Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

(1)

PENGARUH PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT SERIKAT PETANI INDONESIA (SPI) TERHADAP

KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI DI DESA MEKAR JAYA KECAMATAN WAMPU KABUPATEN LANGKAT

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat SKRIPSI

Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Oleh :

080902051

RANDA PUTRA K. SINAGA

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan kesungguhan hati, segala rasa syukur

penulis ucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang karena berkat rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skrispsi ini dengan baik. Tidak lupa shalawat beserta rangkaian salam penulis haturkan kepada junjungan baginda nabi besar Muhammad SAW serta ahlulbait-nya Fatimah Al-Zahra ra, imam Ali bin Abi Tahalib as, imam Hasan dan Imam Husain beserta seluruh keluarga nabi lainnya dan keturunannya. Keluarga yang menjadi suri tauladan bagi ummat yang ingin membawa perubahan dan penegakkan keadilan di dunia ini, termasuk juga menjadi inspirasi penulis dalam penyusunan skripsi ini yang berjudul:

“Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah syarat untuk menyelesaikan studi, guna meraih gelar sarjana (S-1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan, tidak terlepas dari bantuan dan perhatian dari berbagai pihak. Adapun pihak-pihak yang sangat membantu di dalam penyusunan skripsi peneliti ini, dan dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai dekan Fakultas Ilmu Sosial


(3)

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP, sebagai ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial.

3. Bang Agus Suriadi, S.Sos. M.si, sebagai dosen pembimbing yang telah

banyak membantu saya dalam memberikan arahan dalam menyusun skrispsi. Terima kasih banyak bang atas masukan dan ilmunya.

4. Seluruh Staff Akademisi, Pegawai dan Staff Pengajar di FISIP USU

yang telah membantu saya dalam perkuliahan.

5. Kepada orang tua tercinta Darwin Sinaga, SH dan Idah N. Bintang, SE yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, yang juga memberikan pemenuhan kebutuhan dan pembelajaran kehidupan dari kecil sampai dewasa.

6. Buat kakak-adik tersayang Karina Nola A. Sinaga dan Ahmad Fahrozi

Sinaga, yang juga telah mendukung penulis dalam kesiapan skripsi ini,

semoga kita dapat tetap mmempertahankan keharmonisan keluarga. Beserta juga seluruh keluarga besar penulis, termasuk sepupu penulis, yaitu Eren

H. Kasenda yang sama-sama menjalani pendidikan di Dept. Ilmu

Kesejahteraan Sosial.

7. Buat kawan-kawan seperjuangan di Dept. Ilmu Kesejahteraan Sosial, kepada Noval, Gok, Mia, Oka, Isna, Tama, Prie, Hardi, Khadafi, Agus, Ari, Faizal, Yudis, Reny, Riska, Ana, Vera, Frans, Candro, Indra, Joanes, Joel, Poppy, Ain, Hariono, Alimul, Amril, Karlos, Tedy, dan kawan-kawan kessos yang lain. Terimakasih atas seluruh sejarah yang telah kita buat sejak awal kuliah sampai kita sekarang sibuk masing-masing.


(4)

8. Buat kawan-kawan HMI Komisariat FISIP USU stambuk ‘08 Topik, Adit, Ipin, Satya, Tama, alm. Budi, Oka, Mia, Aling, Dini, Ririn, Fitri, Silvi, Amin, Andre, Doni, Iskandar, Devi, Ima, Fazri, Putra, Jhon, dll. Juga

stambuk ’07 Rholan, Dika, Akbar, Amir, Rozi, Rizal, Ridho, Fauzan, Edo,

Ferdi, Kak Ika, Kak Indra Kocik, Kak Tri, Kak Wirda, Kak Aink, Kak Miftah, alm. Kak Aya, Kak Wanda, dll. Beserta stambuk ’09 Afgan, Sandi, Aga, Amri, Lutfan, Reihana, Oci, Citra, Said, Hotang, Jhongay, Farid, Erviana, Moly, Zulfa dll. Beserta juga stambuk “010 Fahri, Iqbal, Sopian, Pram, Nanda, Akbar, Bagus, Icha, Ayu, dll. Terimakasih atas sejarah, proses belajar, dan perjuangan yang pernah dilewati bersama-sama.

9. Buat pengurus SPI dari tingkatan DPP, DPW sampai DPB (terkhusus Basis Mekar Jaya) tempat saya mengaplikasikan ilmu yang sudah di dapat. Buat Bang Henri Saragih, Buk Zubaidah, Pak Wagimin, Mas Purwanto, Bang Jean Ari, Bang Fuad, Bang Piter Padang, Ijon Purba, Kak Dewi, Kak Andre, Kak Shanty, Bang Syahmana, Bang Fansuri, Bang Dika, Bang Arda, Pak Suriono, Bembeng, dll. Beserta pengurus Sintesa dan juga AKAR (Aliansi Kedaulatan Rakyat) kak Lisda, Kak novi, kak Tanti, Kak Epi, kak Yuli, Kak novi, Bang Sopyan (papi), Bang Wawan, Bang dani, Bang taufik, Bang harris, Bang Edi, Bang Hendra, Bang Rizal, Bang Untung, Bang Supan, cak kardi,dll. Terimakasih atas pembelajarannya, hidup petani, hidup rakyat!

10.Buat Kawan-kawan Seperjuangan, kepada Bayu, Sadam, Didi, Kholid, Diba, Ayu, Hasemi, Faisal, Hakim, Rio, Anjar, Fauzan, Nanda, Imam. Terimakasih atas kebersamaan kita yang telah begitu lama.


(5)

11.Buat Keluarga Besar HMI KOMISARIAT FISIP USU. Buat

Kakanda-Ayunda Bang Brem, Pakde Hendra, Bang Dayat (Baday), Bang Bedul

Rasyid, Bang Jean, Kak Anthi, Kak Nia, Kak Amma, Kak Lia, Bang iyal, Bang Amar, Bang Ismuhar, Bang Regar, Uda Ari, Maspur, Bang Fufu, Bang Didi, Bang Wawan, Bang Tata, Bang Irsan, Bang Veni, Bang Mario, Bang Rajab, Bang Bimby, Bang Wendy, dll. Terimakasih telah meluangkan waktu beserta bimbingan dan sumbangsih pemikirannya. Beserta juga kepada Adinda-adinda sekalian semoga menjalani proses kawah candradimukanya dengan bijak dan menjadi revolusioner.

12.Buat Kepengurusan IMIKS FISIP USU periode 2013-2014, semoga kepengurusan adinda Yan Vetansyah bersama rekan-rekannya dapat menjalankan roda organisasi yang dapat berguna bagi mahasiswa kessos dan juga masyarakat.

13.Buat kawan-kawan Sumatran Youth Food Movement yang memperjuangkan gerakan kedaulatan Pangan, kepada Afgan, Fahri, Ismael, Adit, Reihana, Tian, Aga, Sandi, Kak Yuni, Akbar, Iqbal, Bagus, Andri, Yudha, Haris, dll. Semoga gerakannya tetap berlanjut.

14.Buat kawan-kawan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih banyak dukungan dan do’a kepada saya dalam melakukan proses penyelesaian skripsi. Insya allah akan menemukan yang terbaik dari-Nya buat kita semua.

15.Terkhusus buat Siti Aisyah yang mendampingi, mendoakan dan dengan sabarnya memotivasi penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini. Semoga hujan-Nya selalu menemani kita.


(6)

Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis mengakui banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam skripsi ini. Saya mohon maaf atas kekurangan tersebut. Dan saya sangat berharap skripsi ini sangat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2013

HormatSaya,


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 187 halaman, 36 tabel, 46 kepustakaan, 47 responden kuisioner, dan 9 responden wawancara)

Kondisi petani di Indonesia sebagai tulang punggung kehidupan bangsa memiliki begitu banyak permasalahan, terkhusus dalam hal sosial ekonomi. Berbagai macam paradigma dan metode telah dijalankan dalam penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi petani tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkannya tinjauan akademis yang berupa penelitian terhadap metode tersebut yang dalam hal ini ialah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat yang dijalankan pada Serikat Petani Indonesia (SPI). Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah seperti apa proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia dan sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya kecamatan Wampu kabupaten Langkat.

Penelitian ini menggunakan tipe eksplanatif yaitu gambaran hubungan sebab akibat. Penelitian dilakukan di Desa Mekar Jaya kecamatan Wampu kabupaten Langkat, dengan jumlah sampel 47 jiwa. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan yang menggunakan instrumen penelitian dengan wawancara dan kueisioner. Data yang didapat, ditabulasi ke dalam tabel dan selanjutnya dianalisa, kemudian data diolah dengan metode kuantitatif melalui analisis korelasi product moment. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia terhadap kondisi sosial ekonomi petani.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, setelah dianalisis dan disimpulkan bahwa bentuk pengorganisasian dan pengembangan masyarakat SPI ialah membangun hubungan sesama petani yang terorganisir, pendidikan kader petani, bekerja sama, penguasaan lahan tanah, dan pengembangan ekonomi dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat adalah memiliki hubungan positif yang kuat dengan nilai korelasi (rxy) sebesar 0,862. Diketahui juga bahwa uji regresi

setiap peningkatan sebesar 1 satuan, maka pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat SPI akan meningkat 1,54 satuan dan koefisien determinasi sebesar 74,23%.

Kata Kunci: Petani, Pengorganisasian Masyarakat, Pengembangan


(8)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

Effect of Community Organizing and Community Development SPI (Indonesian Peasants Union) Against The Socio-Economic Conditions of Peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District.

(This thesis consists of 6 chapters, 187 pages, 36 tables, 46 libraries, 47 questionnaire respondents, and 9 interview respondents)

Conditions of peasants in Indonesia as the backbone of the nation has so many problems, especially those in socio-economic terms. A wide variety of paradigms and methods have been implemented in the solution of problems faced by the Peasants. A wide variety of paradigms and methods have been implemented in the solution of problems encountered the farmers. Therefore, needed a review of academic in the form of research on the method which in this case is Community Organizing and Community Development that executed in the SPI (Indonesian Peasants Union). The problem addressed in this study problem is what’s kind of the process of community organizing and community development Indonesian Peasants Union and to what extent their effects on socio-economic conditions of peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District. This research aims to find out the process of community organizing and community development Indonesian Peasants Union and to know the the extent of its influence on the socio-economic conditions of peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District.

This research uses explanatif types, that is picture the causal link. This research was conducted in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District, the number of samples is 47 people. Data collection techniques using literature studies and field studies using research instruments, by interviews and kueisioner. The data obtained will be tabulated into a table and then be analyzed, and then the data is processed by a quantitative method through product moment correlation analysis. This research hypothesis is that there is influence between Community Organizing and Community Development SPI on socio-economic conditions of peasant.

Based on the data obtained, after analyzed and concluded that the form of community organizing and community development of SPI is to build relationships between peasants are organized, cadre education of peasants, working together, land reclaiming, and economic development, and to what extent their effects on socio-economic conditions of peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District is to have a strong positive relationship with the value of the correlation (rxy) of 0.862. Also known that the regression test every increase of 1 unit, then the effect of community organizing and community development SPI will increase by 1.54 units and the determination coefficient of 74.23%.

Keywords: Peasants, Community Organizing, Community


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 19

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 19

1.4. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22

2.1. Pengorganisasian Masyarakat ... 22

2.1.1.Pengertian dan Konsep Pengorganisasian Masyarakat ... 22

2.1.2.Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial ... 25

2.1.3.Pendidikan dalam Membangun Kesadaran Kritis ... 30

2.2. Pengembangan Masyarakat ... 34

2.2.1.Pengertian dan Konsep Pengembangan Masyarakat ... 34

2.2.2. Pengembangan Masyarakat: Perspektif Keadilan Sosial dan Hak Azasi Manusia ... 37

2.2.3. Pengembangan Masyarakat; Perubahan dari Bawah ... 42

2.3. Petani ... 51

2.4. Sosial Ekonomi ... 55

2.5. Kesejahteraan Sosial ... 58

2.5.1.Usaha-Usaha Kesejahteraan Sosial ... 60

2.6. Kerangka Pemikiran ... 64

2.6. Penelitian/Karangan Ilmiah Terdahulu ... 67


(10)

2.8. Definisi Konsep dan Defini Operasional ... 68

2.8.1.Definisi Konsep ... 68

2.8.2.Defini Operasional ... 70

BAB III METODE PENELITIAN ... 72

3.1. Tipe Penelitian ... 72

3.2. Lokasi Penelitian ... 72

3.3. Populasi dan Sampel ... 72

3.3.1.Populasi ... 72

3.3.2.Sampel... 73

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 73

3.5. Teknik Analisa Data ... 74

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 76

4.1. Gambaran Umum Desa Mekar Jaya ... 76

4.1.1.Keadaan Demografis ... 76

4.1.2.Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan... 76

4.1.3.Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Agama ... 77

4.2. Sarana dan Prasarana di Desa Mekar Jaya ... 78

4.2.1.Sarana Pendidikan ... 78

4.2.2.Sarana Kesehatan ... 78

4.3. Kegiatan Ekonomi Penduduk ... 79

4.3.1.Pusat Perekonomian ... 79

4.3.2.Mata Pencaharian Penduduk ... 80

4.4. Serikat Petani Indonesia ... 80

4.4.1.Sejarah Serikat Petani Indonesia ... 80

4.4.2.Program Organisasi ... 87

4.4.3.Tujuan Organisasi ... 89

4.4.4. DPB Serikat Petani Indonesia (SPI) Mekar Jaya ... 91


(11)

5.1. Proses Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat

Petani Indonesia (SPI) di Desa Mekar Jaya Kabupaten Langkat. ... 93

5.1.1.Paradigma Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat SPI 94 5.1.2.Sejarah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat SPI Basis Mekar Jaya ... 101

5.1.3.Pendidikan Kader SPI ... 111

5.1.4.Aksi Pendudukan Lahan ... 117

5.1.5.Pengembangan Ekonomi SPI Mekar Jaya ... 123

5.2. Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat ... 135

5.2.1.Data Identitas Responden ... 136

5.2.2.Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (variabel X) ... 140

5.2.3.Kondisi Sosial Ekonomi Petani (variabel Y) ... 147

5.2.4.Analisis Kuantitatif ... 163

5.2.5.Analisis Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat... ... 167

5.2.4.Analisis Penelitian/Karya Ilmiah Terdahulu yang Terkait ... 174

BAB VI PENUTUP ... 180

3.1. Kesimpulan ... 180

3.2. Saran ... 182


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN

Tabel 1.1 Daftar perjanjian perdagangan bebas ... 12

Tabel 4.1 Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan ... 77

Tabel 4.2 Distribusi penduduk menurut agama ... 77

Tabel 4.3 Sarana pendidikan di Desa Mekar Jaya ... 78

Tabel 4.4 Sarana kesehatan di Desa Mekar Jaya ... 79

Tabel 4.5 Lokasi interaksi ekonomi ... 79

Tabel 4.6 Distribusi penduduk menurut mata pencarian ... 80

Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur ... 136

Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan suku bangsa ... 137

Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ... 138

Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan status anggota SPI ... 139

Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan jenjang waktu anggota SPI ... 139

Tabel 5.6 Distribusi jawaban responden mengenai tujuan menjadi anggota SPI ... 140

Tabel 5.7 Distribusi jawaban responden mengenai kegiatan SPI yang paling bermanfaat sebagai anggota ... 141

Tabel 5.8 Distribusi jawaban responden mengenai partisipasi dalam kegiatan SPI ... 142

Tabel 5.9 Distribusi jawaban responden mengenai tingkat kerja sama anggota SPI Mekar Jaya... 143

Tabel 5.10 Distribusi jawaban responden mengenai metode pengambilan kebijakan DPB SPI Mekar Jaya ... 144

Tabel 5.11 Distribusi jawaban responden mengenai kondisi lembaga keuangan/koperasi petani SPI Mekar Jaya ... 145

Tabel 5.12 Distribusi jawaban responden mengenai pengaruh peran petani perempuan SPI Mekar Jaya ... 146


(13)

Tabel 5.13 Distribusi jawaban responden mengenai metode pendidikan

anggota SPI Mekar Jaya... 147 Tabel 5.14 Distribusi jawaban responden mengenai intensitas

pendidikan anggota SPI yang diterima ... 148 Tabel 5.15 Distribusi jawaban responden mengenai manfaat pendidikan

SPI terhadap strategi pergerakan/perjuangan SPI Mekar Jaya ... 149 Tabel 5.16 Distribusi jawaban responden mengenai manfaat Pendidikan

SPI terhadap strategi pertanian anggota SPI Mekar Jaya ... 150 Tabel 5.17 Distribusi jawaban responden mengenai pengaruh

pendidikan SPI bagi anggota untuk melanjutkan pendidikan

formal ... 151 Tabel 5.18 Distribusi jawaban responden mengenai perubahan

penguasaan lahan tanah pertanian sebelum-setelah

terbentuknya DPB SPI Mekar Jaya... 152 Tabel 5.19 Distribusi jawaban responden mengenai pertanian

berkelanjutan sebagai program SPI ... 153 Tabel 5.20 Distribusi jawaban responden mengenai pelaksanaan

pertanian berkelanjutan sebagai program SPI di Desa Mekar

Jaya ... 154 Tabel 5.21 Distribusi jawaban responden mengenai perubahan

kemudahan memperoleh bibit/benih sebelum-setelah

bergabung bersama SPI... 155 Tabel 5.22 Distribusi jawaban responden mengenai perubahan

kemudahan memperoleh pupuk sebelum-setelah bergabung

bersama SPI ... 156 Tabel 5.23 Distribusi jawaban responden mengenai perubahan dalam

pemasaran hasil pertanian sebelum-setelah bergabung

bersama SPI ... 157 Tabel 5.24 Distribusi jawaban responden mengenai penghasilan


(14)

Tabel 5.25 Distribusi jawaban responden mengenai perubahan tingkat penghasilan responden sebelum-setelah bergabung bersama

SPI ... 159 Tabel 5.26 Distribusi jawaban responden mengenai sumber penghasilan

yang bertambah setelah bergabung bersama SPI selain dari

pertanian ... 160 Tabel 5.27 Distribusi jawaban responden mengenai pengaruh lembaga

keuangan petani/koperasi SPI dalam peningkatan

penghasilan sebelum-setelah bergabung bersama SPI ... 161 Tabel 5.28 Distribusi jawaban responden mengenai tingkat kemampuan

dari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah

bergabung bersama SPI... 162 Tabel 5.29 Nilai hubungan analisis regresi linier ( = 17,94 + 1,54x) ... 164

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 65 Bagan 2 Bagan Grafik Titik Kordinat = 17,94 + 1,54x ... 164


(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 187 halaman, 36 tabel, 46 kepustakaan, 47 responden kuisioner, dan 9 responden wawancara)

Kondisi petani di Indonesia sebagai tulang punggung kehidupan bangsa memiliki begitu banyak permasalahan, terkhusus dalam hal sosial ekonomi. Berbagai macam paradigma dan metode telah dijalankan dalam penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi petani tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkannya tinjauan akademis yang berupa penelitian terhadap metode tersebut yang dalam hal ini ialah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat yang dijalankan pada Serikat Petani Indonesia (SPI). Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah seperti apa proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia dan sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya kecamatan Wampu kabupaten Langkat.

Penelitian ini menggunakan tipe eksplanatif yaitu gambaran hubungan sebab akibat. Penelitian dilakukan di Desa Mekar Jaya kecamatan Wampu kabupaten Langkat, dengan jumlah sampel 47 jiwa. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan yang menggunakan instrumen penelitian dengan wawancara dan kueisioner. Data yang didapat, ditabulasi ke dalam tabel dan selanjutnya dianalisa, kemudian data diolah dengan metode kuantitatif melalui analisis korelasi product moment. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia terhadap kondisi sosial ekonomi petani.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, setelah dianalisis dan disimpulkan bahwa bentuk pengorganisasian dan pengembangan masyarakat SPI ialah membangun hubungan sesama petani yang terorganisir, pendidikan kader petani, bekerja sama, penguasaan lahan tanah, dan pengembangan ekonomi dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat adalah memiliki hubungan positif yang kuat dengan nilai korelasi (rxy) sebesar 0,862. Diketahui juga bahwa uji regresi

setiap peningkatan sebesar 1 satuan, maka pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat SPI akan meningkat 1,54 satuan dan koefisien determinasi sebesar 74,23%.

Kata Kunci: Petani, Pengorganisasian Masyarakat, Pengembangan


(16)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

Effect of Community Organizing and Community Development SPI (Indonesian Peasants Union) Against The Socio-Economic Conditions of Peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District.

(This thesis consists of 6 chapters, 187 pages, 36 tables, 46 libraries, 47 questionnaire respondents, and 9 interview respondents)

Conditions of peasants in Indonesia as the backbone of the nation has so many problems, especially those in socio-economic terms. A wide variety of paradigms and methods have been implemented in the solution of problems faced by the Peasants. A wide variety of paradigms and methods have been implemented in the solution of problems encountered the farmers. Therefore, needed a review of academic in the form of research on the method which in this case is Community Organizing and Community Development that executed in the SPI (Indonesian Peasants Union). The problem addressed in this study problem is what’s kind of the process of community organizing and community development Indonesian Peasants Union and to what extent their effects on socio-economic conditions of peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District. This research aims to find out the process of community organizing and community development Indonesian Peasants Union and to know the the extent of its influence on the socio-economic conditions of peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District.

This research uses explanatif types, that is picture the causal link. This research was conducted in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District, the number of samples is 47 people. Data collection techniques using literature studies and field studies using research instruments, by interviews and kueisioner. The data obtained will be tabulated into a table and then be analyzed, and then the data is processed by a quantitative method through product moment correlation analysis. This research hypothesis is that there is influence between Community Organizing and Community Development SPI on socio-economic conditions of peasant.

Based on the data obtained, after analyzed and concluded that the form of community organizing and community development of SPI is to build relationships between peasants are organized, cadre education of peasants, working together, land reclaiming, and economic development, and to what extent their effects on socio-economic conditions of peasant in the Village of Mekar Jaya, Wampu Subdistrict, Langkat District is to have a strong positive relationship with the value of the correlation (rxy) of 0.862. Also known that the regression test every increase of 1 unit, then the effect of community organizing and community development SPI will increase by 1.54 units and the determination coefficient of 74.23%.

Keywords: Peasants, Community Organizing, Community


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu dari berbagai teori perubahan sosial, teori pembangunan pada dewasa ini telah menjadi mainstream dan teori yang paling dominan mengenai perubahan sosial. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial ialah fenomena yang luar biasa, karena sebuah gagasan dan teori begitu mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global, yakni bahkan seakan menjanjikan harapan baru untuk memecahkan masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan bagi terkhusus di negara-negara dunia ketiga (Fakih, 2001 : 11). Akan tetapi pada realitanya paradigma pembangunan yang telah terdiskursus, telah membawa kondisi sosial dan ekonomi negara-negara tersebut dalam arah pembangunan yang masih diarahkan dengan lebih tertuju pada pertumbuhan ekonomi secara liberalisasi. Pada dampaknya, kondisi sosial ekonomi menjadi keropos dan negara tidak mampu memenuhi hak sebagian besar rakyatnya untuk hidup layak dan bermartabat.

Dewasa ini kita menyaksikan suatu peristiwa krisis pembangunan. Kapitalisme di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan pembangunan dan keberhasilan kapitalisme tengah mengalami kebangkrutan. Banyak orang yang meramalkan bahwa era saat ini sebagai berakhirnya era developmentalisme, suatu proses perubahan sosial paska Perang Dunia Kedua yang dibangun diatas landasan paham modernisasi telah menuju babak akhir. Krisis terhadap pembangunan yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan bagian dari


(18)

krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Secara umum terdapat suatu gejala yang menunjukkan di satu pihak semakin dominannya paradigma mainstream yang berakar pada paradigma dan teori klasik dan modernisasi. Namun, di pihak lain juga muncul gejala lain yakni semakin menguatnya peran organisasi non-pemerintah dan gerakan sosial secara global, serta bangkitnya masyarakat sipil (civil society) (Fakih, 2001 : 199).

Fenomena yang terjadi sedemikian rupa merupakan reaksi dari kondisi yang dirasakan masyarakat terhadap arah pembangunan yang dilaksanakann oleh individu, kelompok, ataupun institusi yang memiliki kekuasaan terhadap arah pembangunan. Analisis teori Gramsci yang mendeskripsikan tentang suatu keadaan tertekan dari psikologis masyarakat akibat dari efek langsung terjadinya gesekan horizontal maupun vertikal kepada representasi dari kelompok borjuasi yang memiliki otoritas dan legitimasi terhadap satu institusi masyarakat yang terstruktur. Ketika institusi ini coba menghegemoni fisik dan kesadaran dari masyarakat maka dari itu harus ada perlawanan dari hegemoni yang dominan tersebut.

Pada historisnya, manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan juga sebagai bagian dari gerakannya, telah melahirkan berbagai lembaga dan mekanisme pada kondisi yang berbeda daerah, suku, keluarga, tempat ibadah, dan negara dengan peranan-peranan penting yang dimainkan dalam proses tersebut, yang juga seringnya terjadi dalam bentuk kombinasi. Setiap lembaga sudah memiliki suatu peran dominan dalam memenuhi kebutuhan, akan tetapi dengan berubahnya masyarakat, tiap-tiap lembaga telah terbukti tidak memadai kebutuhan-kebutuhan didalam kondisi yang baru, walaupun masing-masing masih menyisakan peran yang semakin kecil dalam waktu-waktu berikutnya. Krisis yang terjadi pada negara


(19)

hanya sekedar salah satu dari berbagai transisi historis, dimana negara adalah sebagai tempat menaruh harapan yang sangat besar oleh masyarakatnya. Tetapi yang terjadi ialah suatu pendemonstrasian akan ketidaksanggupan negara pada saat berbagai bentuk-bentuk baru dari struktur-struktur sosial, ekonomi, dan politik.

Dari pandangan ini, maka alternatif provisi sosial yang mungkin diterapkan yang akan konsisten dengan orde sosial dan ekonomi menjadi suatu pertanyaan. Dimana banyak dari alternatif kebijakan yang merupakan bentuk terdahulu dan masih dianggap sebagai kontemporer yaitu prinsip pasar dan keluarga. Akan tetapi pada realitanya keterbatasan dari kedua ini telah menjadi jelas dalam sistem sosial dan ekonomi. Dimana pasar membuktikan ketidaksanggupannya memenuhi kebutuhan manusia secara adil (Rees, Rodley, & stilwell, 1993; Evatt Research Centre, 1991), dan keluarga terus-menerus dibawah tekanan dan semakin terfragmentasi (jamrozik & sweeny, 1996; Batten, Week & Wilson, 1991); terdapat suatu krisis dalam institusi keluarga kontemporer yang membutanya sama sekali tidak mampu memenuhi permintaan akan perawatan sosial karena beberapa kelompok malahan berupaya membebaninya. Maka dari pemahaman ini, terjadi peningkatan minat pada program-progaram berbasis masyarakat sebagai sebuah modal alternatif untuk penyampaian layanan-layanan kemanusiaan dan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia secara adil (Shragge, 1990; Tesoriero & Ife, 2008 : hal 25).

Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, maka selain aparat pemerintah (governmental organization) juga terlibat berbagai organisasi non pemerintah (non- governmental organization). Organisasi non pemerintah ini merupakan wadah dari sekumpulan orang yang ingin ikut berkontribusi dalam upaya pembangunan.


(20)

Dalam kontribusinya pada kegiatan pembangunan, organisasi non pemerintah mempunyai kecenderungan dalam kemampuannya untuk lebih menerapkan pendekatan yang partisipatif. Hal ini disebabkan antara lain karena sifat organisasi non pemerintah yang tidak terlalu birokratis, sehingga mempunyai kemampuan untuk membuat penyesuaian dengan situasi dan kondisi. Dalam pembahasan mengenai organisasi non pemerintah ini akan dibahas mengenai ruang lingkup dan peran organisasi non pemerintah, potensinya dan kegiatan kegiatannya.

Masyarakat Indonesia betapapun mereka hidup sederhana, telah mengembangkan mekanisme dalam upaya memenuhi kebutuhan, menjangkau sumber dan pelayanan serta berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Mekanisme tersebut dilembagakan dalam sebuah wahana yang berupa organisasi. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa keberadaan organisasi yang telah tumbuh dan berkembang pada masyarakat lokal, telah menjadi alternatif mekanisme pemecahan masalah. Organisasi yang ada di masyarakat memperlihatkan ciri-ciri, seperti egalitarianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, keterbukaan partisipasi bagi seluruh anggota, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme serta mengembangkan musyawarah. Ciri-ciri organisasi lokal ini telah mengakomodasi unsur hak asasi manusia dan demokratisiasi pada tingkat lokal. Karena itu, apabila berbagai ciri yang melekat pada organisasi lokal ini dapat dipertahankan, akan semakin memperkuat ketahanan sosial masyarakat dalam nuansa pluralism (Edward & Thamrin, dalam Jurnal Pemberdayaan Peranan Organisasi Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan masyarakat).

Pada dasarnya seseorang hanya akan bersedia masuk kedalam suatu organisasi apabila kebutuhan organisasi dirasakan sama kebutuhan orang itu,


(21)

seperti apa yang disampaikan oleh james D.Mooney (1947) bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama (Sutarto, 1984: 22). Dari penjelasan tersebut, dapat juga digambarkan bahwasanya faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas berdiri sendiri, melainkan saling kait merupakan suatu kebulatan. Walaupun dalam tujuannya dominan dilatarbelakangi rasa keinginan untuk dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan sebagai makhluk hidup (manusia), seperti apa juga yang menjadi konsep dari community organization yang disampaikan Murray G. Ross dimana dibutuhkan suatu proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan sumber-sumber baik sumber informal (dari masyarakat sendiri) maupun sumber eksternal (dari luar masyarakat) agar masyarakat dapat meningkatkan dan mengembangkan sikap-sikap dan praktek-praktek cooperative didalam masyarakat. Program dan aktifitas atau kegiatan pengorganisasian masyarakat dan sebagian dari pembangunan ekonomi masyarakat merupakan konsep dari pengembangan masyarakat (Irwin Sanders).

Community Organizing atau pengorganisasian komunitas bukanlah hal baru. Selain banyak diterapkan dalam kerja-kerja pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, community organizing juga menjadi strategi penting gerakan sosial. Sampai saat ini, kerja-kerja pengorganisasian rakyat atau pengorganisasian komunitas banyak dijadikan acuan oleh pekerja sosial. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dianggap masih paling efektif


(22)

dibandingkan cara-cara lain yang tak memberi peluang terbangunnya kemandirian dan pembebasan rakyat.

Suatu alasan kenapa harus beralih kepada pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah dikarenakan sebgai suatu bentuk alternatif dari pada bentuk-bentuk pelayanan kemanusiaan yang lebih konservatif dalam penanganan masalah sosial kontemporer, seperti pengangguran, kemiskinan, penyakit mental, dan lain-lain yang belum terpecahkan. Meskipun telah dilakukan upaya-upaya oleh pembuat kebijakan, ilmuwan sosial dan pelaku dan profesional layanan kemanusiaan, akan tetapi permasalahan-permasalahan tetap sangat sulit diselesaikan secara radikal. Dimana permasalahan-permasalahan tersebut disebagian besarnya disebabkan oleh basis struktural dari masalah-masalah tersebut, walaupun dari perspektif ini tidaklah mengejutkan apabila masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan, sedangkan struktur dasar dari masyarakat kontemporer tetap saja utuh. Disisi lain, masyarakat yang dikalahkan oleh sistem pasar masih tetap saja dirindukan pada kondisi keadilan masyarakat.

Suatu kontradiksi yang terjadi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia ini seakan belum banyak dipahami oleh masyarakat itu sendiri untuk sampai memahami determinasi pokok atas permasalahan yang ada. Karena pemahaman dan penyadaran inilah yang dibutuhkan dalam suatu gerakan yang terideologi agar masyarakat itu sendiri yang menentukan arah gerakannya, yang memang suatu bentuk gerakan yang tertuju pada keinginan rakyat itu sendiri dan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Hal tersebut juga ialah bagian dari konsep pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam prosesnya, dimana para pekerja sosial pada pengorganisasian


(23)

dan pengembangan masyarakat terlebih dahulu harus mampu memancing pemahaman masyarakat itu sendiri atas kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Maka seorang Community Organizer harus menentukan pilihan yang jelas dan tegas untuk berpihak kepada rakyat yang tertindas atau menentang seutuhnya. Karena proses pengorganisasian tidak netral, sarat dengan pilihan-pilihan nilai, mengandung sejumlah azas, prinsip keyakinan dan pemahaman tentang rakyat dan bagaimana agar keadilan, perdamaian dan hak-hak asasi manusia ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan rakyat.

Di Indonesia, aktifitas CO sudah dilakukan sejak lama. Pada jaman pergerakan nasional muncul tokoh-tokoh utama yang melakukan proses pengorganisasian masyarakat untuk tujuan membangun perjuangan rakyat. Sebut saja Haji Misbach di Surakarta, yang mampu melancarkan aksi-aksi pemogokan sebagai bentuk penentangan terhadap kedzaliman penjajahan Belanda. Pada saat itu, proses Community Organizing berujung pada pembentukan organisasi kerakyatan sebagai simbol perlawanan dan symbol perjuangan kaum kecil. Namun, proses CO ini mengalami kemunduran setelah Indonesia merdeka.

Ketika ditelaah kembali, Indonesia memiliki ideologi pancasila dimana terdapat lima sila yang menjadi cita-cita bangsa yang diantaranya terdapat sila kelima yang menyatakan dengan jelas bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Dalam prosesnya, terindikasi bahwa adanya suatu proses liberalisasi

yang berjalan dalam perekonomian Indonesia. Hal ini makin diperjelas pada saat Suharto baru berkuasa di Indonesia dengan lahirnya undang-undang Penanaman Modal Asing di tahun 1967, dimana investasi asing akan leluasa dalam menguasai sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia termasuk dalam bidang


(24)

pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perairan/kelautan. Walaupun dengan jelas hal tersebut telah mengkhianati apa yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bumi, air, dan ruang angkasa,

termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Pasal 1 ayat 2 UUPA ini juga diperkuat secara konstitusional

dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 pasal 33 ayat 3, yang berbunyi, Bumi dan

air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada dasarnya Indonesia adalah negara yang punya ciri dan karakteristik agraris, maka oleh karena itu sudah selayaknya pembangunan agrarian dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan Bangsa dan Negara. Namun pada kenyataannya kebijakan pembangunan negara lebih diarahkan kepada pembangunan yang sangat tidak sesuai dengan cirri dan karakteristik bangsa Indonesia. Arah pembangunan yang hanya sesuai dengan semangat kapitalisme itu telah mengakibatkan kemunduran dan kehancuran peradaban petani secara khusus, dan kehancuran peradaban bangsa dan negara secara keseluruhan.

Proklamator Indonesia yaitu Ir.Soekarno pernah berkata, JAS MERAH

(jangan sekali-kali melupakan Sejarah). Wilayah Indonesia pernah mengalami

penjajahan oleh beberapa bangsa asing secara silih berganti, dan karena itu kebijakan-kebijakan mengenai masalah agraria yang pernah ada juga berubah-ubah sesuai jamannya. Walaupun Belanda datang lebih dahulu, namun perhatian untuk mengatur formal/legal masalah agraria dapat dikatakan baru dimulai pada masa singkat pemerintah Inggris (1811-1816), yaitu ketika Rafless melancarkan teori


(25)

kebijakan tersebut didasarkan atas, atau bertujuan untuk menarik pajak bumi (Iandrente), dengan dalil bahwa tanah adalah milik raja. Karena ukuran besarnya pajak didasarkan atas hasil bumi sesuai dengan luas pemilikan tanah, maka batas-batas pemilikan itu harus jelas. Petani diwajibkan menyerahkan dua perlima dari hasil buminya. Setelah pemerintahan kembali ke tangan belanda, ketentuan tersebut tetap berlanjut hingga kemudian dirubah mulai tahun 1830 ketika Gubernur Jenderal Van den Bosch melancarkan kebijakan berupa system tanah paksa, dimana setiap seluas seperlima tanah petani wajib ditanami dengan tanaman-tanaman yang dikehendaki pemerintah dan jadi milik pemerintah yang akan diekspor. Hingga masuk pada jaman liberal di masa kolonial dapat dikatakan bermula sejak diberlakukannya Undang-Undang Agraria 1870 yang membuka kesempatan bagi para pemilik modal swasta untuk menanamkan modalnya dan mengusahakan tanaman perkebunan (Gunawan Wiradi, 1998: 3). Sejarah tersebut telah jelas menggambarkan bentuk dari feodalisasi dan imperialisasi dalam kolonialisasi telah melahirkan ketidakadilan kepada petani secara konteks masyarakat. Akan tetapi Negara Indonesia seakan lupa terhadap sejarah bangsanya dan tidak belajar untuk keluar dan menuju negara yang mensejahterakan rakyatnya. Bahkan masuknya neoliberalisme ke Indonesia adalah bentuk yang memperjelas keberadaan neokolonialisasi pada rakyat Indonesia, dimana proses keberlangsungan bangsa Indonesia pada saat ini tidak berbeda jauh dari apa kondisi sebelum kemerdekaan dimiliki oleh Republik Indonesia.

Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Sekitar 46 persen rakyat Indonesia terserap di sektor ini, dan dari sembilan sektor yang ada, sektor pertanian


(26)

adalah sektor penyumbang upah terbesar dari kontribusinya terhadap PDB yaitu sebesar 47.8 persen. Sementara itu sektor lainnya seperti pertambangan, listrik, gas dan air, serta sektor keuangan dan jasa hanya menyumbangkan pengembalian berupa upah/pendapatan masing-masing sebesar 5,6 persen, 21,67 persen dan 7,55 persen dari GDP yang disumbangkan (BPS,2009).

Hal terseburt telah menggambarkan bahwa sumber ekonomi dan sosial penduduk sangat tergantung pada tata produksi dan hasil-hasil pertanian. Selain berfungsi sebagai penjamin kedaulatan pangan bangsa, sektor ini juga telah menjadi tulang punggung kekuatan ekonomi nasional. Dengan demikian, persoalan pertanian sesungguhnya merupakan masalah pokok bagi masyarakat Indonesia. Masalah pertanian merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Akan tetapi dari adanya penguasaan modal asing dalam sektor industri hasil olahan pertanian dan perkebunan yang menjadi wujud nyata dari liberalisasi seperti adanya UU PMA (Penanaman Modal Asing) yang mengakibatkan ekonomi rakyat tidak mendapatkan kekuatan untuk dapat bersaing.

Permasalahan tersebut makin diperlebar pada saat pemerintahan orde kepresidenan Soeharto mencetuskan dengan apa yang dinamakan revolusi hijau yang dijadikan sebagai program nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional secara mandiri/swasembada. Revolusi hijau yang berintikan pada intensifikasi ini membuat pertanian menjadi seragam dengan menggunakan benih-benih unggul (HYV), pestisida, dan pupuk kimia. Melalui program intensifikasi pertanian inilah perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam benih, pupuk, dan pestisida menanamkan investasinya (Ya’kub, 2007: 16). Hal inilah yang pada


(27)

akhirnya membawa dampak buruk terhadap struktur ekonomi, sosial budaya, demografi, dan struktur penguasaan sumber agraria. Dalam struktur ekonomi revolusi hijau telah membawa ketimpangan dalam kecepatan pertumbuhan ekonomi yang akhirnya menimbulkan polarisasi asset. Hal ini berimbas pada struktur sosial yang menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan dan penguasaan lahan antar kelompok yang semakin menajam dan semakin meningkatkan potensi konflik serta melumpuhkan etika kehidupan sosial di desa.

Pada dewasa ini, konflik agrarian yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat tani jelas sangat merugikan para petani. Salah satu penyebab konflik agraria adalah ketidakadilan dalam struktur penguasaan dan pemilikan terhadap sumber-sumber agraria. Berbagai kebijakan Negara dan pengaruh ekonomi global menyebabkan petani semakin banyak kehilangan tanahnya, dimana terdapat ada 25% petani memiliki 74,8% lahan dengan luas 1-5 ha. 75 % sisanya hanya menguasai 25,8% lahan dengan luas 0,1-0,99 ha (KPA, 2002). Masih bertahannya feodalisasi yang dimana hubungan produksi yang dibangun ialah hubungan antara tuan tanah dan kaum tani yang memiliki hukum ekonomi pokok dengan bentuk penghisapan melalui sewa tanah antara tuan tanah dengan kaum tani. Kondisi hubungan produksi tersebut telah membawa akibat yang sangat menyulitkan kaum tani untuk membayar sewa tanah, dimana kondisi tersebut juga melahirkan kaum rentenis (kaum riba) yang pada akhirnya kaum tani dihisap bukan hanya dari tuan tanah an sich, tetapi oleh pedagang perantara dan kaum rentenis (Paris Script, Materialisme Dialektika Historis: 56). Penguasaan atas perkebunan, kehutanan, pertambangan saat ini hanya didominasi segelintir individu dan perusahaan-perusahaan besar nasional dan asing seperti London Sumatera, Exxon, New mont,


(28)

Freeport, Caltex dan lainnya yang luasnya hingga mencapai jutaan hektar. Situasi tersebut telah mendorong timbulnya ribuan konflik-konflik yang bersandar kepada perebutan penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan kepemilikan atas sumber-sumber agraria, baik yang sifatnya vertikal, horizontal maupun gabungan antara keduanya. Umumnya konflik yang terjadi selalu mengakibatkan kerugian bagi petani, masyarakat adat ataupun yang termarjinalkan lainnya (Kata pengantar oleh Henry Saragih dalam buku Ya’kub, Achmad, Konflik Agraria, Jakarta, 2007: vii).

Kondisis liberalisasi ekonomi di Indonesia diperjelas dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota organisasi perdagangan dunia (WTO) pada tahun 1995. Sejak itu pemerintah Indonesia langsung melakukan liberalisasi terhadap seluruh sumber daya alam Indonesia dengan melakukan inisiatif melaksanakan metode baru perjanjian perdagangan. Perjanjian ini dilaksanakan dalam bidang bilateral dan regional yang kemudian dikenal dengan perjanjian perdagangan bebas (FTA).

TABEL 1

Daftar Perjanjian Perdagangan Bebas

No Name of FTA Status

1 ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) Agreed

2 Indonesia – Japan (EPA) Agreed

3 ASEAN – Korea FTA Agreed

4 ASEAN – China FTA Agreed

5 ASEAN – India FTA On Negotiation

6 ASEAN – Australia, New Zealand FTA On Negotiation

7 ASEAN – EU FTA On Negotiation

8 Indonesia – USA FTA Pre-Negotiation

9 Indonesia – EFTA (Swiss, Leichestein, Norwegia, Islandia)

Join Study Group Source: Institute for Global Justice (IGJ), 20081

1


(29)

Tidak hanya pada era Soeharto sebgai presiden Republik Indonesia, setelah bangsa Indonesia memasuki era Reformasi juga masih jelas memperlihatkan keberpihakan negara terhadap proses neoliberalisasi ekonomi dalam wujud perdaganagan bebas dengan mebuat undang-undang yang sesuai atas katalisator perdagangan bebas. Undang-undang tersebut memenuhi tigal pilar neoliberalisme yang dikenal dengan nama: liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Berikut ini adalah ketentuan tentang pertanian di Indonesia yang dibuat berdasarkan kepentingan neoliberalisme.

- Pada tahun 2000, pemerintah mengeluarkan UU perlindungan varietas tanaman (UU No. 29/2000).

- Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan UU privatisasi air (UU No. 7/2004) UU yang melindungi perusahaan-perusahaan raksasa agar bisa menguasai sumber daya air.

- Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan UU perkebunan (UU No. 18/2004), UU kehutanan (UU No. 19/2004) dan aturan pendukungnya. Ketentuan-ketentuan ini bermaksud untuk memenuhi kepentingan perusahaan-perusahaan raksasa dan perusahaan-perusahaan kehutanan. Dalam ketentuan ini, proses industri dan produk perkebunan diharuskan untuk memiliki kebunnya sendiri. Kebijakan ini telah melemahkan posisi tawar petani sejak perusahaan diharuskan memenuhi kebutuhannya melalui perluasan perkebunan. Lebih jauh lagi ada batasan bagi petani yang tinggal disekitar lahan perkebunan-perkebunan dan hutan. Dilarang memasuki lahan tersebut, petani bisa dikenakan tuduhan kriminal dan dituntut dengan berbagai pasal berdasarkan ketentuan tersebut. Bukan hanya telah menghancurkan kekuatan petani yang memiliki


(30)

ekonomi rendah, akan tetapi hal tersebut juga jelas telah menghilangkan hak asasi manusia dari petani tersebut.

Pertanian bukan hanya sekedar suatu usaha ekonomi, tetapi lebih jauh dari itu bahwa usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri, karena mayoritasnya manusia bergantung pada pangan dari hasil pertanian. Oleh karena itu, keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia sangat bergantung oleh kondisi pertanian itu sendiri. Maka dari itu, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi petani merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan manusia itu sendiri.

Penciptaan proletariat adalah prasyarat lahirnya kapitalisme. Begitulah Marx beranalisis mengenai permulaan akumulasi primitif dengan agraria dan dengan terlemparnya kaum tani. Asal-usul industri kapitalis adalah bagian dari cerita yang sama. Di Inggris pra-kapitalis, sebagian besar produksi non-pertanian diselenggarakan dalam hubungan dengan pertanian di industri-industri rumah tangga pedesaan. Pengusiran kaum tani dari tanahnya punya beberapa dampak yang kait-mengkait. Pertama, industri rumah tangga pedesaan rusak, menciptakan suatu jurang (gap) bagi produk industri kapitalis yang harus diisi. Pada waktu bersamaan rusak pula pembuatan bahan produksi dari pertanian yang dulunya secara lokal dapat diperoleh, karena siap dijual. Kaum tani yang terpental dari tanah dan desanya, kini jadi tenaga kerja untuk industri. Sedang mereka ynag bertahan di daerah pertanian kini harus bekerja penuh di pertanian dengan jam-kerja lebih panjang dan jam-kerja lebih intensif. Merekalah yang menyuplai surplus produksi pertanian guna memberi makan kelas pekerja kota yang baru itu (Brewer, 1999: 125). Dimana analisis Marx tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi sistem sosial ekonomi pertanian di Indonesia


(31)

Keselamatan umat manusia sangat ditentukan oleh usaha pertanian yang menghasilkan bahan pangan. Melindungi dan memenuhi hak-hak petani merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan kehidupan itu sendiri. Namun kenyataannya pelanggaran terhadap hak asasi manusia bagi kaum petani sangat tinggi. Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak petani terus berlangsung sejak dahulu sampai saat ini. Akibat dari pelanggaran hak-hak asasi petani, kini ratusan juta kaum tani hidup dalam keadaan kelaparan dan kekurangan gizi. Kelaparan dan kekurangan gizi tersebut disebabkan sumber-sumber pertanian banyak dikuasai segelintir perusahaan transnational. Petani tidak lagi memiliki kebudayaan dalam mempertahankan dan memperjuangkan pertanian dan kehidupannya. Peran politik dan ekonomi rakyat petani semakin terpinggirka pukul 20.34 WIB).

Reaksi para petani yang ada untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hal agraria dapat dikatakan sangat begitu kompleks. Situasi agraria yang tidak menentu ini diakibatkan begitu banyaknya sistem yang menyimpang dari kepentingan rakyat petani. Ini tercermin dari keberpihakan pemerintah sebagai eksekutor negara kepada sistem kapitalisme yang memakai semangat modal, industrialisasi dan pasar. Kesemua hal itu mengakibatkan petani terpinggirkan oleh persaingan yang ada di dalam ekonomi kapitalisme, yang malah akan menyeret para petani dalam arus persaingan modal. Maka tidak diherankan apabila ditemukan para pekerja buruh tani bekerja di tanah yang sebelumnya mereka miliki.

Tanah yang merupakan sumber produksi absolute petani, tetapi kondisinya dimana rata-rata kepemilikan lahan oleh petani yaitu relatif sempit, yang


(32)

mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak akan ekonomis. Mempertahankan keadaan demikian sama artinya dengan memperpendek jangkauan pemikiran petani, sehingga makin menurunkan harkat hidupnya secara indivindu maupun sosial. Hal tersebut harus dihentikkan dengan mengenalkan tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan tanah-tanah ke dalam satuan luas dengan skala ekonomi yang lebih menguntungkan. Karena kelembagaan adalah wadah , aturan main atau mekanisme non pasar yang mengorganisasikan dan mengatur pengelolaan sumber daya agar memberi manfaat seperti yang dikehendaki. Terkait dengan hal ini, mekanisme kelembagaan baru perlu disusun lebih luas untuk mempertahankan keberadaan lahan pertanian produktif dari konversi ke penggunaan lahan lain (Nugroho & Dahuri, 2012: 194).

Kebijakan pertanahan di Indonesia yang banyak memicu terjadinya perlawanan rakyat petani sesungguhnya merupakan replikasi (dan produk) dari kebijakan Negara sejak jaman kolonial . artinya ada persoalan hukum (terutama hukum agrarian) dalam penataan tanah yang hingga era Reformasi masih problematic sehingga sering memicu munculnya konflik pertanahan di masyarakat. Problematika hukum itu terjadi dalam konteks terjadinya dualisme hukum, yakni hukum Negara dan hukum rakyat yang masing-masing memiliki dasar klaim kebenaran dengan logikanya sendiri. Negara menempatkan hukum sebagai determinan struktur yang terekonstruksi dari wujudnya yang bersifat substantive ke wujud yang lebih menekankan bentuknya yang formal. Dalam Negara seperti itu akan ditemukan proses-proses menuju birokratisasi pemerintah dan militer, dan ke rasionalitas hukum yang serba formal, sehingga hukum menjadi otonom, atau juga positivisasi hukum (Mustain, 2007 : 63). Maka hal tersebut juga menjelaskan


(33)

bahwa pemerintah yang mengalfakan juga seperti meniadakan hukum rakyat atau hukum adat yang sudah ada sebelum adanya hukum positif, walaupun sebenarnya juga hukum adat tetap diakui oleh hukum positif yang ada pada UU Pokok Agraria.

Melihat situasi agraria yang ada tersebut memunculkan gejolak pertentangan sosial dari masyarakta atau petani. Petani mulai berpikir kritis untuk menyikapi hal-hal tersebut . Munculnya kelompok-kelompok petani dan organisasi-organisasi petani seakan mengisyaratkan gerakan petani itu akan muncul. Meskipun dulu pada masa orde baru kehidupan berserikat ini sangat ditentang tetapi muncul juga secara tersembunyi, barulah pada saat demokrasi ini semangat munculnya gerakan petani ini nampak dipermukaan, yang salah satu diantaranya adalah Serikat Petani Indonesia (SPI).

SPI merupakan organisasi yang bersifat perjuangan massa dan kader

petani Indonesia (pasal 4 ayat 1, Anggaran Dasar SPI) yang juga memakai metode

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Hal tersebut juga dilihat dari strategi perjuangan SPI yaitu diantaranya membangun front perjuangan kaum tani

mulai dari pedesaan, nasional, hingga internasional (pasal 11 ayat 3, Anggaran

Dasar SPI) dan segenap keputusan dan kegiatan pergerakan/pejuangan organisasi,

harus mempertimbangkan kebutuhan, permasalahan, kehendak, kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi massa dan kader petani yang menjadi anggota SPI (pasal 11 ayat 1, Anggaran Dasar SPI). SPI yang berperan

diantaranya sebagai wadah untuk membangun, mengkonsolidasikan dan

mempergunakan secara seksama kekuatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang dimiliki anggota (pasal 13 ayat 1, Anggaran Dasar SPI) dan


(34)

pendidikan/kaderisasi bagi anggota (pasal 14 ayat 1, Anggaran Dasar SPI) dan membangun kehidupan ekonomi anggota yang mandiri dan berdaulat dengan prinsip koperasi yang sejati (pasal 14 ayat 3, Anggaran Dasar SPI).

Berangkat dari latar belakang ini, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana bentuk pengorganisasian dan pengembangan masyarakat pada Serikat Petani Indonesia (SPI). Mengingat petani yang menjadi ujung tombak perekonomian bangsa dan sudah seyognyanya petani memiliki kehidupan yang baik secara sosial ekonomi, maka peneliti akan mengangkat suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul: pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan melakukan penelitian ini di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara ialah dikarenakan mengingat waktu yang sudah cukup panjang pada pengorganisasian petani di lahan perjuangan petani yang dianggap petani sebagai lahan yang dimiliki oleh pendahulu mereka sebelum diambil alih oleh pemerintah pada masa orde kepresidenan Soeharto di Indonesia. Pada tahun 2003 organisasi petani Mekar Jaya (PERSADA) telah bergabung denga Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU) yang merupakan bagian dari Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) sebelum berubah bentuk menjadi Serikat Petani Indonesia (SPI) hingga berhasil menduduki lahan perjuangan petani Mekar Jaya pada tahun 2006. Maka dari itu, akan cukup banyak waktu dalam menjalankan proses pengorganisasian dan kegiatan-kegiatan untuk mengembangkan petani Mekar Jaya yang bergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) hingga saat peneliti melakukan penelitian ini.


(35)

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan penjabaran yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka penulis dapat merumuskan masalah yang nantinya akan diteliti. Agar studi terhadap masalah tersebut bisa fokus dan tidak keluar jalur, dalam pembahasan Skripsi ini penulis mengajukan rumusan permasalahan pokok sebagai berikut :

1. Seperti apa proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat?

2. Sampai sejauh mana pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat?

1.3. Tujuan dan manfaat penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk dapat mengetahui proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia di Desa Mekar Jaya kecamatan Wampu kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya kecamatan Wampu kabupaten Langkat.


(36)

1.3.2. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap kajian dan bacaan di lingkungan mahasiswa Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang berminat mengenai studi tentang pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam konteks petani. 2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan

karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir terhadap fenomena sosial, gejala sosial, dan masalah-masalah sosial secara kritis hingga solusi dari pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. 3. Secara praktis, diharapkan mampu memberi masukan dan kontribusi yang

signifikan terhadap perluasan agenda perjuangan dan gerakan tani dalam pengorganisasian dan pengembangan masyarakat tani di Indonesia (SPI).

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan tentang masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, penelitian terdahulu, hipotesis, definisi konsep, dan definisi operasional.


(37)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian serta teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang diterapkan.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian yang dilakukan. Bab ini juga akan memberikan kritik dan saran dalam rangka proses membangun kearah yang lebih baik lagi untuk semua objek yang terkait dalam penelitian ini.


(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengorganisasian Masyarakat

2.1.1. Pengertian dan Konsep Pengorganisasian Masyarakat

Mc. Millan Wayne (1947) mengatakan bahwa community organizing dalam pengertian umum adalah suatu usaha yang ditujukan untuk membantu kelompok-kelompok dalam mencapai kesatuan tujuan dan tindakan. Hal ini merupakan praktek yang tujuannya adalah untuk mencapai sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh dua atau lebih kelompok-kelompok yang ada. G. Ross Murray juga mengatakan bahwa community organizing ialah suatu proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan sumber-sumber baik sumber-sumber informal (dari masyarakat sendiri) maupun sumber-sumber eksternal (dari luar masyarakat) agar masyarakat dapat meningkatkan dan mengembangkan sikap-sikap dan praktek-praktek cooperative didalam masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat kuliah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2005: 5).

Murray G.Ross juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai community organizing (Agus Suriadi, 2005: 12), ialah:

1. Proses menghasilkan suatu kemajuan yang efektif berupa penyesuaian antara sumber-sumber kesejahteraan sosial dan kebutuhan kesejahteraan sosial yang sesuai dengan areal geografis masyarakat setempat.


(39)

2. Community oganization juga berusaha untuk mencari kebutuhan yang potensial dari masyarakat setempat.

3. Untuk mecapai tujuan pada program-program community organization perlu diadakan pendekatan antara disiplin ilmu.

4. Pendekatan antara disiplin ilmu tersebut haruslah pada social therapy yang sifatnya menyeluruh dan melalui proses secara bertahap.

Beberapa asumsi/nilai yang mendasari community organization, yaitu : 1. Seorang CO worker harus dapat membina sikap “cooperative”.

2. Co bergerak dari nilai tradisional kearah nilai philosofi pekerjaan sosial. Dimana nilai tradisional berupa nilai keagamaan dan kemanusiaan, sedangkan nilai philosofinya merupakan prinsip partisipasi, prinsip kemandirian masyarakat untuk memecahkan masalahnya, prinsip untuk menghargai individu/kelompok yang ada dalam masyarakat, dan prinsip demokrasi.

Adanya asuransi tertentu bahwa satu metode dapat mempengaruhi cara pendekatan terhadap masyarakat. Dalam bidang community organization, metode yang dapat digunakan berupa (Agus Suriadi, 2005: 14):

- Metode social action (pendekatan dari arah bawah ke atas).

- Metode social planning (menerapkan program agar dapat dilaksanakan oleh masyarakat, sifat pendekatannya dari atas ke bawah).

- Cara pendekatan dengan menggunakan pendekatan mengenai kebutuhan dasar manusia.


(40)

- Adanya pengakuan bahwa didalam masyarakat terdapat problema atau permasalahan yang timbul karena adanya nilai manusia modern yang mana akan dapat menimbulkan “Cultural Lag”.

Seorang CO worker adalah orang yang ditugaskan untuk memotivasi masyarakat agar masyarakat itu bisa mengenal permasalahannya sendiri dan mengatasi masalahnya sendiri (Agus Suriadi, 2005: 7). Allinsky (1971), Biklen (1983), Rothman (1969) menyatakan bahwa Community organizer adalah kekuatan pendorong (driving force) dalam organisasi aksi sosial. Allinsky menganggap para pengorganisir rakyat sebagai “para insinyur dan arsitek yang sangat kreatif dan penuh daya-cipta” yang dimiliki oleh organisasi-organisasi masyarakat, “para pembawa pesan perubahan dan kemungkinan pencapaiannya, tidak terbatas hanya pada satu kawasan geografis tertentu atau sekelompok anggotanya saja

Peranan community organization worker menurut Murray G.Ross adalah : (Agus Suriadi, 2005: 7)

- Helper, yaitu orang (social worker) yang member pertolongan (helper) dan yang memberi kemungkinan-kemungkinan (enabler) atau kesempatan terhadap masyarakat untuk melakukan peranan sosialnya ataupun untuk membantu masyarakat yang mengalami disorganisasi untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

- Guide, yaitu peranan dari profesi social worker untuk menstimulir masyarakat agar dapat menentukan sendiri maslah yang mereka hadapi. Sebagai guide harus menitikberatkan pada partisipasi masyarakat. Dan sebagai guide juga diperlukan karena masyarakat sering tidak mengetahui


(41)

permasalahan yang mereka hadapi, oleh karena itu guide berperan membimbing masyarakat mengetahui permasalahannya sendiri.

- Social Therapist, yaitu social worker sebagai orang yang menanggulangi masalah-masalah sosial secara langsung dengan berperan untuk melakukan intervensi terhadap masalah sistem klient.

- Expert, yaitu peranan social worker sebagai tenaga ahli dibidang perencanaan dalam menyusun program-program keahlian yang dimiliki, misalnya dalam bidang penelitian dan penyusunan perencanaan atau program.

Menurut Murray G. Ross juga dimana social action, social planning, dan social development adalah merupakan proses dari community organizing. Sedangkan menurut Jack Rothman, mengatakan social action, social planning, dan social development merupakan proses dari community organizing yang dimana posisinya masing-masing berdiri sendiri. Jack Rothman juga menyatakan bahwa social action ini memiliki kedudukan sebagai social treatment dan social reform (Agus Suriadi, 2005: 7).

2.1.2. Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial

Secara filosofis, dalam materialisme dialektika menunjukkan bahwa dunia materi atau kenyataan obyektif itu senantiasa dalam keadaan bergerak dan berkembang terus menerus. Keadaan diam atau statis , hanya bersifat sementara dan relatif, disebabkan karena kekuatan didalamnya serta hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang ada disekitarnya dalam keadaan seimbang (Materialisme Dialektika Historis: hal.10).


(42)

Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial dibagi dalam dua bagian, dari dalam dan luar masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam masyarakat, yaitu bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan dari luar masyarakat ialah sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Soerjono Soekanto, 1982: 318).

Secara sosiologis, berbicara tentang perubahan sosial, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya , cirri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat, meski terus berubah (Strasser & randall, 1981: 16). Jadi konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu yang berbeda; dan (3) diantara sistem sosial yang sama. Contoh defenisi sosial yang bagus yaitu apa yang disampaikan Hawley, perubahan soial adalah perubahan yang tak terulang dari sistem soial sebagai satu kesatuan (Hawley 1978 ; Piotr Sztompka, 2004: 3).

Paham determinisme, memberi pandangan yang deterministik menganggap hanya ada satu faktor yang paling menentukan perubahan sosial. Terhadap paham determinis ini dapat diadakan penggolongan besar menjadi dua. Pertama yang menganggap bahwa faktor yang paling menentukan bersifat sosial, sedangkan yang kedua bersifat non-sosial. Untuk contoh golongan yang pertama, dapatlah di kemukakan misalnya pendapat Karl Marx dalam bidang ekonomi. la salah seorang


(43)

tokoh yang terkenal dengan pendapat, bahwa perkembangan suatu masyarakat dapat dikatakan di tentukan seluruhnya oleh struktur atau perubahan struktur ekonomi masyarakat tersebut. Keadaan demikian dapat dikatakan sebagai suatu determinisme ekonomi. Contoh golongan kedua, misalnya adanya pandangan bahwa iklimlah yang paling berpengaruh terhadap perubahan sosial.

Orang yang terjun kedalam kegiatan untuk mewujudkan perubahan besar biasanya merasa memiliki sesuatu kekuatan yang tidak dapat dibendung. Generasi yang mencetuskan Revolusi Prancis memiliki pandangan yang berlebihan mengenai kemampuan manusia berpikiran rasional dan mengenai kecerdasan manusia yang tidak terbatas. Sedangkan menurut de Tocqueville, manusia demikian bangganya akan dirinya sendiri dan demikian percaya pada kemampuannya sendiri, dan disamping rasa percaya diri yang berlebihan ini ada rasa haus akan perubahan yang memenuhi jiwa setiap orang (Hoffer Eric, 1988: 7). Maka dari keinginan manusia akan perubahan telah membawa keasadaran agar manusia dapat selalu bergerak, baik secara individu maupun secara massa.

Bagi orang yang tidak puas, gerakan massa menawarkan sebuah harapan, untuk seluruh diri pribadi atau untuk berbagai unsur yang membuat kehidupan dapat dipikul dan yang tidak dapat digalinya dari sumber kepribadiannya sendiri. Tawaran untuk menggantikan harapan pribadi ialah salah satu daya tarik yang kuat atas gerakan massa, karena daya tarik ini efektif terutama dalam masyarakat yang sedang dimabuk ide kemajuan (Hoffer Eric, 1988: 15). Maka, gerakan massa yang terlibat dalam kegiatan mewujudkan perubahan besar dengan cepat ialah gerakan revolusioner dan gerakan perjuangan nasional secara bekerjasama.


(44)

Banyak pakar yang menyimak peran khas gerakan sosial. Blummer (1951) melihat gerakan sosial sebagai salah satu cara untuk menata ulang masyarakat modern, hingga Killian (1964) juga mengatakan bahwa gerakan sosial sebagai pencipta perubahan sosial, dan Adamson & Borgos (1984) menyatakan bahwa gerakan massa dan konflik yang ditimbulkan adalah agen utama perubahan sosial (Hoffer Eric, 1988: 321). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada.

Dalam kondisi psikologisnya, manusia cenderung mencari berbagai kekuatan yang membentuk hidup diluar diri. Maka, mau tidak mau keberhasilan dan kegagalan selalu dikaitkan dengan keadaan di sekeliling. Karena itu, orang yang sudah merasa berhasil melihat dunia ini sebagai dunia yang baik dan ingin memeliharanya sebagaimana adanya, sedangkan orang yang tidak puas menginginkan perubahan besar. Akan tetapi rasa tidak puas saja tidak selalu menimbulkan keinginan akan perubahan, harus ada faktor-faktor lain sebelum rasa tidak puas menjelma menjadi tindakan perlawanan karena hanya sebagai sikap yang bersifat reaksi. Maka yang menjadi faktor utama dari rasa keinginan perubahan dari suatu gerakan, tidak lain adalah dilatarbelakangi oleh suatu cita-cita dari manusia itu sendiri. Seperti apa yang disampaikan oleh Ali Syari’ati bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, dimana usaha untuk mecapai cita-cita merupakan faktor utama dalam pergerakan dan kesempurnaan manusia. Faktor inilah yang mendorongnya untuk


(45)

tidak tinggal diam saja di alam, kehidupan dan lingkaran, realitas yang ada, tetap dan terbatas. Inilah kekuatan yang mendorongnya untuk selalu berpikir , menggali, mengkaji, mencari kebenaran, mencipta dan melakukan pembentukan fisik dan spiritual (Ali Syari’ati, 1992: 49).

Analisis teori Gramsci, yaitu ketika terjadi suatu perlawanan atas kondisi tatanan hegemoni baik terstruktur atau tidak maka hal yang mutlak yang mesti dilakukan adalah membangkitkan semangat perlawanan atas eksploitasi dan hegemoni tersebut. Supremasi dari sebuah kelompok sosial ditunjukkan ada dua cara, yaitu dalam bentuk dominasi dan kepemimpinan moral dan intelektual (Pozzolini, 2006: 79).Gramsci juga mengatakan “semua orang adalah intelektual, maka seseorang dapat mengatakannya demikian; tetapi tidak semua orang memiliki fungsi intelektual dalam masyarakat”. Definisi intelektual tersebut adalah orang-orang yang memberikan homogenitas dan kesadaran fungsinya kepada kelompok sosial utama. Intelektual memainkan peran dalam menyebarkan ideologi hegemonik kelas dominan yang dibentuk melalui informasi dan lembaga formal.

Maka berangkat dari pemahaman yang ada, suatu gerakan sosial dalam historisnya ataupun secara dialektika memiliki determinasi bagi perubahan sosial itu sendiri. Suatu gerakan yang dilatarbelakangi suatu kondisi secara kualitas maupun kuantitas yang tidak sesuai dengan keinginan atau cita-cita (idea) yang dimiliki oleh individu-individu atau masyarakat. dimana suatu gerakan itu diharapkan dapat terorganisir secara sadar ataupun dalam bentuk reaksi, agar dapat mencapai titik yang dicita-citakan atau yang dibutuhkan oleh manusia-manusia itu sendiri. Oleh karena itu agar gerakan itu dapat terorganisir, maka rakyat atau agen


(46)

perubahan itu juga harus sadar apa yang menjadi arah atau cita-cita dari gerakan dan kondisi objektif yang mereka alami.

2.1.3. Pendidikan Dalam Membangun Kesadaran Kritis

Pendidikan yang merupakan proses penyadaran, ialah suatu pokok determinasi dalam proses gerakan sosial. Suatu kesadaran kritis terhadap realitas sangat dibutuhkan sebagai dasar sejarah atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat. Maka oleh karena itu, pendidikan yang membebaskan dan melahirkan kesadaran kritis pada masyarakat ialah pokok kekuatan dari proses pengorganisasian masyarakat.

Di Indonesia, pendidikan sebagai proses penyadaran dan pembebasan akan sangat sulit ditemukan. Selain dari permaslahan komersialisasi pendidikan dimana tidak semua kalangan ekonomi yang mampu merasakan dunia pendidikan formal, terdapat juga permasalahan yang lain, yaitu konsep belajar dan mengajar antara guru dan murid ternyata menjadi permasalahan yang tersistem. Dimana konsep pendidikan tersebut juga dimaksud oleh Paulo Freire dengan sebutan pendidikan gaya Bank.

Konsep pendidikan gaya “bank” menurut Paulo Freire, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengan dan para guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisisi tabungan yang diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para murid. Dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan


(47)

merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap diri berpengetahuan kepada mereka yang dianganggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Menganggap bodoh secara mutlak kepada orang lain sebab cirri dari ideologi penindasan, berarti mengingkari pendidikan dan pengetahuan sebagai proses pencarian. (Freire, 1984 : 52)

Pendekatan gaya bank dalam pendidikan orang dewasa, tidak akan menyarankan kepada peserta didik agar mereka melihat realitas secara kritis. Mereka yang menggunakan pendekatan gaya bank ini, secara sadar atau tidak sadar (karean terdapat juga guru-guru bergaya pegawai bank ini sesungguhnya beritikad baik, namun tidak menyadari bahwa mereka sedang bekerja untuk tujuan dehumanisasi), tidak memahami bahwa pengetahuan yang mereka tanamkan berisi kontradiksi dengan realitas. (Freire, 1984 : 56)

Permasalahan yang dilahirkan melaui metode pendidikan gaya bank yang tidak sesuai dengan prsoses gerakan pembebasan yang humanis menuntut adanya pola pendidikan yang bersifat humanis dan suatu proses pembebasan yang melahirkan kesadaran kritis. Menurut Paulo freire bahwa hanya dialoglah yang mununtut adanya pemikiran kritis, yang mampu melahirkan pemikiran kritis.2

2

Dialog adalah bentuk perjumpaan diantara sesama manusia, dengan perantara dunia, dalam rangka menamai dunia. (Freire; hal 77)

Tanpa dialog tidak aka ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. Pendidikan yang mampu mengatasi kontradiksi antara guru-murid berlangsung dalam suatu situasi dimana keduanya mengarahkan laku pemahaman mereka kepada obyek yang mengantarai keduanya. Karena itu, sifat sifat dialogis dari pendidikan sebagai praktik pembebasan tidak dimuali ketika


(48)

guru-yang-murid berhadapan dengan murid-yang-guru dalam suatu situasi pendidikan, tetapi ketika yang pertama tadi terlebih dahulu bertanya kepada diri sendiri tentang apa dialog yang akan dilakukan dengan pihak yang pertama. Dan perenungan tentang isi dialog itu adalah sesungguhnya perenungan tentang isi program pendidikan. (Freire, 1984 : 84)

Permasalahan mengenai pendidikan yang telah tersistematis, akan dibahas pada analisis hubungan ekonomi didalam pendidikan. Proses kapitalisme yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia membawa proses anti keadilan bagi seluruh masyarakat. Kapitalisme, dengan disangga oleh hubungan dua kelas utama (buruh dan kapitalisme), adalah system penidasan terhadap masyarakat. Pendidikan dalam kapitalisme juga akan memperoses suatu generasi dimana pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan juga akan mendukung terjadinya penindasan itu. Prisnsip marxisme yang dikaitkan dengan masalah pendidikan akan menunjukkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses historis dalam kehidupan manusia ditentukan oleh perkembangan masyarakat yang ditentukan oleh kondisi material ekonomis yang berkembang. Marx menempatkan pendidikan pada wilayah struktur atas (superstruktur) yang disangga (ditentukan) oleh ekonomi (hubungan produksi dan alat-alat produksi) sebagai struktur bawah (basis struktur) yang merupakan suatu fondasi perkembangan masyarakat. Karena pendidikan juga merupakan proses dimana filsafat, ide(ologi), agama, dan seni diajarkan. Maka pendidikan adalah media sosialisasi pandangan hidup dan kecakapan yang harus diterima pada masyarakat (terutama anak-anak). (Soryomukti, 2008 : 74)

Mengenai metode pendidikan dalam menjalankan proses penyadaran, gagasan Herbert Marcuse terkait erat dengan proyek institut, yakni formatio aspek


(49)

subjektif untuk melakukan revolusi sosial. Menurut proyek tersebut, aktivitas ilmiah dan proses penyadaran melampaui baik ruangan sekolah maupun penjejalan materi pelajaran dan pengetahuan ilmiah ke dalam kepala murid. Pendidikan Marcusian merupakan proses peruntuhan (dekonstruksi), pembangunan ulang (rekonstruksi) dan pengarahan kembali (reorientasi) pikiran dan pancaindra (Saeng, 2012: 309).

Pendidikan secara menyeluruh harus digunakan untuk menciptakan tatanan yang sesuai bagi hakikat manusia, yaitu tatanan dimana kontradiksi berupa hubungan produksi yang eksploitatif (kapitalisme) digantikan dengan hubungan produksi yang setara, yang sering sekali disebut Marx dan pengikutnya sebagai sosialisme. Pendidikan untuk menciptakan dan mempertahankan sosialisme, sebagai jalan pembebasan manusia, dengan demikian harus demokratis, menciptakan kondisi anak-anak didik yang benar-benar bebas, rasional, aktif, dan independen. (Soryomukti, 2008 : 103) Tidak adanya penghisapan dalam hubungan ekonomi diharapkan akan membuat kerja yang dilakukan bukan semata-mata untuk memenuhi suatu hal yang terpaksa atau hanya karena kebutuhan primer seperti makan. Seperti kata Marx, bahwa manusia punya karakter solidaritas, estetis, yang hidup untuk memperjuangkan keindahan hubungan dan memproduksi sesuatu yang lebih dari memenuhi kebutuhan tubuhnya, karena memang manusia adalah keberadaan yang tinggi disbanding binatang. (Marx, Manuskrip Ekonomi dan

Filsafat, dalam Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, serta dalam Soryomukti,

2008 : 103) oleh karena itu, bahwa manusia pada hakikatnya lebih mnginginkan kebebasan yang salah satunya lahir dari kesadaran kritis.


(50)

2.2. Pengembangan Masyarakat

2.2.1. Pengertian dan Konsep Pengembangan Masyarakat

Community development adalah proses dimana usaha masyarakat bertemu dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kondisi, baik kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Arthur Durkheim juga menyatakan bahwa community development adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan sosial seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2005: 30).

Irwin Sanders mengatakan bahwa community development merupakan program dan aktifitas atau kegiatan community organizing, dan juga community development merupakan sebagian dari pembangunan ekonomi masyarakat. Jadi menurut Irwin Sanders, community development merupakan gabungan antara community organizing dan economic development atau pembangunan ekonomi. Unsur-unsur community development yang diambil dari community organizing merupakan masalah-masalah mengenai kesejahteraan sosial dan pendidikan sosial bagi orang-orang dewasa (adult education) yang diberikan dalam bentuk pendidikan non-formal. Sedangkan unsur-unsur yang diambil dari economic development merupakan perencanaan dibidang ekonomi dan juga aspek-aspek kolektivitas untuk meningkatkan pengembangan tingkat pendapatan dimana tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial (Irwin Sanders dalam Agus Suriadi, 2005: 31).


(51)

Salah satu aspek penting dari proses pengembangan masyarakat adalah bahwa proses tersebut tidak dapat dipaksakan. Agar proses bejalan dengan baik, diperlukan langkah yang natural untuk memulainya, dan untuk mendorong proses tersebut menyelaraskan dengan langkah tersebut. Maka dari itu langkah proses dari pengembangan masyarakat ialah bahwa proses merupakan milik masyarakat, bukan milik pekerja sosial. Dengan demikian, proses harus berjalan sesuai dengan langkah masyarakat yang tidak mungkin menjadi langkah yang diinginkan oleh pekerja masyarakat. Hal ini merupakan hasil yang alamiah dari gagasan penegmbangan organik, dimana pendekatan organis untuk melihat perubahan terjadi pada beberapa dimensi, melalui proses pengembangan yang bertahap bukan perubahan radikal yang dipaksakan (Tesoriero & Ife, 2008: 357).

Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal sosial, memperkuat interaksi sosial dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi sosial. Pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang baik dan langgeng ingin dicapai (Putnam, 1993; Tesoriero & Ife, 2008: 363).

Dalam menjalankan metode community development, komponen yang harus diingat adalah :(Agus Suriadi, 2005: 32)

1. Adanya partisipasi masyarakat terhadap program yang diberikan.

2. Metode community development dapat dilengkapi dengan cara memberikan keputusan-keputusan atau kepentingan-kepentingan yang


(1)

JAWABAN RESPONDEN TERHADAP

PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT SERIKAT PETANI INDONESIA DI DESA MEKAR JAYA

KECAMATAN WAMPU LANGKAT (VARIABEL X)

1 1 4 3 3 4 2 2

2 3 3 4 4 4 2 2

3 3 2 3 3 2 2 3

4 3 3 2 2 2 2 2

5 4 3 3 4 4 2 2

6 4 3 3 3 4 2 2

7 4 2 4 3 2 3 3

8 4 3 2 3 4 2 2

9 3 3 4 3 4 2 3

10 4 2 3 3 4 3 2

11 4 4 3 3 4 3 2

12 1 2 2 4 4 2 2

13 4 3 3 3 4 2 2

14 1 2 3 3 4 2 2

15 3 3 4 3 4 2 2

16 3 3 3 3 4 2 2

17 4 3 3 3 2 2 2

18 1 2 3 3 4 2 2

19 3 3 3 3 2 2 3

20 4 2 3 3 4 3 2

21 4 4 4 4 2 2 2

22 4 2 3 2 2 2 2

23 3 2 3 2 4 3 2

24 3 2 3 2 2 3 2

25 4 2 4 3 4 2 3

26 4 3 2 2 2 2 3

27 4 3 3 2 4 2 2

28 3 3 2 3 4 3 2

29 3 3 2 3 4 2 3

30 4 2 3 4 2 2 2

31 3 3 3 2 4 2 2

32 4 3 3 4 4 2 2

33 4 3 3 3 4 2 2

34 1 4 3 3 4 2 2

35 4 3 4 3 4 2 2


(2)

37 3 3 4 4 4 2 2

38 1 2 4 4 4 3 2

39 3 2 3 3 2 2 2

40 4 3 3 3 4 2 2

41 4 3 3 3 2 2 2

42 4 2 3 3 4 2 2

43 4 2 4 3 4 2 2

44 3 3 4 4 4 2 2

45 3 2 3 4 4 2 2

46 4 2 3 2 4 2 2

47 4 3 3 3 4 2 2

JAWABAN RESPONDEN TERHADAP

KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI DI DESA MEKAR JAYA KECAMATAN WAMPU LANGKAT

(VARIABEL Y)

1 4 2 4 4 2 3 4 2 3 4 3 3 4 1 3 3

2 4 3 4 4 2 4 4 1 3 3 2 2 4 4 3 4

3 3 2 4 4 2 3 3 2 3 4 2 3 4 1 3 3

4 4 2 4 3 2 4 4 2 3 3 2 2 3 1 2 3

5 4 3 4 4 2 4 4 2 3 3 3 3 3 4 3 4

6 3 3 4 4 2 4 3 3 4 4 3 3 4 1 3 3

7 3 2 4 3 2 4 4 2 3 4 2 3 3 4 3 4

8 4 2 4 4 3 3 4 2 3 3 2 2 4 3 3 4

9 4 2 4 3 2 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4

10 3 3 4 4 2 4 3 2 3 3 2 3 4 4 3 4

11 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4 4 4

12 3 2 3 3 2 4 4 2 3 3 3 3 3 1 2 3

13 4 3 4 4 2 4 4 2 3 3 3 3 4 1 3 3

14 3 3 4 4 2 4 4 1 3 3 2 3 3 1 2 3

15 4 2 4 4 3 3 3 1 4 4 2 2 4 4 3 3

16 3 2 4 4 2 4 4 2 3 3 2 2 4 4 3 3

17 4 3 3 3 2 4 4 2 3 3 3 3 3 1 3 3

18 4 3 4 4 2 3 4 2 3 3 2 2 3 1 3 3

19 4 2 4 4 2 4 3 2 3 2 3 2 3 1 2 3

20 3 3 4 3 2 4 4 3 3 3 2 3 4 4 3 3

21 3 3 4 4 2 4 3 2 4 3 2 3 4 4 3 3

22 4 2 4 3 4 3 3 1 3 3 3 2 3 1 3 3

23 3 3 4 4 2 4 4 2 3 4 2 2 3 1 3 3

24 4 2 4 4 2 4 4 2 3 3 2 3 4 1 3 3


(3)

26 3 3 4 3 2 4 4 1 4 3 2 3 3 1 3 3

27 4 2 4 4 3 3 3 2 3 3 2 2 4 1 2 3

28 4 3 4 4 2 4 4 2 3 3 2 3 4 1 3 3

29 4 3 4 3 2 4 4 2 3 4 2 3 4 1 2 3

30 3 3 4 4 2 4 3 2 4 3 2 3 4 1 2 3

31 3 2 4 4 2 4 3 2 3 3 3 2 3 1 3 3

32 4 3 4 3 2 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4

33 4 2 4 4 2 4 3 1 3 3 3 3 3 4 3 4

34 3 2 4 4 2 4 4 1 3 4 3 3 3 1 2 3

35 4 3 4 4 2 4 4 2 3 3 2 3 3 4 3 4

36 4 3 4 3 2 4 4 2 3 3 2 2 4 4 3 4

37 4 2 4 4 4 3 4 2 4 3 2 3 3 3 3 4

38 4 3 4 4 2 4 3 1 3 4 2 2 3 1 3 3

39 3 3 4 3 2 4 4 1 3 3 3 2 3 1 2 3

40 3 2 4 4 2 4 4 2 3 3 3 3 4 4 2 3

41 4 3 4 4 2 3 4 1 4 3 2 2 3 1 3 3

42 3 3 3 3 2 4 4 2 3 3 2 3 4 1 3 3

43 4 2 4 4 3 4 3 2 3 3 3 3 4 1 2 3

44 4 3 4 4 3 4 4 2 3 4 3 3 3 4 3 4

45 3 2 4 4 2 4 4 2 4 3 2 3 4 1 3 3

46 4 2 4 3 2 4 4 2 3 3 2 2 4 1 2 3

47 4 3 4 4 2 4 4 2 3 3 3 3 3 1 3 3

KALKULASI VARIABEL X DAN Y

X Y X² Y² XY

1 19 49 361 2401 931

2 22 51 484 2601 1122

3 18 46 324 2116 828

4 16 44 256 1936 704

5 22 53 484 2809 1166

6 21 51 441 2601 1071

7 21 50 441 2500 1050

8 20 50 400 2500 1000

9 22 52 484 2704 1144

10 21 51 441 2601 1071

11 23 55 529 3025 1265

12 17 44 289 1936 748

13 21 50 441 2500 1050

14 17 45 289 2025 765

15 21 50 441 2500 1050

16 20 49 400 2401 980

17 19 47 361 2209 893

18 17 46 289 2116 782


(4)

20 21 51 441 2601 1071

21 22 51 484 2601 1122

22 17 45 289 2025 765

23 19 47 361 2209 893

24 17 48 289 2304 816

25 22 55 484 3025 1210

26 18 46 324 2116 828

27 20 45 400 2025 900

28 20 49 400 2401 980

29 20 48 400 2304 960

30 19 47 361 2209 893

31 19 45 361 2025 855

32 22 54 484 2916 1188

33 21 50 441 2500 1050

34 19 46 361 2116 874

35 22 52 484 2704 1144

36 21 51 441 2601 1071

37 22 52 484 2704 1144

38 20 46 400 2116 920

39 17 44 289 1936 748

40 21 50 441 2500 1050

41 19 46 361 2116 874

42 20 46 400 2116 920

43 21 48 441 2304 1008

44 22 55 484 3025 1210

45 20 48 400 2304 960

46 19 45 361 2025 855

47 21 49 441 2401 1029


(5)

(6)

CURRICULUM VITAE Nama : Randa Putra Kasea Sinaga

NIM : 080902051

Dept. : Ilmu Kesejahteraan Sosial T./ T. Lahir : Medan, 04 Desember 1990

Alamat : Jalan Pang Lima Denai, Gang Komar, Nomor 5A Medan. Agama : Islam


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemekaran Daerah Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Paropo Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi

2 48 108

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

0 1 14

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

0 0 2

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

0 0 21

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

1 7 50

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

0 0 5

Pengaruh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

0 0 6

Pengaruh Lembaga Keuangan Petani Terhadap Sosial Ekonomi Anggota Serikat Petani Indonesia di Desa Seilitur Tasik Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 16

Pengaruh Lembaga Keuangan Petani Terhadap Sosial Ekonomi Anggota Serikat Petani Indonesia di Desa Seilitur Tasik Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 2

Pengaruh Lembaga Keuangan Petani Terhadap Sosial Ekonomi Anggota Serikat Petani Indonesia di Desa Seilitur Tasik Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 12