f. Awal zaman Edo
Penyederhaan pakaian samurai berlanjut hingga zaman Edo. Pakaian samurai zaman Edo adalah setelan berpundak lebar yang disebut kamishimo
裃 . Satu setel kamishimo terdiri dari kataginu 肩 衣 dan hakama. Di kalangan wanita, kosodemenjadi semakin populer sebagai simbol budaya orang
kota yang mengikuti tren busana. Zaman Edo adalah zaman keemasan panggung sandiwara kabuki. Penemuan cara penggandaan lukisan berwarna-
warni yang disebut nishiki-e atau ukiyo-e mendorong makin banyaknya lukisan pemeran kabuki yang mengenakan kimono mahal dan gemerlap. Pakaian orang
kota pun cenderung makin mewah karena iking meniru pakaian aktor kabuki. Kecenderungan orang kota berpakaian semakin bagus dan jauh dari
norma konfusianisme ingin dibatasi oleh Keshogunan Edo. Secara bertahap pemerintah keshogunan memaksakan kenyaku-rei, yakni norma kehidupan
sederhana yang pantas. Pemaksaan tersebut gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa dibendung. Tradisi upacara minum
teh menjadi sebab kegagalan kenyaku-rei. Orang menghadiri upacara minum teh memakai kimono yang terlihat sederhana namun ternyata berharga mahal.
Tali pinggang kumihimo dan gaya mengikat obi di punggung mulai dikenal sejak zaman Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu
mengenakan kimono id.wikipedia.orgwikikimono.
g. Akhir zaman Edo
Politik isolasi sakoku membuat terhentinya impor benang sutra. Kimono mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian rakyat dibuat
dari kain sutra jenis crape lebih murah. Setelah terjadi kelaparan zaman
Temmei 1783-1788, Keshogunan Edo pada tahun 1785 melarang rakyat untuk mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari
kain katun atau kain rami. Kimono berlengan lebar yang merupakan bentuk awal dari furisode populer di kalangan wanita id.wikipedia.orgwikikimono.
h. Zaman Meiji dan zaman Taisho
Industri berkembang maju pada zaman Meiji. Produksi sutra meningkat, dan Jepang menjadi eksportir sutra terbesar. Harga kain sutra tidak lagi mahal,
dan mulai dikenal berjenis-jenis kain sutra. Peraturan pemakaian benang sutra dinyatakan tidak berlaku. Kimono untuk wanita mulai dibuat dari berbagai
macam jenis kain sutra. Industri pemintalan sutra didirikan di berbagai tempat di Jepang. Sejalan dengan pesatnya perkembangan industri pemintalan, industri
tekstil benang sutra ikut berkembang. Produknya berupa berbagai kain sutra, mulai dari kain krep, rinzu, omeshi, hingga meisen.Tersedianya beraneka jenis
kain yang dapat diproses menyebabkan berkembangnya teknik pencelupan kain. Pada zaman Meiji mulai dikenal teknik yuzen, yakni menggambar
dengan kuas untuk menghasilkan corak kain di atas kain kimono. Sementara itu, wanita kalangan atas masih menggemari kain sutra yang
bermotif garis-garis dan susunan gambar yang sangat rumit dan halus. Mereka mengenakan kimono dari model kain yang sudah populer sejak zaman Edo
sebagai pakaian terbaik sewaktu menghadiri acara istimewa. Hampir pada waktu yang bersamaan, kain sutra hasil tenunan benang berwarna-warni
hasil pencelupan mulai disukai orang. Tidak lama setelah pakaian impor dari Barat mulai masuk ke Jepang, penjahit lokal mulai bisa membuat pakaian
Barat. Sejak itu pula, istilah wafuku dipakai untuk membedakan pakaian yang
selama ini dipakai orang Jepang dengan pakaian dari Barat. Ketika pakaian Barat mulai dikenal di Jepang, kalangan atas memakai pakaian Barat yang
dipinjam dari toko persewaan pakaian barat. Di era modernisasi Meiji, bangsawan istana mengganti kimono dengan
pakaian Barat supaya tidak dianggap kuno. Walaupun demikian, orang kota yang ingin melestarikan tradisi estetika keindahan tradisional tidak menjadi
terpengaruh. Orang kota tetap berusaha mempertahankan kimono dan tradisi yang dipelihara sejak zaman Edo. Sebagian besar pria zaman Meiji masih
memakai kimono untuk pakaian sehari-hari. Setelan jas sebagai busana formal pria juga mulai populer. Sebagian besar wanita zaman Meiji masih
mengenakan kimono, kecuali wanita bangsawan dan guru wanita yang bertugas mengajar anak-anak perempuan. Seragam militer dikenakan oleh laki-laki yang
mengikuti dinas militer. Seragam tentara angkatan darat menjadi model untuk seragam sekolah anak laki-laki. Seragam anak sekolah juga menggunakan
model kerah berdiri yang mengelilingi leher dan tidak jatuh ke pundak stand- up collar persis model kerah seragam tentara. Pada akhir zaman Taisho,
pemerintah menjalankan kebijakan mobilisasi. Seragam anak sekolah perempuan diganti dari andonbakama kimono dan hakama menjadi pakaian
Barat yang disebut serafuku sailor fuku, yakni setelan blus mirip pakaian pelaut dan rok id.wikipedia.orgwikikimono.
i. Zaman Showa