menggunakan metode tali panjang. Hal ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari. Ebert et al.
1973 menerangkan bahwa beberapa alga merah ditemukan pada perairan yang dangkal, tetapi beberapa diantaranya tumbuh pada kedalaman yang lebih besar
daripada alga lain.
Gambar 14 Sebaran kedalaman di Perairan Gugus Pulau Nain.
c. Keterlindungan
Keterlindungan adalah salah satu faktor utama resiko budidaya rumput laut, untuk itu dalam pemilihan lokasi, keterlindungan sangat dipertimbangkan.
Hal ini untuk menghindari kerusakan sarana budidaya dan tumbuhan rumput laut dari pengaruh angin dan gelombang yang besar.
Gugus Pulau Nain selain merupakan daerah semi terbuka dari pengaruh gelombang dan arus, juga merupakan daerah terbuka bagi pengaruh angin
Gambar 15. Di bagian barat dan utara sering terkena badai dan gelombang besar pada musim angin barat
November – Februari.
Pengaruhnya dapat dilihat pada kondisi karang yang menurut Rachman 2010 bahwa persentase tutupan karang
hidup di sisi ini rendah. Tetapi dengan adanya karang penghalang untuk meredam gelombang maka kondisi angin barat ini sangat disukai oleh pembudidaya rumput
laut di Pulau Nain karena akan memberikan pertumbuhan yang paling baik.
Gambar 15 Sebaran keterlindungan di Perairan Gugus Pulau Nain. Gelombang akibat angin dari Laut Sulawesi diredam oleh karang yang
mengelilingi pulau, sehingga hanya terjadi arus yang berfungsi membawa zat hara dan membersihkan rumput laut. Menurut Sulistijo 2002, lokasi budidaya harus
terlindung dari hempasan ombak yang keras dan angin yang kuat, biasanya di bagian depan dari areal budidaya mempunyai karang penghalang yang dapat
meredam kekuatan gelombang. Di bagian selatan Gugus Pulau Nain relatif terlindungi dari serangan ombak besar pada musim angin barat.
Daerah ini terlindung oleh Pulau Mantehage sebagai penghalang.
d. Salinitas
Salinitas sangat berperan dalam budidaya rumput laut. Kisaran salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut
menjadi terganggu. Salinitas dapat menimbulkan tekanan osmotik pada biota air laut. Salinitas yang mendukung pertumbuhan Eucheuma alvarezzi berkisar antara
29 –34 ppt Doty, 1987, sedangkan menurut Kadi Atmadja 1988 bahwa
kisaran salinitas yang dikehendaki jenis Eucheuma berkisar antara 34 –37 ppt.
Menurut Sulistijo 2002 bahwa batas nilai salinitas terendah yang masih dapat ditolerir untuk kehidupan rumput laut jenis Eucheuma sp. pada salinitas 28 ppt.
Anggadiredja et al. 2006 menyatakan salinitas yang baik untuk pertumbuhan Eucheuma
berkisar 28 – 33 ppt.
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. Kisaran salinitas di
perairan Pulau Nain adalah 30 –34 ppt. Saat pengukuran, salinitas di lokasi
penelitian pada waktu yang hampir sama menunjukkan bahwa kisaran salinitas seragam. Hal ini menunjukkan bahwa perairan di Gugus Pulau Nain memiliki
sirkulasi air yang lambat dan dampak dari suhu sangat tinggi. Eucheuma adalah alga laut yang bersifat stenohaline, relatif tidak tahan
terhadap perbedaan salinitas yang tinggi. Fluktuasi salinitas selama penelitian masih pada taraf normal. Perbedaan salinitas pada saat pengukuran terjadi lebih
diakibatkan karena pada saat itu baru terjadi hujan. Menurut Wyrtki 1961 in Bengen dan Retraubun 2006 fluktuasi nilai salinitas pada musim pancaroba
bervariasi dipengaruhi oleh tinggi rendah curah hujan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, maka salinitas perairan Gugus Pulau Nain dapat
dikatakan berada dalam batas yang layak untuk pertumbuhan rumput laut. Peta sebaran salinitas di perairan Gugus Pulau Nain seperti pada Gambar 16.
Gambar 16 Sebaran salinitas di Perairan Gugus Pulau Nain.
e. Substrat dasar