1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu dari berbagai teori perubahan sosial, teori pembangunan pada dewasa ini telah menjadi mainstream dan teori yang paling dominan
mengenai perubahan sosial. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial ialah fenomena yang luar biasa, karena sebuah gagasan dan teori begitu
mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global, yakni bahkan seakan menjanjikan harapan baru untuk memecahkan masalah-masalah
kemiskinan dan keterbelakangan bagi terkhusus di negara-negara dunia ketiga Fakih, 2001 : 11. Akan tetapi pada realitanya paradigma pembangunan yang telah
terdiskursus, telah membawa kondisi sosial dan ekonomi negara-negara tersebut dalam arah pembangunan yang masih diarahkan dengan lebih tertuju pada
pertumbuhan ekonomi secara liberalisasi. Pada dampaknya, kondisi sosial ekonomi menjadi keropos dan negara tidak mampu memenuhi hak sebagian besar rakyatnya
untuk hidup layak dan bermartabat. Dewasa ini kita menyaksikan suatu peristiwa krisis pembangunan.
Kapitalisme di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan pembangunan dan keberhasilan kapitalisme tengah mengalami kebangkrutan.
Banyak orang yang meramalkan bahwa era saat ini sebagai berakhirnya era developmentalisme, suatu proses perubahan sosial paska Perang Dunia Kedua yang
dibangun diatas landasan paham modernisasi telah menuju babak akhir. Krisis terhadap pembangunan yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan bagian dari
Universitas Sumatera Utara
2
krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Secara umum terdapat suatu gejala yang menunjukkan di satu pihak semakin dominannya
paradigma mainstream yang berakar pada paradigma dan teori klasik dan modernisasi. Namun, di pihak lain juga muncul gejala lain yakni semakin
menguatnya peran organisasi non-pemerintah dan gerakan sosial secara global, serta bangkitnya masyarakat sipil civil society Fakih, 2001 : 199.
Fenomena yang terjadi sedemikian rupa merupakan reaksi dari kondisi yang dirasakan masyarakat terhadap arah pembangunan yang dilaksanakann oleh
individu, kelompok, ataupun institusi yang memiliki kekuasaan terhadap arah pembangunan. Analisis teori Gramsci yang mendeskripsikan tentang suatu keadaan
tertekan dari psikologis masyarakat akibat dari efek langsung terjadinya gesekan horizontal maupun vertikal kepada representasi dari kelompok borjuasi yang
memiliki otoritas dan legitimasi terhadap satu institusi masyarakat yang terstruktur. Ketika institusi ini coba menghegemoni fisik dan kesadaran dari masyarakat maka
dari itu harus ada perlawanan dari hegemoni yang dominan tersebut. Pada historisnya, manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan juga sebagai
bagian dari gerakannya, telah melahirkan berbagai lembaga dan mekanisme pada kondisi yang berbeda daerah, suku, keluarga, tempat ibadah, dan negara dengan
peranan-peranan penting yang dimainkan dalam proses tersebut, yang juga seringnya terjadi dalam bentuk kombinasi. Setiap lembaga sudah memiliki suatu
peran dominan dalam memenuhi kebutuhan, akan tetapi dengan berubahnya masyarakat, tiap-tiap lembaga telah terbukti tidak memadai kebutuhan-kebutuhan
didalam kondisi yang baru, walaupun masing-masing masih menyisakan peran yang semakin kecil dalam waktu-waktu berikutnya. Krisis yang terjadi pada negara
Universitas Sumatera Utara
3
hanya sekedar salah satu dari berbagai transisi historis, dimana negara adalah sebagai tempat menaruh harapan yang sangat besar oleh masyarakatnya. Tetapi
yang terjadi ialah suatu pendemonstrasian akan ketidaksanggupan negara pada saat berbagai bentuk-bentuk baru dari struktur-struktur sosial, ekonomi, dan politik.
Dari pandangan ini, maka alternatif provisi sosial yang mungkin diterapkan yang akan konsisten dengan orde sosial dan ekonomi menjadi suatu pertanyaan.
Dimana banyak dari alternatif kebijakan yang merupakan bentuk terdahulu dan masih dianggap sebagai kontemporer yaitu prinsip pasar dan keluarga. Akan tetapi
pada realitanya keterbatasan dari kedua ini telah menjadi jelas dalam sistem sosial dan ekonomi. Dimana pasar membuktikan ketidaksanggupannya memenuhi
kebutuhan manusia secara adil Rees, Rodley, stilwell, 1993; Evatt Research Centre, 1991, dan keluarga terus-menerus dibawah tekanan dan semakin
terfragmentasi jamrozik sweeny, 1996; Batten, Week Wilson, 1991; terdapat suatu krisis dalam institusi keluarga kontemporer yang membutanya sama sekali
tidak mampu memenuhi permintaan akan perawatan sosial karena beberapa kelompok malahan berupaya membebaninya. Maka dari pemahaman ini, terjadi
peningkatan minat pada program-progaram berbasis masyarakat sebagai sebuah modal alternatif untuk penyampaian layanan-layanan kemanusiaan dan untuk
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia secara adil Shragge, 1990; Tesoriero Ife, 2008 : hal 25.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, maka selain aparat pemerintah governmental organization juga terlibat berbagai organisasi non pemerintah non-
governmental organization. Organisasi non pemerintah ini merupakan wadah dari sekumpulan orang yang ingin ikut berkontribusi dalam upaya pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
4
Dalam kontribusinya pada kegiatan pembangunan, organisasi non pemerintah mempunyai kecenderungan dalam kemampuannya untuk lebih menerapkan
pendekatan yang partisipatif. Hal ini disebabkan antara lain karena sifat organisasi non pemerintah yang tidak terlalu birokratis, sehingga mempunyai kemampuan
untuk membuat penyesuaian dengan situasi dan kondisi. Dalam pembahasan mengenai organisasi non pemerintah ini akan dibahas mengenai ruang lingkup dan
peran organisasi non pemerintah, potensinya dan kegiatan kegiatannya. Masyarakat Indonesia betapapun mereka hidup sederhana, telah
mengembangkan mekanisme dalam upaya memenuhi kebutuhan, menjangkau sumber dan pelayanan serta berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
Mekanisme tersebut dilembagakan dalam sebuah wahana yang berupa organisasi. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa keberadaan organisasi yang telah tumbuh
dan berkembang pada masyarakat lokal, telah menjadi alternatif mekanisme pemecahan masalah. Organisasi yang ada di masyarakat memperlihatkan ciri-ciri,
seperti egalitarianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, keterbukaan partisipasi bagi seluruh anggota, penegakan hukum dan keadilan,
toleransi dan pluralisme serta mengembangkan musyawarah. Ciri-ciri organisasi lokal ini telah mengakomodasi unsur hak asasi manusia dan demokratisiasi pada
tingkat lokal. Karena itu, apabila berbagai ciri yang melekat pada organisasi lokal ini dapat dipertahankan, akan semakin memperkuat ketahanan sosial masyarakat
dalam nuansa pluralism Edward Thamrin, dalam Jurnal Pemberdayaan Peranan Organisasi Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya seseorang hanya akan bersedia masuk kedalam suatu organisasi apabila kebutuhan organisasi dirasakan sama kebutuhan orang itu,
Universitas Sumatera Utara
5
seperti apa yang disampaikan oleh james D.Mooney 1947 bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama
Sutarto, 1984: 22. Dari penjelasan tersebut, dapat juga digambarkan bahwasanya faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan
tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas berdiri sendiri, melainkan saling kait merupakan suatu kebulatan. Walaupun dalam tujuannya
dominan dilatarbelakangi rasa keinginan untuk dapat mencapai kebutuhan- kebutuhan sebagai makhluk hidup manusia, seperti apa juga yang menjadi konsep
dari community organization yang disampaikan Murray G. Ross dimana dibutuhkan suatu proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-
kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan- kebutuhan, juga menemukan sumber-sumber baik sumber informal dari
masyarakat sendiri maupun sumber eksternal dari luar masyarakat agar masyarakat dapat meningkatkan dan mengembangkan sikap-sikap dan praktek-
praktek cooperative didalam masyarakat. Program dan aktifitas atau kegiatan pengorganisasian masyarakat dan sebagian dari pembangunan ekonomi masyarakat
merupakan konsep dari pengembangan masyarakat Irwin Sanders. Community Organizing atau pengorganisasian komunitas bukanlah hal
baru. Selain banyak diterapkan dalam kerja-kerja pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, community organizing juga menjadi strategi penting
gerakan sosial. Sampai saat ini, kerja-kerja pengorganisasian rakyat atau pengorganisasian komunitas banyak dijadikan acuan oleh pekerja sosial.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dianggap masih paling efektif
Universitas Sumatera Utara
6
dibandingkan cara-cara lain yang tak memberi peluang terbangunnya kemandirian dan pembebasan rakyat.
Suatu alasan kenapa harus beralih kepada pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah dikarenakan sebgai suatu bentuk alternatif dari
pada bentuk-bentuk pelayanan kemanusiaan yang lebih konservatif dalam penanganan masalah sosial kontemporer, seperti pengangguran, kemiskinan,
penyakit mental, dan lain-lain yang belum terpecahkan. Meskipun telah dilakukan upaya-upaya oleh pembuat kebijakan, ilmuwan sosial dan pelaku dan profesional
layanan kemanusiaan, akan tetapi permasalahan-permasalahan tetap sangat sulit diselesaikan secara radikal. Dimana permasalahan-permasalahan tersebut
disebagian besarnya disebabkan oleh basis struktural dari masalah-masalah tersebut, walaupun dari perspektif ini tidaklah mengejutkan apabila masalah-
masalah tersebut tidak dapat dipecahkan, sedangkan struktur dasar dari masyarakat kontemporer tetap saja utuh. Disisi lain, masyarakat yang dikalahkan oleh sistem
pasar masih tetap saja dirindukan pada kondisi keadilan masyarakat. Suatu kontradiksi yang terjadi dari permasalahan-permasalahan yang
dihadapi bangsa Indonesia ini seakan belum banyak dipahami oleh masyarakat itu sendiri untuk sampai memahami determinasi pokok atas permasalahan yang ada.
Karena pemahaman dan penyadaran inilah yang dibutuhkan dalam suatu gerakan yang terideologi agar masyarakat itu sendiri yang menentukan arah gerakannya,
yang memang suatu bentuk gerakan yang tertuju pada keinginan rakyat itu sendiri dan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Hal
tersebut juga ialah bagian dari konsep pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam prosesnya, dimana para pekerja sosial pada pengorganisasian
Universitas Sumatera Utara
7
dan pengembangan masyarakat terlebih dahulu harus mampu memancing pemahaman masyarakat itu sendiri atas kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-
permasalahan yang mereka hadapi. Maka seorang Community Organizer harus menentukan pilihan yang jelas dan tegas untuk berpihak kepada rakyat yang
tertindas atau menentang seutuhnya. Karena proses pengorganisasian tidak netral, sarat dengan pilihan-pilihan nilai, mengandung sejumlah azas, prinsip keyakinan
dan pemahaman tentang rakyat dan bagaimana agar keadilan, perdamaian dan hak- hak asasi manusia ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan rakyat.
Di Indonesia, aktifitas CO sudah dilakukan sejak lama. Pada jaman pergerakan nasional muncul tokoh-tokoh utama yang melakukan proses
pengorganisasian masyarakat untuk tujuan membangun perjuangan rakyat. Sebut saja Haji Misbach di Surakarta, yang mampu melancarkan aksi-aksi pemogokan
sebagai bentuk penentangan terhadap kedzaliman penjajahan Belanda. Pada saat itu, proses Community Organizing berujung pada pembentukan organisasi
kerakyatan sebagai simbol perlawanan dan symbol perjuangan kaum kecil. Namun, proses CO ini mengalami kemunduran setelah Indonesia merdeka.
Ketika ditelaah kembali, Indonesia memiliki ideologi pancasila dimana terdapat lima sila yang menjadi cita-cita bangsa yang diantaranya terdapat sila
kelima yang menyatakan dengan jelas bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam prosesnya, terindikasi bahwa adanya suatu proses liberalisasi
yang berjalan dalam perekonomian Indonesia. Hal ini makin diperjelas pada saat Suharto baru berkuasa di Indonesia dengan lahirnya undang-undang Penanaman
Modal Asing di tahun 1967, dimana investasi asing akan leluasa dalam menguasai sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia termasuk dalam bidang
Universitas Sumatera Utara
8
pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perairankelautan. Walaupun dengan jelas hal tersebut telah mengkhianati apa yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat 2 Undang-
Undang Pokok Agraria UUPA yang menyatakan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh negara. Pasal 1 ayat 2 UUPA ini juga diperkuat secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 pasal 33 ayat 3, yang berbunyi, Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pada dasarnya Indonesia adalah negara yang punya ciri dan karakteristik agraris, maka oleh karena itu sudah selayaknya pembangunan agrarian dijadikan
sebagai tulang punggung pembangunan Bangsa dan Negara. Namun pada kenyataannya kebijakan pembangunan negara lebih diarahkan kepada
pembangunan yang sangat tidak sesuai dengan cirri dan karakteristik bangsa Indonesia. Arah pembangunan yang hanya sesuai dengan semangat kapitalisme itu
telah mengakibatkan kemunduran dan kehancuran peradaban petani secara khusus, dan kehancuran peradaban bangsa dan negara secara keseluruhan.
Proklamator Indonesia yaitu Ir.Soekarno pernah berkata, JAS MERAH jangan sekali-kali melupakan Sejarah. Wilayah Indonesia pernah mengalami
penjajahan oleh beberapa bangsa asing secara silih berganti, dan karena itu kebijakan-kebijakan mengenai masalah agraria yang pernah ada juga berubah-ubah
sesuai jamannya. Walaupun Belanda datang lebih dahulu, namun perhatian untuk mengatur formallegal masalah agraria dapat dikatakan baru dimulai pada masa
singkat pemerintah Inggris 1811-1816, yaitu ketika Rafless melancarkan teori domein. Dimana ciri utama kebijakan agraria pada masa itu adalah bahwa
Universitas Sumatera Utara
9
kebijakan tersebut didasarkan atas, atau bertujuan untuk menarik pajak bumi Iandrente, dengan dalil bahwa tanah adalah milik raja. Karena ukuran besarnya
pajak didasarkan atas hasil bumi sesuai dengan luas pemilikan tanah, maka batas- batas pemilikan itu harus jelas. Petani diwajibkan menyerahkan dua perlima dari
hasil buminya. Setelah pemerintahan kembali ke tangan belanda, ketentuan tersebut tetap berlanjut hingga kemudian dirubah mulai tahun 1830 ketika Gubernur
Jenderal Van den Bosch melancarkan kebijakan berupa system tanah paksa, dimana setiap seluas seperlima tanah petani wajib ditanami dengan tanaman-
tanaman yang dikehendaki pemerintah dan jadi milik pemerintah yang akan diekspor. Hingga masuk pada jaman liberal di masa kolonial dapat dikatakan
bermula sejak diberlakukannya Undang-Undang Agraria 1870 yang membuka kesempatan bagi para pemilik modal swasta untuk menanamkan modalnya dan
mengusahakan tanaman perkebunan Gunawan Wiradi, 1998: 3. Sejarah tersebut telah jelas menggambarkan bentuk dari feodalisasi dan imperialisasi dalam
kolonialisasi telah melahirkan ketidakadilan kepada petani secara konteks masyarakat. Akan tetapi Negara Indonesia seakan lupa terhadap sejarah bangsanya
dan tidak belajar untuk keluar dan menuju negara yang mensejahterakan rakyatnya. Bahkan masuknya neoliberalisme ke Indonesia adalah bentuk yang memperjelas
keberadaan neokolonialisasi pada rakyat Indonesia, dimana proses keberlangsungan bangsa Indonesia pada saat ini tidak berbeda jauh dari apa kondisi
sebelum kemerdekaan dimiliki oleh Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk
Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Sekitar 46 persen rakyat Indonesia terserap di sektor ini, dan dari sembilan sektor yang ada, sektor pertanian
Universitas Sumatera Utara
10
adalah sektor penyumbang upah terbesar dari kontribusinya terhadap PDB yaitu sebesar 47.8 persen. Sementara itu sektor lainnya seperti pertambangan, listrik, gas
dan air, serta sektor keuangan dan jasa hanya menyumbangkan pengembalian berupa upahpendapatan masing-masing sebesar 5,6 persen, 21,67 persen dan 7,55
persen dari GDP yang disumbangkan BPS,2009. Hal terseburt telah menggambarkan bahwa sumber ekonomi dan sosial
penduduk sangat tergantung pada tata produksi dan hasil-hasil pertanian. Selain berfungsi sebagai penjamin kedaulatan pangan bangsa, sektor ini juga telah
menjadi tulang punggung kekuatan ekonomi nasional. Dengan demikian, persoalan pertanian sesungguhnya merupakan masalah pokok bagi masyarakat Indonesia.
Masalah pertanian merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Akan tetapi
dari adanya penguasaan modal asing dalam sektor industri hasil olahan pertanian dan perkebunan yang menjadi wujud nyata dari liberalisasi seperti adanya UU
PMA Penanaman Modal Asing yang mengakibatkan ekonomi rakyat tidak mendapatkan kekuatan untuk dapat bersaing.
Permasalahan tersebut makin diperlebar pada saat pemerintahan orde kepresidenan Soeharto mencetuskan dengan apa yang dinamakan revolusi hijau
yang dijadikan sebagai program nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional secara mandiriswasembada. Revolusi hijau yang berintikan pada
intensifikasi ini membuat pertanian menjadi seragam dengan menggunakan benih- benih unggul HYV, pestisida, dan pupuk kimia. Melalui program intensifikasi
pertanian inilah perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam benih, pupuk, dan pestisida menanamkan investasinya Ya’kub, 2007: 16. Hal inilah yang pada
Universitas Sumatera Utara
11
akhirnya membawa dampak buruk terhadap struktur ekonomi, sosial budaya, demografi, dan struktur penguasaan sumber agraria. Dalam struktur ekonomi
revolusi hijau telah membawa ketimpangan dalam kecepatan pertumbuhan ekonomi yang akhirnya menimbulkan polarisasi asset. Hal ini berimbas pada
struktur sosial yang menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan dan penguasaan lahan antar kelompok yang semakin menajam dan semakin
meningkatkan potensi konflik serta melumpuhkan etika kehidupan sosial di desa. Pada dewasa ini, konflik agrarian yang sering terjadi di tengah-tengah
masyarakat tani jelas sangat merugikan para petani. Salah satu penyebab konflik agraria adalah ketidakadilan dalam struktur penguasaan dan pemilikan terhadap
sumber-sumber agraria. Berbagai kebijakan Negara dan pengaruh ekonomi global menyebabkan petani semakin banyak kehilangan tanahnya, dimana terdapat ada
25 petani memiliki 74,8 lahan dengan luas 1-5 ha. 75 sisanya hanya menguasai 25,8 lahan dengan luas 0,1-0,99 ha KPA, 2002. Masih bertahannya
feodalisasi yang dimana hubungan produksi yang dibangun ialah hubungan antara tuan tanah dan kaum tani yang memiliki hukum ekonomi pokok dengan bentuk
penghisapan melalui sewa tanah antara tuan tanah dengan kaum tani. Kondisi hubungan produksi tersebut telah membawa akibat yang sangat menyulitkan kaum
tani untuk membayar sewa tanah, dimana kondisi tersebut juga melahirkan kaum rentenis kaum riba yang pada akhirnya kaum tani dihisap bukan hanya dari tuan
tanah an sich, tetapi oleh pedagang perantara dan kaum rentenis Paris Script, Materialisme Dialektika Historis: 56. Penguasaan atas perkebunan, kehutanan,
pertambangan saat ini hanya didominasi segelintir individu dan perusahaan- perusahaan besar nasional dan asing seperti London Sumatera, Exxon, New mont,
Universitas Sumatera Utara
12
Freeport, Caltex dan lainnya yang luasnya hingga mencapai jutaan hektar. Situasi tersebut telah mendorong timbulnya ribuan konflik-konflik yang bersandar kepada
perebutan penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan kepemilikan atas sumber- sumber agraria, baik yang sifatnya vertikal, horizontal maupun gabungan antara
keduanya. Umumnya konflik yang terjadi selalu mengakibatkan kerugian bagi petani, masyarakat adat ataupun yang termarjinalkan lainnya Kata pengantar oleh
Henry Saragih dalam buku Ya’kub, Achmad, Konflik Agraria, Jakarta, 2007: vii. Kondisis liberalisasi ekonomi di Indonesia diperjelas dengan bergabungnya
Indonesia menjadi anggota organisasi perdagangan dunia WTO pada tahun 1995. Sejak itu pemerintah Indonesia langsung melakukan liberalisasi terhadap seluruh
sumber daya alam Indonesia dengan melakukan inisiatif melaksanakan metode baru perjanjian perdagangan. Perjanjian ini dilaksanakan dalam bidang bilateral
dan regional yang kemudian dikenal dengan perjanjian perdagangan bebas FTA. TABEL 1
Daftar Perjanjian Perdagangan Bebas No Name of FTA
Status 1
ASEAN Free Trade Agreement AFTA Agreed
2 Indonesia – Japan EPA
Agreed 3
ASEAN – Korea FTA Agreed
4 ASEAN – China FTA
Agreed 5
ASEAN – India FTA On Negotiation
6 ASEAN – Australia, New Zealand FTA
On Negotiation 7
ASEAN – EU FTA On Negotiation
8 Indonesia – USA FTA
Pre-Negotiation 9
Indonesia – EFTA Swiss, Leichestein, Norwegia, Islandia
Join Study Group Source: Institute for Global Justice IGJ, 2008
1
1
Dikutip dari makalah SPI pada pertemuan La Via Campesina, Korea Selatan 2008
Universitas Sumatera Utara
13
Tidak hanya pada era Soeharto sebgai presiden Republik Indonesia, setelah bangsa Indonesia memasuki era Reformasi juga masih jelas memperlihatkan
keberpihakan negara terhadap proses neoliberalisasi ekonomi dalam wujud perdaganagan bebas dengan mebuat undang-undang yang sesuai atas katalisator
perdagangan bebas. Undang-undang tersebut memenuhi tigal pilar neoliberalisme yang dikenal dengan nama: liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Berikut ini
adalah ketentuan tentang pertanian di Indonesia yang dibuat berdasarkan kepentingan neoliberalisme.
- Pada tahun 2000, pemerintah mengeluarkan UU perlindungan varietas
tanaman UU No. 292000. -
Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan UU privatisasi air UU No. 72004 UU yang melindungi perusahaan-perusahaan raksasa agar bisa
menguasai sumber daya air. -
Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan UU perkebunan UU No. 182004, UU kehutanan UU No. 192004 dan aturan pendukungnya.
Ketentuan-ketentuan ini bermaksud untuk memenuhi kepentingan perusahaan-perusahaan raksasa dan perusahaan-perusahaan kehutanan. Dalam
ketentuan ini, proses industri dan produk perkebunan diharuskan untuk memiliki kebunnya sendiri. Kebijakan ini telah melemahkan posisi tawar petani sejak
perusahaan diharuskan memenuhi kebutuhannya melalui perluasan perkebunan. Lebih jauh lagi ada batasan bagi petani yang tinggal disekitar lahan perkebunan-
perkebunan dan hutan. Dilarang memasuki lahan tersebut, petani bisa dikenakan tuduhan kriminal dan dituntut dengan berbagai pasal berdasarkan ketentuan
tersebut. Bukan hanya telah menghancurkan kekuatan petani yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
14
ekonomi rendah, akan tetapi hal tersebut juga jelas telah menghilangkan hak asasi manusia dari petani tersebut.
Pertanian bukan hanya sekedar suatu usaha ekonomi, tetapi lebih jauh dari itu bahwa usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri, karena mayoritasnya
manusia bergantung pada pangan dari hasil pertanian. Oleh karena itu, keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia sangat bergantung oleh kondisi pertanian itu
sendiri. Maka dari itu, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi petani merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan manusia itu sendiri.
Penciptaan proletariat adalah prasyarat lahirnya kapitalisme. Begitulah Marx beranalisis mengenai permulaan akumulasi primitif dengan agraria dan
dengan terlemparnya kaum tani. Asal-usul industri kapitalis adalah bagian dari cerita yang sama. Di Inggris pra-kapitalis, sebagian besar produksi non-pertanian
diselenggarakan dalam hubungan dengan pertanian di industri-industri rumah tangga pedesaan. Pengusiran kaum tani dari tanahnya punya beberapa dampak
yang kait-mengkait. Pertama, industri rumah tangga pedesaan rusak, menciptakan suatu jurang gap bagi produk industri kapitalis yang harus diisi. Pada waktu
bersamaan rusak pula pembuatan bahan produksi dari pertanian yang dulunya secara lokal dapat diperoleh, karena siap dijual. Kaum tani yang terpental dari
tanah dan desanya, kini jadi tenaga kerja untuk industri. Sedang mereka ynag bertahan di daerah pertanian kini harus bekerja penuh di pertanian dengan jam-
kerja lebih panjang dan kerja lebih intensif. Merekalah yang menyuplai surplus produksi pertanian guna memberi makan kelas pekerja kota yang baru itu Brewer,
1999: 125. Dimana analisis Marx tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi sistem sosial ekonomi pertanian di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
15
Keselamatan umat manusia sangat ditentukan oleh usaha pertanian yang menghasilkan bahan pangan. Melindungi dan memenuhi hak-hak petani merupakan
suatu keharusan untuk kelangsungan kehidupan itu sendiri. Namun kenyataannya pelanggaran terhadap hak asasi manusia bagi kaum petani sangat tinggi. Berbagai
pelanggaran terhadap hak-hak petani terus berlangsung sejak dahulu sampai saat ini. Akibat dari pelanggaran hak-hak asasi petani, kini ratusan juta kaum tani hidup
dalam keadaan kelaparan dan kekurangan gizi. Kelaparan dan kekurangan gizi tersebut disebabkan sumber-sumber pertanian banyak dikuasai segelintir
perusahaan transnational. Petani tidak lagi memiliki kebudayaan dalam mempertahankan dan memperjuangkan pertanian dan kehidupannya. Peran politik
dan ekonomi rakyat petani semakin terpinggirkan www.spi.or.id : 27102012 pukul 20.34 WIB.
Reaksi para petani yang ada untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hal agraria dapat dikatakan sangat begitu kompleks. Situasi agraria
yang tidak menentu ini diakibatkan begitu banyaknya sistem yang menyimpang dari kepentingan rakyat petani. Ini tercermin dari keberpihakan pemerintah sebagai
eksekutor negara kepada sistem kapitalisme yang memakai semangat modal, industrialisasi dan pasar. Kesemua hal itu mengakibatkan petani terpinggirkan oleh
persaingan yang ada di dalam ekonomi kapitalisme, yang malah akan menyeret para petani dalam arus persaingan modal. Maka tidak diherankan apabila
ditemukan para pekerja buruh tani bekerja di tanah yang sebelumnya mereka miliki.
Tanah yang merupakan sumber produksi absolute petani, tetapi kondisinya dimana rata-rata kepemilikan lahan oleh petani yaitu relatif sempit, yang
Universitas Sumatera Utara
16
mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak akan ekonomis. Mempertahankan keadaan demikian sama artinya dengan memperpendek
jangkauan pemikiran petani, sehingga makin menurunkan harkat hidupnya secara indivindu maupun sosial. Hal tersebut harus dihentikkan dengan mengenalkan
tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan tanah-tanah ke dalam satuan luas dengan skala ekonomi yang lebih menguntungkan. Karena kelembagaan
adalah wadah , aturan main atau mekanisme non pasar yang mengorganisasikan dan mengatur pengelolaan sumber daya agar memberi manfaat seperti yang
dikehendaki. Terkait dengan hal ini, mekanisme kelembagaan baru perlu disusun lebih luas untuk mempertahankan keberadaan lahan pertanian produktif dari
konversi ke penggunaan lahan lain Nugroho Dahuri, 2012: 194. Kebijakan pertanahan di Indonesia yang banyak memicu terjadinya
perlawanan rakyat petani sesungguhnya merupakan replikasi dan produk dari kebijakan Negara sejak jaman kolonial . artinya ada persoalan hukum terutama
hukum agrarian dalam penataan tanah yang hingga era Reformasi masih problematic sehingga sering memicu munculnya konflik pertanahan di masyarakat.
Problematika hukum itu terjadi dalam konteks terjadinya dualisme hukum, yakni hukum Negara dan hukum rakyat yang masing-masing memiliki dasar klaim
kebenaran dengan logikanya sendiri. Negara menempatkan hukum sebagai determinan struktur yang terekonstruksi dari wujudnya yang bersifat substantive ke
wujud yang lebih menekankan bentuknya yang formal. Dalam Negara seperti itu akan ditemukan proses-proses menuju birokratisasi pemerintah dan militer, dan ke
rasionalitas hukum yang serba formal, sehingga hukum menjadi otonom, atau juga positivisasi hukum Mustain, 2007 : 63. Maka hal tersebut juga menjelaskan
Universitas Sumatera Utara
17
bahwa pemerintah yang mengalfakan juga seperti meniadakan hukum rakyat atau hukum adat yang sudah ada sebelum adanya hukum positif, walaupun sebenarnya
juga hukum adat tetap diakui oleh hukum positif yang ada pada UU Pokok Agraria. Melihat situasi agraria yang ada tersebut memunculkan gejolak
pertentangan sosial dari masyarakta atau petani. Petani mulai berpikir kritis untuk menyikapi hal-hal tersebut . Munculnya kelompok-kelompok petani dan
organisasi-organisasi petani seakan mengisyaratkan gerakan petani itu akan muncul. Meskipun dulu pada masa orde baru kehidupan berserikat ini sangat
ditentang tetapi muncul juga secara tersembunyi, barulah pada saat demokrasi ini semangat munculnya gerakan petani ini nampak dipermukaan, yang salah satu
diantaranya adalah Serikat Petani Indonesia SPI. SPI merupakan organisasi yang bersifat perjuangan massa dan kader
petani Indonesia pasal 4 ayat 1, Anggaran Dasar SPI yang juga memakai metode pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Hal tersebut juga dilihat dari
strategi perjuangan SPI yaitu diantaranya membangun front perjuangan kaum tani mulai dari pedesaan, nasional, hingga internasional pasal 11 ayat 3, Anggaran
Dasar SPI dan segenap keputusan dan kegiatan pergerakanpejuangan organisasi, harus mempertimbangkan kebutuhan, permasalahan, kehendak, kekuatan,
kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi massa dan kader petani yang menjadi anggota SPI pasal 11 ayat 1, Anggaran Dasar SPI. SPI yang berperan
diantaranya sebagai wadah untuk membangun, mengkonsolidasikan dan mempergunakan secara seksama kekuatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya
yang dimiliki anggota pasal 13 ayat 1, Anggaran Dasar SPI dan kegiatan- kegiatannya meliputi diantaranya melakukan berbagai bentuk
Universitas Sumatera Utara
18
pendidikankaderisasi bagi anggota pasal 14 ayat 1, Anggaran Dasar SPI dan membangun kehidupan ekonomi anggota yang mandiri dan berdaulat dengan
prinsip koperasi yang sejati pasal 14 ayat 3, Anggaran Dasar SPI. Berangkat dari latar belakang ini, peneliti tertarik untuk mengetahui
bagaimana bentuk pengorganisasian dan pengembangan masyarakat pada Serikat Petani Indonesia SPI. Mengingat petani yang menjadi ujung tombak
perekonomian bangsa dan sudah seyognyanya petani memiliki kehidupan yang baik secara sosial ekonomi, maka peneliti akan mengangkat suatu karya ilmiah
dalam bentuk skripsi yang berjudul: pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia SPI terhadap kondisi sosial
ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan melakukan penelitian ini di Desa
Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara ialah dikarenakan mengingat waktu yang sudah cukup panjang pada pengorganisasian
petani di lahan perjuangan petani yang dianggap petani sebagai lahan yang dimiliki oleh pendahulu mereka sebelum diambil alih oleh pemerintah pada masa orde
kepresidenan Soeharto di Indonesia. Pada tahun 2003 organisasi petani Mekar Jaya PERSADA telah bergabung denga Serikat Petani Sumatera Utara SPSU
yang merupakan bagian dari Federasi Serikat Petani Indonesia FSPI sebelum berubah bentuk menjadi Serikat Petani Indonesia SPI hingga berhasil menduduki
lahan perjuangan petani Mekar Jaya pada tahun 2006. Maka dari itu, akan cukup banyak waktu dalam menjalankan proses pengorganisasian dan kegiatan-kegiatan
untuk mengembangkan petani Mekar Jaya yang bergabung dalam Serikat Petani Indonesia SPI hingga saat peneliti melakukan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
19
1.2. Perumusan masalah