44
benar-benar secara sadar dan disengaja dijadikan tujuan hidup, diraih, dan diperjuangkan.
Setiap orang mendambakan kebahagian dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagian itu tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan
akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna
the will to meaning.
Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna dan hasil dari hidup bermakna itu adalah
kebahagiaan. Di lain pihak mereka yang tidak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya
tidak bermakna.
2.1.3.1. Penghayatan Hidup Tanpa Makna Kehampaan Eksistensial
Hasrat untuk hidup bermakna tidak dapat dipenuhi karena kurang disadari bahwa dalam kehidupan itu sendiri dan pengalaman masing-masing orang
terkandung makna hidup yang dapat ditemukan dan dikembangkan. Ketidakberhasilan menemukan makna hidup dan memenuhi makna hidup
biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna, hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti, bosan, dan apatis.
Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa.
Penghayatan-pengahayatan seperti itu tidak terungkap secara nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk
berkuasa,
the will to power
, bersenang-senang mencari kenikmatan
the will to pleasure
, termasuk kenikmatan seksual
the will to sex
, bekerja
the will to
45 work
dan mengumpulkan uang
the will to money
.
29
Dengan kata lain dalam perilaku dan kehendak yang berlebihan itu biasanya tersirat penghayatan-
penghayatan hidup tanpa makna. Dalam pengamatan yang dilakukan secara teliti, Frankl mencatat gejala
utama yang sering muncul pada diri para tawanan dalam kamp-kamp konsentrasi adalah ketidakberdayaan, keputusasaan, dan keinginan yang kuat untuk bunuh diri
karena hidup tidak lagi memiliki makna. Situasi demikian oleh Frankl disebut dengan kehampaan eksistensial
exsistential emptiness
, suatu situasi yang ditimbulkan oleh kegagalan dan frustrasi dalam memenuhi keinginan pada makna
disebut frustrasi eksistensial
existential frustration
.
30
Hanya terdapat beberapa orang saja dari tawanan tersebut terhindar dari frustrasi eksistensial dan
kehampaan seksistensial, yakni mereka yang mampu menemukan makna hidup dalam penderitaan yang mereka alami dan makna kematian yang mereka hadapi
dan setiap saat akan menjemputnya. Disamping hilangnya minat, kurangnya inisiatif tidak adanya motivasi
terhadap kehidupan, frustrasi eksistensial menurut pengamatan Frankl juga ditandai oleh perasaan-perasaan
absurd
mustahil, tidak masuk akal dan kehampaan.
Frustrasi eksistensial tidaklah tampak secara jelas kepermukaan namun dapat diketahui melalui pengamatan terhadap beberapa manifestasi seperti
neurosis kolektif, pengangguran, dan pensiunan, serta penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Jadi frustrasi kehampaan eksistensial tidak hanya menimpa para
29
Viktor, E. Frankl , Psychoterapy And Exsistensialm, New York: Published by Simon Schuster, 1967, 120-121.
30
ibid., 122.
46
tahanan dalam kamp konsentrasi saja, tetapi sudah merupakan masalah
universal
yang dialami individu masyarakat modern. Walaupun penghayatan hidup tanpa makna ini bukan merupakan suatu
penyakit tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tidak diatasi dapat memanifestasikanmenjelmakan
neurosis noogenik
, karakter totaliter, dan karakter konformis.
31
Neurosis noogenik
, adalah merupakan suatu gangguan perasaan yang menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang. Gangguan ini biasanya
tampil dalam keluhan-keluhan serba bosan, hampa, penuh keputusaan, kehilangan minat, dan inisiatif, serta merasa bahwa hidup ini tidak ada artinya sama sekali.
Kehidupan sehari-hari dirasakan sangat rutin, tugas sehari-hari dianggap menjenuhkan dan menyakitkan hati.
Kegairahan kerja dan kesediaan untuk bekerja menghilang, disertai perasaan seakan-akan dirinya tidak pernah mencapai kemajuan apapun dalam
hidupnya, bahkan potensi-potensi yang pernah dicapai dan dirasakan tidak ada harganya sama sekali. Sikap acuh tak acuh berkembang dan rasa tanggungjawab
terhadap diri sendiri dan lingkungan secara menghilang. Lingkungan dan keadaan di luar dirinya benar-benar dianggap membatasi
dan serba menentukan dirinya dan dia tidak berdaya menghadapinya. Kelahirannya di duniapun dipertanyakan. Sikap terhadap kematian
ambivalent,
disatu pihak merasa takut dan tidak siap untuk mati, tetapi dipihak lain sering beranggapan bahwa bunuh diri merupakan jalan terbaik untuk keluar dari
31
Supaat Lathief, Psikologi Fenomologi Eksistensialism, Lamongan: Pustaka Ilalang, 2008, 112.
47
kehidupan yang serba hampa, dan motto hidupnya “Aku salah dan kamu pun
tidak benar ”.
32
Karakter totaliter, adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan kehendak sendiri dan tidak bersedia
menerima masukan dari orang lain. Penolakan pada berbagai masukan orang lain dapat berbentuk penolakan langsung atau kelihatan menampung tetapi kemudian
mengabaikan. Namun sebaliknya apabila sesuai kepentingannya, masukan itu diam-diam akan dimanfaatkan dan dinyatakan sebagai pemikiran pribadi. Sangat
peka terhadap kritik dan biasanya akan menunjukkan reaksi menyerang kembali secara keras dan emosional.
Kekecewaan dan kehampaan eksistensial yang berawal dari gagalnya menemukan makna hidup dan memenuhi hasrat untuk hidup bermakna
menimbulkan perasaan tidak nyaman dan ketidakpastian yang cukup intensif dan mengancam harga dirinya. Menganggap lingkungan lingkungan sekitar tidak
dapat dijadikan pegangan sebagai sumber rasa aman kepada dirinya maka akhirnya mengabaikan lingkungan dan menjadikan dirinya menjadi andalan.
Hal ini dilakukan dengan menetapkan secara ekslusif dan fanatik nilai- nilai tertentu ideologi, profesionalisme, kegiatan proyek, sosial, kepentingan
bisnis, karier dan keinginannya kaya raya, popularitas yang ditetapkan sendiri dan dengan ketat dijaganya dari pengaruh dan kritik orang lain, dan motto hidup
pribadi totaliter adalah ”Aku benar dan kamu salah”
.
33
Karakter konformis, adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha mengikuti dan menyesuaikan diri kepada tuntutan
32
H.D.Bastaman, LOGOTERAPI Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup bermakna, Jakarta: Grafindo Persada, 2007, 81.
33
Ibid., 84
48
lingkungan sekitarnya serta bersedia untuk mengabaikan keinginan dan kepentingan dirinya sendiri. Karakter konformis berawal dari kekecewaan dan
kehampaan hidup sebagai akibat tidak berhasilnya memenuhi motivasi utama yaitu hasrat untuk hidup bermakna. Kondisi ini jelas menimbulkan penghayatan
tidak aman serta tidak nyaman serta ketidakpastian dalam kehidupannya. Dan akhirnya berusaha untuk menyeimbangkan kembali dirinya dengan cara
menjadikan norma, nilai-nilai, dan tuntutan lingkungan sebagai andalan dan pedoman hidupnya. Dia selalu tunduk dan taat pada tuntutan lingkungan dan
bersedia mengabaikan kepentingan, kehendak, dan pemikiran sendiri. Dia merasa tidak nyaman apabila berbeda dengan kebanyakan orang serta sensitif dan cemas
terhadap penilaian orang dan motto hidup karakter konformis adalah “Aku salah
dan kamu benar, aku ikut dengan kamu”.
34
2.1.3.2. Penghayatan Hidup Bermakna.