Gambar 21  Sebaran fosfat di Perairan Gugus Pulau Nain.
5.1.2   Kondisi perairan sekitar permukiman penduduk
Permukiman penduduk seringkali dinyatakan sebagai penyumbang limbah domestik  tertinggi.  Limbah  permukiman  mengandung  limbah  domestik  berupa
sampah  organik,  anorganik,  dan  deterjen.  Sampah  organik  adalah  sampah  yang dapat  diuraikan  atau  dibusukkan  oleh  bakteri.  Menurut  UNEP  1993  bahwa
limbah  pada  dasarnya  dapat  menjadi  sumberdaya  dan  dapat  juga  menjadi pencemar. Limbah yang mengandung nutrien esensial yang diperlukan oleh alam
dapat  menjadi  sumberdaya,  limbah  yang  mempunyai  efek  netral  terhadap  alam dapat  diklasifikasikan  sebagai  gangguan  biasa,  sedangkan  limbah  yang  merusak
lingkungan adalah pencemar. Hasil  pengamatan  di  lokasi  penelitian,  bahan-bahan  limbah  yang
berpotensi sebagai pencemar langsung masuk ke  perairan P. Nain.  Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut di Pulau Nain merupakan
isu  yang  penting  untuk  dipelajari.  Hal  ini  mengingat  besarnya  ketergantungan masyarakat  terhadap  sumberdaya  perairannya  serta  luasnya  dampak  yang  akan
diakibatkan di kemudian hari. Salah satu cara adalah mengidentifikasi parameter- parameter  yang  menjadi  indikator  tercemar  atau  tidaknya  perairan  laut  Gugus
Pulau  Nain.  Nilai-nilai  parameter  kualitas  air  yang  diukur  akan  dibandingkan dengan  nilai  baku  mutu  kualitas  air  dan  pengendalian  pencemaran  air  sesuai
Peraturan Pemerintah RI No. 822001 Lampiran 1 dan baku mutu air untuk biota
laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 512004 Lampiran 2. a.
Fosfat
Fosfat  di  perairan  dapat  bersumber  dari  air  limbah  rumah  tangga  berupa deterjen, residu pupuk, limbah industri, dan hancuran bahan organik. Fosfat juga
bisa  ditentukan  oleh  kotoran  manusia  dan  hewan  serta  deterjen  Percella  1985; Chester 1990. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan, umumnya tidak lebih
dari 0,1 mgl. Perairan yang kadar fosfat cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme  akuatik  akan  menyebabkan  terjadinya  eutrofikasi  Perkins  1974;
Kevern 1982. Kandungan fosfat yang terdeteksi dalam penelitian ini rata-rata 0,001 mgl
–  0,009  mgl.  Berdasarkan  nilai  baku  mutu  kualitas  air  dan  pengendalian pencemaran  air pada kelas 1  yang mensyaratkan  maksimal kandungan  Nitrat 0,2
mgl  PP.  RI.,  No.  82  Tahun  2001  maka  perairan  dekat  permukiman  penduduk Desa Nain tidak tercemar. Tingkat kesuburan yang ditetapkan oleh Effendi 2003
menggolongkan  kondisi  perairan  di  dekat  permukiman  Desa  Nain  dalam  tingkat kesuburan rendah.
Gambar  22  menunjukkan  kandungan  fosfat  pada  titik  awal  sampel  di bawah rumah penduduk mengindikasikan bahwa sudah ada dampak dari kegiatan
manusia berupa limbah MCK dan penyiangan ikan. Terlihat juga, semakin ke arah laut  kandungan  fosfat  semakin  menurun.  Kandungan  fosfat  ini  tidak  akan
berpengaruh pada usaha  budidaya rumput laut  yang rata-rata jaraknya 100 – 150
m dari garis pantai.
Gambar 22  Sebaran fosfat ke arah laut di depan Desa Nain.
0,009
0,002 0,001
-0,002 -5E-18
0,002 0,004
0,006 0,008
0,01 0,012
0 m 50 m
100 m 200 m
Fo sf
at m
g l
Jarak  titik pengamatan m
Barbieri    Simona  2003  menyatakan  bahwa  perairan  yang  tercemar limbah  organik  fosfat  akan  meningkatkan  tegangan  permukaan  air  dalam  bentuk
lapisan  tipis,  sehingga  dapat  menghalangi  difusi  oksigen  dari  udara  ke  dalam badan air. Dampak negatif lainnya adalah eutrofikasi yakni meningkatnya jumlah
alga yang mati dan tenggelam ke dasar perairan. Alga tersebut akan diuraikan oleh bakteri,  mereduksi  kandungan  oksigen  di  dasar  perairan,  dapat  mencapai  ke
tingkat  yang  sangat  rendah  untuk  mendukung  kehidupan  organisme  sehingga menyebabkan kematian ikan.
b. Nitrat