4.2 Keadaan Umum Gugus Pulau Nain
a Pulau dan permukiman
Wilayah perairan Nain terdapat dua pulau yaitu Pulau Nain dan Nain Kecil serta  beberapa  pulau  karang,  juga  batas  tepi  karangnya  hanya  berjarak  2  km
dengan Pulau Mantehage. Kawasan ini berada di antara 1º35’41’’ – 1º35’16’’ LU
dan 124º50’50’’ – 124º49’22” BT. Pulau Nain adalah pulau ke sembilan dari 10 pulau di kawasan yang dekat Pulau Sulawesi bagian utara. Pulau Nain merupakan
pulau  terjauh  dalam  kawasan  Taman  Nasional  Bunaken  TNB.  Bisa  ditempuh selama 1 jam 10 menit dengan speedboad bermesin 3 x 40 PK, atau selama 2
–2,5 jam dengan perahu angkutan penumpang.
Pulau Nain memiliki ciri tersendiri jika dibandingkan dengan pulau-pulau di  sekitarnya.  Daratannya  dikelilingi  hamparan  karang  dan  laguna.  Jarak  dari
pinggir  pantai  hingga  pinggiran  karang  bervariasi  antara  2  hingga  5  kilometer. Keadaan  topografi  pulau  berbukit,  mulai  dari  batas  air  pasang,  didominasi  oleh
bebatuan.  Satu-satunya  dataran  yang  ada  luasnya  kurang  dari  4  hektar dimanfaatkan  sebagai  pemukiman.  Selebihnya,  rumah-rumah  didirikan  di  lereng
bukit  dan  sebagian  lagi  merupakan  rumah  tiang  yang  didirikan  berderet-deret  di atas  air  laut.  Dari  satu  rumah  ke  rumah  lainnya  dihubungkan  dengan  jembatan
yang  menggunakan  bahan  baku  kayu,  bambu  atau  papan.  Pemukiman  di  atas  air adalah pemukiman bagi Suku Bajo, suku yang dikenal bermukim dan melakukan
berbagai aktivitas di atas air. Berdasarkan survei di pemukiman Suku Bajo, diketahui bahwa aktivitas di
kawasan  rumah –rumah  tiang  tersebut  bukan  hanya  bermukim,  tetapi  juga
menambat  perahu  pada  tiang –tiang  rumah,  menampung  hasil  perikanan,
membersihkan  ikan  untuk  dijadikan  ikan  asin  dan  penjemuran  hasil –hasil
perikanan Gambar 11. Ironisnya  menurut  informasi  bahwa  ada  juga  sebagian  penduduk  yang
mendirikan rumah di atas air yang sebenarnya memiliki rumah di darat. Alasannya selain  budaya  dan  aktivitas  yang  lebih  banyak  berhubungan  dengan  laut,
disebabkan juga oleh proses perkawinan dimana keluarga yang baru karena ingin hidup mandiri maka mereka membangun rumah di atas air.
Sumber: foto koleksi pribadi
Gambar 11  Keadaan permukiman dan aktivitas penduduk Desa Nain.
b Sosial budaya masyarakat
Mayoritas  penduduk  Desa  Nain  lebih  memilih  tinggal  di  rumah-rumah gantung  bertiang  tancap  di  atas  air  yang  disebut  ‘tompal’.  Selebihnya  hanya
berupa  perbukitan  yang  tentu  saja  rawan  untuk  dijadikan  sebagai  tempat pemukiman. Jadi masyarakat yang tinggal di atasnya tidak sampai 250 KK. Tiang-
tiang  yang  digunakan  untuk  menopang  rumah  umumnya  digunakan  kayu  bakau dan  kayu  yang  tahan  terhadap  air  sehingga  sering  terlihat  pemilik  rumah  rajin
memeriksa tiang-tiang rumah, juga lantai dan jalan penghubung antar rumah. Di Desa Nain terdapat sumber air yang
dinamai ‘Aer Jere’ yakni dua buah sumur  berair  tawar  yang  letaknya  berbatasan  dengan  garis  pantai  apabila  air
pasang. Sumber air tawar ini tidak pernah kering sepanjang tahun, walau di musim kemaraupun.   Ini  berbeda  dengan  beberapa  pulau  di  sekitarnya.  Aer  jere  harus
ditimba  menggunakan  timba  dari  daun  woka  Palem  Serdang,  Livistona rotundifolia
. Mereka menyebut Aer Jere sebagai sumber air mujizat karena selain tidak  pernah  kering,  juga  dipercaya  dapat  mengabulkan  permohonan  bagi  orang
yang tidak dikaruniai keturunan. Awalnya  Pulau  Nain  bernama  Pulau  Bagu.  Menurut  salah  satu  tetua
Kampung  Bajo,  Lato  2007  mengisahkan  nama  Nain  mulai  dipakai  saat pemerintahan  Belanda.  Nain  artinya  pulau  ke  sembilan  karena  terletak  di  tengah
dari dua gugus pulau di kiri dan di kanan  yang masing-masing gugus terdiri dari empat  pulau.  Gugus  pulau  di  sebelah  kanan  adalah  P.  Manado  Tua,  Bunaken,
Siladen,  serta  Mantehage,  dan  di  kiri  adalah  P.  Talise,  Bangka,  Gangga,  dan Lehaga. Ada juga yang menyebut P. Nain dengan nama Pulau Naen atau Naeng.
Penduduk  di  Pulau  Nain  mayoritas  dari  suku  Bajo.  Suku  Bajo  di  Pulau Nain,  menurut  kisah,  berasal  dari  daerah  Gowa  Sulawesi  Selatan.  Mulanya
mereka  menetap  di  pesisir  kampung  Kima  Bajo  dan  Talawaan  Bajo.  Di  pesisir pantai  Minahasa  ini  mereka
mendirikan  rumah  yang  disebut  ‘daseng’.  Setelah sekitar seabad mendiami Kampung Kima Bajo, mereka berpindah ke Pulau Nain.
Struktur  letak  pemukiman  Desa  Nain  terdiri  atas  pemukiman  di  daratan datar, di lereng bukit dan di atas air. Pemukiman di Desa Tatampi Tatampi Besar
dan  Tatampi  Kecil  serta  di  Kampung  Tarente  adalah  pemukiman  di  daerah daratan datar  yang sempit di pinggir pantai. Tetapi berdasarkan survei Mei 2011
di  Kampung  Tatampi  Kecil  sudah  ada  pembangunan  rumah  tiang  di  atas  air, bahkan ada yang berkonstruksi permanen dengan menimbun laut Gambar 12.
Berdasarkan  data  Kecamatan  Wori  dalam  angka  2008,  wilayah administratif Desa Nain adalah 4,98 km2 atau 5,76 dari luas desa di Kecamatan
Wori.  Nain  merupakan  pulau  yang  paling  padat  penduduk  di  Wori. Permukiman Nain terdiri atas 6 jaga dengan jumlah penduduk 3.245 jiwa Data desa 2010.
c Mata pencaharian
Di  Desa  Nain  terdapat  1.671  orang  yang  dikategorikan  pada  kelompok usia  kerja.  Kelompok  usia  kerja  terdiri  dari  nelayan,  pengrajin  cendramata  dan
meubel,  petani,  nelayan,  pedagang,  tukang  kayu,  pembuat  perahu,  dan  buruh. Pengrajin cendramata dan pedagang didominasi oleh kaum wanita ibu-ibu.
Berdasarkan  survei,  95  dari  penduduk  Desa  Nain  merupakan  nelayan dengan  dominasi  pembudidaya  rumput  laut.    Pada  tahun  2010,  terdapat  64
kelompok  pembudidaya  rumput  laut.  Selain  itu  terdapat  5  kelompok  nelayan tangkap.    Jumlah  anggota  setiap  kelompok  nelayan  berkisar  7
–10  orang.  Mata pencaharian  lainnya  adalah  usaha  angkutan  transportasi  ke  Manado.  Selain  itu
beberapa  warga  juga  memiliki  usaha  berupa  warung  yang  menjual  kebutuhan sehari
– hari DPU Sulut, 2009; DKP Minut, 2010; Pandelaki, 2011.
Sumber: foto koleksi pribadi
Gambar 12  Pembangunan rumah di atas air di Kampung Tatampi Kecil.
d Pendidikan dan kesehatan
Di Desa Nain terdapat tiga buah Taman Kanak-kanak yang menampung 72 anak-anak  yang  diasuh  6  orang  guru;  tiga  Sekolah  Dasar  dengan  jumlah  murid
368 orang diasuh 18 orang guru; dan Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa 95 orang yang diasuh 5 orang guru. Lembaga pendidikan yang ada memiliki
ruang belajar dan fasilitas ajar yang sangat terbatas. Survei yang dilakukan April 2010,    terdapat  juga  fasilitas  pendidikan  lainnya  yakni  Madrasah  Tsanawiyah
MTs,  dan  sementara  dibangun  bangunan  Madrasah  Aliyah MA
.
Tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada Tabel 5
.
Pelayanan  kesehatan  di  Desa  Nain  difasilitasi  dengan  adanya  Puskesmas Pembantu  yang  ditangani  oleh  seorang  bidan,  dan  secara  terjadwal  dikunjungi
oleh  dokter  dengan  fasilitas  Puskesmas  Terapung  menggunakan  sebuah speedboat
. Selain itu terdapat tiga dukun beranak terlatih dan 12 kader kesehatan. Tabel 5  Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan
No Pendidikan
Jumlah jiwa 1
2 3
4 5
SarjanaDiploma SLTAsederajat
SLTPsederajat SDsederajat
Tidak tamat SDtidak sekolah 20
220 530
1.100 702
Sumber: BPM-PD Kab. Minahasa Utara 2010
e Sarana-prasarana
Di Desa Nain sudah terdapat fasilitas penerangan yang diperoleh dari PLN dengan jam operasi dari jam 6 sore hingga jam satu subuh. Dan setiap hari minggu
maupun hari-hari raya ada jam operasi ekstra dari jam 7 pagi hingga jam 1 siang. Sejumlah  ibu  rumah-tangga  memanfaatkan  energi  listrik  ini  untuk  pembuatan  es
dan  air  es  sebatas  kapasitas  kulkas.  Sebagian  warga  memanfaatkan  energi  ini untuk tayangan televisi kabel.
Sumur  Aer  Jere  dari  awalnya  berjumlah  dua  maka  penduduk  membagi yang dapat digunakan untuk air minum dan untuk mencuci.  Air sumur ini rasanya
tawar  walaupun  jaraknya  hanya  beberapa  meter  dari  laut.  Sumber  air  lainnya adalah “Air Anjing” dan sebuah sumur buatan.
f Transportasi
Di  Pulau  Nain  terdapat  fasilitas  berupa  dermaga  beton  masing-masing sepanjang  kurang  lebih  30  dan  40  meter  untuk  perahu  motor  yang  mengangkut
penumpang. Ada lima buah perahu motor yang berfungsi sebagai sarana angkutan penumpang atau dikenal dengan sebutan taksi laut. Setiap hari setidaknya 2 buah
perahu  secara  rutin  menjadi  angkutan  umum  ke  Manado  dengan  biaya  Rp. 15.000orang atau Rp. 25.000orang pp jika menggunakan perahu yang sama. Taxi
laut  berangkat  pada  pagi  hari  sekitar  pukul  07.30  WITA  ke  Manado,  dan  dari Manado  kembali  ke  Nain  disesuaikan  dengan  kondisi  pasang  surut  air  laut.
Perjalanan pagi diupayakan sebelum air laut surut agar perahu tidak terperangkap di  “nyare”  atau  daerah  karang  yang  dangkal.  Perjalanan  sore  kembali  ke  Pulau
Nain dilakukan agar saat perahu tiba di perairan Pulau Nain, air laut sudah cukup dalam  sehingga  perahu  dapat  mencapai  dermaga.  Selain  kedua  dermaga  yang
telah  disebutkan  sebelumnya  terdapat  pula  puluhan  tambatan  perahu  di  area pemukiman  Suku  Bajo.  Di  setiap  tambatan  perahu  ini  terdapat  tempat
penimbangan ikan hasil tangkapan nelayan yang kemudian akan dibawa ke tempat pelelangan ikan di Manado.
Dalam  sehari,  dua  kali  pemberangkatan  perahu  penampung  ikan  ke Manado,  yakni  pada  subuh  dan  sore  hari.    Saat  ini  telah  ada  juga  satu  dermaga
baru yang dibangun oleh dinas perikanan yang dilengkapi dengan gudang rumput laut dan tempat jemur rumput laut dengan konstruksi permanen.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1    Keadaan Umum Perairan Gugus Pulau Nain 5.1.1  Kondisi perairan potensi budidaya rumput laut