Skenario 2 : Terjadi kenaikan biaya produksioperasional. Kenaikan biaya produksi dapat terjadi apabila harga input meningkat. Biaya produksi hampir 90
digunakan  untuk  pembelian  bibit  dan  upah  tenaga  kerja.  Walaupun  pembelian bibit  hanya  dilakukan  pada  awal  budidaya  tetapi  naiknya  biaya  produksi  lebih
sensitif  ditentukan  oleh  naiknya  harga  bibit,  sedangkan  upah  tenaga  kerja  masih bisa  diprediksi.  Hasil  perhitungan  bahwa  kenaikan  25  biaya  produksi,  proyek
masih  layak  dikembangkan,  dimana  NPV  positif  sebesar  Rp.  16.988.526  dengan BC ratio 1,04 Lampiran 10.
Skenario 3 : Terjadi kenaikan suku bunga. Apabila terjadi kenaikan dua kali dari suku bunga sekarang yang 12 menjadi 24, proyek masih layak dikembangkan,
dimana NPV positif sebesar Rp. 99.509.004 dengan BC ratio 1,27 Lampiran 11. Bahkan  apabila  suku  bunga  naik  36,  proyek  masih  bisa  berlanjut  karena  NPV
masih positif sebesar Rp. 83.577.348 dengan BC ratio 1,258 Lampiran 11.
5.3    Efisiensi Pengelolaan Budidaya Rumput Laut
Kajian  budidaya  rumput  laut  di  Provinsi  Sulawesi  Utara  masih  perlu ditingkatkan  serta  secara  berkelanjutan.  Potensi  pengembangannya  cukup  besar
dilihat  dari  keanekaragaman  jenis  dan  wilayah  perairan  pesisir  yang  luas. Berdasarkan  data  yang  ada  bahwa  luas  areal  budidaya  rumput  laut  di  Sulawesi
Utara  sebesar  5.800  hektar,  khusus  untuk  Kabupaten  Minahasa  Utara  sebesar 1.700  hektar.  Walaupun  demikian  pemutakhiran  data  harus  dilakukan,  seperti
dalam  penelitian  ini  didapat  potensi  areal  budidaya  rumput  laut  di  Minahasa Utara, khusus di Pulau Nain saja sudah seluas 1716,5 hektar.
Potensi  budidaya  rumput  laut  ditunjang  oleh  peluang  pasar  bagi  bahan baku,  produk  setengah  jadi,  dan  produk  akhir.  Selain  itu  dapat  memberdayakan
masyarakat  pesisir  karena  dapat  diterapkan  pada  usaha  mikro,  kecil,  menengah bahkan  industri  besar.  Ini  dapat  membuka  peluang  kerja,  pertumbuhan  ekonomi,
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian  tentang  rumput  laut  di  Sulawesi  Utara  selain  penelitian  ini,  di
Pulau  Nain,  sudah  juga  dilakukan  di  beberapa  kabupaten  di  Sulawesi  Utara. Penelitian rumput laut di perairan Bentenan dan  Tumbak oleh Ngangi  2001; di
Perairan  Arakan  oleh  Gerung    Ngangi  2009,  serta  di  Teluk  Totok  dan  Buyat oleh Manembu et al. 2009 dan Gerung et al. 2009.
Produksi  rumput  laut  per  hektar  untuk  masing-masing  kabupaten berdasarkan  pertumbuhan  rumput  laut  dari  hasil  penelitian  menunjukkan  nilai-
nilai  yang  berbeda,  dimana  untuk  analisis  ini  digunakan  hasil  pertumbuhan tertinggi. Perairan Gugus Pulau Nain sebesar 63.573 kgha, Perairan Bentenan dan
Tumbak  sebesar  29.339  kgha,  Perairan  Arakan  sebesar  29.797  kgha,  serta  di Teluk Totok dan Buyat sebesar 21.920 kgha.
Dewasa  ini,  efisiensi  menjadi  hal  utama  dari  berbagai  kalangan  baik industri  maupun  non-industri.  Efisiensi  yang  dimaksud  adalah  rasio  antara  input
dengan  output.  Menurut  Permono  2000,  suatu  usaha  dapat  dikatakan  efisien apabila:  1  Mempergunakan  jumlah  unit  input  yang  lebih  sedikit  dibandingkan
jumlah  unit  input  yang  digunakan  oleh  usaha  lain  dengan  menghasilkan  jumlah output
yang  sama,  2  Menggunakan  jumlah  unit  input  yang  sama,  tetapi  dapat menghasilkan  jumlah  output  yang  lebih  besar.  Penelitian  ini  dengan  metode
analisis DEA maka dapat diketahui wilayah mana yang efisien dalam penggunaan input
dan pengeluaran output untuk budidaya rumput laut di Sulawesi Utara. DEA digunakan  sebagai  model  pengukuran  tingkat  kinerja  atau  produktifitas  dari
sekelompok  unit  organisasi.  Pengukuran  dilakukan  untuk  mengetahui kemungkinan-kemungkinan  penggunaan  input  yang  dapat  dilakukan  untuk
menghasilkan output yang optimal. Variabel-variabel  yang  menyebabkan  produksi  output  rumput  laut  yang
berbeda  per  hektar  perlu  diketahui,  karena  variabel  luasan,  tenaga  kerja,  dan jumlah  benih  sebagai  variabel  input  yang  digunakan  adalah  sama.  Analisis  DEA
pada  perilaku  empat  wilayah  budidaya  rumput  laut  diamati  untuk  melihat  pola efisiensi  relatif  dari  keempat  wilayah  tersebut.  Keempat  wilayah  di  atas
merupakan unit pengambil keputusan DMU = Decision Making Units. Keempat DMU dipilih dengan alasan mewakili bagian utara, selatan, timur, dan barat dari
sebagian besar wilayah Sulawesi Utara. Analisis ini diharapkan dapat memberikan arahan wilayah yang efisien untuk digunakan sebagai areal budidaya rumput laut,
serta wilayah mana yang perlu ada perbaikan agar dalam pengelolaannya efisien. Suatu DMU dikatakan efisien secara relatif, bilamana nilai dualnya sama dengan 1
nilai efisiensi = 100 . Sebaliknya bila nilai dualnya kurang dari 1, maka DMU bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif Nugroho, 1995.
Salah satu keunggulan metode DEA di dalam menganalisis kapasitas atau efisiensi  adalah  efisiensi  relatif  dapat  dihitung  menggunakan  beberapa  variabel
output dengan mempertimbangkan beberapa variabel input sebagai kendala. Pada
analisis  ini  variabel  output  yang  dipertimbangkan  hanya  variabel  produksi. Variabel-variabel yang lain digunakan sebagai variabel input kendala Lampiran
12. Analisis DEA dalam pembahasan ini menggunakan cara skoring berdasarkan konsep  efisiensi,  dimana  variabel  tujuan  mengarah  pada  maksimum  manfaat
sedangkan  variabel  kendala  mengarah  pada  minimum  kerugian  berkonotasi biaya.  Dalam  hal  ini  variabel  bibit  yang  layak  akan  mendapat  nilai  skor  rendah
karena  sebagai  suatu  kendala  biaya  kelayakan  ini  yang  berkonsekuensi  biaya yang  rendah.  Sebaliknya  variabel  tenaga  kerja  yang  tidak  layak  akan  mendapat
nilai skor tinggi karena  berkonsekuensi memerlukan biaya tambahan  yang tinggi untuk  memperbaikinya  sehingga  menjadi  layak.  Statistik  data  input  dan  output
untuk analisis DEA seperti pada Tabel 23. Tabel 23  Data input dan output untuk analisis efisiensi DEA
Tali Tenaga Kerja
Luas Benih
Produksi Maksimum
100 12
358,4 4000
63573 Minimum
15 12
19,2 4000
21920 Rata-rata
66,25 12
147,7375 4000
36157,42 SD
35,94701 127,0313
16134,24 Pada Tabel 23 dapat diketahui bahwa tali terpanjang yakni 100 m terdapat
pada Perairan Arakan dan Bentenan-Tumbak, tali terpendek  yakni 15 m terdapat di Pulau Nain. Luasan areal terbesar yakni 358,4 hektar yang berada di Pulau Nain
dan  yang terkecil berada di Perairan Arakan. Sedangkan jumlah tenaga kerja per hektar  per  tahun  serta  jumlah  benih  rumput  laut  per  hektar  yang  ditanam  adalah
sama untuk semua lokasi, dimana tenaga kerja 12 orang per hektar per tahun dan bibit 4.000 kg per hektar per musim tanam.
Tabel 24 menunjukkan korelasi antar variabel dari keseluruhan variabel di keempat  wilayah  budidaya  rumput  laut  di  Sulawesi  Utara.  Korelasi  adalah  nilai
yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier dua variabel atau indikator.
Tabel 24  Koefisien korelasi antar variabel yang dianalisis Tali
Tenaga Kerja  Luas Benih
Produksi Tali
1 -0,90002
-0,85754 Tenaga Kerja  0
1 Luas
-0,90002 1
0,920265 Benih
1 Produksi
-0,85754 0,920265
1 Penafsiran  korelasi  statistik  yakni  0,8
–  1  tingkat  hubungan  sangat  kuat. Dari Tabel 24 terlihat bahwa variabel input yakni panjang tali memiliki hubungan
linier negatif yang kuat dengan luas areal dan produksi rumput laut. Variabel luas input  memiliki  hubungan  linier  positif  yang  kuat  dengan  variabel  produksi
output.  Suatu  diktum  konvensi  menyatakan  bahwa  korelasi  tidak  selalu  berarti sebab akibat. Korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 24 jika dihubungkan dengan
pembahasan efisiensi menunjukkan bahwa panjang atau jumlah tali ris rumput laut tidak selalu efisien dalam suatu luasan maupun untuk meningkatan produksi.
Pada Tabel 25 dan Gambar 34, perhitungan  yang dilakukan dengan DEA menunjukkan  bahwa  terdapat  dua  wilayah  budidaya  rumput  laut  yang  tidak
mencapai  tingkat  efisien  relatif  100,  yaitu  Perairan  Totok-Buyat  dengan  nilai efisiensi relatif 0,89 89 dan Perairan Bentenan-Tumbak dengan nilai efisiensi
relatif  0,59  59.  Dengan  kata  lain,  nilai  efisiensi  relatif  yang  lebih  tinggi mencapai 100 yaitu di Pulau Nain dan Perairan Arakan.
Tabel 25  Skor DEA untuk unit non-moneter
No. DMU
Score Rank
Reference set lambda 1
Pulau Nain 1
1 1  1
2 Perairan Arakan
1 1
2  1 3
Totok-Buyat 0,889446
3 1  0,306031
2  0,454095 4
Bentenan-Tumbak 0,587036
4 1  0,22332
2  0,77668
Ini menunjukkan bahwa budidaya rumput laut di Pulau Nain dan Perairan Arakan  telah  efisien  dalam  produksi  dengan  dibandingkan  pada  panjang  tali,
tenaga  kerja,  luasan  areal,  dan  benih.  Atau  dapat  dikatakan  bahwa  budidaya rumput  laut  di  Sulawesi  Utara  yang  memberi  manfaat  tinggi  dalam  hal  produksi
adalah areal P. Nain dan Perairan Arakan.
Gambar 34 lebih menunjukkan posisi masing-masing DMU, dimana DMU 1  dan  2  Perairan  Gugus  Pulau  Nain  dan  Perairan  Arakan  efisiensi  relatifnya
adalah  1  100  dibandingkan  dengan  DMU  3  dan  4  Teluk  Totok-Buyat  dan Perairan  Bentenan  Buyat.  Untuk  lokasi  yang  belum  efisien  dapat  dilakukan
dengan  mengurangi  indikator  input.  Referensi  peningkatan  efisiensi  relatifnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 25.
Gambar 35  Skor unit pengambil keputusan. Perairan Totok-Buyat direferensi pada Pulau Nain sebesar 0,306 30,6
dan  pada  Perairan  Arakan  sebesar  0,454  45,5.  Untuk  Perairan  Bentenan- Tumbak  direferensi  ke  Pulau  Nain  sebesar  0,223  22,3  dan  pada  Perairan
Arakan  sebesar  0,776  77,6.    Selanjutnya  berdasarkan  skor  DEA  pada  Tabel 26, DMU yang belum efisien harus mengurangi beberapa input.
Data  dan  proyeksi  masing-masing  DMU  yang  belum  efisien  dapat dijelaskan  bahwa  jumlah  tenaga  kerja  untuk  budidaya  rumput  laut  di  Perairan
Totok-Buyat  berdasarkan  proyeksi  9,12  orang  sehingga  terdapat  selisih  2,88 tenaga  kerja  dari  12  orang  per  hektar  per  tahun.  Untuk  jumlah  benih  diproyeksi
3.040,5  kg  atau  selisih  959,49  kg  dari  4.000  kg  per  hektar  per  musim  tanam. Kedua input tersebut harus mengurangi sebanyak 23,99 dari keberadaan saat ini.
Perairan Bentenan-Tumbak, proyeksi panjang tali menjadi 81 meter, selisih 18,98 meter atau 18.98 dari panjang tali 100 meter.
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
0,9 1
1 2
3 4
Efisiensi D
MU
Tabel 26  Proyeksi peningkatan potensi manfaat non-moneter
No. DMU IO
Score Data Projection
Difference 1  Pulau Nain
1 Tali
15 15
0,00 Tenaga Kerja
12 12
0,00 Luas
358,4 358,4
0,00 Benih
4000 4000
0,00 Produksi
63573 63573
0,00 2  Perairan Arakan
1 Tali
100 100
0,00 Tenaga Kerja
12 12
0,00 Luas
19,2 19,2
0,00 Benih
4000 4000
0,00 Produksi
29797,33 29797,33
0,00 3  Totok-Buyat
0,889446 Tali
50 50
0,00 Tenaga Kerja
12 9,121512
-2,87849 -23,99
Luas 118,4
118,4 0,00
Benih 4000
3040,504 -959,496
-23,99 Produksi
29339,36 32986,12
3646,756 12,43
4  Bentenan-Tumbak 0,587036
Tali 100
81,01784 -18,9822
-18,98 Tenaga Kerja
12 12
0,00 Luas
94,95 94,95
0,00 Benih
4000 4000
0,00 Produksi
21920 37340,1
15420,1 70,35
5.4 Rekomendasi Pengelolaan Budidaya Rumput Laut di Perairan