menjahit dan pengomposan. Mereka merasa senang dan bangga jika bisa ”menularkan” kemampuan mereka kepada orang lain, karena dengan
menyebarkannya, maka makin banyak warga yang bisa mengolah sampah mereka sendiri, dan itu berarti semakin sedikit jumlah sampah yang tertimbun di TPA.
Para kader tidak pernah berpikir jika mereka mengajarkan mereka, maka mereka akan kalah dalam lomba atau mendapat saingan dalam menjual hasil kerajinan
tangan, seperti yang diungkapkan Ibu Wn 37 tahun berikut:
”Motivasi saya mengajarkan warga lain adalah, supaya mereka juga bisa melakukannya. Jika semakin banyak yang bisa melakukan pengelolaan
sampah mereka sendiri, maka bukan hanya RT kami yang sehat dan bersih, tapi semua RT.”
6.3 Modal Sosial
6.3.1 Kepercayaan trust Modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang mendorong adanya
koordinasi dan komunikasi. Koordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan mempengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai
keuntungan kolektif juga Uphoff, 2000 dikutip Arianti, 2008. Dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah di lingkungan RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas
didukung oleh koordinasi dan komunikasi yang baik antar masyarakat dan pengurus kelompok. Koordinasi dan komunikasi dilakukan dengan mengunakan
jalur komunikasi yang dimulai dari Ketua Kelompok Winarsih dan pengurus Kelompok Winarsih ke ketua masing-masing kelompok kecil kemudian
diteruskan kepada anggotanya. Jalur komunikasi ini dimanfaatkan jika ada pengumuman mengenai kegiatan atau rapat yang akan dilakukan oleh pengurus
atau warga. Terkadang informasi juga disebarkan dari mulut ke mulut, ketika bertemu di wilayah RT 05 RW 08.
Sosialisasi kepada warga mengenai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dilakukan oleh para kader dan pengurus. Sosialisasi yang dilakukan juga
mengundang semua warga, dan dilakukan di Mushala Al-Iqhlas atau balai pertemuan yang bertempat di RT 05 RW 08 itu sendiri.
Kepercayaan antar warga dijaga dengan memegang dan berpedoman pada sikap jujur dan transparan terhadap segala hal menyangkut pengelolaan sampah.
Sikap jujur dan transparan ini, diharapkan warga dapat menjaga kekompakan antar sesama. Sehingga dalam melakukan pengolahan sampah akan lebih mudah
dan ringan. Berikut penuturan Ibu Pr 44 tahun perihal kejujuran dan tranparansi pengurus Kelompok Winarsih terhadap warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Jika kami menerima hadiah dari lomba, langsung malamnya diumumkan oleh Pak RT lewat speaker masjid. Setelah itu kami bersama-sama rundingkan
akan digunakan untuk apa. Keuntungan dari menjahit tas juga seperti itu, tidak ditutup-tutupi, saya sebagai karyawan digaji dan tahu kenapa digaji segitu”
Kepercayaan juga dimiliki warga terhadap tetangga atau anggota kelompok lainnya. Warga memiliki keyakinan bahwa anggota kelompok lainnya
melakukan apa yang ditugaskan kepada mereka, hal ini dijawab oleh semua informan. Mereka juga menjaga agar tiap individu tetap melaksanakan tugasnya
dengan cara memberikan bantuan berupa mengganti atau menukar jam kerja jika berhalangan. Jika semua warga melaksanakan tugasnya, maka akan timbul rasa
segan jika tidak melaksanakan tugasnya. Kepercayaan warga ini menimbulkan
kekompakan antar warga dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas ini.
Warga juga menaruh kepercayaan dan percaya akan uang iuran sukarela yang mereka sumbangkan. Warga percaya akan pengalokasian dan distribusi uang
tersebut. Pengurus juga membalas kepercayaan warga dengan menggunakan uang tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuannya. Kepercayaan warga ini
juga dijaga pengurus dengan memberitahukan warga dan membuat laporan keuangan mengenai pemasukan dan pengeluaran. Laporan keuangan ini kemudian
dibicarakan pada rapat yang diadakan tiap bulan di balai pertemuan Kelompok Winarsih. Berikut penuturan Ibu Mj 40 tahun mengenai pelaporan keuangan
oleh pengurus kepada warga:
“Kami selaku pengurus selalu mencatat pemasukan dan pengeluaran dana, baik yang didapat dari iuran warga atau dari hadiah lomba. Laporan lalu
diberitahukan kepada warga pas rapat”
Harapan-harapan yang mendorong tingkah laku kerja dimana prosedur- prosedur bersifat saling menguntungkan merupakan elemen-elemen umum dalam
modal sosial dalam masyarakat Uphoff, 1999 dikutip Siregar, 2004. Fedderke et.al. 1999 dikutip Alfiasari 2004 juga mengatakan bahwa salah satu
karakteristik dari modal sosial adalah adanya harapan. Ini dimaksudkan bahwa dalam modal sosial yang dibangun dari kepercayaan, jaringan dan norma sosial
masing-masing individu mempunyai harapan dan kewajiban dalam melakukan tindakan sosialnya.
Warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah di lingkungannya juga memiliki harapan yang banyak.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, mengenai harapan terhadap kegiatan pengolahan sampah, warga berharap dapat membuat lingkungan mereka
menjadi bersih dan sehat, sehingga bebas dari banjir dan dapat mengurangi sampah. Namun selain berharap dapat membuat lingkungan yang bersih mereka
juga berharap mampu berperan dan melakukannya sendiri secara aktif, bukan dilakukan orang lain. Mereka berharap dapat belajar dan mendapatkan
pengalaman dalam melakukan pengelolaan lingkungan mereka sendiri, seperti penuturan Ibu Lk 47 tahun salah satu penjahit kerajinan tangan daur ulang di
Kelompok Winarsih:
”Harapan saya dengan adanya program ini saya bisa membuat lingkungan sekitar rumah saya bersih, jadinya nyaman ditinggali, dan saya juga ingin saya
sendiri yang melakukannya.”
Harapan warga ingin menjadi aktor atau berperan aktif dalam menjaga kebersihan dan kesehatan dengan melakukan pengelolaan sampah dan
penghijauan telah berjalan hingga sekarang. Dalam prosesnya, usaha pengolahan sampah organik maupun non-organik yang dilakukan warga, murni dilakukan atas
usaha warga sendiri. Dalam pengomposan dan daur ulang, mulai dari pengumpulan, pemilahan, pengolahan dan pemanfaatan diusahakan oleh swadaya
warga, kecuali penyediaan bahan baku kerajinan tangan yang memerlukan bahan tambahan dari luar, yakni dari pemulung dan kolektor sampah. Namun dalam
usaha menuju ke-swadayaan ini warga tetap dibantu oleh banyak pihak yang mensosialisasikan, melatih dan memfasilitasi.
Kini, selain mampu mengolah sampah domestik mereka sendiri dan mendapatkan ilmu, warga memperoleh keuntungan lebih dari yang mereka
harapkan, seperti dapat menambah penghasilan dengan mengolah sampah non- organik, warga terhindar dari bahaya banjir yang disebabkan saluran air tersumbat
oleh sampah dan keuntungan dari sampah organik berupa kompos sebagai pupuk gratis.
Harapan lanjutan setelah warga mampu mengolah sampah mereka dan melakukan penghijauan adalah, mereka mampu menjadi contoh bagi RT-RT lain,
untuk mengolah sampah domestik mereka sendiri. Kini warga RT 05 RW 08 mulai menyebarkan ilmu-ilmu yang mereka dapat selama lomba kebersihan
lingkungan kepada RT-RT di sekitar mereka. Mereka juga memiliki keyakinan bahwa warga komunitas, kampung atau kelompok lain mampu melakukan apa
yang mereka lakukan, seperti apa yang dikatakan Ibu Nn 46 tahun mengenai harapan lanjutan warga terhadap pengelolaan sampah yang dilakukan:
”Semoga usaha kami ini terus berlanjut, karena banyak dampak positifnya, selain bersih dan sehat, tapi bawa untung lainnya juga. Semoga juga banyak
daerah-daerah lain yang bisa mengolah sampah seperti kami.”
6.3.2 Solidaritas Solidaritas, adalah terdapat norma-norma untuk menolong orang lain,
bersama-sama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain
akan melaksanakannya Uphoff, 2000 dikutip Arianti, 2008. Solidaritas diperlukan dalam membangun modal sosial, dan merupakan salah satu elemen
penting lainnya. Warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas tidak memiliki aturan tertulis
mengenai norma-norma saling tolong menolong sesama tetangga. Namun mereka
melakukannya, karena mereka sudah merasa hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Jika ada yang kesulitan, tertimpa musibah atau dirawat di rumah sakit,
maka warga langsung memiliki inisiatif untuk membantu. Bantuan yang diberikan berupa uang hasil iuran sesama warga, dan berusaha menjenguk warga yang
tertimpa musibah dan sakit. Kegiatan pernikahan atau pemakaman yang diadakan salah satu warga
juga biasanya dibantu oleh warga lain. Jika ada warga yang melangsungkan pernikahan maka warga yang lain datang membantu memasak dan menyiapkan
untuk acara pernikahan. Jika ada warga yang meninggal, maka warga membantu mulai dari acara pemakaman dan pengajian. Warga juga memiliki dana sosial
yang dikumpulkan setiap bulannya pada minggu kedua bersamaan iuran ke-RT-an lainnya sebesar Rp. 7.500,00- tiap Kepala Keluarga. Program pemerintah yakni
RW Siaga juga aktif di RW 08, dan siap membantu warga 24 jam. Berikut penuturan Ibu Mj 40 tahun yang bertugas memungut iuran ke-RT-an warga tiap
tengah bulan, mengenai rasa tolong-menolong antar warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas :
”Biasanya kami kalau ada warga yang sakit, datang menjenguk. Sedangkan kalau ada pernikahan buat ibu-ibu bantu-bantu masak dan menyiapkan
acara. Jika ada yang meninggal, bantu-bantu acara pemakaman ”
Solidaritas antar warga juga dapat diukur dengan pengorbanan yang mereka lakukan untuk kepentingan bersama. Pada kegiatan pengelolaan sampah
ini, mereka berkorban materi dan tenaga demi kesuksesan program ini. Warga RT 05 RW 08 tidak mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun ketika mereka
mengikuti lomba lingkungan yang diadakan. Dana yang digunakan untuk melakukan pengomposan, pembuatan kerajinan tangan, pembelian pot tanaman
beserta tanamannya dan pembuatan bank sampah adalah uang dari ”kantong” warga sendiri. Dana dari warga juga digunakan untuk keperluan usaha kerajinan
tangan daur ulang yakni, membeli mesin jahit dan membeli bahan-bahan tas. Pada saat memenangkan lomba dan mendapatkan hadiah, tidak ada warga
yang meminta ganti rugi atas uang yang telah mereka keluarkan. Berdasarkan hasil musyawarah warga, uang tersebut mereka sepakat digunakan untuk
membangun fasilitas di wilayah mereka seperti, jalan raya dan masjid. Tidak ada warga meminta sebagian dari uang tersebut untuk mengganti uang yang telah
mereka keluarkan. Bentuk kesolidaritasan warga lainnya adalah, mereka percaya akan
pembayarannya iuran warga, pengalokasiannya terhadap iuran warga yang mereka bayar untuk pengelolaan sampah. Alasannya karena mereka tahu dan diberitahu
mengenai rincian dana, dan ada laporan keuntungannya yang terbuka bagi warga yang ingin tahu. Laporan keuangan juga diberitahukan jika ada rapat antara warga
di saung atau balai pertemuan Kelompok Winarsih. Selain tolong menolong, dan berkorban yang menjadi pegangan antar
warga, kepatuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan juga dipegang dalam melakukan pengelolaan sampah yang menggambarkan rasa solidaritas warga.
Warga juga memiliki keyakinan bahwa semua anggota warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas memiliki dan menjalani kepatuhan yang mereka pegang. Hal
ini sudah menjadi komitmen mereka bersama, dimana mereka melakukan hal ini demi kepentingan diri sendiri dan lingkungan sekitar, jika ada yang melanggar
atau lupa cukup diingatkan kembali oleh ketua kelompok kecil atau anggota
kelompok. Berikut penuturan Ibu Nn 46 tahun berikut ini, mengenai kepatuhan warga akan tugas:
”Sekarang sih buat saya sudah menjadi kebiasaan untuk membersihkan lingkungan dari sampah dan membuang sampah ke komposter. Ya mau
bagaimana lagi, komposter sudah ada di dekat rumah, setiap hari melihat tetangga yang bersih-bersih, masa tidak malu jika tidak melakukannya.”
6.3.3 Kerja
Sama Elemen berikutnya adalah kerja sama. Dalam melakukan kegiatan
pengeloaan sampah dan penghijauan, dapat terlihat adanya norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri-sendiri dalam warga RT 05 RW 08. Adanya
sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama dan keyakinan bahwa
kerjasama akan lebih menguntungkan dan menguntungkan Uphoff, 2000 dikutip Arianti, 2008. Kerja sama yang akan dibahas disini adalah kerja sama dalam
pengelolaan sampah domestik oleh warga. Kerja sama jelas menjadi komponen penting, seperti telah diungkapkan diatas mengenai upaya menjaga kekompakan
antar warga RT 05 RW 08, dimana kekompakan tersebut yang nantinya akan mendukung terciptanya kerja sama yang baik.
Program pengolahan sampah beserta penghijauan yang dilakukan oleh warga RT 05 RW 08 bersifat program atau kegiatan tingkat RT. Oleh sebab itu
harus dilakukan dengan bekerja sama, karena merupakan program RT bukan individu. Kerja sama diterapkan dalam semua bentuk kegiatan pengolahan
sampah dan penghijauan. Dalam kelompok kecil ada tugas-tugas yang dibagikan untuk tiap individu, dimana tiap individu wajib melaksanakan tugasnya tersebut.
Tugas tersebut adalah; menyiram tanaman di wilayah kelompoknya, memeriksa komposter dan lain-lain. Dalam melakukan daur ulang sampah juga diperlukan
kerja sama antar bagian yang bertugas dalam membuat kerajinan tangan. Tiap bagian juga wajib melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Berikut
penuturan Bpk Sk 44 tahun mengenai kerja sama antar warga RT 05 RW 08 Kampung Ciracas:
”Kerja sama adalah hal utama dalam melakukan program ini, tentunya bisa gagal jika hanya satu atau dua orang saja yang melakukannya. Selama ini
program berjalan dengan baik, dan bisa dirasakan kerja sama antar warga sudah cukup baik.”
Warga RT 05 RW 08 juga menganggap bahwa dengan bekerja sama maka apapun yang dilakukan akan lebih cepat selesai dan hemat tenaga, dibandingkan
bekerja sendiri-sendiri. Hal ini bisa diambil contoh dalam kelompok kecil ketika melakukan pengomposan, penyiraman tanaman, dan membuat kerajinan tangan
daur ulang, yakni dengan adanya bagian-bagian yang bertugas dalam membuat tas, seperti yang diucapkan Ibu Mr 55 tahun yang juga salah satu pengrajin
kerajinan tangan daur ulang di bagian finishing:
”Wah tidak kebayang jika saya melakukan ini semua sendiri, kami harus menyiram semua tanaman, terus membuat komposter dan tas sendiri.
Pasti lebih lama dan capai”
6.3.4 Jaring Sosial Social Networking a. Basis dan Sifat Jaringan
Dalam menganalisis basis jaringan untuk mengetahui peranan peran jaringan sosial pada Kelompok Winarsih sebagai salah satu elemen modal sosial,
maka peneliti berusaha membaginya menjadi dua kategori. Pertama, basis jaringan antar warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas atau antar anggota
Kelompok Winarsih. Kedua, basis jaringan dengan pihak luar kelompok, seperti kader lingkungan daerah Jakarta lainnya, PT. Unilever, dan Pemulung. Sifat
jaringan sebagai komponen modal sosial dilihat apakah hubungan terbangun secara formal atau informal.
Basis jaringan antar warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas yang dibangun dalam menjalin hubungan sosialnya adalah basis tetangga, basis
kekeluargaan dan basis pertemanan. Hal ini dikarenakan komponen utama warga dalam menjalin hubungan adalah karena kondisi mereka yang bertetangga dan
berteman. Selain kedua basis tersebut, dalam melakukan usaha pembuatan kerajinan tangan daur ulang, terdapat basis hubungan kerja hubungan fungsional
antar warga yang terlibat langsung dengan proses pembuatan kerajinan tangan daur ulang. Namun, walau ada basis hubungan kerja, mereka tetap memegang
basis kekeluargaan, dan basis pertemanan sebagai modal utama menjalin hubungan. Hubungan yang dibangun dalam jaringan antar warga RT 05 RW 08
Kelurahan Ciracas adalah hubungan informal. Berikut penuturan Ibu Mr 55 tahun mengenai hubungan pertemanan, bertetangga dan kekeluargaan pada warga
RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Walaupun kami ada pengurus, seperti ketua dan lainnya, kami tetap merasa sebagai teman. Jadinya tidak ada kecanggungan karena memandang jabatan di
kelompok. Ya seperti biasa anda lihat aja keadaan di tempat jahit Ibu RT, biar bekerja serius, kami tetap mengobrol atau menggosip santai.”
Hubungan dengan basis tetangga, pertemanan dan kekeluargaan ini terbukti mampu membantu dalam melakukan progam pengolahan sampah
domestik dan penghijauan yang warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas. Hal ini karena hubungan dengan basis jaringan seperti ini membuat warga merasa ada
aktivitas yang mereka lakukan, dilakukan bersama teman, tetangga dan keluarga yang sudah sangat dekat bagi mereka. Mereka juga merasa manfaat dari aktivitas
mengolah sampah dan melakukan penghijauan, selain dinikmati oleh mereka sendiri, tapi juga dinikmati oleh orang dekat mereka. Warga juga malu apabila
tidak melakukan, sementara tetangga dan teman disekitarnya melakukan. Walaupun masing-masing individu mempunyai jabatan dalam kepengurusan, tapi
hal tersebut hanyalah menjadi bagian dari pembagian tugas, warga tidak berkomunikasi atau bekerja sama dengan memandang jabatan tersebut. Berikut
penuturan Ibu Lk 47 tahun yang sehari-harinya bekerja di tempat kerajinan daur ulang di bagian finishing, mengenai basis jaringan yang terdapat di warga RT 05
RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Karena pada dasarnya kita ini sudah bertetangga dan teman sebelum melakukan program ini maka dalam melakukan program kami tetap
memandang sebagai teman, walaupun masing-masing punya jabatan dalam pengurus, dan kita tidak pernah memandang dari jabatannya di
pengurus kelompok.”
Hubungan fasilitasi melandasi hubungan warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas dengan PT. Unilever. Pihak PT. Unilever sebagai pihak yang
memfasilitasi warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas, memberikan fasilitas berupa, tenaga pendamping, bantuan sarana, pengadaan pelatihan dan sosialisasi
mulai dari perlombaan Jakarta Green and Clean 2007, hingga kini. PT. Unilever juga membantu dalam menyediakan akses apabila ada acara atau bazaar bertema
penyelamatan lingkungan, lomba-lomba atau membantu dalam menemukan
partner yang mau bekerja sama dengan warga RT 05 RW 08 dalam hal pengolahan sampah domestik.
Basis hubungan warga dengan pihak pemulung dan kolektor sampah adalah hubungan kerja sama. Hal ini karena hubungan antara pemulung dan
kolektor sampah dengan warga, saling menguntungkan, dimana warga membeli sampah plastik yang akan digunakan untuk didaur ulang, dan warga memberikan
uang sebagai gantinya. Hubungan yang dibangun dalam jaringan antar warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas dengan PT. Unilever, kolektor sampah dan
pemulung adalah hubungan formal.
b. Karakteristik Jaringan Jaringan sosial sebagai aset dari modal sosial dapat dianalisis dengan
menggunakan ukuran karakteristik jaringan, dimana karakteristik jaringan mencakup bentuk jaringan, luas jaringan dan keberlangsungan jaringan. Bentuk
jaringan Kelompok Winarsih atau warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas adalah jaringan komunitas. Hal ini dikarenakan jaringan terbentuk atas dasar kepentingan
bersama yang bersifat teritorial. Interaksi tergolong sering antar warga serta rutinnya frekuensi ketemu yang bukan hanya pada saat rapat, melainkan pada
saat-saat senggang. Luas jaringan internal mempunyai cakupan wilayah yang terbatas, yakni hanya setingkat Rukun Tetangga RT. Hal inilah yang
menyebabkan sering dan rutinnya interaksi serta frekuensi ketemu antar warga. Bentuk jaringan komunitas ini mendukung dalam melaksanakan
pengelolaan sampah berbasis komunitas. Dasar-dasar dari komunitas adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut Soemardjan, 1962 dikutip
Nasdian, 2003. Unsur-unsur perasaan semasyarakat tersebut community sentiment menurut Nasdian, 2003, antara lain: 1 Seperasaan; 2
Sepenanggungan; 3 Saling memerlukan. Ketiga unsur perasaan semasyarakat tersebut membuat warga menyadari bahwa lingkungan yang sehat dan bersih
dapat dinikmati oleh mereka bersama, jika kotor dan jorok tentunya mereka sendiri yang merasakan. Perasaan yang mereka rasakan dalam melakukan
pengelolaan sampah dirasakan oleh warga lainnya, karena pembagian tugas yang adil, dan warga merasa saling memerlukan antara warga lainnya dalam melakukan
pengelolaan sampah berbasis komunitas. Luas jaringan yang hanya setingkat RT juga membantu kuatnya perasaan semasyarakat ini.
Keberlangsungan jaringan tergolong stabil untuk beberapa saat kedepan. Hal ini diindikasikan dengan dominannya penduduk tetap, dibandingkan dengan
penduduk tidak tetap, sehingga memungkinkan kelompok berlangsung lama. Kemudian semangat warga untuk tetap melakukan program kelompok serta
partisipasi warga dalam lomba-lomba kebersihan selanjutnya, dan acara-acara yang diadakan untuk program-program lingkungan masih dirasakan sangatlah
besar. Hal ini diindikasikan dengan masih berlangsungnya upaya pengelolaan sampah domestik yang telah dijalankan warga.
6.3.5 Norma-Norma Sosial Social Norms a. Norma-Norma Sosial Dalam Pengelolaan Sampah Domestik
Modal sosial memiliki bentuk berupa norma-norma dan sanksi-sanksi Stighlt, 1999 dikutip oleh Siregar, 2004. Norma masyarakat merupakan elemen
penting untuk menjaga agar hubungan sosial dalam suatu sistem sosial
masyarakat dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan Soekanto, 1982. Bagi warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas norma-norma yang ada dalam
program pengeolahan sampah memberikan dukungan dan bantuan dalam mencapai tujuan kelompok. Norma juga memberikan tiap warga terdorong untuk
bertindak untuk kepentingan umum. Dalam hal ini salah satu norma dan nilai-nilai utama yang dijaga oleh pengurus kelompok dan anggota kelompok, adalah
kejujuran dan transparansi dalam kegiatan yang dilakukan. Berikut penuturan Ibu Wn 37 Tahun mengenai nilai kejujuran dan transparan yang dipegang oleh
pengurus:
”Dalam melakukan kegiatan ini kami selalu menjaga kekompakan antar sesama. Dan kunci dalam menjaga kekompakan ini adalah dengan dua hal,
yakni: pertama jujur, kedua transparan. Dalam semua hal kami berpaku pada dua hal ini.”
Kejujuran dan transparansi dirasakan penting bukan hanya oleh pengurus, melainkan semua, warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas. Kejujuran dan
transparansi dalam kegiatan dipegang sejak awal perencanaan hingga pemanfaatan hasil. Pengurus memegang nilai ini ketika meminta uang sukarela,
membuat perencanaan program, mengalokasi dan mendistribusikan dana, menerima uang hadiah lomba dan lain-lain. Nilai ini dipegang dan dijaga warga
ketika melaksanakan tugasnya di kelompok kecil. Nilai kejujuran dan transparansi membuat warga merasa tidak ada yang
lebih diuntungkan dan dirugikan oleh adanya program ini, nilai-nilai inilah yang dianggap telah mampu membuat warga tetap semangat dan kompak. Kompak
karena merasa melakukan pengelolaan lingkungan untuk kepentingan bersama,
dan semangat karena dengan melakukan pengelolaan lingkungan ini yang diuntungkan adalah diri sendiri juga.
Nilai kejujuran dan transparansi juga membuat warga setia dan ikhlas dalam melakukan pengolahan sampah dan penghijauan di lingkungannya,
sehingga hingga kini setelah hampir setengah tahun dari perlombaan. Warga tidak pernah meminta ganti rugi atas semua biaya materi, tenaga dan waktu yang
mereka habiskan, seperti penuturan Ibu Mj 40 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai penjahit panel pada kerajinan tangan daur ulang warga RT 05 RW 08
Kelurahan Ciracas:
”Kami tidak pernah memikirkan untung atau rugi, waktu mengikuti lomba, harapan kami yang terpenting bukanlah menang, dan kami tidak pernah
meminta ganti rugi kepada pengurus atau siapa pun. Kami senang melakukannya karena hal ini untuk kami sendiri dan tetangga sekitar, bukan
untuk perorangan. Intinya sama-sama untung.”
Nilai lainnya yang dipegang warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas ketika melakukan pengolahan sampah di lingkungannya adalah kepedulian akan
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Nilai ini mendasari warga untuk bergerak dalam melakukan pengolahan sampah di lingkungan, membuat warga bergerak
dan nilai ini juga yang menjaga keberlangsungan program pengolahan sampah oleh warga, karena tanpanya warga hanya mengejar keuntungan dari pengolahan
sampah dan kebanggan dari memenangkan lomba. Warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas dalam melakukan program
pengolahan sampah dan penghijauan juga memiliki peraturan-peraturan tidak tertulis yang membantu agar tujuan kelompok tercapai dan program berjalan
sesuai yang diinginkan. Peraturan-peraturan tersebut adalah:
1. Warga wajib menjaga kebersihan lingkungan dari sampah dimulai dari tempat tinggalnya masing-masing, jalan dan selokan di depan tempat
tinggal. Hal tersebut dengan cara membersihkan dan membuang sampah pada tempatnya sesuai aturannya.
2. Warga wajib melakukan penghijauan dengan cara menanami halaman rumahnya dengan tanaman, atau jika tidak ada lahan untuk halaman warga
wajib memiliki pot tanaman sekitar rumahnya. 3. Warga wajib memilah sampah domestiknya, untuk kemudian diolah sesuai
dengan jenisnya, Kemudian untuk sampah basah organik sebelum diserahkan harus dicacah terebih dahulu.
4. Sampah basah organik warga wajib diserahkan ke bank sampah atau komposter terdekat sesuai dengan kelompoknya dengan terlebih dahulu
dicacah. 5. Sampah non-organik diserahkan ke bank sampah, untuk kemudian
dibuang atau diberikan ke pemulung, atau dikelola oleh warga. 6. Warga wajib membayar iuran sampah, untuk membayar pemulung agar
mengambil sampah yang tidak dapat dikelola warga. 7. Warga wajib mengikuti semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan RT
dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan RT 05 RW 08 KelurahanCiracas.
Kelompok Winarsih tidak menetapkan sanksi-sanksi khusus yang memberatkan warga dalam menegakkan peraturan-peraturan di atas. Jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan yang telah disepakati, warga melakukan peneguran
dan memberikan nasihat kepada pelanggar. Namun jika warga merasa sulit dalam menegur atau warga yang melanggar susah untuk diperingati, warga biasanya
melapor kepada pengurus. Ketua kelompok yang menerima laporan atau melihat sendiri warga yang tidak patuh tersebut kemudian langsung menegurnya. Teguran
biasanya dilakukan di rumah warga yang melanggar aturan. Teguran yang diberikan berupa nasihat mengenai pentingnya mentaati peraturan dalam
kelompok. Ketua kelompok kecil juga memiliki wewenang untuk menegur anggotanya yang tidak patuh atau lalai dalam melaksanakan tugas. Berikut
pengungkapan Ibu Wn 37 tahun mengenai sanksi bagi warga yang melanggar aturan kelompok:
“Kami tidak menetapkan peraturan dan sanksi yang memberatkan warga. Dulu pernah ada denda uang jika ada ang melanggar peraturan, tapi
sekarang tidak ada lagi sanksi uang.”
b. Kontrol Sosial Oleh Warga Pada warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas, kontrol sosial yang terkait
dengan pengolahan sampah dan penghijauan dilakukan berupa upaya-upaya preventive dan represive dengan cara tanpa kekerasan persuasive. Upaya
preventif merupakan pencegahan terhadap munculnya gangguan-gangguan terhadap upaya masyarakat melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Hal
ini dilakukan oleh pengurus kelompok dengan melakukan sosialisasi kepada anggota kelompok, dalam hal ini warga mengenai pengolahan sampah, yakni
pengomposan dan daur ulang. Masyarakat disosialisasikan mengenai, cara pengomposan dan daur ulang, manfaat pengomposan, pemilahan, pencacahan,
daur ulang, karakteristik sampah, bank sampah dan cara daur ulang, yang
menunjang pengetahuan warga dalam melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Membuat peraturan tidak tertulis untuk membantu warga dalam
upaya pengolahan sampah domestik dan daur ulang juga merupakan usaha kontrol sosial yang bersifat preventive.
Upaya-upaya represive juga dilakukan warga, hal ini ditujukan apabila telah terjadi gangguan dalam kegiatan pengolahan sampah domestik dan daur
ulang yang warga lakukan. Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan keadaan ke kondisi semula sebelum gangguan terjadi, atau membuat keadaan menjadi lebih
baik dari sebelumnya. Upaya ini dilakukan dengan cara menjatuhi sanksi terhadap warga-warga yang melakukan penyimpangan terhadap aturan-aturan atau nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Namun sanksi yang dikenakan kepada warga yang melanggar, bukanlah sanksi yang memberatkan. Karena warga
cenderung mementingkan sanksi yang menumbuhkan kesadaran untuk tidak melakukannya lagi.
Kedua upaya kontrol sosial tersebut dilakukan masyarakat dengan cara persuasive. Hal ini dilakukan warga dan pengurus kelompok dengan cara
menyadarkan warga akan pentingnya kebersihan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan harapan timbul kesadaran warga akan pentingnya menjaga kebersihan,
yakni dengan melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Mereka juga mengembangkan nilai-nilai kerja sama dan solidaritas dalam melakukan kegiatan
tersebut. Untuk penegakan sanksi juga warga tidak menetapkan sanksi berat berupa sanksi materi. Tapi sanksi yang diberikan warga lebih kepada sanksi
moral, sehingga warga yang melanggar nantinya akan merasa malu karena telah melanggar aturan-aturan yang ada, dan sadar untuk tidak akan melakukannya lagi.
Berikut penuturan Ibu Mj 40 tahun mengenai kontrol sosial yang dilakukan masyarakat:
”Biasanya saya kalau melihat ada yang melanggar ya saya nasihati dulu. Pernah sih ada yang kayak gitu, tapi sudah dinasihati tetap saja. Ya saya
adukan ke Mba Sri. Maklum lah warga pendatang, sudah gitu anak muda”
6.4 Modal Ekonomi