Pendahuluan Pemilihan Model ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU

VII. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU

7.1. Pendahuluan

Bab ini membahas hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan ekonomis, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi serta pengaruh Kredit Ketahanan Pangan KKP terhadap efisiensi usahatani tebu di daerah penelitian.

7.2. Pemilihan Model

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan dalam analisis ini merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam proses membangun model, pada awalnya dibedakan antara fungsi produksi usahatani tebu pola tanam awal dengan pola kepras. Variabel input yang diduga berpengaruh terhadap usahatani tebu pola tanam awal meliputi luas lahan X1, bibit X2, pupuk N X3, tenaga kerja X4, dan dummy KKP X5, sedangkan variabel input yang diduga berpengaruh terhadap usahatani tebu pola kepras meliputi luas lahan X1, pupuk N X3, tenaga kerja X4, dan dummy KKP X5. Selanjutnya model di atas disebut model 1. Hasil dugaan fungsi produksi kedua pola tanam pada model 1 dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil dugaan pada model 1 menunjukkan bahwa seluruh varibel input pola tanam awal dan pola kepras berpengaruh positif terhadap produksi usahatani tebu sesuai dengan yang diharapankan, akan tetapi tidak seluruhnya berpengaruh secara nyata. Variabel input yang berpengaruh nyata pada usahatani tebu pola tanam awal hanyalah lahan X1. Sedangkan pada pola kepras, tiga dari empat variabel input ditemukan berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu, diantaranya adalah lahan X1, pupuk N X3 dan tenaga kerja X4. Tabel 10. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Model 1 dengan Menggunakan Metode OLS Tanam Awal Kepras Varibel Input Parameter Dugaan VIF Parameter Dugaan VIF Konstanta 6.0792 0.0 4.5379 0.0 Lahan X1 0.6305 a 49.3 0.4254 a 14.1 Bibit X2 0.1908 28.7 - - Pupuk N X3 0.1130 10.7 0.1666 b 7.3 Tenaga Kerja X4 0.0230 14.1 0.4388 a 11.3 Dummy KKP X5 0.1115 1.7 0.0509 1.1 R-Sq 0.9838 0.9560 Adj R-Sq F-hitung 0.9787 194.02 0.9527 287.88 Sumber: Analisis data primer, 2009 Keterangan: a, b, c nyata pada 0.01, 0.05 dan 0.10 Pada tabel 10 juga dapat dilihat hasil uji multikolinieritas antar variabel input usahatani tebu di daerah penelitian. Uji multikolinieritas penting dilakukan karena adanya multikolinieritas dapat mengakibatkan penaksir-penaksir kuadrat terkecil menjadi tidak efisien, sehingga salah satu akibatnya adalah koefisien determinasi R 2 tinggi, akan tetapi uji statistik t t-ratio menunjukkan bahwa parameter dugaan sedikit yang berpengaruh nyata Gujarati, 1978. Manurung et al. 2005 mengatakan bahwa nilai Variance Inflation Vactor VIF yang tinggi merupakan indikasi terjadinya multikolinieritas antarvariabel independen pada suatu model. Beberapa referensi menyatakan bahwa multikolinieritas yang serius terjadi jika nilai VIF pada model regresi linier berganda lebih besar dari 10 dan multikolinieritas tidak serius jika nilai VIF kurang dari 10. Pada model I terdeteksi adanya multikolinieritas antarvariabel input karena nilai VIF yang tinggi pada variabel lahan dan bibit untuk pola tanam, yaitu 49.3 dan 28.7. Terjadinya multikolinieritas pada pola tanam awal model I juga ditunjukkan oleh koefisien determinasi R 2 yang tinggi yaitu 0.9838. Akan tetapi, berdasarkan uji t hanya parameter lahan X1 yang berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu. Sementara itu, pada pola kepras tidak ditemukan adanya masalah multikolinieritas, walaupun nilai VIF variabel lahan X1 dan pupuk N X3 lebih besar dari 10 yaitu 14.1 dan 11.3, akan tetapi pada penelitian ini masih ditoleransi sehingga dianggap tidak terjadi multikolinieritas yang serius. Pola kepras pada model 1 menunjukkan koefisien determinasi yang tinggi yaitu 0.9560, dan hasil uji t menunjukkan tiga parameter lahan, pupuk N, tenaga kerja pada usahatani pola kepras berpengaruh nyata terhadap produksi tebu. Menurut Manurung et al. 2005, jika koefisien determinasi R 2 tinggi dan sebagian besar parameter dugaan berpengaruh nyata maka model regresi pada umumnya tidak mengalami masalah multikolinieritas. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki atau mengatasi masalah multikolinieritas antara lain: 1 mengkombinasikan data cross section dengan data deretan waktu, 2 mentransformasikan data, 3 menambahkan data baru atau ukuran observasi, dan 4 mengeluarkan salah satu variabel input dari regresi jika terjadi korelasi kuat antarvariabel input. Diantara 5 variabel input lahan, bibit, pupuk N, tenaga kerja dan dummy KKP yang diduga berpengaruh pada produksi usahatani tebu pola tanam, 4 diantaranya yaitu lahan, bibit, pupuk N dan tenaga kerja saling berkorelasi secara kuat. Korelasi tertinggi terjadi pada lahan X1 dan bibit X2 dengan nilai korelasi 0.973. Selanjutnya, langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah mengeluarkan variabel lahan X1 dari model. Akan tetapi karena lahan merupakan variabel pokok dan pada model 1 ditemukan berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu, maka untuk menghindari bias spesifikasi variabel lahan X1 secara emplisit tetap dipertahankan dengan cara mengubah semua variabel baik variabel output maupun variabel input kecuali variabel dummy KKP ke dalam satuan hektar yang selanjutnya disebut dengan model 2. Masalah multikolinieritas pada pola tanam dapat teratasi dengan menggunakan model 2. Hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai VIF menjadi lebih kecil hanya berkisar antara 1.02 sampai 1.37. Akan tetapi dengan menggunakan model 2, hasil uji t pada pola tanam awal menjadi tidak berpengaruh nyata serta koefisien determinasi R 2 yang dihasilkan kecil yaitu hanya 0.3431. Selain itu, dengan menggunakan model 2, koefisien determinasi pola kepras berubah semakin kecil yaitu dari 0.956 pada model 1 menjadi 0.375 pada model 2. Akan tetapi hasil dari uji t pada pola kepras tidak berubah. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap masalah pada model 1 dan model 2 untuk pola tanam awal. Upaya yang dilakukan dalam rangka memperbaiki permasalahan tersebut adalah dengan membuang variabel bibit pada data aktual, yang selanjutnya disebut model 3. Dengan membuang variabel bibit pada pola tanam maka variabel input yang digunakan model 3 pada pola tanam sama dengan variabel input yang digunakan pola kepras yaitu, lahan X1, pupuk N X2, tenaga kerja X3 dan dummy KKP X4. Hasil pendugaan fungsi produksi model 3 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Model 3 dengan Menggunakan Metode OLS Tanam Awal Kepras Varibel Input Parameter Dugaan VIF Parameter Dugaan VIF Konstanta 6.9276 0.0 4.5379 0.0 Lahan X1 0.8173 a 21.1 0.4254 a 14.1 Pupuk N X2 0.1069 10.6 0.1666 b 7.3 Tenaga Kerja X3 0.0161 14 0.4388 a 11.3 Dummy KKP X4 0.1742 b 1.1 0.0509 1.1 R-Sq 0.9825 0.9560 Adj R-Sq F-hitung 0.9783 237.98 0.9527 287.88 Sumber: Analisis data primer, 2009 Keterangan: a, b, c nyata pada 0.01, 0.05 dan 0.10 Masalah multikolinieritas pada pola tanam dapat teratasi dengan menggunakan model 3, walaupun nilai VIF variabel lahan X1, pupuk N X2 dan tenaga kerja X4 masih diatas 10 yaitu 21.1, 10.6, 14.0 dan nilai VIF varibel dummy KKP adalah 1.1. Tidak adanya masalah multikolinieritas yang serius pada pola tanam dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R 2 serta uji t pada fungsi produksi. Koefisien determinasi R 2 pada pola tanam model 3 sebesar 0.9825 yang artinya sekitar 98.25 persen variasi produksi tebu Y pola tanam dapat dijelaskan oleh lahan X1, pupuk N X2, tenaga kerja X3 dan dummy KKP X4. Dengan uji t diketahui bahwa dari empat variabel yang dimasukkan dalam model terdapat dua variabel yang berpengaruh positif dan nyata terhadap usahatani tebu pola tanam, yaitu variabel lahan X1 dan dummy KKP X4, sedangkan variabel pupuk N X2 dan tenaga kerja X3 berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Perlu diingat bahwa dengan membuang variabel bibit pada fungsi produksi pola tanam bukan berarti bibit tidak berpengaruh pada usahatani tebu, akan tetapi variabel bibit tidak dapat tertangkap dengan baik oleh fungsi produksi Cobb-Douglas yang dibangun. Setelah dilakukan uji terhadap beberapa model di atas hingga menghasilkan model 3 yang dianggap cukup baik, maka selanjutnya dilakukan uji terhadap 4 fungsi produksi Lampiran 1. Hasil pendugaan fungsi produksi Lampiran 1 terhadap empat fungsi produksi disajikan pada Tabel 12. Hasil pendugaan pada Tabel 12 dijadikan dasar untuk menganalisis pergeseran fungsi produksi. Analisis tersebut dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan intersep dan slope antara fungsi produksi pola tanam awal dengan pola kepras. Tabel 12. Hasil Pendugaan Empat Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menguji Perbedaan Intersep dan Slope Pola Tanam Variabel Input Tanam Awal Kepras Gabungan tanpa Dummy Gabungan dengan Dummy Konstanta 6.9276 4.5379 5.1914 5.1320 Lahan X1 0.8173 a 0.4254 a 0.5310 a 0.5214 a Pupuk N X2 0.1069 0.1666 b 0.1653 b 0.1627 b Tenaga kerja X3 0.0161 0.4388 a 0.3177 a 0.3297 a Dummy KKP X4 0.1742 b 0.0509 0.0815 c 0.0819 c Dummy pola tanam X5 - - - -0.0208 R 2 0.9825 0.9560 0.9621 0.9621 F-hitung 237.98 287.88 475.54 376.15 Sumber: Analisis data primer, 2009 Keterangan: a, b, c nyata pada 0.01, 0.05 dan 0.10 Adanya pergeseran fungsi produksi perbedaan slope pada usahatani tebu dapat dilihat dari hasil uji F antara fungsi produksi kedua pola tanam dengan fungsi produksi gabung dengan dummy pola tanam. Sedangkan perbedaan intersep pada fungsi produksi dapat diketahui dengan melakukan uji F terhadap fungsi produksi gabung tanpa dummy pola tanam dengan fungsi produksi gabung dengan dummy pola tanam. Hasil uji analisis varian dari keempat fungsi produksi Lampiran 1 disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis Varian Fungsi Produksi Tebu Pola Tanam Awal dan Pola Kepras di Kabupaten Situbondo Sumber SS DF MS F-hitung Tanam awal 0.4774 17 0.0281 Kepras 2.1220 53 0.0400 Perbedaan slope 0.2732 4 0.0683 1.0028 Gabung dengan dummy PT 2.8727 74 0.0388 Perbedaan intersep 0.0058 1 0.0058 0.1491 Gabung tanpa dummy PT 2.8785 75 0.0384 Sumber: Analisis data primer, 2009 Uji F terhadap fungsi produksi usahatani tebu kedua pola tanam dan fungsi produksi gabungan dengan dummy pola tanam menghasilkan nilai F hitung 1.00 lebih kecil dari nilai F tabel pada 5 persen yaitu 2.53, artinya tidak terdapat perbedaan slope antara fungsi produksi usahatani tebu pola tanam awal dengan fungsi produksi usahatani tebu pola kepras. Sementara itu, pengujian terhadap fungsi produksi usahatani tebu gabung tanpa dummy pola tanam dan fungsi produksi gabung dengan dummy pola tanam menghasilkan nilai F hitung sebesar 0.15 lebih kecil dari nilai F tabel pada 5 persen yaitu 4.00. Hal ini menggambarkan bahwa tidak terdapat perbedaan intersep antara fungsi produksi gabung tanpa dummy pola tanam dengan fungsi produksi gabung dengan dummy pola tanam. Peubah dummy untuk pola tanam Tabel 13 menunjukkan hasil yang negatif dan tidak nyata, sehingga fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi gabung tanpa dummy pola tanam yang disebut model 4. Selanjutnya, kembali dilakukan pengujian seperti di atas. Pengujian dilakukan terhadap 4 fungsi produksi Lampiran 2 yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk menganalisis apakah terjadi perubahan slope pergeseran fungsi produksi serta perbedaan intersep perubahan teknologi pada fungsi produksi akibat pengaruh KKP. Hasil dugaan dari keempat fungsi produksi yang akan diuji disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Pendugaan Empat Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menguji Perbedaan Intersep dan Slope KKP Variabel Input KKP Bukan KKP Gabungan tanpa Dummy Gabungan dengan Dummy Konstanta 4.5570 5.8747 5.4910 5.4899 Lahan X1 0.4918 a 0.5576 a 0.5992 a 0.5747 a Pupuk N X2 0.0390 0.2743 a 0.1320 b 0.1544 a Tenaga kerja X3 0.4683 a 0.1731 b 0.2784 a 0.2652 a Dummy KKP X4 0.0926 b R 2 0.9736 0.9646 0.9677 0.9697 F-hitung 467.36 308.38 759.06 600.86 Sumber: Analisis data primer, 2009 Keterangan: a, b, c nyata pada 0.01, 0.05 dan 0.10 Adanya pergeseran fungsi produksi perbedaan slope pada usahatani tebu dapat dilihat dari hasil uji F antara fungsi produksi KKP dan bukan KKP, dengan fungsi produksi gabung dengan dummy KKP. Sedangkan untuk melihat adanya perbedaan intersep perubahan teknologi maka dilakukan uji F terhadap fungsi produksi gabung tanpa dummy dan fungsi produksi gabung dengan dummy KKP. Hasil uji analisis varian dari keempat fungsi produksi Lampiran 2 disajikan pada Tabel 15. Pengujian antara fungsi produksi KKP dan bukan KKP, dengan fungsi produksi gabung dengan dummy KKP menghasilkan nilai F hitung 1.40 lebih kecil dari nilai F tabel pada 5 persen yaitu 2.76. Artinya tidak terdapat perbedaan slope antara fungsi produksi petani pengguna KKP dan petani bukan pengguna KKP atau tidak terjadi pergeseran fungsi produksi. Uji F terhadap fungsi produksi gabung tanpa dummy KKP dan fungsi produksi gabung dengan dummy KKP menghasilkan nilai F hitung sebesar 5.04 lebih besar dari F tabel pada 5 persen yaitu 4.00, ini berarti terdapat perbedaan intersep antarkedua fungsi gabung. Tabel 15. Analisis Varian Fungsi Produksi Tebu Pola Tanam Awal dan Pola Kepras di Kabupaten Situbondo Sumber SS DF MS F-hitung KKP 0.8757 38 0.0230 Bukan KKP 1.1031 34 0.0324 Perbedaan slope 0.2330 3 0.0776 1.3995 Gabung dengan dummy KKP 2.2119 75 0.0294 Perbedaan intersep 0.1487 1 0.1487 5.0448 Gabung tanpa dummy KKP 2.3607 76 0.0310 Sumber: Analisis data primer, 2009 Berdasarkan hasil kedua uji F pada Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan teknologi yang bersifat netral antara usahatani tebu pengguna KKP dengan bukan pengguna KKP. Perubahan teknologi bersifat netral artinya perubahan teknologi tidak bias terhadap labour dan juga tidak bias terhadap capital. Hasil yang diperoleh pada analisis varian sejalan dengan hasil dugaan dengan OLS Tabel 14. Variabel dummy KKP pada fungsi produksi gabung dengan dummy menunjukkan hasil yang positif berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan produksi dan produktifitas antara usahatani tebu yang menggunakan KKP dengan usahatani tebu yang tidak menggunakan KKP. Oleh karena itu, untuk analisis selanjutnya digunakan fungsi produksi gabung dengan dummy KKP. Fungsi yang akan digunakan pada analisis selanjutnya kembali diuji dengan analisis ekonomi skala usaha Lampiran 3 yang bertujuan untuk mengetahui apakah ekonomi skala usaha berada pada kondisi increasing, constant atau decreasing return to scale. Penjumlahan nilai parameter dugaan pada fungsi produksi petani tebu adalah 0.9942 1. Berdasarkan pada syarat fungsi produksi Cobb-Douglas yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya =1 maka secara statistik nilai tersebut perlu diuji, yaitu dengan cara merestriksi jumlah koefisien elastisitas peubah-peubah bebas pada fungsi produksi dengan metode OLS. Jumlah koefisien parameter dari seluruh variabel bebas X j dibatasi bernilai satu. Pengujian skala usaha ini dilakukan dengan menggunakan statistik uji F. Hasil analisis pendugaan fungsi produksi petani tebu contoh yang tidak direstriksi dan yang direstriksi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil Pengujian Skala Usaha Fungsi Produksi Rata-rata Fungsi Produksi R 2 e 2 Fungsi produksi yang tidak direstriksi 0.9697 2.2119 Fungsi produksi yang direstriksi 0.9676 2.3669 F-hitung 1.3141 Sumber: Analisis data primer, 2009 Uji F terhadap produksi non restriksi dan fungsi produksi restriksi menghasilkan nilai F hitung 1.31 lebih kecil dari F tabel pada 5 persen yaitu 3.15. Dengan demikian hipotesis H diterima, yaitu nilai parameter dugaan fungsi produksi petani contoh yang direstriksi tidak berbeda nyata dengan nilai parameter dugaan fungsi produksi petani contoh yang tidak direstriksi. Uji t pada Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai restriksi fungsi produksi petani contoh Lampiran 3 tidak berbeda nyata pada 5 persen. Ini berarti jumlah koefisien elastisitas peubah pada fungsi produksi rata-rata metode OLS . Oleh karena itu skala usaha petani tebu contoh di daerah penelitian adalah constant return to scale, dimana setiap penambahan input sebesar 10 akan meningkatkan jumlah produksi tebu sebesar 10. Dengan demikian untuk analisis selanjutnya tetap digunakan model gabung dengan dummy KKP.

7.3. Analisis Fungsi