Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum Yukata kimono musim panas

PENGESAHAN Diterima Oleh: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidaang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya Pada Hari : Tanggal : Juni 2014 Pukul : 14.00 WIB Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A NIP: 19511013 1976 03 1001 Panitia Ujian : No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

2. Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum

3. Zulnaidi, S.S., M.Hum

KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat, berkat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Karakteristik Kimono Pakaian Jepang dengan Hanbok Pakaian Korea” . Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, dimana masih terdapat banyak kekurangan baik dari tata bahasa maupun isi pembahasan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga skrisi ini menjadi lebih bermanfaat dan lebih sempurna. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Departemen Sastra Jepang Ekstensi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis untuk lebih teliti dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan banyak waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan masukan-masukan, bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Bapak Drs. Nandi S, selaku Dosen Penasehat Akademik. 5. Seluruh dosen dan staff pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen dan staff pegawai Departemen Sastra Jepang. 6. Kedua orang tua ku tersayang, Ayahanda Sudirmo Tjandra K dan Ibunda Rosmaini yang telah memberikan doa, nasihat, dukungan, perhatian, semangat dan bantuan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 7. Untuk Suami Tercinta Tirta Winata, S.H M.H yang telah memberikan dukungan moril dan materil dengan tulus tanpa pamrih, dan juga tak lupa kepada ananda Rifqy Fairuz Ula, Nouval Muaz Dinata dan Muhammad Chandra Winata yang telah mendoakan penulis agar bisa meraih kebahagian ini. 8. Teman-teman seperjuangan Sastra Jepang Ekstensi 2012 Kak Marwiyah, Ayya, Alfi, Reby, Tiwi, Aidil , Zyda, dan Dija yang selalu mendukung penulis. 9. Buat Ibunda Mertua Hj. Sumiaty R, Adik Ipar Tri Widya Sandika, SS, M.Hum Sarmaida S. Kep, Ahmad Ibrahim Hasibuan, M.Pd.I dan Staf Pengajar TK RIZQY Nina Aryanti, S.Pd.I Erlida Syahni, S.Pd, Yuli Fauziah serta Siswai TK RIZQY yang telah memotivasi selama penulisan Skripsi ini. 10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi peneliti yang memiliki bahan terkait dengan isi skripsi ini. Medan, 3 Juni 2014 Penulis Rosdiani Suri Mulyanti DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ································································· i DAFTAR ISI ············································································ iii BAB I PENDAHULUAN ···················································· ········ 1 1.1 Latar Belakang Masalah ···························································· 1 1.2 Perumusan Masalah ································································· 5 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ······················································ 6 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ············································ 6 1.4.1. Tinjauan Pustaka ··························································· 6 1.4.2. Kerangka Teori ···························································· 11 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ···················································· 13 1.5.1. Tujuan Penelitian ··························································· 13 1.5.2. manfaat Penelitian ·························································· 13 1.6 Metode Penelitian ··································································· 14 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PAKAIAN KIMONO DAN HANBOK ································································ ··············································································· 15 2.1 Pengertian Dan Sejarah Kimono dan Hanbok ································· 15 2.1.1. Pengertian Kimono dan Hanbok ········································· 15 2.1.1.1. Kimono ···························································· 15 2.1.1.2. Hanbok ···························································· 16 2.1.2. Sejarah Kimono dan hanbok ············································· 17 2.1.2.1. Kimono ··························································· 17 2.1.2.2. Hanbok ··························································· 25 2.1 Jenis – jenis Kimono dan Hanbok ············································· 33 2.2.1. Jenis Kimono ····························································· 28 2.2.2. Jenis Hanbok ···························································· 33 BAB III PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMONO DENGAN HANBOK DAN WAKTU PEMAKAIANNY ··········································· 37 3.1. Karakteristik ······································································ 39 3.1.1. Bahan Kimono dan Hanbok ············································· 37 3.1.1.1 Kimono ···························································· 37 3.1.1.2 Hanbok ···························································· 37 3.1.2. Bentuk Kimono dan hanbok ············································ 38 3.1.2.1. Kimono ·························································· 38 3.1.2.2. Hanbok ·························································· 49 3.1.3. warna Kimono dan Hanbok ············································· 57 3.1.3.1. Kimono ························································· 57 3.1.3.2. Hanbok ························································· 47 3.2. Waktu Pemakaian Kimono dan Hanbok ····································· 56 3.2.1. Kimono ···································································· 56 3.2.2. Hanbok ···································································· 59 3.3. Perbandingan Kimono dan Hanbok ············································ 60 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ················································ 64 4.1. Kesimpulan ···································································· 64 4.2. Saran ··········································································· 66 DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK ABSTRAK Skripsi ini memaparkan tentang perbandingan karakteristik Kimono Pakaian Jepang dengan Hanbok Pakaian Korea. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik Kimono dengan Hanbok, dilihat dari bahan, bentuk, warna, dan waktu pemakaiannya. Dan untuk mengetahui gambaran umum Kimono dengan hanbok. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka adalah tekhnik pengumpulan daata dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Berdasarkan metode penelitian yang dipakai serta data-data yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan antara Hanbok dan Kimono adalah sama-sama dipengaruhi dari negeri China dan sama-sama kain yang berkualitas tinggi untuk kalangan atas dengan harga yang tinggi, sementara untuk kalangan kelas bawahnya dibuat dari bahan-bahan yang terjangkau.Hanbok dan kimono juga sama-sama menyimbolkan dan menggambarkan tradisi kehidupan kedua negera tersebut. Sedangkan perbedaan antara Hanbok dan Kimono adalah untuk kalangan atas Korea, memakai kain hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi pada musim panas. Pada musim dingin, Hanbok dibuat dari kain sutra. Sementara untuk kalangan atas Jepang, Pakaian Kimono terbuat dari kain. Kemudian dari segi model pakaian.Hanbok dan Kimono juga berbeda, Kimono lebih mirip dengan mantel memakai kerah dan berlengan panjang serta banyak memakai aksesoris seperti sabuk, alas kaki, bahkan ada juga dompet, tas dan sandal. Sedangkan Hanbok nampaknya lebih simpel dari Kimono. Hanbok hanya mempunyai elemen ukuran baju yang sepinggang dan celana panjang yang ketat serta rok chima. Perbedaan lainnya antara pakaian Hanbok dan pakaian Kimono adalah dari segi warna.Pakaian Hanbok sangat memperhatikan warna yang cerah. Sedangkan Kimono dalam memilih warna berdasarkan umur gender.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang dan Korea adalah negara yang satu rumpun, maka tidak heran kalau kebudayaan kedua negara tersebut mempunyai karakteristik yang sama, tetapi juga mempunyai perbedaan, sehingga keduanya memiliki ciri khas masing-masing. Seperti halnya pada pakaian tradisional kedua bangsa tersebut yaitu pakaian Jepang kimono dan Korea Hanbok yang kedua-duanya mendapat pengaruh dari pakaian tradisional budaya China, yang sama-sama memiliki karakter yang sama tetapi juga memiliki karakter yang berbeda. Hanbok adalah pakaian tradisional masyarakat Korea. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti “pakaian orang Korea”, hanbok pada saat ini mengacu pada “pakaian gaya dinasti Josen”, yang bisa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festifal tradisional. Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji celana dan chima rok diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman Tiga Kerajaan, yaitu pada abad ke 16, pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam Goguryeo menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini. Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana yangn tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang id.wikipedia.orgwikihanbok. Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok Dinasti Tang diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut Gwanbok, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu. Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19, Daewon-gun memperkenalkan magoja, jaket bergaya manchu yang sering dipakai hingga saat ini. Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoriti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahkan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang dan indah. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya. Kimono adalah pakaian tradisional Jepang. Kimono 「 着 物 」 Dari kanjinya, dapat diartikan, “sesuatu untuk dipakai”. 着 dibaca ki, asal kata 着る kiru “memakai” dan 物 dibaca mono, berarti sesuatu atau benda. Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut atau pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zori atau geta. Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode. Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San. Bahan kain kimono adalah hasil dari kesenian tenun tradisional Jepang yang bernilai seni. Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari kain sutra kelas terbaik dan hanya dijahit dengan tangan tidak memakai mesin jahit. Oleh karena itu, harga kimono sering menjadi sangat mahal. Kimono umumnya tidak pernah dijual dalam keadaan jadi, melainkan harus dipesan dan dijahit sesuai dengan ukuran badan pemakai. Warna yang selalu digunakan pada kimono disesuaikan dengan umur dan gender. Para pria biasanya memakai kimono berwarna gelap, dan wanita memakai warna cerah. Sewaktu membeli kain, tinggi badan pemakai tidak diperhitungkan. Bahan kimono dibeli dalam satu gulungan kain yang ditenun dengan sempurna tanpa cacat. Sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan untk membuat aksesori pelengkap kimono, seperti tas, dompet, atau sandal. Kain kimono dapat dibeli dengan harga lebih murah pada kesempatan obral bahan kelas dua yang disebut B-tan ichi B, arti harfiah: pasar kain kelas B, untuk membedakannya dari bahan kimono kelas A yang ditenun sempurna tanpa cacat. Walaupun bahan kain yang dibeli memiliki sedikit cacat, penjahit kimono yang berpengalaman dapat menyembunyikan bagian tenunan yang rusak. Setelah jadi, kimono dari pasar kain kelas B mungkin akan terlihat sama dengan kimono dari bahan sempurna id.wikipedia.orgwikikimono. Penjelasan di atas dapat dilihat persamaan antara Hanbok dan Kimono adalah sama-sama dipengaruhi dari negara China dan sama-sama dibuat dari kain yang berkualitas tinggi untuk kalangan atas dengan harga yang tinggi, sementara untuk kalangan kelas bawahnya dibuat dari bahan-bahan yang harga terjangkau. Hanbok dan kimono juga sama-sama menyimbolkan dan menggambarkan tradisi kehidupan kedua negara tersebut. Sedangkan perbedaaan antara Hanbok dan Kimono adalah untuk kalangan atas Korea, memakai kain hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi pada musim panas. Pada musim dingin, Hanbok dibuat dari kain sutra. Sementara untuk kalangan atas Jepang, pakaian Kimono terbuat dari kain. Kemudian dari segi model pakaian, Hanbok dan Kimono juga berbeda, Kimono lebih mirip dengan mantel memakai kerah dan berlengan panjang serta banyak memakai aksesoris seperti sabuk, alas kaki, bahkan ada juga dompet, tas dan sandal. Sedangkan Handbok nampaknya lebih simpel dari Kimono. Hanbok hanya mempunyai elemen ukuran baju yang sepinggang dan celana panjang yang ketat serta rok chima. Perbedaan lainnya antara pakaian Hanbok dan pakaian Kimono adalah dari segi warna. Pakaian Hanbok sangat memperhatikan warna yang cerah. Sedangkan Kimono dalam memilih warna berdasarkan umur dan gender. Berdasarkan uraian di atas, Kimono dan Hanbok memiliki persamaan dan perbedaan, sehingga penulis tertarik untuk membuat judul skripsi dengan judul “Perbandingan Karakteristik Kimono Pakaian Jepang dan Hanbok Pakaian Korea”

1.2 Perumusan masalah

Kimono dan hanbok keduanya merupakan pakaian tradisional dari Jepang dan Korea. Sedikit banyaknya mendapat pengaruh pakaian tradisional China. Kedua pakaian ini walaupun ada dalam wilayah rumpun yang sama, tetapi memiliki perbedaan-perbedaan dilihat dari segi bahan, bentuk, warna dan waktu pemakaianya. Sehingga, kimono dan hanbok jika dilihat secara sepintas, masih memiliki kemiripan. Namun, jika dilihat secara lebih mendalam, ternyata memiliki perbedaan. Ini menunjukkan adanya karakteristik dari masing-masing kedua pakaian tradisional kimono dan hanbok. Persamaan dan perbedaan inilah yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, maka penulis mencoba merumuskan masalah ini sebagai berikut; 1. Bagaimana persamaan karakteristik antara pakaian Kimono Jepang dan Hanbok Korea dilihat dari bahan, bentuk, dan warna serta waktu pemakaianya. 2. Bagaimana Perbedaan karakteristik antara pakaian Kimono Jepang dan Hanbok Korea dilihat dari bahan, bentuk, dan warna serta waktu pemakaiannya.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Pada penulisan skripsi ini, penulis membatasi pembahasannya hanya mengenai perbandingan karakteristik Hanbok dan Kimono dari segi bentuk pakaian, bahkan warna dan segi waktu pemakaianya. Agar pembahasannya lebih jelas dan memiliki akurasi data yang tepat, dengan jelas, maka penulis pada Bab II menjelaskan juga mengenai pengertian dan sejarah kimono dan hanbok, dan juga jenis-jenis Kimono dan Hanbok. 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka Pakaian tradisional Jepang adalah kimono. Pada umumnya kimono dibuat dari sutera, berlengan besar yang menjulai dari bahu hingga ke tumit. Kimono dan obi yang kita kenal sekarang merupakan pakaian tradisional Jepang pada masa Edo 1600-1868.Obi menjadi bagian dari kimono wanita kira-kira pada pertengahan periode Edo.Ukuran obi yang standar adalah panjang 360 cm dan lebar 30 cm. Model pakaian pada masa Edo banyak dipengaruhi oleh desain dan gaya artis. Para wanita di kelas samurai terus memakai kimono yang sederhana dengan obi yang terbuat dari braided cards. Sedangkan para wanita diluar kelas samurai mencoba memakai kimono dengan model yang lebih beragam dengan furisode kimono dengan lengan panjang yang sering dilihat dipanggung kabuki. Selama bertahun, obi diikat di depan atau disamping. Tetapi pada pertengahan Edo, obi mulai diikat di belakang. Katanya ini semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 ketika aktor kabuki yang memerankan perempuan menggunakan obi yang diikat di belakang Pitri Haryanti, 2013: 79 Terdapat berbagai macam jenis kimono di Jepang dan tempat digunakannya kimono tersebut, diantaranya yaitu; 1. Furisode Furisode merupakan kimono resmi wanita yang belum menikah dengan warnanya yang mencolok dan terbuat dari kain sutra berkualitas tinggi. Furisode biasanya digunakan pada upacara pernikahan atau upacara minum teh sampai menikah. 2. Yukata kimono musim panas Yukata merupakan kimono yang terbuat dari katun yang biasanya dipakai pada musim panas. Yukata biasanya mempunyai desain dengan warna- warna yang cerah. Pada umumnya yukata dipakai pada bon odori dan festival- festival musim-musim tertentu. 3. Homongi Homongi merupakan pakaian resmi wanita yang telah menikah. Homongi akan dipakai untuk menghadiri upacara pernikahan atau upacara minum teh. 4. Tomesode Tomesode juga merupakan kimono resmi orang Jepang. Seorang wanita yang telah menikah biasanya akan mengenakan tomesode pada upacara pernikahan kerabat dekatnya. Tidak dipakai ke upacara pernikahan teman atau upacara lainya. Sedangkan untuk upacara-upacara semacam itu, digunakan homolongi. 5. Kuromontsuki Kuromontsuki adalah kimono formal yang dipakai oleh laki-laki. 6. Uru no kimono kimono dari wol Uru no kimono kimono dari wol yaitu kimono informal yang dipakai oleh laki-laki. 7. Uchihake Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya. Uchihake berwarna putih, sehingga kontras dengan warna tomesode yang berwarna hitam. 8. Mofuku Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai Pitri, 2013: 80 Sedangkan Hanbok adalah pakaian tradisional Korea. Istilah hanbok berasal dari han dan bok. Han adalah sebutan untuk Korea, orang han dan Bok adalah pakaian. Hanbok adalah pakaian tradisional masyarakat Korea pada era dinasti Jeoseon 1392 – 1910 M. Handbok pada umumnya memiliki warna-warna cerah. Ada dua jenis hanbok yakni hanbok untuk kalangan bangsawan dan hanbok untuk rakyat biasa. Golongan bangsawan mengenakan hanbok berwarna-warni dengan hiasan border dan sulaman yang indah dan bahan terbuat dari sutra. Sedangkan golongan rakyat biasa menggunakan hanbok sederhana terbuat dari bahan katun dengan pembatasan warna, yakni warna putih, pink muda, hijau muda dan abu-abu. Secara umum, hanbok yang dipakai oleh bangsawan dan rakyat biasa memiliki kesamaan, yang membedakan adalah warna dan aksesoris pelengkap hanbok www. Teruskan.com. Mengenal bagian – bagian Hanbok, Baju khas Negeri Korea Seperti yang sudah jelaskan sebelumnya, Jepang dan Korea adalah negara yang satu rumpun, maka tidak heran kalau kebudayaan kedua negara tersebut mempunyai karakteristik yang sama, tetapi juga mempunyai perbedaan, sehingga keduanya memiliki ciri khas masing-masing. Seperti halnya pada pakaian tradisional kedua negara tersebut yaitu pakaian Jepang kimono dan Korea Hanbok yang kedua-duanya mendapat pengaruh dari pakaian tradisional budaya China yang sama-sama memiliki karakter yang sama tetapi juga memiliki karakter yang berbeda. Bangsa Jepang atau orang Jepang Nihonjin, Nipponjin adalah suku bangsa yang dominan di Jepang. Diseluruh dunia, ada sekitar 130 juta orang keturunan Jepang, dan 127 orang diantaranya adalah penduduk Jepang. Orang keturunan Jepang yang tinggal dinegara-negara lain disebut nikkeijin. Istilah etnis Jepang juga dipakai untuk membedakan etnis dominan di Jepang yang disebut suku Yamato dari orang Ainu atau orang Ryukyu. Bahasa Jepang adalah rumpun bahasa Japonik yang sering digolongkan ahli bahasa sebagai bahasa isolat. Bahasa Jepang masih berhubungan dengan bahasa Okinawa bahasa Ryukyu, dan keduanya sedang diusulkan ahli bahasa agar dimasukkan kedalam rumpun Altai. Sistem penulisan bahasa Jepang merupakan campuran dari hiragana, katakanaka, kanji dan huruf latin. Bahasa utama Jepang adalah bahasa Jepang, dan tingkat mengetahui huruf di kalangan orang dewasa di Jepang mencapai 99. Orang Korea Selatan menyebut rakyat mereka Hangukin atau sederhananya Han in untuk orang Korea Selatan yang tinggal di luar negeri atau Hanguk saram. Sedangkan rakyat Korea Utara menyebut orang mereka dengan Choson in atau Choson saram. Orang Korea dipercaya merupakan keturunan suku Bangsa Altaik atau proto-Altaicy yang masih berkaitan dengan orang Mongol, China, Jepang Tungusik dan orang Turkik serta banyak suku dari Asia Tengah yang lain. Bukti arkeologi menduga bangsa Korea tua Proto Korea adalah para pendatang Altaik dari Siberia Tenggara sekarang wilayah Rusia yang datang berturut-turut dimasa peralihan dari zaman neolitik zaman batu baru menuju zaman perunggu. Sejarah China adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia. Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah China telah ditemukan oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban China berawal dari berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Sejarah tertulis China dimulai sejak Dinasti Shang K. 1750 SM – 1045 SM yang melanjutkan Dinasti Shang. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling lama berkuasa dan pada zaman dinasti inilah tulisan China modren mulai berkembang. Pandangan konvensional terhadap sejarah China adalah bahwa China merupakan suatu negara yang mengalami pergantian antara periode persatuan dan perpecahan politis yang kadang-kadang dikuasai oleh orang-orang asing, yang sebahagian besar terasimilasi kedalam populasi Suku Han. Pengaruh budaya dan politik dari berbagai wilayah di Asia, yang dibawa oleh gelombang imigrasi, ekspansi, dan asimilasi yang bergantian, menyatu untuk membentuk budaya China modren www. Teruskan.Com.Kemiripan bangsa – bangsa Cina, Korea dan Jepang rumpun Bahasa Austronesi

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka kerja teoritis adalah model konseptual yang menggambarkanhubungan diantara berbagai macam faktor yang telah diidentifikasikan sebagai sesuatu hal yang penting bagi suatu masalah.Kerangka Teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan – batasan tentang teori – teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan www: Usepmulyana. Files. Wordpress.com. Pemilihan dan defnisi masalah Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori komperatif yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat- sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu , dimana penulis membandingkan karakteristik kimono Pakaian Jepang dengan hanbok Pakaian Korea. Perbandingan ini meliputi jenis jenis pakaian, warna pakaian, model pakaian, terbuat dari apa pakaian tersebut dan dimana pakaian tersebut digunakan Nazir, 2005: 58 Secara umum istilah “karakter” yang sering disamakan dengan istilah “temperamen”, “tabiat”, “watak”, atau “ahlak” yang memberinya sebuah definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan www. Sintyaapriliani.blogspot.Pengertian karakter menurut ahli.html Istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan www. Hidayatullah.comartikelpendidikan karakter mau kemana.html Pakaian secara umum dipahami sebagai “alat” untuk melindungi tubuh atau “fasilitas” untuk memperindah penampilan. Tetapi selain untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pakaianpun dapat berfungsi sebagai “alat” komunikasi yang non-verbal, karena pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna www.pengertian pakaian Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun www.KamusBahasaIndonesia.org Pakaian tradisional merupakan simbol kebudayaan suatu daerah. Untuk menunjukkan nama daerah pakaian adatpun bisa dijadikan simbol tersebut. Pasalnya, setiap daerah disuatu negara memiliki pakaian tradisional yang berbeda-beda. Pakaian tradisional biasanya dipakai untuk memperingati hari besar seperti kelahiran, pernikahan, kematian, serta hari-hari besar keagamaan. Setiap daerah memiliki pengertian pakaian tradisional sendiri-sendiri. Sebagai simbol, pakaian tradisional memang dijadikan sebagai penanda untuk sesuatu. Biasanya berupa doa atau mencerminkan suatu sikap www. Teruskan.Com.Pengertian Pakaian Tradisional. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik Kimono dengan Hanbok, dilihat dari segi bahan, bentuk, warna, dan waktu pemakaiannya. 2. Untuk mengetahui gambaran umum Kimono dengan hanbok.

1.5.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis sendiri adalah sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan tentang perbandingan karakteristik Kimono dengan Hanbok. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan mahasiswa sastra dan Bahasa Jepang pada khususnya mengenai perbandingan karakteristik Kimono dengan Hanbok. 3. Diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka dan metode deskriptif. Studi pustaka adalah tehnik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, letarur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan Nazir, 1988: 58. Metode deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskritif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan suatu atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data Koentjaraningrat, 1976: 7.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PAKAIAN KIMONO DAN HANBOK

2.1 Pengertian dan Sejarah Kimono dan Hanbok 2.1.1 Pengertian Kimono dan Hanbok

2.1.1.1 Kimono

Kimono adalah pakaian tradisional Jepang. Kimono 着 物 」 Dari kanjinya, dapat diartikan, “sesuatu untuk dipakai”. 着 dibaca ki, asal kata 着 るkiru “memakai” dan 物 dibaca mono, berarti sesuatu atau benda. Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zori atau geta. Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode. Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San. Bahan kain kimono adalah hasil dari kesenian tenun tradisional yang bernilai seni. Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari kain sutra kelas terbaik dan hanya dijahit dengan tangan tidak memakai mesin jahit. Oleh karena itu, harga kimono sering menjadi sangat mahal. Kimono umumnya tidak pernah dijual dalam keadaan jadi, melainkan harus dipesan dan dijahit sesuai dengan ukuran badan pemakai. Warna yang selalu digunakan pada kimono disesuaikan dengan umur dan gender. Para pria biasanya memakai kimono berwarna gelap, dan wanita memakai warna cerah. Sewaktu membeli kain, tinggi badan pemakai tidak diperhitungkan. Bahan kimono dibeli dalam satu gulungan kain yang ditenun dengan sempurna tanpa cacat. Sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan untk membuat aksesori pelengkap kimono, seperti tas, dompet, atau sandal. Kain kimono dapat dibeli dengan harga lebih murah pada kesempatan obral bahan kelas dua yang disebut B-tan ichi B, arti harfiah: pasar kain kelas B, untuk membedakannya dari bahan kimono kelas A yang ditenun sempurna tanpa cacat. Walaupun bahan kain yang dibeli memiliki sedikit cacat, penjahit kimono yang berpengalaman dapat menyembunyikan bagian tenunan yang rusak. Setelah jadi, kimono dari pasar kain kelas B mungkin akan terlihat sama dengan kimono dari bahan sempurna id.wikipedia.orgwikikimono.

2.1.1.2 Hanbok

Hanbok Korea Selatan atau Chos ŏn-ot Korea Utara adalah pakaian tradisional masyarakat Korea.Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti pakaian orang Korea, hanbok pada saat ini mengacu pada pakaian gaya Dinasti Joseon yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional. Pakaian tradisional Korea disebut Hanbok.“Han” adalah sebutan bagi Korea, dan “bok” berarti pakaian.Jadi, secara harfiah orang Korea pun sebenarnya hanya menyebut pakaian mereka sebagai “pakaian korea”.Orang Korea sangat bangga terhadap hanbok sebagai identitas pakaian tradisional mereka.ada sedikit perbedaan penyebutan nama pakaian ini antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Karakteristik yang menjadi keunggulan Hanbok adalah potongan siluetnya yang simpel dan warna-warnanya yang atraktif dan indah. Jika Hanbok digunakan oleh orang-orang di Korea Selatan, orang Korea Utara menyebut ““Jeoseon ot” 저선옷. www:mykoreanstudies.wordpress.comhanbok 2.1.2 Sejarah Kimono dan Hanbok 2.1.2.1 Kimono Perkembangan kimono telah berkembang dari jaman ke jaman, yaitu; a. Zaman Jomon dan zaman Yayoi. Kimono zaman Jomon dan zaman Yayoi berbentuk seperti baju terusan. Dari situs arkeologi tumpukan kulit kerang zaman Jomon ditemukan haniwa. Pakaian atas yang dikenakan haniwa disebut kantoi 貫 頭 衣 . Dalam Gishiwajinden buku sejarah China mengenai tiga negara ditulis tentang pakaian sederhana untuk laki-laki. Sehelai kain diselempangkan secara horizontal pada tubuh pria seperti pakaian biksu, dan sehelai kain dililitkan di kepala. Pakaian wanita dinamakan kantoi. Di tengah sehelai kain dibuat lubang untuk memasukkan kepala. Tali digunakan sebagai pengikat di bagian pinggang. Masih menurut Gishiwajinden, kaisar wanita bernama Himiko dari Yamataikoku sebutan zaman dulu untuk Jepang selalu mengenakan pakaian kantoi berwarnaputih. Serat rami merupakan bahan pakaian untuk rakyat biasa, sementara orang berpangkat mengenakan kain sutra id.wikipedia.orgwikikimono.

b. Zaman Kofun

Zaman Kofun mendapat pengaruh dari daratan China, dan terdiri dari dua potong pakaian: pakaian atas dan pakaian bawah. Haniwa mengenakan baju atas seperti mantel yang dipakai menutupi kantoi. Pakaian bagian bawah berupa rok yang dililitkan di pinggang. Dari penemuan haniwa terlihat pakaian berupa celana berpipa lebar seperti hakama. Pada zaman Kofun mulai dikenal pakaian yang dijahit. Bagian depan kantoi dibuat terbuka dan lengan baju bagian bawah mulai dijahit agar mudah dipakai. Selanjutnya, baju atas terdiri dari dua jenis kerah: - Kerah datar sampai persis di bawah leher agekubi - Kerah berbentuk huruf V tarekubi yang dipertemukan di bagian dada id.wikipedia.orgwikikimono.

c. Zaman Nara

Aristokrat zaman Asuka bernama Pangeran Shotoku menetapkan dua belas strata jabatan dalam istana kaisar kan- i jūnikai. Pejabat istana dibedakan menurut warna hiasan penutup kepala kanmuri. Dalam kitab hukum Taiho Ritsuryodimuat peraturan tentang busana resmi, busana pegawai istana, dan pakaian seragam dalam istana. Pakaian formal yang dikenakan pejabat sipil bunkan dijahit di bagian bawah ketiak. Pejabat militer mengenakan pakaian formal yang tidak dijahit di bagian bawah ketiak agar pemakainya bebas bergerak. Busana dan aksesori zaman Nara banyak dipengaruhi budaya China yang masuk ke Jepang. Pengaruh budaya Dinasti Tang ikut memopulerkan baju berlengan sempit yang disebut kosode untuk dikenakan sebagai pakaian dalam. Pada zaman Nara terjadi perubahan dalam cara mengenakan kimono. Kalau sebelumnya kerah bagian kiri harus berada di bawah kerah bagian kanan, sejak zaman Nara, kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Cara mengenakan kimono dari zaman Nara terus dipertahankan hingga kini. Hanya orang meninggal dipakaikan kimono dengan kerah kiri berada di bawah kerah kanan id.wikipedia.orgwikikimono.

d. Zaman Heian

Menurut aristokrat Sugawara Michizane, penghentian pengiriman utusan Jepang untuk Dinasti Tang kentoshi memicu pertumbuhan budaya lokal. Tata cara berbusana dan standardisasi protokol untuk upacara-upacara formal mulai ditetapkan secara resmi. Ketetapan tersebut berakibat semakin rumitnya tata busana zaman Heian. Wanita zaman Heian mengenakan pakaian berlapis-lapis yang disebut jūnihitoe. Tidak hanya wanita zaman Heian, pakaian formal untuk militer juga menjadi tidak praktis. Ada tiga jenis pakaian untuk pejabat pria pada zaman Heian: - Sokutai pakaian upacara resmi berupa setelan lengkap - I-kan pakaian untuk tugas resmi sehari-hari yang sedikit lebih ringan dari sokutai Noshi pakaian untuk kesempatan pribadi yang terlihat mirip dengan i-kan. Rakyat biasa mengenakan pakaian yang disebut suikan atau kariginu 狩衣, arti harafiah: baju berburu. Di kemudian hari, kalangan aristokrat menjadikan kariginu sebagai pakaian sehari-hari sebelum diikuti kalangan samurai. Pada zaman Heian terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh kalangan samurai, dan bangsawan istana dijauhkan dari dunia politik. Pakaian yang dulunya merupakan simbol status bangsawan istana dijadikan simbol status kalangan samurai id.wikipedia.orgwikikimono.

e. Zaman Kamakura dan zaman Muromachi

Pada zaman Sengoku, kekuasaan pemerintahan berada di tangan samurai. Samurai mengenakan pakaian yang disebutsuikan. Pakaian jenis ini nantinya berubah menjadi pakaian yang disebut hitatare. Pada zaman Muromachi, hitataremerupakan pakaian resmi samurai. Pada zaman Muromachi dikenal kimono yang disebut suō 素 襖 , yakni sejenis hitatareyang tidak menggunakan kain pelapis dalam. Ciri khas suō adalah lambang keluarga dalam ukuran besar di delapan tempat. Pakaian wanita juga makin sederhana. Rok bawah yang disebut mo 裳 makin pendek sebelum diganti dengan hakama. Setelan mo dan hakama akhirnya hilang sebelum diganti dengan kimono model terusan, dan kemudian kimono wanita yang disebut kosode. Wanita mengenakan kosode dengan kain yang dililitkan di sekitar pinggang koshimaki danatau yumaki. Mantel panjang yang disebut uchikake dipakai setelah memakai kosode id.wikipedia.orgwikikimono.

f. Awal zaman Edo

Penyederhaan pakaian samurai berlanjut hingga zaman Edo. Pakaian samurai zaman Edo adalah setelan berpundak lebar yang disebut kamishimo 裃 . Satu setel kamishimo terdiri dari kataginu 肩 衣 dan hakama. Di kalangan wanita, kosodemenjadi semakin populer sebagai simbol budaya orang kota yang mengikuti tren busana. Zaman Edo adalah zaman keemasan panggung sandiwara kabuki. Penemuan cara penggandaan lukisan berwarna- warni yang disebut nishiki-e atau ukiyo-e mendorong makin banyaknya lukisan pemeran kabuki yang mengenakan kimono mahal dan gemerlap. Pakaian orang kota pun cenderung makin mewah karena iking meniru pakaian aktor kabuki. Kecenderungan orang kota berpakaian semakin bagus dan jauh dari norma konfusianisme ingin dibatasi oleh Keshogunan Edo. Secara bertahap pemerintah keshogunan memaksakan kenyaku-rei, yakni norma kehidupan sederhana yang pantas. Pemaksaan tersebut gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa dibendung. Tradisi upacara minum teh menjadi sebab kegagalan kenyaku-rei. Orang menghadiri upacara minum teh memakai kimono yang terlihat sederhana namun ternyata berharga mahal. Tali pinggang kumihimo dan gaya mengikat obi di punggung mulai dikenal sejak zaman Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu mengenakan kimono id.wikipedia.orgwikikimono.

g. Akhir zaman Edo

Politik isolasi sakoku membuat terhentinya impor benang sutra. Kimono mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian rakyat dibuat dari kain sutra jenis crape lebih murah. Setelah terjadi kelaparan zaman Temmei 1783-1788, Keshogunan Edo pada tahun 1785 melarang rakyat untuk mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari kain katun atau kain rami. Kimono berlengan lebar yang merupakan bentuk awal dari furisode populer di kalangan wanita id.wikipedia.orgwikikimono.

h. Zaman Meiji dan zaman Taisho

Industri berkembang maju pada zaman Meiji. Produksi sutra meningkat, dan Jepang menjadi eksportir sutra terbesar. Harga kain sutra tidak lagi mahal, dan mulai dikenal berjenis-jenis kain sutra. Peraturan pemakaian benang sutra dinyatakan tidak berlaku. Kimono untuk wanita mulai dibuat dari berbagai macam jenis kain sutra. Industri pemintalan sutra didirikan di berbagai tempat di Jepang. Sejalan dengan pesatnya perkembangan industri pemintalan, industri tekstil benang sutra ikut berkembang. Produknya berupa berbagai kain sutra, mulai dari kain krep, rinzu, omeshi, hingga meisen.Tersedianya beraneka jenis kain yang dapat diproses menyebabkan berkembangnya teknik pencelupan kain. Pada zaman Meiji mulai dikenal teknik yuzen, yakni menggambar dengan kuas untuk menghasilkan corak kain di atas kain kimono. Sementara itu, wanita kalangan atas masih menggemari kain sutra yang bermotif garis-garis dan susunan gambar yang sangat rumit dan halus. Mereka mengenakan kimono dari model kain yang sudah populer sejak zaman Edo sebagai pakaian terbaik sewaktu menghadiri acara istimewa. Hampir pada waktu yang bersamaan, kain sutra hasil tenunan benang berwarna-warni hasil pencelupan mulai disukai orang. Tidak lama setelah pakaian impor dari Barat mulai masuk ke Jepang, penjahit lokal mulai bisa membuat pakaian Barat. Sejak itu pula, istilah wafuku dipakai untuk membedakan pakaian yang selama ini dipakai orang Jepang dengan pakaian dari Barat. Ketika pakaian Barat mulai dikenal di Jepang, kalangan atas memakai pakaian Barat yang dipinjam dari toko persewaan pakaian barat. Di era modernisasi Meiji, bangsawan istana mengganti kimono dengan pakaian Barat supaya tidak dianggap kuno. Walaupun demikian, orang kota yang ingin melestarikan tradisi estetika keindahan tradisional tidak menjadi terpengaruh. Orang kota tetap berusaha mempertahankan kimono dan tradisi yang dipelihara sejak zaman Edo. Sebagian besar pria zaman Meiji masih memakai kimono untuk pakaian sehari-hari. Setelan jas sebagai busana formal pria juga mulai populer. Sebagian besar wanita zaman Meiji masih mengenakan kimono, kecuali wanita bangsawan dan guru wanita yang bertugas mengajar anak-anak perempuan. Seragam militer dikenakan oleh laki-laki yang mengikuti dinas militer. Seragam tentara angkatan darat menjadi model untuk seragam sekolah anak laki-laki. Seragam anak sekolah juga menggunakan model kerah berdiri yang mengelilingi leher dan tidak jatuh ke pundak stand- up collar persis model kerah seragam tentara. Pada akhir zaman Taisho, pemerintah menjalankan kebijakan mobilisasi. Seragam anak sekolah perempuan diganti dari andonbakama kimono dan hakama menjadi pakaian Barat yang disebut serafuku sailor fuku, yakni setelan blus mirip pakaian pelaut dan rok id.wikipedia.orgwikikimono.

i. Zaman Showa

Semasa perang, pemerintah membagikan pakaian seragam untuk penduduk laki-laki. Pakaian seragam untuk laki-laki disebut kokumin fuku seragam rakyat. Wanita dipaksa memakai monpei yang berbentuk seperti celana panjang untuk kerja dengan karet di bagian pergelangan kaki. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, wanita Jepang mulai kembali mengenakan kimono sebelum akhirnya ditinggalkan karena tuntutan modernisasi. Dibandingan kerumitan memakai kimono, pakaian Barat dianggap lebih praktis sebagai pakaian sehari-hari . Hingga pertengahan tahun 1960-an, kimono masih banyak dipakai wanita Jepang sebagai pakaian sehari-hari. Pada saat itu, kepopuleran kimono terangkat kembali setelah diperkenalkannya kimono berwarna-warni dari bahan wol. Wanita zaman itu menyukai kimono dari wol sebagai pakaian untuk kesempatan santai. Setelah kimono tidak lagi populer, pedagang kimono mencoba berbagai macam strategi untuk meningkatkan angka penjualan kimono. Salah satu di antaranya dengan mengeluarkan peraturan mengenakan kimono yang disebut yakusoku. Menurut peraturan tersebut, kimono jenis tertentu dikatakan hanya cocok dengan aksesori tertentu. Maksudnya untuk mendikte pembeli agar membeli sebanyak mungkin barang. Strategi tersebut ternyata tidak disukai konsumen, dan minat masyarakat terhadap kimono makin menurun. Walaupun pedagang kimono melakukan promosi besar- besaran, opini memakai kimono itu ruwet sudah terbentuk di tengah masyarakat Jepang. Hingga tahun 1960-an, kimono masih dipakai pria sebagai pakaian santai di rumah. Gambar pria yang mengenakan kimono di rumah masih bisa dilihat dalam berbagai manga komik yang dibuat di Jepang terbitan tahun 1970-an. Namun sekarang ini, kimono tidak dikenakan pria sebagai pakaian di rumah, kecuali samue yang dikenakan para perajin id.wikipedia.orgwikikimono.

2.1.2.2 Hanbok

Hanbok Korea Selatan atau Chos ŏn-ot Korea Utara adalah pakaian tradisional masyarakat Korea.Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti pakaian orang Korea, hanbok pada saat ini mengacu pada pakaian gaya Dinasti Joseon yang biasa dipakai secara formal atau semi- formal dalam perayaan atau festival tradisional. Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji celana dan chimarok diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman Tiga Kerajaanlah yaitu pada abad ke 16, pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam Goguryeo menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini. Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang. Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok Dinasti Tang diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut Gwanbok, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu. Periode Goryeo Ketika Dinasti Goryeo 918–1392 menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok chima jadi sedikit lebih pendek. Sedangkan Jeogori baju untuk tubuh bagian atas diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping. Periode Joseon Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19, Daewon-gun memperkenalkan magoja, jaket bergaya manchu yang sering dipakai hingga saat ini. Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya. Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi semacam jaket panjang saat keluar rumah id.wikipedia.orgwikihanbok. 2.2 Jenis – jenis Kimono dan Hanbok 2.2.1 Jenis Kimono Pakaian tradisional Jepang adalah kimono. Pada umumnya kimonodibuat dari sutera, berlengan besar yang menjulai dari bahu hingga ke tumit. Kimono dan obi yang kita kenal sekarang merupakan pakaian tradisional Jepang pada masa Edo 1600-1868.Obi menjadi bagian dari kimono wanita kira-kira pada pertengahan periode Edo.Ukuran obi yang standar adalah panjang 360 cm dan lebar 30 cm. Model pakaian pada masa Edo banyak dipengaruhi oleh desain dan gaya artis. Para wanita di kelas samurai terus memakai kimono yang sederhana dengan obi yang terbuat dari braided cards. Sedangkan para wanita diluar kelas samurai mencoba memakai kimono dengan model yang lebih beragam dengan furisode kimono dengan lengan panjang yang sering dilihat dipanggung kabuki. Selama bertahun, obi diikat di depan atau disamping. Tetapi pada pertengahan Edo, obi mulai diikat di belakang. Dan katanya ini semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 ketika aktor kabuki yang memerankan perempuan menggunakan obi yang diikat di belakang. Terdapat berbagai macam jenis kimono dijepang dan tempat digunakannya kimono tersebut, diantaranya yaitu; 1. Furisode Furisode 振袖 adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita muda yang belum menikah.Dibuat dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahan musim, binatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen.Kain bisa bertambah mewah dengan tambahan bordiran benang emas.Bukaan di bagian lengan kimono yang berdekatan dengan ketiak disebut furiyatsuguchi 振八つ口.Bukaan tersebut sengaja tidak dijahit hingga membentuk kantong lengan baju yang disebut tamoto 袂 hingga ke bagian ujung lengan kimono.Lebar tamoto pada furisode bisa mencapai 114 cm atau menjuntai hingga sekitar pergelangan kaki.Menurut urutan tingkat formalitas, furisode adalah kimono paling formal setara dengan kurotomesode, irotomesode, dan homongi.Furisode dikenakan sebagai pakaian terbaik untuk pesta perkawinan ketika hadir sebagai tamu atau sebagai baju pengantin wanita, miai, dan upacara resmi, seperti seijin shiki, wisuda, atau resepsi sesudah wisuda shaonkai. Alas kaki untuk furisode adalah zōri berhak tinggi.

2. Yukata kimono musim panas

Yukata 浴衣, baju sesudah mandi adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas. Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai dimusim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri ennichi, atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah. Gerakan dasar yang harus dikuasai dalam nihon buyo selalu berkaitan dengan kimono. Ketika berlatih tari, penari mengenakan yukata sebagai pengganti kimono agar kimono berharga mahal tidak rusak karena keringat. Aktor kabuki mengenakan yukata ketika berdandan atau memerankan tokoh yang memakai yukata. Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding. Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api. Bahan yukata pria umumnya berwarna dasar gelap hitam, biru tua, ungu tua dengan corak garis-garis warna gelap. Wanita biasanya mengenakan yukata dari bahan berwarna dasar cerah atau warna pastel dengan corak aneka warna yang terang. Walaupun umumnya dibuat dari kain katun, yukata zaman sekarang juga dibuat dari tekstil campuran, seperti katun bercampur poliester. Berbeda dengan kimono jadi yang hampir-hampir tidak ada toko yang menjualnya, yukata siap pakai dalam berbagai ukuran dijual toko dengan harga terjangkau. Corak kain yang populer untuk yukata wanita, misalnya bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas. atau ikan mas koki. Karakter anime seperti Hamtaro, Pokemon, dan Hello Kitty populer sebagai corak yukata untuk anak-anak.

3. Homongi