan penambahan telur terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik.

2. Menentukan kombinasi perlakuan yang terbaik antara perlakuan tepung terigu : sukun kukus dan penambahan telur sehingga dihasilkan mie dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen.


(6)

C. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan nilai ekonomis sukun.

2. Memberikan informasi pemanfaatan sukun dalam pembuatan produk mie. 3. Penganekaragaman produk sukun.


(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mie

Mie merupakan makanan yang sangat digemari mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, karena rasanya yang enak dan mengenyangkan, mie mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, hampir setara dengan kalori dari nasi, sehingga mie sering digunakan sebagai pengganti nasi (Widyaningsih, 2006)

Menurut Rosyaningsih (1987) berdasarkan pengolahan mie yang dipasarkan di Indonesia dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu mie mentah, mie basah, mie keringdan mie instant.

Menurut Astawan (1994), mie kering adalah mie segar mengalami pengeringan kadar air hingga mencapai 8-10%, pengeringan umumnya dilakukan di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering, karena bersifat kering maka mie mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya.

Menurut Mahdar, dkk (1991) mie dibuat dengan mencampurkan tepung terigu, air dan bahan tambahan lalu diaduk sampai rata sehingga diperoleh adonan. Adonan kemudian ditekan diantara volume untuk mendapatkan lempeng adonan 1 cm. Pelempengen dilakukan kembali diantara 2 rol untuk memperoleh yang lebih tipis dengan melakukanya 7-10 kali, sehingga dicapai ketebalan 1-2 mm. Untuk membuat mie basah dilakukan


(8)

perebusan atau pengukusan salama 7-10 menit sampai matang. Sedangkan jika diinginkan mie kering maka setelah pengukusan mie langsung dijemur sampai kering dan dikemas. Komposisi kimia mie kering dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Komposisi kimia mie kering tiap 100 g bahan

Komposisi Jumlah

Air (g) 8

Kalori (kal) 338

Protein (g) 7,9

Lemak (g) 11,8

Karbohidrat (g) 50 Kalsium (mg) 49

Fosfor 47 Zat besi (mg) 2,8

Vit B1 (mg) 0.01 Sumber: Anonymous, (1990)

Menurut Mahdar, dkk (1991) mie kering yang baik adalah mie yang secara kimia mempunyai nilai-nilai yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Departemen kesehatan dan Departemen Perindustrian yaitu SII, berdasarkan penilaian secara fisik pada sifat adonan. Mie kering yang disukai oleh konsumen adalah yang jalinan antar mienya bagus dan tidak lengket satu dengan yang lainya dan rasa (kekenyalanya) tidak terlalu kenyal atau sedikit lunak namun tidak terlalu lembek.


(9)

Tabel 2.2 Syarat mutu mie kering menurut SII

No. Komposisi Jumlah

1 Air % (g) 8-10

2 Abu % (adbk) Maks 3 3 Protein (N % х 6,25 adbk) Min 8

4 Zat Warna Sesuai Peraturan Men Kes No 772/1988

5 Boraks dan As. Boraks - 6 Cemaran Logam, mg/kg

6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Merkuri (Hg)

Maks 1,0 Maks 10 Maks 40,0 Maks 0,05

Sumber: Anonymous, (1990)

Astawan dan Astawan (1991), menyatakan bahwa bahan baku utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, karena tepung terigu di negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu.

B. Sukun

Artocarpus altilis (sukun) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus

dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia, ketinggian tanaman ini biasanya mencapai 20 meter (Mustafa, A.M., 1998). Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat, buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif (Heyne K, 1987).

Pengolahan sukun di Indonesia belum berkembang dan sifatnya masih tradisional. Di berbagai daerah Indonesia, sukun di komsumsi dengan berbagai cara pengolahan, yang paling umum adalah digoreng, cara lain


(10)

adalah dikukus, dan dapat juga dibuat tape (Gunarto, 1990). Di Irian Jaya dikenal “kompari”yaitu olahan sukun yang diiris dan dijemur. Di Ambon sukun diolah menjadi sejenis bandrek, dan masyarakat Gorontalo menyukai sukun yang diolah menjadi kolak (Angkasa dan Nazarudin, 1994).

Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 0,048%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2% (considine, 1982). Sukun mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Jumlah karbohidratnya mencapai 28,2 gram dalam 100 gram berat basah. Sukun merupakan salah satu sumber alternatif karbohidrat karena sebagai pengganti beras. Tepung sukun dapat diolah menjadi berbagai panganan yang lezat dan bergizi. Pengolahan tepung sukun dapat dilakukan 2 cara yaitu sukun diparut lalu dikeringkan atau sukun dibuat gaplek lalu digiling halus. (Anonymous, 2005)

Tepung sukun tidak mengandung gluten sehingga dapat dicampur dengan tepung yang lain seperti tepung terigu, tepung beras, tepung maisena atau tepung ketan, pemilihan tepung tergantung jenis kue yang akan di olah,


(11)

penambahan tepung sukun dapat mencapai 25-75%. Tepung sukun antara lain dapat dimanfaatkan untuk aneka kue kering, cake, pancake, pie, dan lapis, dengan memanfatkan tepung sukun sebagai sumber karbohidrat lokal, penggunaan tepung terigu dapat dikurangi hingga 75% (Suyanti, 2009)

Tabel 2.3 Komposisi kimia dan zat gizi buah sukun per 100 gram buah Unsur-unsur Sukun

muda Sukun masak Air (g) Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)

Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitami C (mg) Abu (g) Serat (g) 87.1 46 2.0 0.7 9.2 59 46 - 0.12 0.06 21 1.0 2.2 69.1 108 1.3 0.3 28.2 21 59 0.4 0.12 0.06 17 0.9 - Sumber: Considine, (1982)


(12)

C. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie, tepung terigu diperoleh dari biji gandum yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainya adalah kemampuanya membentuk glutenin pada adonan mie, yang menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan.

Tepung terigu mengandung protein yang dikenal dengan gluten, gluten merupakan protein sederhana yang terdiri dari glutenin dan gliadin. Gliadin berpengaruh pada sifat kokoh dan mudah direntangkan. Sedangkan glutenin bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas dan ketegaran (Widowati, 2007) Seperti yang dikemukakan De Man (1997), bahan yang memegang

peranan penting dalam pembuatan mie adalah gluten yang terdapat pada tepung terigu. Gluten merupakan suatu komponen yang bersifat elastis, kokoh dan mudah direntangkan (extenbility), sehingga memegang peranan penting dalam pengolahan dan pembentukan sifat-sifat yang khas pada mie. Keistimewaan terigu adalah kemampuanya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi air.

Menurut Aspinan (1985) tepung terigu menggandung pati 67,2 – 68,4%. Proses penyerapan air dengan pengembangan yang irreversible dimulai dengan ikatan hydrogen yang menghubungkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin sehingga pati rusak oleh panas (Winarno, 1992)

Mekanisme terbentuknya gluten yang elastis adalah pada saat proses pengulenan atau proses pengadonan akan terbentuk sifat yang elastis kohesif


(13)

gluten yang berikatan dengan molekul air. Pengadonan dilakukan terus maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi lembek dan lengket disebabkan terjadi pemutusan ikatan disulfida (gugus sufhidril) yang berlebihan (Williams, 1997).

Menurut Astawan (2006), berdasarkan kandungan protein tepung terigu dibedakan atas :

1. Protein tinggi (Hard flour)

Kandungan proteinya tinggi, yaitu 12-13 % dengan merk dagang kereta kencana. Jenis tepung ini lebih banyak digunakan untuk pembuatan aneka produk beragi yang difermentasikan dan mie yang berkualitas tinggi 2. Protein sedang (Medium flour)

Biasanya mengandung protein antara 9,5-11 % dengan merk dagang Gunung Bromo. Tepung berprotein sedang cocok dibuat kue, aneka produk pasta, biscuit dan mie serta untuk berbagai kue basah.

3. Protein rendah (Soft flour)

Mempunyai kandungan protein 7-8,5 % dengan merk dagang Roda Biru. Paling sesuai digunakan untuk pembuatan biskuit dan aneka kue kering.


(14)

Tabel 2.4 Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan

Komposisi Jumlah

Air (gr) 13,5

Kalori (kal) 344 Protein (gr) 11.5

Lemak (gr) 2

Karbohidrat (gr) 70 Serat Kasar (gr) 2 Kalsium (mg) 3,3 Zat Besi (mg) 3,5 Thiamin (mg) 0,4 Riboflavin (mg) 1 Protein 0,1 Niasin (mg) 5,1 Sumber: Anonymous, (1994)

D. Telur

Menurut Astawan (1999) secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang liat sehingga tidak mudah putus – putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie pada waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja, karena pemakaianya yang berlebih dapat menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya rehidrasi) waktu di rebus. Komposisi kimia telur dapat dilihat pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Komposisi kimia telur

Komposisi kimia Kadar (%) Protein (gr) 12,8

Lemak (gr) 11,5

Kalsium (mg) 54

Besi (mg) 2,7

Vitamin A (SI) 900 Sumber: Depkes RI (2003)


(15)

Menurut Muchtadi (1992), sifat-sifat fungsional telur didefinisikan sebagai sekumpulan sifat dari pangan atau bahan pangan yang mempengaruhi penggunaanya. Sifat-sifat tersebut antara lain :

1) Daya koagulasi , sifat ini ditandai dengan kelarutan atau berubahnya bentuk cairan (Sol), menjadi (Gel) yang disebabkan oleh pengaruh panas, mekanik asam, basa, garam dan pereaksi garam seperti urea. Sifat ini dimiliki putih telur dan kuning telur.

2) Daya buih (Foaming), buih adalah bentuk disperse koloid gas dalam cairan.kestabilan buih ditentukan oleh kandungan ovumusim (salah satu komponen putih telur).

3) Daya emulsi (emulsifying properties), emulsi merupakan campuran antara dua jenis campuran yang secara normal tidak dapat bercampur, dimana salah satu fase pendispersi. Kuning telur mengandung bagian yang bersifat “Surface active” yaitu lesitin dan lesitoprotein.

4) Kontrol Kristalisasi, penambahan albumin ke dalam larutan gula (sirup) dapat mencegah terbentuknya kristal gula. Keberadaan albumin mencegah penguapan, sehingga mencegah inverse sukrosa yang berlebih. Sifat telur yang demikian ini dimanfaatkan dalam membuat gula-gula (candy), karena telur dalam pembuatan gula-gula memberikan rasa manis di mulut, halus serta basah.

5) Pemberi warna, sifat ini hanya dimiliki kuning telur yaitu pigmen kuning xantofil, lutein, beta karoten dan kriptoxantin.


(16)

Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan mie, dimana telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati atau

stabilizer yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada

tepung terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari mie yang dihasilkan (Winangun, 2007). Sedangkan menurut James E.K (1998), telur berfungsi sebagai pembantu pembentukan jaringan protein selama pencampuran dan pengadukan adonan, sehingga dapat memperbaiki kualitas dari produk.

Selain itu penambahan telur pada pembuatan mie dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan tekstur mie menjadi lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus karena kandungan protein albumin pada telur yang berfungsi sebagai pengikat adonan (Winarno, 1993)

Dari penelitian - penelitian dalam pembuatan mie basah dengan penambahan tepung ubi jalar kuning dan putih telur, berdasarkan aspek kualita dan kuantitas. Hasil yang disukai adalah pada penambahan putih telur sekitar 10% dengan perlakuan subtitusi tepung ubi jalar sebesar 20% (Kartika sari. E, 2006).


(17)

D. Bahan Tambahan Untuk Pembuatan Mie Kering 1. Garam Dapur

Garam digunakan sebagai bumbu atau bahan pengawet makanan. Garam berfungsi untuk manambah citarasa yaitu memberi rasa asin pada mie, selain itu dapat menyebabkan jaringan gluten menjadi kuat sehinggan produk mie menjadi elastis.

Jumlah garam yang digunakan tergantung dari berbagai faktor, terutama tergantung pada jenis tepung yang dipakai. Tepung lemah lebih banyak membutuhkan garam, sebab garam akan berpengaruh memperkuat protein. Faktor lain yang akan menentukan jumlah garam ialah resep atau formula yang dipakai, formula yang lebih lengkap menentukan persentasi garam lebih banyak bila dibanding dengan pemakaian formula yang kurang lengkap, garam yang digunakan hendaknya garam yang bermutu baik yaitu bersih dari bahan yang tidak larut, halus dan tidak bergumpal-gumpal serta mudah dan cepat larut (Buckle, 1989)

2. Air

Air merupakan bahan utama pada setiap pembuatan mie, fungsi utama adalah pembuatan gluten , gluten bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas adonan, maka dengan tingginya kandungan gluten maka mie yang dihasilkan juga elastis sehingga tidak mudah putus selama pengolahan (Charley, 1982) Penggunaan air dalam pembuatan mie dilaporkan kurang dari 35 % dihitung atas berat terigu, fungsi utama air adalah untuk menghidrasi tepung sehingga dapat membentuk adonan yang baik, air yang akan berikatan dengan


(18)

protein membentuk struktur gluten dengan pati membentuk struktur tergelatinisasi pada waktu pemanasan, air berperan mengontrol kepadatan dan menolong dalam mengontrol suhu adonan selain itu pemanasan atau pendinginan adonan dapat diatur dengan penggunaan air, air ini juga berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan lain seperti garam dan pewarna (Buckle, 1989)

3. Minyak Goreng

Tujuan penggunaan lemak minyak dalam bahan makanan ada beberapa macam diantaranya adalah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan makanan tersebut, meningkatkan gizi dan kalori serta untuk memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan (Kataren, 1986).

4. Kunyit

Kunyit merupakan salah satu jenis rempah yang juga mengandung komponen nongizi yang penting, yaitu senyawa kurkumin, Senyawa tersebut bersifat antibakteri. Dengan sifat tersebut, kunyit dapat menghambat pertumbuhan mikroba atau bakteri yaitu dengan cara merusak membran selnya Jika membran sel telah rusak, bakteri akan mati dengan sendirinya. (Astawan, 2010). Penambahan ekstrak kunyit juga mempengaruhi warna mie karena kunyit zat warna kuning yaitu zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Sudarsono et.al, 1996)


(19)

F. Proses Pembuatan Mie Kering

Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan, pengadukan adonan, pencetakan mie, pengukusan, pengeringan dan pengemasan (Astawan, 1999).

1. Persiapan bahan

Tahap awal pembuatan mie kering meliputi persiapan bahan-bahan seperti pengayakan tepung, penghalusan bahan tambahan dan menimbang bahan-bahan sesuai yang dikehendaki.

2. Pencampuran bahan

Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur semuanya secara berlahan-lahan sampai membentuk adonan yang homogen.

3. Pengadukan adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni, pengulenan dilakukan secara berulang-ulang selama 15 menit.

4. Pembentukan lembaran

Adonan yang sudah kalis dibagi menjadi 2 bagian dengan menggunakan pisau. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang diatur ketebalannya dan diulang 4 kali sampai ketebalan mie mencapai 2 mm. demikian halnya dengan lembaran kedua. Proses pembentukan lembaran ini berlangsung selama 10 menit.

5. Pencetakan mie

Proses pencetakan mie umumnya dengan alat pencetak mie (roll press). Yang digerakkan secara manual, alat ini mempunyai 2 roll, roll 1


(20)

berfungsi untuk menipiskan lembaran dan roll II berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran mie dimasukkan ke dalam roll I kemudian ke roll II. Mie yang keluar dari roll pencetak dipotong-potong setiap 1 meter. 6. Pengukusan

Mie dipanaskan dengan cara pengukusan, proses pengukusan dilakukan selama 10 menit dengan suhu 100°C

7. Pengeringan

Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan ke dalam kabinet dryer, untuk mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 11-12%), menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Suhu yang digunakan untuk proses pemanasan pertama selama 1,5 jam dengan menggunakan suhu 60°C dan proses pemanasan yang kedua adalah selama 1 jam dengan menggunakan suhu 70°C.

8. Analisa

Perlakuan analisa meliputi : analisa kadar air, analisa kadar protein, analisa kadar pati, analisa serat kasar, daya rehidrasi, elastisitas dan uji organoleptik (warna, tekstur dan rasa).


(21)

G. Analisis Keputusan

Keputusan adalah kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik (Siagian, 1978).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987).

Analisis keputusan adalah untuk memilih alternatif yang terbaik yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kimia, fisik dan organoleptik dari produk mie kering dengan perlakuan tepung terigu dan subtitusi sukun kukus dengan penambahan telur kemudian dilakukan analisis finansial

H. Analisis Finansial

Analisis kelayakan adalah analisa yang dilanjutkan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proses tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Samsudin, 1987).

Analisis finansial yang dilakukan meliputi analisis nilai uang dengan metode Net Present Value (NPV), Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point (BEP), Gross Benefit Cost Ratio (Gross


(22)

1. Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana pada tingkat penjualan tertentu perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian. BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

BEP =

VC P

FC

= X unit Keterangan :

P = Sales Price (Rp)

FC = Fixed Cost atau biaya tetap per unit (Rp)

VC = Variable Cost atau biaya tidak tetap per unit (Rp) Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut : Biaya titik impas (Susanto dan saneto, 1994)

biaya tetap

BEP (Rp) = 1 – (biaya tidak tetap / pendapatan)

Persentase titik impas (Susanto dan saneto, 1994) BEP (Rp)

BEP (%) = x 100% Pendapatan

2. Net present value (NPV)

Net present value merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value daripada biaya. Rumus perhitungan NPV adalah sebagai berikut:


(23)

NPV =

 

n

t i t

Ct Bt 1 (1 )

Keterangan:

Bt = Benefit social kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

T = 1,2,3,…,n

N = Umur ekonomis dari suatu proyek i = Sosial discount rate

3. Payback periode

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat suatu ivestasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan presentase, tetapi satuan waktu seperti tahun, bulan. Rumus Payback periode sebagai berikut:

I PP = Ab Keterangan:

I = Biaya investasi yang diperlukan

Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya

4. Rate of return

Rate of return dengan metode Internal Rate of Return adalah nilai discount rate I dengan NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalamsatuan proyek, asal


(24)

setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya.

Rumus perhitungan IRR adalah sebagai berikut: NPV

IRR = 1 + (i” – i’) NPV’ – NPV”

Keterangan:

NPV’ = NPV positif hasil percobaan nilai NPV’’ = NPV negative hasil percobaan nilai i = Tingkat bunga

5. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)(Susanto, 1994)

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present valuekan (dirupiahkan sekarang).

 

n

t

t i Bt 1 (1 )

Gross B/C ratio =

 

n

t

t i Ct 1(1 )


(25)

I. LANDASAN TEORI

Mie kering adalah mie segar yang mengalami pengeringan sampai kadar air mencapai 8-10%, pengeringan umumnya dilakukan dibawah sinar matahari atau dengan alat pengering, karena bersifat kering maka mie mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan ,1994).

Menurut Mahdar, dkk (1991) mie kering yang baik adalah mie yang secara kimia mempunyai nilai-nilai yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Perindustrian yaitu SII, berdasarkan penilaian secara fisik pada sifat adonan. Mie kering yang disukai oleh konsumen adalah yang jalinan antar mienya bagus dan tidak lengket satu dengan yang lainya dan rasa (kekenyalanya) tidak terlalu kenyal atau sedikit lunak namun tidak terlalu lembek.

Tepung terigu mengandung protein yang dikenal dengan gluten, gluten merupakan protein sederhana yang terdiri dari glutenin dan gliadin. Gliadin berpengaruh pada sifat kokoh dan mudah direntangkan. Sedangkan glutenin bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas dan ketegaran (Widowati, 2007)

Mekanisme terbentuknya gluten yang elastis adalah pada saat proses pengulenan atau proses pengadonan akan terbentuk sifat yang elastis kohesif gluten yang berikatan dengan molekul air. Pengadonan dilakukan terus maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi lembek dan lengket disebabkan terjadi pemutusan ikatan disulfida (gugus sufhidril) yang berlebihan (Williams, 1997).


(26)

Astawan (1991), menyatakan bahwa bahan baku utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, karena tepung terigu di negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu. misalnya sukun. Sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia, ketinggian tanaman ini biasanya mencapai 20 meter (Mustafa, A.M., 1998). Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat. Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif (Heyne K, 1987). Menurut Kartikasari (1994) adanya pergantian sebagian tepung terigu dengan tepung subtitusi adalah akan mengurangi kandungan gluten dalam adonan sehingga menyebabkan mie mudah putus-putus dan berkurangnya kandungan kadar protein, sehingga untuk mengatasinya perlu ditambahkan telur.

Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan mie, dimana telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati atau

stabilizer yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada

tepung terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari mie yang dihasilkan (Winangun, 2007). Sedangkan menurut James E.K (1998), telur berfungsi sebagai pembantu pembentukan jaringan protein selama pencampuran dan pengadukan adonan, sehingga dapat memperbaiki kualitas dari produk.


(27)

Dari penelitian Anggraini (2009) yang membuat mie dari tepung singkong asam diperoleh perlakuan terbaik yaitu perlakuan proporsi tepung terigu : tapung singkong asam (70 : 30) dengan penambahan telur 20% menghasilkan produk mie kering dengan kadar air 8,6440%, daya rehidrasi 61,5733%, elastisitas 26,00%, kadar protein 8,4296%, kadar pati 58,9595%, serat kasar 2.8019%, pH 7,1168%. Sedangkan hasil rata-rata uji hedonik menunjukkan nilai rasa 4,53 (suka), tekstur 3,20 (agak suka), dan warna 2,87 (agak suka).

Menurut penelitian Kartikasari. E (2006) dalam pembuatan mie basah dengan penambahan tepung ubi jalar kuning dan putih telur, berdasarkan aspek kualitas dan kuantitas. Hasil yang disukai adalah pada penambahan putih telur sekitar 10% dengan perlakuan subtitusi tepung ubi jalar sebesar 20%

J. Hipotesa

Diduga terdapat interaksi yang nyata antara subtitusi bibur sukun dengan penambahan telur terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik mie kering yang dihasilkan


(28)

BAB III

BAHAN DAN METODE

A. TEMPAT DAN PELAKSANAAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisa Pangan, dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur, mulai bulan Maret 2010 sampai Agustus 2010.

B. BAHAN

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie adalah tepung terigu ”cakra kembar”, Sukun, garam, telur, kunyit yang diperoleh dari Pasar Soponyono, Rungkut.

Bahan untuk analisa yang digunakan adalah Aquades, HCL, Indikator PP, NaOH, H2SO4, K2SO4, Indikator metylen blue

C. PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan mie kering adalah timbangan, alat pencetak mie.

Peralatan untuk analisa digunakan oven pengering, deksikator, labu Kjeldhal, seperangkat alat ekstraksi.


(29)

D. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) , pola faktorial dua faktor dengan tiga kali ulangan, selanjutnya dianalisa dengan analisis ragam, bila terdapat perbedaan dilakukan dengan uji Duncan’s. (DMRT).

1. Peubah Berubah

Faktor I = tepung terigu : sukun kukus A1 = 85 : 15 (b/b)

A2 = 80 : 20 (b/b) A3 = 75 : 25 (b/b) Faktor II = Penambahan telur B1 = 18 % (b/b) B2 = 20 % (b/b) B3 = 22 % (b/b)

Dari kedua faktor tersebut diatas didapat kombinasi perlakuan sebagai berikut: B

A

B1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3


(30)

Keterangan:

A1B1= tepung terigu : sukun kukus = 85 : 15 dan penambahan telur 18% A1B2= tepung terigu : sukun kukus = 85 : 15 dan penambahan telur 20% A1B3= tepung terigu : sukun kukus = 85 : 15 dan penambahan telur 22% A2B1= tepung terigu : sukun kukus = 80 : 20 dan penambahan telur 18% A2B2= tepung terigu : sukun kukus = 80 : 20 dan penambahan telur 20% A2B3= tepung terigu : sukun kukus = 80 : 20 dan penambahan telur 22% A3B1= tepung terigu : sukun kukus = 75 : 25 dan penambahan telur 18% A3B2= tepung terigu : sukun kukus = 75 : 25 dan penambahan telur 20% A3B3= tepung terigu : sukun kukus = 75 : 25 dan penambahan telur 22%

Menurut Gasperz (1991), model statistika untuk perlakuan faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj (αβ)ij + Σij Keterangan:

Yijk =Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan i dan j (taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II).

μ = Nilai tengah umum (rata-rata sesungguhnya) αi = Pengaruh perlakuan ke-i dari faktor I

βj = Pengaruh perlakuan ke-j dari faktor II


(31)

Σ = Galat percobaan pada perlakuan ke-i pada faktor I dan perlakuan ke-j pada faktor II.

2. Peubah Tetap

1) Berat tepung dan sukun kukus total 100 gr 2) Berat garam 1,3 gram

3) Volume air 10 ml 4) Ekstrak kunyit 1 ml

5) Waktu dan suhu pengukusan 100°C selama 10 menit.

6) Waktu dan suhu pengovenan 60°C selama 1,5 jam kemudian dilanjutkan dengan menggunakan suhu 70°C selama 1 jam.

E. PARAMETER YANG DIAMATI

Parameter yang diamati untuk bahan baku produk mie kering yaitu meliputi : 1. Analisa bahan baku (Sukun)

a. Analisa kadar air dengan metode Oven (Sudarmadji dkk, 1984)

b. Analisa kadar protein dengan metode Mikro Kjeldahl (Sudarmadji, dkk, 1997

c. Kadar pati metode hidrolisa asam (Sudarmadji,et al., 1989) d. Analisa Serat Kasar (Sudarmadji, 1984)

2. Parameter Untuk Analisa Produk Jadi a. Mie basah

 Analisa kadar air dengan metode oven (Sudarmadji dkk, 1984)

 Analisa kadar protein dengan metode Mikro Kjeldahl (Sudarmadji, dkk., 1997)


(32)

 Kadar pati metode Hidrolisa Asam (Sudarmadji dkk, 1997)

 Analisa Serat Kasar (Sudarmadji, 1984) b. Setelah rehidrasi mie dengan air mendidih

 Daya rehidrasi (Romlah, 1997)

 Uji Elastisitas dengan metode mistar (Marthen, 1999)

 Uji organoleptik meliputi : rasa, warna dan tekstur.

F. PROSEDUR PENELITIAN 1. Pembuatan sukun kukus

a. Sukun disortir, dikupas dan dicuci sampai bersih. b. Sukun di kukus selama 20 menit.

c. Sukun yang sudah kukus kemudian dilumatkan hingga halus.

Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan sukun kukus Sukun

Pengupasan dan pencucian

Diblancing, 20 menit

Dilumatkan hingga halus


(33)

 Pembuatan mie kering

Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan, pengadukan adonan, pencetakan mie, pengukusan, pengeringan dan pengemasan (Astawan, 1999).

1. Persiapan bahan

Tahap awal pembuatan mie kering meliputi persiapan bahan-bahan seperti pengayakan tepung, penghalusan bahan tambahan dan menimbang bahan-bahan sesuai yang dikehendaki.

2. Pencampuran bahan

Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur semuanya secara berlahan-lahan sampai membentuk adonan yang homogen.

3. Pengadukan adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni, pengulenan dilakukan secara berulang-ulang selama 15 menit.

4. Pembentukan lembaran

Adonan yang sudah kalis dibagi menjadi 2 bagian dengan menggunakan pisau. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang diatur ketebalannya dan diulang 4 kali sampai ketebalan mie mencapai 2 mm. demikian halnya dengan lembaran kedua. Proses pembentukan lembaran ini berlangsung selama 10 menit.

5. Pencetakan mie

Proses pencetakan mie umumnya dengan alat pencetak mie (roll press). Yang digerakkan secara manual, alat ini mempunyai 2 roll, roll 1


(34)

berfungsi untuk menipiskan lembaran dan roll II berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran mie dimasukkan ke dalam roll I kemudian ke rolln II. Mie yang keluar dari roll pencetak dipotong-potong setiap 1 meter.

6. Pengukusan

Mie dipanaskan dengan cara pengukusan, proses pengukusan dilakukan selama 10 menit dengan suhu 100°C

7. Pengeringan

Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan ke dalam kabinet dryer, untuk mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 11-12%), menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Suhu yang digunakan untuk proses pemanasan pertama selama 1,5 jam dengan menggunakan suhu 60°C dan proses pemanasan yang kedua adalah selama 1 jam dengan menggunakan suhu 70°C.

8. Analisa

Perlakuan analisa meliputi : analisa kadar air, analisa kadar protein, analisa kadar pati, analisa serat kasar, daya rehidrasi, elastisitas dan uji organoleptik (warna, tekstur dan rasa).


(35)

Pencampuran

Pengadukan hingga adonan homogen

Pencetakan

Pengukusan 100°C, 10 menit

Pengeringan (suhu 60°C selama 1,5 jam dan suhu 70°C untuk 1 jam berikutnya)

Mie kering

Perebusan

Pembuatan lembaran dengan tebal 1,5 mm

Analisa : Uji Daya rehidrasi Uji Elastisitas Uji Organoleptik

(Warna, tekstur dan rasa) Telur 18%, 20%, 22%

Analisa : Analisa kadar air Analisa kadar protein Analisa kadar pati Analisa serat kasar

Gambar 3.2 Diagram alir proses pembuatan mie kering (100°C, 4 menit)

- Analisa kadar protein - Analisa kadar pati - Analisa serat kasar - Garam 1,3 gram - Ekstrak kunyit 1 ml - Air


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisa bahan baku dan analisa mie kering yang dihasilkan. Terdiri dari analisa fisik, kimia dan organoleptik. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan sebagai produk industri.

1. Analisa Bahan Baku

Pada penelitian pembuatan mie kering dilakukan analisa terhadap bahan baku (sukun kukus dan telur). Hasil analisis bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil analisis bahan baku (sukun kukus dan telur) Kandungan (dalam 100 gr bahan) Komposisi

Sukun kukus Telur Air

Pati Protein Serat kasar

68,527% 22,057% 3,628% 5,355%

85,85% - 10,2%

-

Hasil analisa terhadap bahan baku (sukun kukus) yang dilakukan menunjukkan kadar air sebesar 68,527%, kadar pati sebesar 11,687%, kadar protein sebesar 1,923%, dan serat kasar sebesar 2,837%.


(37)

12,8%, sedangan hasil analisa yaitu 10,2%. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan ukuran telur atau jenis telur.

2. Analisa Produk Mie Kering 1. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur, masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air mie kering. Nilai rata-rata kadar air mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Nilai rata-rata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur.

Perlakuan Tepung terigu : Sukun kukus

Telur (%)

kadar air (%) Notasi DMRT (5%) 85 : 15 18

20 22 6,5718 6,8580 6,9037 a b b - 0,0936 0,0983 80 : 20 18

20 22 7,0844 7,1993 7,2337 c d d 0,1012 0,1031 0,1046 75 : 25 18

20 22 7,3707 7,5095 7,9135 e f g 0,1059 0,1065 0,1072 Keterangan : nilai yang disertai dengan huruf yang berbeda menyatakan

ada perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan hasil rata-rata kadar air mie kering 6,5718 − 7,9135 yang menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (75:25) dan penambahan telur 22% yaitu sebesar 7,9135 dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan tepung


(38)

6,5718%. Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1.Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap kadar air mie kering.

Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi sukun kukus dan semakin tinggi penambahan telur maka semakin tinggi kadar air mie kering. Hal ini disebabkan karena kandungan air pada sukun kukus dan telur relatif tinggi, sehingga semakin tinggi substitusi sukun kukus dan semakin tinggi penambahan telur maka akan meningkatkan kadar air mie kering.

Hal ini didukung oleh hasil analisa pada (Tabel 4.1) bahwa kadar air sukun kukus adalah (68,527%) dan kadar air telur adalah (85,85%)


(39)

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur dan masing masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya rehidrasi mie kering. Nilai rata-rata daya rehidrasi mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai rata-rata daya rehidrasi mie kering dengan perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur

Perlakuan Tepung terigu : Sukun kukus Telur (%) Daya Rehidrasi (%)

Notasi DMRT (5%)

85 : 15 18

20 22 50,3309 54,6140 55,3566 a c d - 0,3611 0,3715

80 : 20 18

20 22 51,6126 55,6861 56,2681 b d e 0,3473 0,3784 0,3842

75 : 25 18

20 22 56,5845 56,8344 58,7312 ef f g 0,3889 0,3912 0,3935 Keterangan : nilai yang disertai dengan huruf yang berbeda menyatakan ada perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan hasil daya rehidrasi mie kering 50,3309% − 58,7312% yang menunjukkan bahwa daya rehidrasi tertinggi terdapat pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (75:25), dengan penambahan jumlah telur 22% yaitu sebesar 58,7312%, sedangkan daya rehidrasi terendah terdapat pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15), dengan penambahan telur 10% yaitu sebesar 50,3309%. Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap daya rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 4.2


(40)

Gambar 4.2 Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap daya rehidrasi mie kering.

Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi sukun kukus dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan daya rehidrasi pada mie kering yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sukun kukus mengandung kadar serat yang cukup tinggi, serat mempunyai sifat menyerap air, demikian pula dengan penambahan telur, semakin tinggi penambahan telur maka akan menaikkan kadar protein mie kering yang dihasilkan dan karena protein bersifat mudah mengikat air sehingga mie yang dihasilkan mempunyai daya rehidrasi lebih tinggi.

Hal ini didukung oleh Trowell et al,(1985) serat tidak larut seperti selulosa dan hemiselulosa mampu menyerap dan mengikat air.

Kilara, (1994).Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.


(41)

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur dan masing masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap elastisitas mie kering. Nilai rata-rata daya rehidrasi mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Nilai rata-rata elastisitas mie kering dengan perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur

Perlakuan Tepung terigu : Sukun kukus

Telur (%)

Elastisitas

(%) Notasi

DMRT (5%) 85 : 15 18

20 22 28,4445 32,8889 36,2222 g h i 1,5790 1,5884 1,5978 80 : 20 18

20 22 20,2222 21,7778 24,0000 d e f 1,5085 1,5367 1,5602 75 : 25 18

20 22 12,8889 16,2222 18,4445 a b c - 1,3957 1,4662 Keterangan : nilai yang disertai dengan huruf yang berbeda menyatakan ada

perbedaan yang nyata (p≤0,05)

Berdasarkan Tabel 4.4 didapatkan hasil elastisitas mie kering 12,8889 − 36,2222 yang menunjukan bahwa daya elastisitas tertinggi terdapat pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15),dan penambahan telur 22% yaitu sebesar 36,2222%, sedangkan daya elastisitas terendah terdapat pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (75:25), dan penambahan telur 18% yaitu sebesar 12,8889%. Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap daya elastisitas dapat dilihat pada Gambar 4.3


(42)

Gambar 4.3. Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap daya elastisitas mie kering

Pada Gambar 4.3. Menunjukkan semakin tinggi tepung terigu (semakin rendah substitusi sukun kukus) dan semakin tinggi penambahan telur maka elastisitas mie semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi tepung terigu dapat meningkatkan kadar gluten dalam adonan mie yang dapat meningkatkan elastisitas mie, demikian pula semakin tinggi penambahan telur maka menimbulkan peningkatan elastisitas dari mie, hal ini disebabkan telur mempunyai sifat yang dapat mengikat bahan-bahan lain (Binding Agent) sehingga tidak mudah terputus.

Seperti yang dikemukakan De Man (1997) Gluten merupakan suatu komponen yang bersifat elastis, kokoh dan mudah direntangkan (extenbility). Hal ini didukung oleh Winarno (1993) penambahan telur pada


(43)

protein albumin pada telur yang berfungsi sebagai pengikat adonan.

4. Kadar Protein

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur dan masing masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar protein mie kering. Nilai rata-rata daya rehidrasi mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Nilai rata-rata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur

Perlakuan Tepung terigu : Sukun kukus

Telur (%)

Protein (%) Notasi DMRT (5%) 85 : 15 18

20 22 14,5692 14,7868 14,8496 b d d 0,0861 0,0890 0,0895 80 : 20 18

20 22 14,4871 14,5617 14,6743 ab b c 0,0821 0,0845 0,0884 75 : 25 18

20 22 14,4188 14,4356 14,6103 a a bc - 0,0782 0,0874 Keterangan : nilai yang disertai dengan huruf yang berbeda menyatakan ada

perbedaan yang nyata (p≤0,05)

Berdasarkan Tabel 4.4 didapatkan hasil kadar protein mie kering 14,4188 − 14,8496 yang menunjukan bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15), dan penambahan telur 22% yaitu sebesar 14,8497. Hubungan antara perlakuan substitusi sukun


(44)

dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4 Hubungan antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap kadar protein mie kering.

Berdasarkan Gambar 4.4 menunjukkan semakin tinggi tepung terigu atau (semakin rendah substitusi sukun kukus) dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tepung terigu dan telur mempunyai kadar protein yang tinggi sehingga semakin tinggi substitusi tepung terigu dan penambahan telur pada mie kering dapat menyebabkan kandungan protein semakin meningkat. Hal ini didukung oleh Astawan (2006) bahwa kandungan protein

tepung terigu dengan kualitas baik adalah 12 -13%, dan menurut hasil analisa kandungan protein telur cukup tinggi yaitu 10,2 % (Tabel 4.1)


(45)

5. Kadar Pati

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6) diketahui bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap kadar pati. Perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu berpengaruh nyata terhadap kadar pati (p ≤ 0,05) sedangkan penambahan telur tidak berpengaruh nyata. Nilai rata-rata kadar pati mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6. Perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu terhadap kadar pati mie kering

Tepung Terigu:Sukun Kukus (%)

Kadar pati Notasi DMRT 5% 85:15

80:20 75:25

44,5211 42,3362 38,7996

B ab

a

3,7284 3,5492

-

Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semakin tinggi tepung terigu menyebabkan kadar pati mie kering akan semakin meningkat, Hal ini disebabkan karena kandungan pati tepung terigu lebih tinggi daripada kadar pati pada sukun kukus sehingga semakin tinggi tepung terigu dan semakin rendah subtitusi sukun kukus akan meningkatkan kadar pati mie kering. Sesuai dengan analisa bahan baku, bahwa kadar pati sukun dalam basis kering


(46)

mengandung pati (67,2 – 68,4 %).

Tabel 4.7. Pengaruh penambahan telur terhadap kadar pati mie kering Perlakuan jumlah telur (%) Kadar pati Notasi

18% 20% 22%

42,6764 41,5982 41,3853

tn tn tn

Pada Tabel 4.7 menjelaskan secara statistik bahwa perlakuan penambahan telur, tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena telur merupakan bahan pangan hewani yang tidak mengandung pati.

Menurut Buckle (1987), komposisi kimia yang terdapat pada telur adalah protein, glukosa, lemak, garam dan air. Sehingga penambahan konsentrasi telur tidak memberikan efek terhadap kadar pati mie kering yang dihasilkan.

6. Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7) diketahui bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan sukun kukus pada teping terigu dan penambahan telur terhadap serat kasar. Perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu berpengaruh nyata terhadap kadar kasar (p ≤ 0,05) sedangkan penambahan telur tidak berpengaruh nyata. Nilai rata-rata kadar serat kasar mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8. Perlakuan substitusi sukun kukus pada tepung terigu terhadap kadar serat kasar mie kering


(47)

5% 85:15 80:20 75:25 5,7307 6,2237 6,4393 a b c - 0,1507 0,1583

Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi sukun kukus maka semakin tinggi kadar serat kasar mie, hal ini disebabkan karena kadar serat kasar pada sukun kukus lebih tinggi daripada kadar serat kasar pada tepung terigu, sehingga semakin tinggi substitusi sukun kukus dan semakin rendah tepung terigu maka akan meningkatkan kadar serat kasar pada mie kering. Hal ini didukung oleh Anonymous (1994) kandungan serat tepung terigu adalah 2%, sedangkan kadar serat kasar dalam basis kering sukun kukus menurut hasil analisa yaitu (8,4252%)

Tabel 4.9. Pengaruh penambahan telur terhadap kadar serat kasar mie kering Perlakuan Jumlah Telur

(%)

Kadar serat kasar Notasi 18% 20% 22% 6,1187 6,1032 6,1718 tn tn tn

Pada Tabel 4.9 Menjelaskan secara statistik bahwa perlakuan penambahan telur, tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar. Hal ini disebabkan telur merupakan bahan pangan hewani yang tidak mengandung serat. Menurut Buckle (1987), komposisi kimia yang terdapat pada telur adalah protein, glukosa, lemak, garam dan air. Sehingga penambahan


(48)

yang dihasilkan.

C. Uji Organoleptik 1. Rasa

Rasa merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas dari bahan makanan, namun setiap orang mempunyai penilaian yang berbeda terhadap rasa dari suatu bahan makanan. Total rangking kesukaan rasa pada mie kering dapat dilihat pada Tabel 4. 10

Tabel 4.10. Total rangking kesukaan rasa terhadap mie kering Perlakuan

Tepung terigu : Sukun

kukus (gram) Telur (%)

Jumlah Rangking 85 : 15

85 : 15 85 : 15 80 : 20 80 : 20 80 : 20 75 : 25 75 : 25 75 : 25

18 20 22 18 20 22 18 20 22 83 67,9 85,5 97 122 74,5 57 50 50

Keterangan : Nilai didampingi huruf yang berbeda menyatakan ada perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Berdasarkan Tabel 4.8 tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mie kering didapatkan hasil rangking kesukaan tertinggi yaitu: 122, pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (80:20) dengan penambahan telur 20%.


(49)

panelis terhadap mie kering cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena substitusi sukun kukus yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa sukun pada mie yang terlalu menonjol dan tidak disukai oleh panelis, Semakin tinggi penambahan tepung terigu penambahan telur dapat meningkatkan rasa gurih pada mie, hal ini disebabkan karena rasa gurih yang terdapat dari protein telur semakin menonjol, rasa yang disukai panelis adalah rasa yang seimbang tidak terlalu gurih dan tidak terlanjur menonjol rasa sukun. Seperti yang dikemukakan Kartika (1998) bahwa semakin tinggi batas konsentrasi maka rasa enak yang ditimbulkan akan menurun.

2. Tekstur

Total rangking kesukaan tekstur mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.11

Tabel 4.11. Total rangking kesukaan tekstur terhadap mie kering Perlakuan

Tepung terigu : Sukun

kukus (gram) Telur (%)

Jumlah Rangking 85 : 15

85 : 15 85 : 15 80 : 20 80 : 20 80 : 20 75 : 25 75 : 25 75 : 25

18 20 22 18 20 22 18 20 22 63,5 103 109 72 83 93 46 47 58,5

Keterangan : Nilai didampingi huruf yang berbeda menyatakan ada perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)


(50)

kering didapatkan hasil rangking kesukaan tertinggi yaitu : 109, pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15) dengan penambahan jumlah telur 22 %. Tekstur mie semakin elastis dengan semakin meningkatnya tepung terigu dan penambahan telur. Hal ini disebabkan semakin tinggi tepung terigu dapat meningkatkan protein tepung terigu yaitu gluten yang dapat meningkatkan elastisitas mie, dan semakin tinggi penambahan telur maka menimbulkan peningkatan elastisitas dari mie, hal ini disebabkan telur mempunyai sifat yang dapat mengikat bahan-bahan lain (Binding Agent) sehingga tidak mudah terputus.

Menurut Haryanto & Pabgloli (1992), menyatakan gluten yang ada dalam adonan tidak mudah pecah atau robek pada waktu dipipihkan. Sifat-sifat inilah yang meningkatkan tekstur mie yang dihasilka.

Hal ini didukung oleh Winarno (1993) penambahan telur pada penambahan mie dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan tekstur mie menjadi lebih liat, sehingga tidak mudah putus-putus karena kandungan protein albumin pada telur yang berfungsi sebagai pengikat adonan.


(51)

3. Warna

Produk pangan yang memiliki warna yang menarik akan berpeluang besar untuk dibeli konsumen. Uji kenampakan disini berdasarkan warna dan tekstur pada produk mie kering. Hasil analisis friedman terhadap warna mie kering dapat dilihat pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Total rangking kesukaan warna terhadap mie kering Perlakuan

Tepung terigu : Sukun

kukus (gram) Telur (%)

Jumlah rangking 85 : 15

85 : 15 85 : 15 80 : 20 80 : 20 80 : 20 75 : 25 75 : 25 75 : 25

18 20 22 18 20 22 18 20 22 77 66 65,5 85 90,5 63 86,5 56,5 85

Keterangan : Nilai didampingi huruf yang berbeda menyatakan ada perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Berdasarkan Tabel 4.12 tingkat kesukaan panelis terhadap warna mie kering didapatkan hasil rangking kesukaan tertinggi yaitu: 90,5, pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (80:20) dengan penambahan telur 20%.


(52)

warna mie kering cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena semakin banyak tepung terigu yang ditambahkan akan menyebabkan mie berwarna lebih pucat mengurangi warna kuning mie, sedangkan semakin tinggi penambahan telur warna mie terlalu kuning sehingga kurang disukai oleh panelis. Warna yang seimbang adalah warna yang paling disukai panelis. Penambahan konsentrasi telur dapat mempengaruhi warna mie kering

yang dihasilkan. Menurut Muchtadi (1992), telur mempunyai sifat yang hanya dimiliki kuning telur yaitu pigmen kuning xantofil, lutein beta karoten dan kriptoxantin. Penambahan ekstrak kunyit juga mempengaruhi warna mie karena kunyit zat warna kuning yaitu zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Sudarsono et.al, 1996).

Menurut Winarno (1992), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna yang seharusnya.


(53)

D. Analisis Keputusan

Dari data-data yang diperlukan untuk menganalisa adalah aspek kuantitas dan aspek kualitas. Aspek kuantitas meliputi kadar air, kadar protein, kadar pati, kadar serat kasar, daya rehidrasi dan daya elastisitas. Sedangkan untuk aspek kualitas meliputi rasa, tekstur dan warna. Dari masing-masing data tersebut dicari perlakuan terbaik, tapi aspek kualitas merupakan prioritas karena berhubungan dengan konsumen.

Tabel 4.13 Hasil Analisis Keseluruhan Pada Produk Mie Kering

Tepung

terigu : Telur Kadar Daya Elastisitas Kadar Kadar

Serat

Organoleptik Sukun

kukus (%) Air Rehidrasi Protein Pati

Kasar

Rasa Tekstur Warna 18 6,5718 50,3309 28,4445 14,5692 44,7494 5,6769 83 63,5 77 85 : 15 20 6,858 54,614 32,8889 14,7868 44,3851 5,7301 67,9 103 66

22 6,9037 55,3566 36,2222 14,8496 44,4287 5,7851 85,5 109 65,5 18 7,0844 51,6126 20,2222 14,4871 42,9964 6,2071 97 72 85 80 : 20 20 7,1993 55,6861 21,7778 14,5617 41,8189 6,2131 122 83 90,5

22 7,2337 56,2681 24,0000 14,6743 42,1932 6,2509 74,5 93 63 18 7,3707 56,5845 12,8889 14,4188 41,6287 6,4721 57 46 86,5 75 : 25 20 7,5095 56,8344 16,2222 14,4356 40,5516 6,3664 50 47 56,5 22 7,9135 58,7312 18,4445 14,6103 39,9758 6,4794 50 58,5 85

Berdasarkan dari hasil analisa kualitas yang meliputi rasa, tekstur dan warna. Disimpulkan bahwa nilai rangking kesukaan tertinggi pada rasa dan


(54)

dengan penambahan telur 20%, dimana hasil rangking 122, dan 90,5. sedangkan nilai rangking kesukan tekstur mie adalah perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15) dengan penambahan telur 22%. Sedangakan hasil analisa kuantitatif meliputi kadar air 7,1993%, dya rehidrasi 55,6861%, elastisitas 21,7778%, kadar protein 14,5617%, kadar pati 41,8199%, serat kasar 6,2131%, Berdasarkan hasil analisa terbaik diputuskan bahwa rasa mempunyai peringkat ke 1 perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15) dengan penambahan telur 22% dengan pertimbangan yaitu tekstur dan elastisitas mie tinggi.


(55)

(56)

E. Analisa Finansial 1. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi direncanakan tiap hari memerlukan bahan baku tepung terigu 26.520 kg/tahun; sukun 4.425,99 kg/tahun; telur 8.580 kg/tahun; garam 405,6 kg/tahun; kunyit 7.800 kg/tahun; minyak goreng 936 kg/tahun.

Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan mie kering sebesar 282.267,2 kg atau 282.672 bungkus (100 gr/bungkus). Data kapasitas produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10.

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam jangka waktu tertentu tidak berubah mengikuti perubahan tingkat produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri bubuk sari buah markisa adalah sebagai berikut :

Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap = Rp 38.338.622 + Rp 331.825.870 = Rp


(57)

370.206.243,-3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka dapat diketahui harga pokok tiap bungkus.

Total biaya produksi Kapasitas produksi per tahun Harga Pokok =

= 370.206.243 282.672

= Rp. 1.309,67 ≈ Rp 1.300,-

4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin dicapai 30% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga jual.

Harga Jual = harga pokok + keuntungan 30% + pajak 10% = Rp. 1.300 + Rp. 390 + Rp. 130

= Rp. 1.850,- /bungkus

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Volume


(58)

perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian dinamakan “Break Event Point”. Biaya yang termasuk biaya variabel pada umumnya adalah bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan. Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002)

Berdasarkan Lampiran 15 diperoleh BEP sebagai berikut: - BEP (biaya titik impas) = Rp 105.017.975,69 ,- - % BEP (% titik impas) = 20,8 %

- Kapasitas titik impas = 56.760,5 unit/tahun

Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi mie kering mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 56.760,5 unit/tahun, dengan kapasitas normal sebanyak 282.672 bungkus/tahun, hal ini berarti mie kering memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 20,8 % dari total produksi yang direncanakan.

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek


(59)

diperoleh nilai NPV sebesar Rp.

136.016.497,-dengan demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar dari nol.

7. Payback Period (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan

agar dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa, 2002). Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari pada Periode Payback maximum, maka usul investasi tersebut diterima.

Berdasarkan Lampiran 14, diperoleh nilai Payback Periode (PP) selama. 4 tahun 5 bulan Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih kecil dari pada umur ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara

penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Proyek akan dipilih apabila Gross B/C > 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak akan dipilih.

Berdasarkan lampiran 16 diperoleh nilai Gross B/C sebesar 1,0629berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.


(60)

Rate of Return metode Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Menurut (Pujawa, 2002), bahwa pada tingkat suku bunga inilah nilai NPV sama dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bunga sekarang. Berdasarkan lampiran 15 diperoleh IRR sebesar 22,48%.

Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan tepung terigu : sukun kukus dan panambahan telur terhadap kadar air, daya rehidrasi, elastisitas, kadar protein. Dan tidak terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan tepung terigu : sukun kukus dan penambahan telur terhadap kadar pati dan serat kasarpada produk mie kering.

2. Perlakuan terbaik mie kering adalah pada perlakuan tepung terigu : sukun kukus (85:15) dengan penambahan telur 22%. Pada komposisi tersebut diperoleh kadar air 7,1993%, daya rehidrasi 55,6861%, elastisitas 21,7778%, kadar protein 14,5617, kadar pati 41,8189%, kadar serat kasar 6,2131%.

3. Hasil analisis finansial diperoleh nilai Break Event Point (BEP) sebesar 20,8% atau sebesar Rp 105.017.975,69,- dengan kapasitas 282.672 bungkus/tahun, Pay Back Period (PP) perusahaan 4 tahun 5 bulan , benefit Cost Ratio 1,0629, Net Present value sebesar Rp. 136.016.497,-dan IRR sebesar 22,478%.


(62)

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang produk yang menggunakan proporsi sukun atau pemanfaatan tepung sukun sebagai pengganti sebagian proporsi tepung terigu.


(63)

Perindustrian RI, Jakarta.

Anonymous, 1994. Sekilas Mengenai Tepung Terigu, Bogasari Flour Mills, Surabaya.

Anonymous, 2005. Sukun Buah Kaya Karbohidrat, Indo Forum, Surabaya. Anonymous, 2009. Isolasi Dan Karakteristik Pati dari Buah Pisang Kepok

Dan Sukun, Seminan Nasional Teknik Kimia Indinesia, Bandung. Anonymous, 2010. ”http://id.wikipedia,org/wiki/sukun” .

Astawan M dan M.W. Astawan, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati, Akademika presindo, Jakarta.

Astawan, M 1999. Membuat mie dan Bihun. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Buckle KA et.al. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan dari Food Science. Jakarta: UI

Press.

Charley, H., 1982. Food Science and edt, Jhon Wiley and Sons, New York. De mann J, 1992. Kimia Makanan, Cetakan Pertama, ITB, Bandung.

Haryanto, B dan P Pangloli, 1992. Potensi Pemanfaatan Sagu, Kanisius, Yogyakarta.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.

Ketaren, 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Kartikasari, E. 1994. Pembuatan Mie Basah. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Koswara, S, 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif, ebookpangan.com

Mahdar, D., Indra N.R., Renawan.I., dan Yaya. S. 1991. Penelitian Pergantian Bahan Tambahan makanan yang Mengandung Borax untuk


(64)

Manajemen Usaha Proyek, ITB, Bandung. Marthen, K. 1999. Fisika, Penerbit Erlangga, Bandung.

Muchtadi, T, R., Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Budaya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, ITB,Bandung.

Mustafa, A.M., 1998, Kandungan Artocarpus Communis, Food Science, 9:23. Romlah, 1997. Sifat Fisik Adonan dan Mie Beberapa Tepung Gandum dan

Penambahan Kansui, Telur dan Ubi Kayu, Tesis Master UGM, Yogyakarta

Rosyaningsih, 1987. Pembuatan Mie Basah (Boilled Noodle), Didalam Proceding Penelitian Pasca Panen Pertanian, Bogor.

Samsudin, L. 1987. Manajemen Keuangan Perusahaan, Hanindita, Yogyakarta. Siagian, P, 1978. Penelitian Operasional, UI Press, Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono B., dan Suhardi. 1984 Prosedur Analisa untuk Bahan Makananan dan Pertanian, PT. Bina Ilmu, Surabaya

Winangun, A., 2007. Mocal T-1 Tumpuan Ketahanan Pangan, Majalah Tani Merdeka-All Rights Reserved, Jakarta


(65)

1. Analisa Kadar Air Cara Pemanasan ( Sudarmadji,dkk,1997)

a. Ditimbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 2 gr dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

b. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1030C selama 3 jam tergantung bahannya. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven 30 menit, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang, perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). c. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan. Rumus perhitungan : % ( )x100%

awal Berat

gr Beratakhir awal

Berat

lemak 

2) Analisa Kadar Protein Metode Kjeldhal (Sudarmadji, dkk, 1997) a) Timbang 1 gr bahan yang telah dihaluskan dan masukkan kedalam

labu Kjeldhal. Kemudian tambahkan 7,5 gr K2S2O4 dan 0,35 gr HgO dan akhirnya tambahkan 15 ml H2SO4.

b) Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldhal dalam almari asam sampai berhenti berasap. Teruskan pemanasan tambahan lebih kurang satu jam. Matikan pemanas dan biarkan bahan menjadi dingin.

c) Kemudian tambahkan 100 ml aquades dalam labu Kjeldhal dan dinginkan dalam es dan beberapa lempeng Zn, juga tambahkan 15 ml


(66)

d) Panaskan labu Kjeldhal perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan tercampur kemudian panaskan sampai mendidih

e) Destilat ini ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan standart HCL (0,1 N) dan 5 tetes indikator metil merah. Lakukan destilasi sampai destilat yang tertampung sebanyak 75 ml. f) Titrasi destilat yang diperoleh dengan standart NaOH (0,1 N sampai

warna kuning)

g) Buatlah juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquades dan lakukan seperti diatas

h) Perhitungan %N :

(ml NaOH blanko – ml NaOH contoh)

%N = x 100 x 14,008 gram contoh x 1000

3) Kadar Pati Metode Direct Acid Hydrolysis (Sudarmadji, 1997)

a) Timbang 2-5 gram contoh sampel yang telah dihaluskan, tambahkan 50 ml aquades dan aduk selama 1 jam.

b) Suspesi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 250 ml.

c) Bahan yang mengandung lemak, pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml ether.


(67)

Erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquades dan tambahkan 20 ml HCl  25% (berat jenis 1,125).

f) Tutup dengan pendingin balik dan panaskan diatas penangas air mendidih selama 2,5 jam.

g) Netralkan dengan larutan NaOH 45% dan encerkan sampai volume 500 ml, kemudian saring.

h) Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.

4) Analisa Serat Kasar (Sudarmadji dkk, 1997)

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa, dengan sesikin lignin dan pentosa.

a) Bahan dihaluskan sehingga dapat melalui ayakan diameter 1mm b) Ditimbang 2 gr bahan kering dan ekstraksi lemak dengan soxhlet c) Bahan dimasukkan kedalam erlenmeyer 600 ml

d) Tambahkan 100 ml larutan H2SO4 1,25 % (1,25 gr H2SO4 pekat / 100 ml = 0,255 N H2SO4 ) kemudian ditutup dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit dengan digoyang-goyangka

e) Tambahkan 200 ml larutan NaOH 1,25 %( 1,25 gr NaOH/100 ml = 0,313 N NaOH) dan didihkan selama 30 menit


(68)

residu dengan aquadest mendidih dan kemudian dicuci lagi dengan ± 15 ml alkohol 95%

h) Selanjutnya kertas saring dengan isinya diangkat dan dimasukkan kedalam cawan pilar lalu dikeringkan pada suhu 105◦Cselama 1 jam 5) Daya Rehidrasi (Romlah, 1997)

a. Menimbang 10 gr produk kemudian dimasak sampai produk tergelatinisasi sempurna.

b. Menghitung nisbah rehidrai merupakan perbandingan berat mie yang telah dimasak.

% rehidrasi = A-10 A

A = Berat mie setelah dimasak

6) Uji Elastisitas Dengan Metode Mistar (Marthen, 1999)

- Uji Elastisitas dilakukan dengan menggunakan metode mistar yaitu dengan menggunakan rumus :

Panjang Akhir – Panjang Awal

x 100 % Panjang Awal


(69)

Tanggal : ……….. Produk yang diuji : Mie Sukun

Instruksi :

Ujilah contoh-contoh berikut dan tuliskan seberapa jauh anda menyukai produk tersebut dengan memberikan nilai pada kolom-kolom dibawah ini sesuai kesan anda dengan warna, rasa dan tekstur.

Kode Warna Rasa Tekstur 254

467 356 523 212 102 345 543 678

Komentar : ... Keterangan :

Skala Hedonik Nilai

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3 tidak suka 2 Sangat Tidak suka 1


(70)

A1B2 6,8123 6,8907 6,8709 20,5739 6,8580 A1B3 6,9515 6,8072 6,9525 20,7112 6,9037 A2B1 7,1319 6,9997 7,1217 21,2533 7,0844 A2B2 7,2171 7,1736 7,2073 21,5980 7,1993 A2B3 7,2654 7,1802 7,2554 21,7010 7,2337 A3B1 7,4295 7,3398 7,3429 22,1122 7,3707 A3B2 7,5392 7,4947 7,4947 22,5286 7,5095 A3B3 7,9765 7,8675 7,8965 23,7405 7,9135

Total 64,8272 64,3719 64,7350 193,9341 Rata-rata 7,2030 7,1524 7,1928 21,5482

Tabel Dua Arah (Two Ways Table) B

A

1 2 3 Total Rata-rata 1 19,715 20,574 20,711 61,001 6,778 2 21,253 21,598 21,701 64,552 7,172 3 22,112 22,529 23,741 68,381 7,598 Total 63,081 64,701 66,153 193,934

Rata-rata 7,009 7,189 7,350

Tabel Anova : Analisis of Variance

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel

0,05 Perlakuan 8 3,735746 0,466968 156,6963* 2,510

A 2 3,027879 1,513939 508,0189* 3,550 B 2 0,524739 0,262369 88,0409* 3,550 A/B 4 0,183129 0,045782 15,3627* 2,930 Galat 18 0,053642 0,002980


(71)

A3B3 7,9135 1,3417 1,0555 1,0098 0,8291 0,7142 0,6798 0,5428 0,4040 - 9 3,400 0,1072 A3B2 7,5095 0,9377 0,6516 0,6058 0,4251 0,3102 0,2759 0,1388 - 8 3,380 0,1065 A3B1 7,3707 0,7989 0,5128 0,4670 0,2863 0,1714 0,1371 - 7 3,360 0,1059

A2B3 7,2337 0,6619 0,3757 0,3299 0,1492 0,0343 - 6 3,320 0,1046 A2B2 7,1993 0,6275 0,3414 0,2956 0,1149 - 5 3,270 0,1031 A2B1 7,0844 0,5126 0,2265 0,1807 - 4 3,210 0,1012 A1B3 6,9037 0,3319 0,0458 - 3 3,120 0,0983 A1B2 6,8580 0,2862 - 2 2,970 0,0936 A1B1 6,5718 -

Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Notasi a b b c d d e f g


(72)

Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

A1B1 50,2488 50,2488 50,4950 150,9926 50,3309 A1B2 54,5455 54,7511 54,5455 163,8421 54,6140 A1B3 55,5556 55,1570 55,3571 166,0697 55,3566 A2B1 51,6908 51,4562 51,6908 154,8378 51,6126 A2B2 55,5556 55,5556 55,9471 167,0583 55,6861 A2B3 56,3319 56,3319 56,1404 168,8042 56,2681 A3B1 56,5217 56,5217 56,7100 169,7534 56,5845 A3B2 56,7100 56,8966 56,8966 170,5032 56,8344 A3B3 59,1827 58,3333 58,6777 176,1937 58,7312

Total 496,3426 495,2522 496,4602 1.488,0550 Rata-rata 55,1492 55,0280 55,1622 165,3394

Tabel Dua Arah (Two Ways Table) B A

1 2 3 Total Rata-rata

1 150,9926 163,8421 166,0697 480,9044 53,4338 2 154,8378 167,0583 168,8042 490,7003 54,5223 3 169,7534 170,5032 176,1937 516,4503 57,3834 Total 475,5838 501,4036 511,0676 1488,0550

Rata-rata 52,8426 55,7115 56,7853

Tabel Anova : Analisis of Variance

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel

0,05 Perlakuan 8 165,937676 20,742210 516,2301* 2,510

A 2 74,908636 37,454318 932,1594* 3,550 B 2 74,783520 37,391760 930,6025* 3,550 A/B 4 16,245521 4,061380 101,0792* 2,930 Galat 18 0,723243 0,040180


(73)

A3B2 56,8344 6,5035 5,2218 2,2204 1,4778 1,4778 1,1483 0,2499 - 8 3,380 0,3912 A3B1 56,5845 6,2536 4,9719 1,9704 1,2279 1,2279 0,8984 - 7 3,360 0,3889

A2B3 55,6861 5,3552 4,0735 1,0721 0,3295 0,3295 - 6 3,320 0,3842 A2B2 55,3566 5,0257 3,7440 0,7425 0,0000 - 5 3,270 0,3784 A1B3 55,3566 5,0257 3,7440 0,7425 - 4 3,210 0,3715 A1B2 54,6140 4,2832 3,0014 - 3 3,120 0,3611 A2B1 51,6126 1,2817 - 2 2,970 0,3437

A1B1 50,3309 -

Perlakuan A1B1 A2B1 A1B2 A1B3 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Notasi a b c d d e ef f g


(74)

1 2 3 rata A1B1 27,6667 30,0000 27,6667 85,3334 28,4445 A1B2 33,3333 33,3333 32,0000 98,6666 32,8889 A1B3 36,6667 35,3333 36,6667 108,6667 36,2222 A2B1 20,0000 20,6667 20,0000 60,6667 20,2222 A2B2 22,0000 21,3333 22,0000 65,3333 21,7778 A2B3 25,3333 23,3333 23,3333 71,9999 24,0000 A3B1 13,3333 12,0000 13,3333 38,6666 12,8889 A3B2 16,6667 15,3333 16,6667 48,6667 16,2222 A3B3 18,6667 18,0000 18,6667 55,3334 18,4445

Total 213,6667 209,3332 210,3333 633,3332 Rata-rata 23,7407 23,2592 23,3704 70,3704

Tabel Dua Arah (Two Ways Table) B A

1 2 3 Total Rata-rata 1 85,3334 98,6666 108,6667 292,6667 32,5185 2 60,6667 65,3333 71,9999 197,9999 22,0000 3 38,6666 48,6667 55,3334 142,6666 15,8518 Total 184,6667 212,6666 236,0000 633,3332

Rata-rata 20,5185 23,6296 26,2222

Tabel Anova : Analisis of Variance

SK DB JK KT F Hitung F Tabel 0,05 Perlakuan 8 1438,553240 179,819155 271,4026* 2,510

A 2 1278,652138 639,326069 964,9404* 3,550 B 2 146,798145 73,399073 110,7819* 3,550 A/B 4 13,102956 3,275739 4,9441* 2,930 Galat 18 11,925990 0,662555


(75)

A1B2 32,8889 20,0000 16,6667 14,4444 12,6667 11,1111 8,8889 4,4444 - 8 3,380 1,5884 A1B1 28,4445 15,5556 12,2222 10,0000 8,2222 6,6667 4,4445 - 7 3,360 1,5790

A2B3 24,0000 11,1111 7,7777 5,5555 3,7777 2,2222 - 6 3,320 1,5602 A2B2 21,7778 8,8889 5,5555 3,3333 1,5555 - 5 3,270 1,5367 A2B1 20,2222 7,3334 4,0000 1,7778 - 4 3,210 1,5085 A3B3 18,4445 5,5556 2,2222 - 3 3,120 1,4662 A3B2 16,2222 3,3334 - 2 2,970 1,3957

A3B1 12,8889 -

Perlakuan A3B1 A3B2 A3B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3


(76)

Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

A1B1 14,5932 14,5172 14,5972 43,7076 14,5692 A1B2 14,7819 14,7972 14,7812 44,3603 14,7868 A1B3 14,8506 14,8013 14,8970 44,5489 14,8496 A2B1 14,5577 14,4500 14,4537 43,4614 14,4871 A2B2 14,5933 14,5084 14,5833 43,6850 14,5617 A2B3 14,7144 14,6541 14,6544 44,0229 14,6743 A3B1 14,4195 14,4180 14,4188 43,2563 14,4188 A3B2 14,4540 14,4200 14,4327 43,3067 14,4356 A3B3 14,5985 14,6987 14,5337 43,8309 14,6103

Total 131,5631 131,2649 131,3520 394,1800 Rata-rata 14,6181 14,5850 14,5947 43,7978

Tabel Dua Arah (Two Ways Table) B A

1 2 3 Total Rata-rata

1 43,7076 44,3603 44,5489 132,6168 14,7352 2 43,4614 43,6850 44,0229 131,1693 14,5744 3 43,2563 43,3067 43,8309 130,3939 14,4882 Total 130,4253 131,3520 132,4027 394,1800

Rata-rata 14,4917 14,5947 14,7114

Tabel Anova : Analisis of Variance

SK DB JK KT F Hitung F Tabel 0,05

Perlakuan 8 0,533583 0,066698 32,0874* 2,510 A 2 0,282881 0,141440 68,0450* 3,550 B 2 0,217513 0,108757 52,3212* 3,550 A/B 4 0,033189 0,008297 3,9917* 2,930 Galat 18 0,037415 0,002079


(77)

A1B2 14,7868 0,3680 0,3512 0,2996 0,2251 0,2176 0,1765 0,1125 - 8 3,380 0,0890 A2B3 14,6743 0,2555 0,2387 0,1872 0,1126 0,1051 0,0640 - 7 3,360 0,0884

A3B3 14,6103 0,1915 0,1747 0,1232 0,0486 0,0411 - 6 3,320 0,0874 A1B1 14,5692 0,1504 0,1336 0,0821 0,0075 - 5 3,270 0,0861 A2B2 14,5617 0,1429 0,1261 0,0745 - 4 3,210 0,0845 A2B1 14,4871 0,0684 0,0516 - 3 3,120 0,0821 A3B2 14,4356 0,0168 - 2 2,970 0,0782

A3B1 14,4188 -

Perlakuan A3B1 A3B2 A2B1 A2B2 A1B1 A3B3 A2B3 A1B2 A1B3 Notasi a a a ab b b bc d d


(78)

A1B1 44,7497 44,7495 44,7491 134,2483 44,7494 A1B2 44,3854 44,3851 44,3849 133,1554 44,3851 A1B3 44,3679 44,4650 44,4531 133,2860 44,4287 A2B1 43,8029 43,8929 41,2933 128,9891 42,9964 A2B2 41,8856 41,7856 41,7856 125,4568 41,8189 A2B3 41,3933 41,2933 43,8929 126,5795 42,1932 A3B1 40,3489 40,2524 40,2489 120,8502 40,2834 A3B2 38,5426 38,6382 38,5634 115,7442 38,5814 A3B3 37,4237 37,6166 37,5617 112,6020 37,5340

Total 376,9000 377,0786 376,9329 1130,9115 Rata-rata 41,8778 41,8976 Tabel Dua Arah (Two Ways Table)

B A

1 2 3 Total

Rata-rata

1 134,2483 133,1554 133,2860 400,6897 44,5211 2 128,9891 125,4568 126,5795 381,0254 42,3362 3 120,8502 115,7442 112,6020 349,1964 38,7996 Total 384,0876 374,3564 372,4675 1130,9115

Rata-rata 42,6764 41,5952 41,3853

Tabel Anova : Analisis of Variance

SK DB JK KT F Hitung F Tabel 0,05 Perlakuan 8 164,0113 20,5014 42,2377* 2,5100

A 2 150,0493 75,0246 154,5682* 3,5500 B 2 8,6404 4,3202 8,9006* 3,5500 A/B 4 5,3217 1,3304 2,7410 2,9300 Galat 18 8,7369 0,4854


(79)

T.terigu:Sukun kks (85:15) 44,5211 5,7215 2,1849 − 3 3,1200 1,2550 Perlakuan T.terigu:Sukun kks (75:25) T.terigu:Sukun kks (80:20) T.terigu:Sukun kks (85:15)

Notasi a ab c

Uji Duncan Kadar pati untuk penambahan telur se 0,4022

22 20 18 Perlakuan

41,3853 41,5952 42,6764 P SSR LSR

22 41,3853 − −

20 41,5952 0,2099 − 2 2,9700 1,1946

18 42,6764 1,2911 1,0812 − 3 3,1200 1,2550

Perlakuan 22 20 18


(1)

Lampiran 13. Perhitungan Keuntungan Produksi mie kering

Harga Pokok = Total biaya produksi Kapasitas produksi per tahun

= 370.206.243 282.672

= Rp. 1.309,67 ≈ Rp 1.300,-

Harga Jual = harga pokok + keuntungan 30% + pajak 10% = Rp. 1.300 + Rp. 390 + Rp. 130

= Rp. 1.850,- /bungkus

Jadi hasil penjualan /tahun (pendapatan) = Rp. 1.850 x 282.672 =Rp. 522.943.200,00

,-Keuntungan bersih = Hasil penjualan – Pajak penjualan (10%) – Biaya produksi = Rp. 522.943.200,00 – Rp 52.294.320,00 – Rp. 370.206.243,-


(2)

Lampiran 14. Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi mie kering

A. Payback Period

Total modal

Payback Period =

Keuntungan bersih Rp 448.730.596,20 ,- = Rp 100.981.428,28 ,- = 4 tahun 5 bulan

B. Break Event Point (BEP)

Biaya tetap BEP (Rp) = 1 - (Biaya tidak tetap / Pendapatan)

Rp 38.380.373 =

1- (Rp 331.825.870 / Rp 522.943.200,00 )

= Rp 105.017.975,69 Nilai BEP

% BEP = x 100% Pendapatan

Rp 104.631.617,79

= x 100% Rp 522.943.200,00

= 20,8 %

Kapasitas Titik Impas (BEP unit) = 20,8 % x 282.672 = 56.760,5 unit/tahun


(3)

S 748,800,000

TVC 459,584,711.76

FC 64,184,794.64

BEP 167,938,890.15

20,08

20 0

50 100 150 200 250 300 350 400 450 Millions

500 550

0 40 60 80 100

Kapasitas Produksi (%) Biaya (Rpx10)

LABA

RUGI

Keterangan :

S = Pendapatan / total penjualan

TVC = Total biaya variabel (Total biaya produksi) FC = Biaya tetap


(4)

Lampiran 15. Laju Pengembalian Modal Tabel laju Pengendalian Modal

I = 10% I = 30%

th Cash Flow

Df P.V (Y1) Df P.V (Y1)

1

83.431.640 0,9091 75.847.704 0,7693 64.183.961

2

127.994.795 0,8264 105.774.899 0,5917 75.734.520

3

172.557.951 0,7513 129.642.789 0,4552 78.548.379

4

179.737.640 0,6830 122.760.808 0,3501 62.926.148

5

186.917.330 0,6209 116.056.970 0,2693 50.336.837

550.083.170 331.729.845

IRR = 10% + X (30 – 10) %

550.083.170

550.083.170 + 331.729.845

= 10% +(0,624 X 20 %) = 10% + 12,476% = 22,48 %


(5)

Lampiran 16.Net Present Value (NPV) dan Gross Benefit Tabel Perhitungan Kriteria Investasi NPV dan Gross B/C

Discount Rate 20 % Tahun Capital Cost Benefit Df

20% Capital Cost Benefit Net Benefit 448.730.596 - - -

448.730.596 - - - 1 -

348.287.959

370.206.243 0,8333 -

290.228.356

308.492.862 18.264.506 2 -

348.287.959

370.206.243 0,6944 -

241.851.159

257.071.215 15.220.056 3 -

348.287.959

370.206.243 0,5787 -

201.554.242

214.238.353 12.684.111 4 -

348.287.959

370.206.243 0,4823 -

167.979.283

178.550.471 10.571.188 5 -

348.287.959

370.206.243 0,4019 -

139.976.931

148.785.889 8.808.958

Total

1.041.589.971

1.107.138.791 65.548.820

Benefit Cost Ratio

Gross B/C =

  1 2 ) 1 ( ) 1 ( i Ct i Bt

= 1.107.138.791 / 1.041.589.971


(6)

No Benefif Cost NPV(1=1%) 1 308.492.862 290.228.356 18.264.506

2 257.071.215 241.851.159 15.220.056 3 214.238.353 201.554.242 12.684.111 4 178.550.471 167.979.283 10.571.188 5 148.785.889 139.976.931 8.808.958