2.6. Peranan Kredit dalam Usahatani
Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi. Khususnya dalam pembangunan pertanian, kredit berperan sebagai: 1
membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, 2 mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang perantara
dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian, 3 mekanisme transfer pendapatan diantara
masyarakat untuk mendorong pemerataan, dan 4 insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usahatani Syukur, 1998.
Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting yaitu, pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi output. Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara
menambah jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan
penambahan modal, dengan kata lain pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan modal. Modal yang digunakan dapat bersumber dari
modal sendiri atau dari modal sendiri dan modal pinjaman kredit. Kredit berperan sangat penting dalam pembangunan pertanian Indonesia.
Pentingnya kredit terkait dengan tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan yang sempit sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan pemupukan modal Hastuti, 2004. Salah satu cara untuk dapat melakukan pemupukan modal adalah dengan akses terhadap kredit. Peningkatan
akses terhadap kredit akan meningkatkan kemampuan petani membeli dan
menggunakan teknologi produksi sehingga dapat dicapai peningkatan efisiensi usahatani Hazarika dan Alwang, 2003. Dengan demikian, dalam sektor
pertanian kredit merupakan salah satu faktor pendukung utama pengembangan adopsi teknologi usahatani yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan
produktifitas, nilai tambah dan pendapatan petani. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rashid et al. 2002 bahwa kredit dapat berperan sebagai
modal investasi maupun modal untuk mengadopsi teknologi baru. Sementara menurut Syukur et al. 1990 selain sebagai pemacu adopsi teknologi, kredit
untuk sektor pertanian seperti Bimas, kredit intensifikasi tambak dan KUT, juga berfungsi efektif sebagai perangkat introduksi. Oleh karena itu untuk
meningkatkan produksi petani, Mosher 1966 menekankan perlu dilaksanakan program kredit yang efisien sehingga kredit tersedia dan mudah didapatkan oleh
petani. Petani yang mampu mengelolanya dengan baik akan dapat mengembalikan tepat waktu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan kredit dapat meningkatkan efisiensi usahatani. Hal tersebut dapat
diukur dari produksi, produktifitas dan pendapatan petani yang meningkat. Pentingnya pembiayaan berupa kredit dalam rangka peningkatan produksi,
produktifitas dan pendapatan di bidang pertanian telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Beberapa diantaranya menunjukkan bahwa, kekurangan kredit secara
nyata akan membatasi proses adopsi teknologi sehingga produksi yang dihasilkan tidak maksimal produktifitasnya rendah. Hasil penelitian Feder et al. 1985
menunjukkan bahwa di India petani dengan luas lahan berbeda mempunyai alasan yang berbeda pula mengapa tidak menggunakan pupuk. Tidak tersedianya kredit
merupakan kendala utama untuk 48 persen petani lahan sempit dan hanya 6 persen untuk petani lahan luas.
Penelitian di Indonesia juga menunjukkan hal yang sama. Simatupang dan Rahmat 1989 mendukung adanya gejala kendala modal dalam usahatani padi.
Masalah kendala modal ini akan semakin terasa karena harga input terutama harga pupuk terus mengalami kenaikan. Nizar 2004 dalam penelitiannya menyatakan
bahwa kredit usahatani masih sangat diperlukan sebagai tambahan modal kerja petani dalam melaksanakan usahatani terutama untuk kebutuhan pupuk. Namun
dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak- pihak yang terlibat dalam proses penyaluran dan pengembalian kredit terutama di
tingkat kelompok tanipetani, PPL dan KUD sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan KUT, yaitu masih lemahnya kemampuan manajerial petanikelompok
tani dan KUD serta masih terbatasnya tenaga yang disediakan untuk pelayanan KUT. Kondisi tersebut dapat menyebabkan lemahnya pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan KUT. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
kredit memang sangat diperlukan untuk memajukan usahatani. Kredit sangat berperan sebagai pelancar pembangunan di pedesaan, unsur pemacu teknologi
serta upaya pembentukan modal yang dapat meningkan produktifitas dan pendapatan petani. Peningkatan produktifitas dan pendapatan suatu usaha dapat
diuji dengan menggunakan analisis efisiensi. Penelitian yang membuktikan bahwa kredit berperan positif sudah banyak
ditemukan. Akan tetapi penelitian lain yang dilakukan oleh Taylor et al. 1986 menunjukkan kesimpulan yang berbeda, yaitu program kredit Prodemata tidak
berhasil meningkatkan efisiensi teknis dan efisiensi alokatif petani tradisional di Minas Gerais, Brazil. Hal ini ditemukan pada dampak Prodemata yang tidak nyata
terhadap efisiensi teknis. Rata–rata efisiensi teknis untuk semua usahatani penerima kredit adalah 18 persen, sedangkan efisiensi teknis usahatani yang
bukan penerima kredit 17 persen. Perbedaan 1 persen tersebut tidak bisa dianggap berbeda secara nyata terima H
. Prodemata berpengaruh negatif terhadap efisiensi alokatif. Estimasi
efisiensi alokatif untuk penerima kredit adalah 70 persen, yang bukan penerima kredit 76.5 persen. Perbedaan -6.5 persen ini menunjukkan bahwa efisiensi
alokatif usahatani yang bukan penerima kredit lebih tinggi daripada usahatani penerima kredit. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Schultz tentang
usahatani kecil yaitu ”poor but efficient”.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
3.1.1. Konsep Efisiensi
Menurut Lau dan Yotopoulos 1971 konsep efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif harga serta
efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah input tertentu. Seorang petani
dikatakan lebih efisien secara teknis dari petani lain jika petani tersebut dapat menghasilkan output lebih besar pada tingkat penggunaan teknologi produksi
yang sama. Petani yang menggunakan input lebih kecil pada tingkat teknologi produksi yang sama, juga dikatakan lebih efisien dari petani lain, jika
menghasilkan output yang sama besarnya. Jelaslah bahwa konsep efisiensi teknis merupakan suatu konsep yang bersifat relatif.
Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan
teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal, karena pada dasarnya tujuan petani dalam mengelola usahataninya
adalah untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Tingkat produksi dan pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh efisiensi petani dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya ke dalam berbagai alternatif aktivitas produksi.
Kedua ukuran efisiensi di atas bila digabungkan menghasilkan ukuran efisiensi ekonomis total yaitu, menghasilkan produksi yang tinggi dengan biaya