Pengelolaan Sampah Domestik Berbasis Komunitas

pada petugas kebersihan pengangkut sampah yang jumlahnya 4-5 gerobak perhari untuk mengangkut sampah mereka. Berdasarkan jumlah sampah yang dihasilkan, semua sampah organik diolah menjadi kompos. Pengomposan dilakukan di komposter bank sampah dan komposter kelompok. Setiap kali panen kompos, yakni kurang lebih dua bulan, dapat menghasilkan kompos sebanyak 260 kg, yang terdiri dari; 180 kg berasal dari empat buah komposter di bank sampah, dan 80 kg komposter kelompok. Hasil pengomposan hanya digunakan oleh warga sendiri. Rata-rata per KK hanya memanfaatkan kompos sebanyak 2 kg sebulannya. Usaha daur ulang sampah non-organik oleh warga RT 05 RW 08 hanya mampu mengolah 25 dari total sampah non-organik yang dihasilkan tiap bulannya. Hal ini dikarenakan warga baru mampu mengolah sampah plastik kemasan untuk didaur ulang menjadi kerajinan tangan, yakni tas. Tas yang dihasilkan terdiri dari berbagai macam ukuran dan jenis. Hasil dari daur ulang digunakan oleh warga atau dijual.

6.2 Pengelolaan Sampah Domestik Berbasis Komunitas

Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas merupakan salah satu program yang dilakukan dalam upaya menciptakan lingkungan yang bersih, indah dan sehat. Kegiatan ini juga merupakan program kerja dari Ketua RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas. Model pengelolaan sampah di RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas dimulai dari pemilahan sampah domestik yang dihasilkan warga. Pemilahan ini membagi sampah yang berasal dari rumahtangga mereka menjadi dua jenis, yakni pertama sampah organik, dimana sampah organik yang biasa diolah oleh warga RT 05 RW 08 terdiri dari sisa sayuran, sampah sisa makanan, sampah sisa buah-buahan, sampah makanan yang telah basi dan sampah daun-daunan. Kedua adalah jenis sampah non-organik. Jenis sampah non-organik yang biasa diolah oleh warga adalah sampah plastik kemasan. Pemilahan yang dilakukan di rumah warga ini juga membagi teknik pengelolaan sampah yang dilakukan warga menjadi dua, yakni pengomposan untuk sampah organik dan daur ulang untuk sampah non- organik. Sampah organik yang telah terpilah pada tahap awal sebelumnya, kemudian dipilah kembali menjadi dua dalam proses pra-pengomposan, yakni yang dicuci dan tidak dicuci. Sampah yang telah melalui tahap pra-pengomposan kemudian melalui proses pencacahan, lalu sampah dibawa ke rumah ketua kelompok untuk dikomposkan di komposter kelompok, atau dibawa ke bank sampah untuk dikomposkan oleh komposter bank sampah. Kompos hasil dari pengomposan kemudian dapat dimanfaatkan oleh semua warga, sisanya disimpan di bank sampah, untuk kemudian dimanfaatkan jika dibutuhkan. Proses pengomposan ini akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.2.1. Sampah non-organik yang telah terpilah pada tahap awal sebelumnya, juga dipilah kembali, untuk diambil sampah plastik kemasan saja. Sampah plastik kemasan yang dikumpulkan kemudian dibawa ke bank sampah atau langsung dibawa ke tempat daur ulang. Sampah plastik yang telah terpilah langsung dilakukan proses daur ulang pembuatan kerajinan tangan. Hasil dari kerajinan tangan ini berupa tas berbagai bentuk, ukuran dan jenis yang dijual atau dimanfaatkan sendiri. Proses daur ulang ini akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.2.2. Dalam melakukan pengelolaan sampah ini, warga juga membuat bank sampah, sebagai wadah yang berfungsi membantu proses pengelolaan sampah yang dilakukan. Mengenai bank sampah akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.2.3. Garis besar proses pengelolaan sampah domestik yang dilakukan warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas digambarkan pada Gambar 3. Gambar 3. Proses Pengelolaan Sampah Domestik di RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas Sampah Domestik Sampah organik - Sisa sayuran - Sisa makanan - Daun Hasil Jadi kompos Komposter bank sampah Sampah non-organik - Plastik - Kardus - Kertas - Botolkaleng Pemilahan Pemilahan Dicuci - Sayur basi - Nasi basi Tanpa pencucian - Daun-daunan - Sisa olahan sayuran - Sisa olahan makanan Pencacahan Komposter kelompok Pengomposan Pemanfaatan - Dipakai sendiri - Dijual Daur ulang -Membuat kerajinan tangan Pemanfaatan Dipakai oleh anggota kelompok Dipilah kembali, diambil hanya yang bisa diolah, yakni sampah plastik kemasan Hasil - Berbagai macam tas Hasil Jadi kompos Pemanfaatan Kompos dipakai oleh seluruh warga B A N K S A M P A H Pengomposan Jika ada sisa SUMBER: Data hasil wawancara mendalam yang ditemukan peneliti 6.2.1 Pengelolaan Sampah Organik a. Riwayat teknologi pengomposan Jenis sampah yang paling dominan di lingkungan RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas adalah jenis sampah organik. Hal ini dikarenakan mayoritas wilayah di RT 05 RW 08 adalah pemukiman yang banyak menghasilkan sampah sisa dari dapur. Oleh karena itu warga memutuskan untuk mengolahnya dengan melakukan pengomposan. Namun pengomposan yang dilakukan warga pertama kali adalah teknologi pengomposan sederhana atau tradisional. Pengomposan ini seperti pengomposan umum atau pengomposan tradisional yang dilakukan oleh warga desa. Teknik pengomposan yang hanya menggali lubang dengan diameter dan kedalaman cukup di tanah untuk kemudian sampah organik yang terkumpul dimasukan, kemudian ditimbun tanah. Selama proses pengomposan terjadi pada satu lubang, warga membuat lubang lain untuk melakukan pengomposan lain untuk sampah yang baru. Proses ini dilakukan terus sampai sampah dalam satu lubang telah menjadi kompos, dan lubang siap digunakan untuk sampah yang baru. Lubang yang dibuat oleh warga berupa enam buah di lapangan yang terletak di wilayah RT 05 RW 08. Setelah warga melakukan pengomposan beberapa kali, pengolahan sampah dengan cara tradisional ini dirasakan warga tidak efisien dan tidak akan bertahan lama. Hal ini dikarenakan menurut warga teknik ini sangat menghabiskan tempat apalagi jumlah sampah yang terkumpul dan hendak dijadikan kompos semakin banyak, sehingga membutuhkan lubang lebih banyak. Belum lagi lapangan yang dijadikan tempat pengomposan akan dibangun kontrakan, sehingga warga terpaksa mencari lahan baru jika ingin meneruskan teknik pengomposan ini. Masalah lainnya adalah warga yang jauh dari lapangan, malas untuk menyetor sampahnya, karena harus berjalan cukup jauh ke tempat pengomposan. Oleh karena itu warga berusaha mencari jalan keluar, dengan tetap melakukan pengomposan tradisional yang sudah mereka lakukan. Menghadapi kekurangan pada teknik pengomposan yang mereka lakukan, warga berusaha mencari tenik yang lebih baik, yang dapat menjawab permasalahan mereka. Pada Bulan Mei 2007, beberapa wakil dari RT 05 RW 08 Kampung Ciracas menjadi kader dalam dalam program CSR yang dilakukan oleh PT. Unilever. Program CSR yang dilakukan oleh PT. Unilever ini berupa pengangkatan kader-kader untuk bidang pengelolaan lingkungan dari tiap-tiap wilayah di D.K.I Jakarta. Tiap wilayah dipilih dua kader untuk meneruskan pelatihan dan pendidikan mengenai pengolahan sampah kepada warga di daerahnya. Kemudian RT-RT yang menjadi binaan kader tersebut diikutkan pada lomba Jakarta Green and Clean yang disponsori oleh PT. Unilever itu sendiri. Warga RT 05 RW 08 yang menjadi kader kemudian mengikuti pelatihan, sosialisasi, dan seminar yang diadakan PT. Unilever bersama kader dari wilayah lain di Jakarta mengenai penanganan sampah domestik. Hasilnya, mereka belajar mengenai pengomposan dengan membuat komposter sebagai media pengomposan. Selain dari seminar, para kader RT 05 RW 08 juga mencari pengetahuan mengenai pengolahan sampah dari buku, brosur dan study ke wilayah lain yang sudah melakukan pengolahan sampah domestik, seperti Kampung Banjarsari, seperti yang diungkapkan Bapak Sr 55 tahun: ”Kami berusaha memperbaiki teknik pengomposan kami dengan cara banyak membaca buku dan belajar ke kampung – kampung lain salah satunya Kampung Banjarsari. Selain itu beberapa dari kami juga mengikuti seminar dan pelatihan mengenai pengolahan sampah yang dilakukan oleh Unilever.” Hasil seminar, study dan baca buku tersebut, langsung dimusyawarahkan di masjid, karena waktu itu belum dibangun balai pertemuan kelompok. Setelah dijelaskan dan warga setuju, maka warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas mulai bergotong-royong membuat komposter mereka sendiri. Hasilnya jadilah 13 komposter, dimana satu untuk masing-masing kelompok kecil yang berjumlah 10, dan tiga komposter besar yang diletakan di bank sampah Gambar komposter dapat dilihat pada lampiran 6. Teknik ini berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi oleh teknik pengomposan tradisional yang mereka lakukan sebelumnya. Teknik pengomposan dengan membuat komposter ini lebih hemat tempat dan lahan dibandingkan dengan teknik sebelumnya, karena media dalam melakukan pengomposan hanya menggunakan komposter seukuran barel minyak tanah sedang. Komposter diletakan di depan rumah ketua kelompok kecil. Hal ini agar jarak antara rumah warga dan komposter relatif dekat, sehingga warga tidak merasa malas untuk menyetorkan sampahnya. Letaknya yang dekat juga membuat pengolahan dan pengamatan juga menjadi mudah. Teknik ini juga tidak menghasilkan asap akibat pembakaran sampah, dan bau yang mengganggu kehidupan sehari-hari warga. Para kader di RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas juga membaca buku-buku mengenai pengomposan untuk belajar membuat cairan EM efective microorganism sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat biaya untuk membeli EM. Hasilnya dari membaca buku, mereka berhasil membuat EM sendiri, dengan biaya yang murah. b. Pengaplikasian teknologi pengomposan Bagi warga RT 05 RW 08 membuang sampah basah atau sampah organik mereka ke komposter merupakan keharusan, dan masyarakat sudah terbiasa akan hal tersebut. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan dan sebelum melakukan pengomposan. Hal yang pertama yang harus diperhatikan pertama kali adalah tahap pra-pengomposan di komposter. Tahap inilah yang paling penting dalam melakukan pengomposan. Dalam tahap ini yang harus dilakukan warga adalah: Pertama, melakukan pemilahan sampah domestik yang berasal dari rumahtangga mereka. Warga memisahkan sampah menjadi dua, yakni, jenis sampah organik atau sampah basah yang terdiri dari sisa sayuran, sampah sisa makanan, sampah sisa buah-buahan, sampah makanan yang telah basi dan sampah daun-daunan, dan sampah non-organik seperti kertas, kardus, plastik, kaleng, kaca dan lain-lain. Setelah dilakukan pemilahan maka untuk pengomposan sampah yang digunakan hanyalah sampah organik. Kedua, warga melakukan pemilahan kembali atas sampah organik yang tadi telah dipilih. Sampah organik dibagi menjadi dua, yakni sampah organik yang harus dilakukan pencucian terlebih dahulu, dan sampah yang tidak perlu dicuci. Sampah yang perlu dicuci adalah jenis sampah seperti nasi basi atau sayuran basi, yang dapat menimbulkan bau sangat tidak sedap apabila dimasukkan ke komposter. Sampah jenis ini, dicuci dengan air kemudian baru bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Sampah seperti daun-daunan, sisa sayuran yang tidak terpakai tidak perlu dilakukan pencucian. Ketiga, tahap ini adalah tahap terakhir sebelum sampah dimasukkan ke komposter. Pada tahap ini dilakukan pencacahan baik terhadap sampah yang dicuci ataupun yang tidak dicuci. Pencacahan dilakukan oleh warga di rumah mereka masing-masing, dengan menggunakan pisau dapur. Sampah dicacah hingga ukurannya menjadi kira-kira 3 cm. Ketiga tahap di atas sudah sangat dikenal dan dilakukan oleh semua warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas sebelum memasukan sampahnya ke komposter, seperti yang dikatakan Ibu Mj 40 tahun mengenai pengolahan sampah pra-pengomposan: ”Dulu saya dan tetangga yang lainnya memang belum melakukan pencacahan, namun setelah diberitahu berulang-ulang dan diajari oleh para kader, akhirnya kami bisa dan biasa melakukan pemilahan dan pencacahan” Setelah dilakukan pencacahan sampah diserahkan ke ketua kelompok masing-masing untuk dimasukan ke komposter atau dimasukan sendiri, kemudian sampah yang masuk, dicatat jumlahnya oleh ketua kelompok. Jika komposter kelompok sudah tidak mampu menampung sampah warga lagi, maka sampah diserahkan ke pengurus bank sampah untuk kemudian diolah di komposter bank sampah. Pengurus bank sampah juga tidak lupa mencatat sampah yang masuk. Sampah yang telah diserahkan ke ketua kelompok atau pengurus bank sampah, kemudian dilakukan pengomposan, dimana pengolahan dan pengamatan terhadap proses pengomposan dilakukan oleh ketua kelompok kecil atau pengurus bank sampah beserta anggota kelompok kecil. Berikut hal yang harus dilakukan dalam melakukan pengolahan sampah basah menjadi kompos: - Setelah ± 2 minggu sampah dalam tong diaduk - Setelah ± 1 minggu sampah dalam tong diaduk kembali - Setelah itu cukup 3 hari sekali sampah dalam tong diaduk - Setelah ± 3 bulan kompos dapat dipanen. Pemanenan kompos juga bisa dilakukan setelah ± 2-3 minggu dengan cara mengais kompos dari bawah melalui pintu yang telah disiapkan sambil terus memasukkan sampah basah dari atas seperti biasanya. Pengomposan merupakan proses dekomposisi penguraian bahan organik dengan bantuan mikroorganisme aktif. Oleh karenanya akan berjalan baik apabila mikroorganisme di dalam sampah basah berkembang dengan baik ada milyaran mikroorganisme. Biasanya mikro organisme pengurai ditambahkan dengan memberikan cairan EM 4 effective mikroorganism. Kelompok Winarsih sendiri sudah mampu membuat cairan EM mereka sendiri, yakni dengan menggunakan barel yang diisi air, kemudian dimasukan gula merah di dalam plastik yang diberi batu agar tenggelam dan buah busuk, seperti pepaya atau mangga. Barel tersebut kemudian ditutup rapat, hingga beberapa saat, cairan atau air yang terdapat di barel bisa diambil dan digunakan sebagai cairan pengganti EM4. Berikut penuturan Bapak Sr 55 tahun mengenai pembuatan EM oleh warga: ”Saya belajar membuat EM dari membaca buku. Karena daripada kami beli EM di toko, yang mahal, jadinya kami belajar membuatnya dengan bahan gula merah dan buah yang sudah busuk.” Selama melakukan pengomposan, terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan agar perkembangbiakan mikroorganisme berjalan dengan baik, sehingga pengomposan berjalan dengan baik pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme adalah: - Oksigen yang cukup - Suhu optimum 35 o c – 70 o c - Kelembaban yang optimum 50 - 60 - Ukuran bahan baku sebaiknya berukuran kecil-kecil - Derajat keasaman yang optimum pH 6,0 – 8,0 Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus agar faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme tersebut tercapai, perlakuan tersebut adalah: - Melakukan pencacahan untuk memperkecil ukuran bahan - Pengadukan pembalikan untuk mengatur suhu dan sirkulasi udara - Penyiraman untuk mengatur kelembaban - Pemberian kotoran hewan atau urea untuk menurunkan derajat keasaman - Pemberian kapur atau abu dapur untuk meningkatkan derajat keasaman Secara normal proses pengomposan membutuhkan waktu selama 7 minggu, namun ada beberapa acuan yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah kompos sudah matang atau belum, yaitu: - Berwarna coklat tua hingga hitam dan remah - Tidak larut dalam air - Temperatur sama atau hampir sama dengan udara luar - Tidak berbau Proses pengomposan diawasi ketua kelompok, pengurus bank sampah, kader lingkungan dan anggotanya masing-masing. Tiap kelompok memiliki jadwal kerja mingguan, untuk pengolahan kompos dan penyiraman tanaman. Walaupun ada jadwal yang tersusun, warga tetap bisa mengganti atau menukar jadwal tugasnya dengan warga lain jika berhalangan. Sekitar satu bulan, kompos yang diolah sudah jadi. Kompos kemudian dijemur hingga kering dan diayak hingga halus, setelah itu kompos dari komposter masing-masing kelompok dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh tiap-tiap anggota kelompok. Jika ada kompos yang terisa tidak digunakan, maka kompos dikumpulkan di penyimpanan kompos di bank sampah bersama dengan kompos yang dihasilkan di komposter bank sampah. Jika ada warga yang membutuhkan kompos untuk tanaman mereka, bisa mengambilnya dengan izin terlebih dahulu ke Ketua RT atau penjaga bank sampah. Ketua RT dan petugas bank sampah kemudian wajib mencatat pemasukan dan pengeluaran kompos di bank sampah pada papan catatan. Setiap warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas diperbolehkan meminta dan memanfaatkan kompos yang telah dibuat, tanpa ada pembedaan berdasarkan jumlah sampah yang disetor atau keaktifannya dalam kegiatan pengolahan sampah. Berikut penuturan Bapak Krd 37 tahun petugas bank sampah, mengenai tidak adanya pembedaan jumlah pemanfaatan kompos oleh warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas : ”Semua warga boleh kok mengambil kompos, tidak melihat apakah dia rajin atau tidak menyerahkan sampah. Asal komposnya dipakai benar untuk tanaman.” Dalam melakukan pengomposan warga juga menemukan berbagai macam kesulitan, baik yang teknis maupun operasional. Kesulitan juga berupa gangguan dari luar seperti adanya orang luar yang salah mengira komposter sebagai tempat sampah. Kesulitan juga dirasakan oleh kaum ibu, yang disebabkan oleh rasa jijik terhadap kompos yang bau dan terdapat belatung atau cacing. Walaupun sebenarnya bau, belatung dan cacing yang terdapat di komposter merupakan bagian dari pengomposan itu sendiri, dan merupakan hal yang wajar. Baru-baru ini warga juga kehilangan satu komposter milik Kelompok Kamboja, dan satu komposter di bank sampah beserta sampah dan kompos di dalamnya, seperti yang dikatakan oleh Ibu Lk 47 tahun, salah seorang penjahit kerajinan tangan daur ulang di RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas dan juga bendahara Kelompok Bougenville: ”Kadang ada orang luar yang salah masukan sampah seperti sendal atau kain ke komposter, atau pedagang yang memasukkan sampah dagangannya. Kalau saya sendiri tidak tahan sama bau dan belatung di komposter” 6.2.2 Pengelolaan Sampah Non-Organik a. Riwayat teknologi daur ulang Sampah plastik kemasan merupakan jenis sampah kedua yang banyak terdapat di lingkungan RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas. Pada musyawarah warga di masjid untuk menentukan pengolahan sampah yang akan dilakukan, maka diputuskan melakukan daur ulang membuat kerajinan tangan berbahan sampah jenis non-organik. Cara ini merupakan ide dari Bapak Maifal Andri, seorang warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas, yang juga termasuk Kader Lingkungan PT. Unilever. Ide ini dikarenakan beliau tertarik dan mendalami kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang dilakukan adalah membuat suatu barang dari sampah plastik kemasan yang sudah tidak terpakai. Pada awalnya daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan ini masih dilakukan dengan sangat sederhana, tanpa menggunakan mesin jahit. Bahan yang merupakan plastik kemasan di tempel dengan menggunakan tali rapia yang dimasukan ke lubang yang dibuat pada bahan. Kualitas produk masih kurang diperhatikan oleh warga, karena hasil kerajinan tangan hanya untuk digunakan oleh warga sendiri. Barang yang dibuat adalah, tas sekolah, tas belanja, topi, topi koboi, Miniatur Monas, tempat sampah kecil dan lain-lain. Hasil kerajinan tangan dari pengolahan sampah anorganik ini kemudian diikutkan dalam perlombaan Jakarta Green and Clean 2007. Setelah menang dalam perlombaan tersebut, PT. Unilever tertarik dengan teknik pengolahan sampah anorganik dengan membuat kerajinan tangan ini. Karena selain dapat mengurangi limbah sampah plastik yang tidak dapat diolah, teknik ini juga menyerap tenaga kerja, terutama wanita yang hanya menjadi ibu rumahtangga. Pada bulan Mei 2007 diadakan pelatihan oleh PT. Unilever untuk kader pengelolaan sampah di Jakarta, mengenai pemilihan bahan baku serta bagaimana cara membuat tas dan kerajinan lainnya dengan cara yang lebih baik, sehingga menghasilkan kualitas produk yang dapat dijual ke pasar berbahan daur ulang sampah non-organik. Namun warga Kelompok Winarsih hanya memilih tas sebagai produk hasil, karena lebih mudah dibuat dan dijual dibandingkan payung dan jas hujan. Karena difasilitasi oleh PT. Unilever maka sampah plastik yang digunakan hanya sampah plastik dari kemasan produk Unilever. Berikut penuturan Ibu Wn 37 tahun mengenai lanjutan proses pemilihan teknik pengolahan sampah anorganik: ”Setelah mengikuti pelatihan PT. Unilever, kami mulai mengerjakan kerajinan tangan dengan cara lebih baik dari sebelumnya. Kami mulai memperhatikan kualitas. PT. Unilever juga membantu dengan menyumbangkan satu buah mesin jahit untuk kelompok kami.” Sampai saat ini hasil kerajinan tangan warga RT 05 RW 08 yang berasal dari sampah non-organik kemasan plastik ini dibuat menjadi tas berbagai ukuran besar, sedang dan kecil dan berbagai kegunaan tas laptop, tas belanja, tas sekolah dan lain-lain dan diberi merek ”Trashion”, gabungan trash yang berarti sampah dan fashion. Harga tas ini juga disesuaikan dengan ukuran, tingkat kesulitan dalam membuatnya, dan modal yang dibutuhkan. Untuk tas belanja ukuran kecil kisaran harga sekitar Rp. 40.000-Rp. 50.000. Untuk ukuran sedang kisaran harga sekitar Rp. 80.000-Rp. 100.000. Untuk ukuran besar kisaran harga sekitar Rp. 120.000- Rp200.000. Usaha kerajinan tangan ini mampu memberikan manfaat bagi warga, berupa penghasilan tambahan bagi warga yang bekerja sebagai pengrajin. Pengaplikasian teknologi daur ulang Bagi sampah jenis non-organik, model pengolahan yang dilakukan warga RT 05RW 08 Kelurahan Ciracas adalah dengan melakukan daur ulang menjadi kerajinan tangan. Sampah jenis non-organik setelah dipilah di tingkat rumahtangga dan dipisahkan dari sampah organik, kemudian dikumpulkan ke bank sampah sesuai jenisnya. Sampah tersebut kemudian di bank sampah dipilah kembali, berdasarkan jenis yang dapat didaur ulang. Sampah yang diambil untuk di daur ulang menjadi kerajinan tangan adalah sampah plastik kemasan, karena warga RT 05RW 08 Kelurahan Ciracas baru mampu mengelola sampah jenis plastik kemasan. Pembuatan kerajinan tangan dari sampah plastik kemasan dilakukan di rumah Ibu RT, namun ada juga warga yang menjahit di rumahnya sendiri, untuk kemudian hasil jadi diserahkan ke rumah Ibu RT. Jumlah mesin jahit di tempat kerajinan tangan berjumlah lima buah. Total jumlah pekerja ada delapan pekerja. Proses pembuatan kerajinan tangan ini terdiri dari 4 tahap utama, yaitu: 1. Pengumpulan yakni, sampah diperoleh dari bank sampah atau langsung dari warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas. Sampah plastik kemasan juga diperoleh dari pemulung atau kolektor sampah yang berkerja sama dengan Kelompok Winarsih. Hal ini dikarenakan jumlah pesanan tas yang banyak, sehingga pemenuhan kebutuhan sampah plastik dari rumah warga sudah tidak mencukupi. Pemulung dan kolektor sampah yang bekerja sama dengan Kelompok Winarsih antara lain berasal dari TPA Bantar Gebang dan Cibubur. Mereka biasanya menyerahkan sampah dalam keadaan bersih dan sudah terpotong. Hal ini beda dengan sampah yang diperoleh dari warga sendiri, yang biasanya masih kotor, sehingga perlu dicuci kembali. Sampah yang diterima dari pemulung ini dapat mencapai 50 kilogramminggu dan dibeli dengan harga 4000kg. 2. Setelah sampah dicuci dan dijemur hingga kering, proses berikutnya adalah penjahitan panel atau dasar. disini potongan-potongan kecil sampah plastik dijahit. Hal inilah yang membedakan menjahit bahan kain dengan menjahit sampah yang terdiri dari potongan-potongan kecil, sehingga perlu disatukan, dengan cara dijahit terlebih dahulu. 3. Penggambaran pola pada panel. Penggambaran ini diperlukan kecermatan. Oleh karenanya, untuk bagian ini hanya dipercayakan kepada Ibu Wn. Pola digambar dengan bantuan, model kardus yang menyerupai bentuk tas. 4. Terakhir adalah penjahitan akhir atau finishing. Pada proses ini, sampah mulai dijahit menjadi tas sesuai dengan pola yang digambar. Pada proses ini juga dilakukan penjahitan border, tali tas dan lambang merk. Pada tiap proses atau tahap pengerjaan kerajinan tangan ini, tidak ada pengawasan atau pengecekan khusus. Pemeriksaan hasil pekerjaan dilakukan oleh pekerja pada tahap berikutnya, sehingga jika dalam suatu tahap menemukan ada kesalahan, maka barang dikembalikan ke tahap sebelumnya untuk diperbaiki, seperti yang diutarakan Ibu En 30 tahun yang merupakan penjahit kerajinan tangan di RT 05 RW 08 yang mengerjakan bagian finishing: ”Jumlah orang yang kerja sedikit, jadinya tidak melakukan pengecekan. Cukup kalau ada yang menemukan kesalahan, maka orang tersebut melaporkan ke bagian sebelumnya, untuk diperbaiki.” Jam kerja pengrajin sampah ini dari pukul 09:00 pagi hingga pukul 16:00 sore, dengan istirahat selama satu jam pada pukul 12.00 siang. Hal ini dilakukan selama enam hari seminggu, karena pada hari minggu dan tanggal merah mereka libur. Sehari produk yang dihasilkan para pekerja bisa sampai delapan buah tas atau kurang, tergantung dari ukuran dan jenis tas. Gaji pengrajin kerajinan tangan di RT 05 RW 08 ini bukanlah perbulan, melainkan per item yang dibuat. Hasil kerajinan tangan dijual dijual di bazar-bazar atau acara-acara yang bertemakan lingkungan atau diadakan oleh PT. Unilever, Namun sekarang ini sedang diusahakan kerja sama dengan berbagai pihak swasta dalam menjual hasil kerajinan tangan ini, seperti perusahaan retail Carefour. Pada saat mengerjakan kerajinan tangan, terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan mereka harus membuat produk yang baik dan berkualitas untuk dijual, jadi tidak bisa asal-asalan. Ketelitian sangat diperlukan dalam membuat kerajinan tangan ini, dan yang paling penting adalah rasa sabar dan ketekunan. Hal ini karena menjahit potongan sampah plastik lebih susah dan berbeda dibandingkan dengan menjahit kain biasa, seperti yang diungkapkan Ibu Nn 46 tahun pekerja kerajinan tangan yang mengerjakan pencucian dan pemotongan awal: ”Kesulitan yang dialami dalam menjahit, itu harus teliti banget, karena lebih susah dibanding menjahit kain. Yang kedua diperlukan juga kesabaran, ya sabar untuk belajar sama sabar merubah ulang jahitan, kalau sampai salah. Kalau tidak sabar mungkin kami sudah berhenti dari pas belajar dulu” 6.2.3 Bank Sampah RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas Pembuatan bank sampah merupakan ide lain dari warga dalam melakukan pengolahan sampah. Hal yang melatar belakangi warga dalam membuat bank sampah adalah, warga memerlukan suatu tempat yang bisa digunakan sebagai penampungan sampah yang sudah dipilah. Warga juga memutuskan membutuhkan bank sampah sebagai TPS di lingkungan mereka, namun bukan hanya sekedar berfungsi menampung sampah, melainkan memiliki fungsi lainnya, yang bermanfaat dan mendukung pengolahan sampah yang dilakukan oleh warga. Bank sampah di RT 05 RW 08, selain memiliki fungsi utama sebagai tempat penampuan dan pemilahan sampah domestik dari warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas seperti yang telah disebutkan diatas dan pada sub-bab pengolahan sampah, memiliki fungsi penting lainnya. Semua fungsi ini mendukung kegiatan pengelolaan sampah dan penghijauan yang dilakukan oleh warga RT 05 RW 08. Fungsi lain bank sampah selain yang telah disebutkan, yakni: Pertama, bank sampah mempunyai fungsi sebagai tempat pembibitan tanaman obat dan hias yang dilakukan warga, hasilnya juga di simpan disini, selain di halaman depan rumah Ketua RW 08 Kelurahan Ciracas. Kedua, tempat penyimpanan hasil kreatifitas warga dalam men-daur ulang sampah, seperti hasil daur ulang sampah plastik berupa tas dan topi, kemudian hasil daur ulang kertas koran dan lampion hasil daur ulang botol minuman mineral bekas. Bahan untuk membuat kreatifitasnya juga berasal dari sampah yang disimpan di bank sampah. Ketiga, sebelum adanya komposter di tiap-tiap kelompok, bank sampah merupakan pusat melakukan composting, walaupun sampai sekarang masih dilakukan pengomposan di bank sampah. Komposter yang ada di bank sampah berjumlah tiga buah, termasuk komposter yang sudah jadi. Keempat, sebagai tempat pembuatan cairan EM oleh warga. Kelima, Tempat penyimpanan kompos yang sudah jadi, baik yang sudah berasal dari komposter kelompok kecil atau komposter bank sampah. Berikut penuturan Bapak Kr 37 tahun mengenai manfaat keberadaan bank sampah oleh warga RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas: ”Ada bank sampah jadi enak kalau kita mengolah sampah, membuat EM gampang, pengomposan juga gampang, semua karena ada tempatnya, mau ambil kompos juga tinggal ke bank sampah. Enaknya lagi lebih rapi, daripada kalau dibuat kayak TPS-TPS biasa.” Bank sampah juga merupakan penghasil point utama, yang membantu warga Kelompok Winarsih memenangkan lomba Jakarta Green and Clean. Pengurus bank sampah di RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas adalah Bapak Sr dan Bapak Sk selaku penanggung jawab dan Bapak Kr selaku pengurus harian. Kunci bank sampah dipegang oleh ketiga orang tersebut. Pak Karyadi selaku pengurus harian, bertugas menjaga dan mencatat pengeluaran dan pemasukan sampah serta kompos. Bank sampah dikunci untuk mencegah hilangnya peralatan dan fasilitas yang ada di bank sampah. Fasilitas dan alat-alat yang ada di bank sampah adalah sebagai berikut: 1. Dua buah rak tempat penyimpanan sampah organik dan non-organik 2. Dua buah rak tanaman pembibitan dan pemeliharaan 3. Empat buah komposter Dua komposter yang belum jadi, dua komposter yang sudah jadi 4. Satu buah barel cairan EM buatan warga 5. Satu buah timbangan sampah 6. Satu buah gerobak sampah 6.2.4 Keberlanjutan Model Pengelolaan Sampah Warga RT 05 RW 08 Kampung Ciracas telah melakukan pengolahan sampah secara efektif dari tahun 2003. Sampai saat ini pengolahan sampah masih berjalan dengan baik. Dasar dari tujuan mereka melakukan pengolahan sampah ini adalah keinginan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, bukan memenangkan lomba cinta lingkungan. Hal tersebut membuat program tetap berjalan walaupun sedang tidak ada lomba, dan menang atau kalah dalam lomba bukanlah menjadi ukuran warga untuk mengerjakan program. Harapan mereka adalah terwujudnya kebersihan lingkungan di sekitar mereka, tidak peduli menang atau kalah dalam berlomba, berikut penuturan Bapak Sfdn 39 tahun: ”Saya sih biar sudah tidak ada lomba tetap melakukan pengomposan, bersih-bersih, pokoknya sama saja, tidak berubah. Warga lain juga saya lihat juga seperti itu, dari awal Ibu RT sudah menasihati kami, kalau program kita tuh, bukan dilakukan karena ada lomba.” Kondisi lingkungan RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas hingga kini pun dimasa tidak ada lomba tidak banyak berubah dengan saat mengikuti perlombaan. Walaupun sedang tidak mengikuti perlombaan lingkungan, warga tetap melakukan pengelolaan sampah di wilayah mereka. Pengomposan tetap dijalankan oleh tiap anggota kelompok. Kondisi komposter kelompok dan bank sampah penuh dengan sampah yang akan diolah. Kompos yang telah jadi pun banyak disimpan di bank sampah. Pembuatan cairan EM oleh warga tetap dilakukan untuk mendukung pengomposan yang dilakukan. Warga juga rajin membersihkan lingkungan sekitar rumah mereka tiap hari dari sampah. Hal ini menunjukan keberlanjutan warga dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah. Pada upaya daur ulang sampah plastik menjadi kerajinan tangan, warga tetap melakukannya tiap hari pada hari kerja. Setiap hari warga tetap produktif menghasilkan tas daur ulang. Pemulung juga mengirimkan sampah plastik yang akan didaur ulang oleh warga tiap seminggu sekali. Perawatan pada bank sampah juga tidak mereka lupakan. Fungsi bank sampah masih dijalankan seperti apa yang ditujukan. Kompos yang telah jadi disimpan dengan baik di bank sampah. Pencatatan sampah dan kompos yang keluar dan masuk masih dilaksanakan. Upaya-upaya pengembangan juga dilakukan warga, baik untuk pengolahan sampah organik maupun non organik. Permintaan bantuan mesin kepada Dinas Kebersihan Kelurahan Ciracas pengurai agar mampu mengolah sampah non-organik yang belum dapat diolah oileh warga. Namun, permintaan mesin masih belum bisa terwujud karena mahalnya harga mesin pengurai. Pengomposan juga mulai disebarkan ke RT-RT lain di sekitar RT 05, dengan harapan semakin luas warga yang mampu mengurangi sampah. Selain itu, warga juga berusaha untuk memanfaatkan gas keluaran dari proses pengomposan, untuk digunakan sebagai bahan bakar. Upaya memperbaiki kualitas produk kerajinan tangan dan memperbanyak jenis produk hasil daur ulang plastik selain tas merupakan upaya pengembangan yang dilakukan untuk pengolahan sampah non-organik. Warga juga mulai melakukan daur ulang terhadap jenis sampah yang lain, seperti botol minuman mineral bekas yang dijadikan lampion. Selain itu warga juga mengupayakan pencaharian pasar dan mitra kerja sama untuk pemasaran produk kerajinan tangan daur ulang. Jumlah pekerja dan mesin jahit untuk saat ini belum menjadi fokus pengembangan kegiatan daur ulang oleh warga, karena masih mampu memenuhi permintaan produk, seperti yang diungkapkan Ibu Wn 37 tahun berikut ini: ”Jumlah pekerja dan mesin saat ini masih mampu dalam memenuhi pesanan konsumen, jadi tidak ada rencana penambahan untuk saat ini. Paling usaha pengembangan yang kami lakukan saat ini adalah mencari rekanan usaha yang mau membeli produk kami atau menyalurkan produk kami.” Para kader di RT 05 RW 08 Kelurahan Ciracas juga sering dimintai bantuan oleh RT-RT lain di Jakarta untuk melatih mereka. Terutama dalam hal menjahit dan pengomposan. Mereka merasa senang dan bangga jika bisa ”menularkan” kemampuan mereka kepada orang lain, karena dengan menyebarkannya, maka makin banyak warga yang bisa mengolah sampah mereka sendiri, dan itu berarti semakin sedikit jumlah sampah yang tertimbun di TPA. Para kader tidak pernah berpikir jika mereka mengajarkan mereka, maka mereka akan kalah dalam lomba atau mendapat saingan dalam menjual hasil kerajinan tangan, seperti yang diungkapkan Ibu Wn 37 tahun berikut: ”Motivasi saya mengajarkan warga lain adalah, supaya mereka juga bisa melakukannya. Jika semakin banyak yang bisa melakukan pengelolaan sampah mereka sendiri, maka bukan hanya RT kami yang sehat dan bersih, tapi semua RT.”

6.3 Modal Sosial