Perkembangan Kelembagaan Kredit Pertanian

5. Payment Ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil, serta dari mana saja dana untuk mengembalikan kredit diperoleh. 6. Profitability Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah untuk memperoleh laba dari usahanya. 7. Protection Bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan oleh bank. Bank mendapatkan perlindungan yang berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. Mengacu pada pengertian kredit menurut Mubyarto 1989 dan Kuntjoro 1983 yang mengutip dari Baker 1969, bahwa kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam memacu perkembangan usaha, terutama dalam pembentukan modal capital formation. Kredit juga sangat penting untuk meningkatkan likuiditas usaha khususnya dalam pertanian, walaupun dapat menimbulkan resiko apabila usaha tersebut gagal memberikan penerimaan yang lebih tinggi dari ongkos yang dikeluarkan.

2.2. Perkembangan Kelembagaan Kredit Pertanian

Pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan kredit bagi petani sejak pendirian padi sentra 1963 yang menangani masalah penyuluhan, penyaluran dan pengembalian kredit. Kredit tersebut diperuntukkan bagi pembelian sarana produksi. Kredit memerlukan agunan berupa lahan sawah atau jaminan produksi yang akan dipanen sehingga petani sering mendapatkan kesulitan untuk menyediakan agunan tersebut. Bersamaan dengan diluncurkannya program Bimbingan Massal Bimas pada tahun 1966, pemerintah juga membenahi sistem kelembagaan perkreditan untuk mendukung program intensifikasi padi. Penyaluran kredit menjadi tanggung jawab BNI unit II sekarang BRI. Penyaluran kredit dilakukan melalui Koperasi Produksi Petani Koperta. Kredit diberikan dalam bentuk sarana produksi dengan agunan usahatani padi yang sedang diusahakan. Selanjutnya pada tahun 1969 diganti dengan Bimas gotong royong. Pada saat itu kredit usahatani diberikan dengan sistem bagi hasil, yaitu 16 produksi kotor diperuntukkan untuk pembayaran kredit. Pada tahun 1970 pemerintah menyempurnakan program Bimas gotong royong menjadi Bimas yang disempurnakan. Dengan penyempurnaan ini, kredit program intensifikasi disalurkan melalui BRI unit desa, sedangkan pengadaan dan penyaluran sarana produksi dilaksanakan melalui Koperasi Unit Desa KUD. Kredit diberikan kepada petani pemilikpenggarap dengan jaminan berupa barang bergerak atau usahataninya. Pada tahun 1982 penyaluran kredit tidak hanya melalui BRI unit desa tetapi dapat juga melalui KUD. Masalah yang dihadapi adalah semakin membesarnya tunggakan kredit. Tahun 1985 pemerintah menghentikan kredit Bimas dan menggantinya dengan Kredit Usaha Tani KUT. Pada prinsipnya KUT hampir sama dengan kredit Bimas, namun cakupan komoditasnya lebih banyak yaitu padi, palawija dan holtikultura. Petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat mengakses KUT dengan membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK. Dalam perkembangannya KUT mengalami berbagai perubahan sesuai dengan perubahan ekonomi dan kebijakan pemerintah. Pada saat itu Indonesia mulai dilanda krisis pada tahun 1998 dan kemarau panjang elnino yang menyebabkan dampak negatif pada pertanian. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia tidak lagi menyalurkan kredit program termasuk KUT, sehingga sejak saat itu bank pelaksana harus menanggung dana KUT. Perkembangan selanjutnya melalui SK Menteri Keuangan Nomor 345KMK0.172000 tentang pedoman KKP dan SK Menteri Pertanian Nomor 3999KptsBm.53082000 tentang petunjuk teknis pemanfaatan skim Kredit Ketahanan Pangan KKP, pemerintah menghapus program KUT dan meluncurkan kredit usahatani baru yaitu Kredit Ketahanan Pangan KKP. Jenis usaha yang dibiayai adalah mencakup usahatani tanaman pangan, usaha ternak serta budidaya ikan. Pada pelaksanaanya KKP masih mengalami hambatan baik pada sisi bank pelaksana yang belum siap, maupun pada sisi KUDkoperasi atau petani yang masih menunggak hutang KUT, karena salah satu persyaratan untuk mendapatkan KKP adalah petanikelompok petani harus bebas dari tunggakan KUT. 2.3. Gambaran Umum Kredit Ketahanan Pangan 2.3.1. Kebijakan Kredit