Kehendak Untuk Bermakna KONSEP DASAR LOGOTERAPI.

28 dan sikap yang diambilnya. Kelemahan psikoanalisa Sigmund Freud dan psiko- individual Alder adalah penekanan pada masa lalu serta naluri-naluri sexsual yang tidak disadari, juga lingkungan sosial dan inferioritas yang mendorong manusia mengabdi pada diri sendiri sebagai faktor utama pembentuk siapa aku dan melupakan tanggung jawab pribadi.

2.1.2.2. Kehendak Untuk Bermakna

The Will to Meaning . Setiap manusia menginginkan dirinya menjadi manusia yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarganya, lingkungan kerja, masyarakat di sekitar dan berharga di mata Tuhan. Kebermaknaan inilah yang membuat orang seperti , Nelson Mandela , dapat bertahan sebagai tahanan politik di Afrika Selatan di masa Aparheid selama lebih dari 25 tahun. Nelson Mandela dipenjara, direbut kemerdekaannya, disiksa secara mental melalui penghinaan, disiksa fisiknya untuk mematikan rasa percaya dirinya agar tidak lagi menjadi pejuang kemerdekaan. Namun Nelson Mandela tidak mau kalah dengan penyiksaan tersebut dan dia tidak mau mati dalam penjara. Kebermaknaan hidup Nelson Mandela diwujudkan dalam keinginan keluar dari penjara, dan tetap hidup membangun sebuah negara Afrika Selatan yang baru yang tidak ada diskriminasi berdasar warna kulit, kelompok etnik, dan agama. Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama manusia. Makna dalam diri manusia adalah merupakan kekuatan dan motivasi. Perilaku manusia tidak dimotivasi oleh kehendak untuk mencari kesenangan seperti klaim Sigmund Freud dalam psikoanalisa, tidak juga oleh kehendak untuk berkuasa seperti apa yang dikatakan oleh Adler, tetapi kehendak 29 untuk bermakna. Bagi Frankl kehendak untuk bermakna merupakan motivasi utama manusia menemukan makna dan tujuan hidupnya. Makna adalah suatu dorongan fundamental yang begitu kuat yang mampu mengalahkan semua dorongan lain yang ada pada manusia. Kemauan akan makna hidup sangat berperan penting untuk kesehatan psikologis dan dalam situasi-situasi yang mengerikan seperti yang dihadapi Frankl dalam kamp Auschwitz. Makna kehidupan tentu saja sungguh-sungguh khas istimewa, unik bagi setiap individu. Makna hidup berbeda bagi setiap orang dan juga berbeda dari waktu ke waktu. Ketika kita berhadapan dengan situasi yang berbeda, kita akan menemukan makna yang berbeda untuk diberikan bagi kehidupan, seperti yang dilakukan Frankl ketika situasinya berubah dari situasi seorang dokter yang aman dan terhormat menjadi orang tahanan Nazi dengan nomor tahanan 119,104 di Auschwitz. 14 Makna hidup sering kali terlalu disederhanakan. Salah satu distorsi yang terjadi, asumsi bahwa sebagian besar perilaku manusia digerakkan oleh nalurinya yang bekerja secara mekanistik menurut prinsip kenikmatan. 15 Hakekat manusia tidak lebih dari sekumpulan naluri dan dorongan bawah sadar yang bertujuan mencari kenikmatan. Sigmund Freud dalam psikoanalisanya tidak melihat manusia dalam pergolakannya dengan nilai-nilai. Bagi Sigmund Freud dinamika pergolakan hidup dipahami jika dilihat dalam kacamata mekanisme-mekanisme yang mempengaruhi perilakunya. Karena itu bagi Sigmund Freud sangatlah penting melihat sesuatu dibalik kemauan 14 Viktor,E. Frankl , LOGOTERAPI, Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi, Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2006, 6. 15 Dewia a Maria Klattje ; “ig u d Freud Dalam Paulus Budiraharjo ed, Mengenal Teori kepribadian Mutakhir, Yogjakarta: Kanisius, 2001, 19. 30 manusia motivasi-motivasi tindak sadarnya. Sebaliknya bagi Frankl kenikmatan merupakan efek samping atau produk sampingan dari penemuan makna hidup yang diusahakan manusia, tetapi akan rusak dan tercemar apabila dijadikan sebagai tujuan akhir. Prinsip kenikmatan bekerja dalam skala lebih luas yang disebut homeostatis. Homeostatis menunjukkan pada kecenderungan sistem untuk memelihara keseimbangan di sekitar kecenderungan pokok dan memulihkan keseimbangan apabila terganggu. Teori ini menggambarkan manusia sebagai sistem tertutup. Tidak ada proses pertukaran dengan lingkungan, ia bekerja hanya dalam batasan- batasan sendiri. Frankl menegaskan bahwa hakekat manusia hidup yang bertujuan. Tujuan itu adalah memberikan makna bagi kehidupan. Individu selalu ingin menciptakan nilai-nilai kemanusiaan bahkan memiliki orientasi dalam tuntunan penciptaan dan nilai. Menjadi manusia berarti memiliki keterarahan pada sesuatu atau seseorang yang bermakna di luar dirinya, sehingga memusatkan diri hanya pada pemulihan keseimbangan batin, sama artinya dengan melepaskan peluang untuk hidup lebih bermakna. Tekanan psikologi Sigmund Freud terhadap prinsip kenikmatan paralel juga dengan psiko individual Adler. Adler percaya bahwa manusia tidak hanya eksis tetapi juga berkembang ke arah yang lebih sempurna. Adler berpendapat bahwa manusia lahir dengan membawa perasaan tidak lengkap, lemah, dan putus asa. Ketika Adler membicarakan inferioritas dia berbicara dalam 2 kategori, yaitu kategori inferioritas fisik dan psikologik. Inferioritas bukan tanda ketidaknormalan namun pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan 31 superioritas. 16 Superioritas yang dimaksudkan bukan keadaan yang objektif seperti kedudukan sosial yang tinggi, melainkan keadaan subjektif pengalaman atau perasaan diri cukup berharga. Dorongan superioritas ada sejak manusia lahir. Tiap orang memiliki tujuan yang sama, mencapai superioritas namun ditempuh dengan cara atau gaya hidup yang berbeda-beda. Gaya hidup telah terbentuk antara umur tiga hingga lima tahun dan setelah itu tidak dapat diubah lagi. Menurut Adler gaya hidup ditentukan oleh inferioritas sebagai kompensasi terhadap ketidaksempurnaan tertentu, dorongan kemasyarakatan sebagai anti tesis terhadap dorongan keakuan. Namun dorongan kemasyarakatan juga merupakan kompensasi inferioritas fakta bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Secara sepintas pandangan Adler memiliki beberapa kesamaan dengan Frankl. Manusia secara eksistensial didorong untuk mencari pemenuhan makna. Manusia juga didorong membuka relasi sosial baru di luar dirinya sendiri. Ketidaksetujuan Frankl dimulai ketika motif dasar yang mengendalikan perilaku manusia kembali telah disederhanakan menjadi sejenis mekanisme tarik ulur antara perasaan inferior dan kehendak untuk bermakna. Keterbatasan fisik maupun psikologi sebagai sumber inferioritas kompleks bukan halangan untuk menemukan makna hidup di balik keadaan yang tidak dapat diubah. Logoterapi meyakini bahwa manusia dapat menemukan makna hidupnya bahkan di tengah situasi yang tampaknya tidak bermakna. Dalam bukunya Man ’ s Search for Meaning, Frankl menceritakan pandangan seorang anak yang tidak memandang kecelakaan sebagai inferioritas tetapi kesempatan bagi pencapaian 16 Sumadi Suryabrata, Psykologi Kepribadian, Jakarta: PT Grafindo,1998, 88. 32 makna. Anak tersebut mengatakan: “Saya memandang hidup saya penuh dengan makna dan tujuan, sikap saya, saya terapkan pada hari yang bersejarah tersebut telah menjadi paham hidup saya, leher saya memang patah, tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya … saya percaya bahwa cacat jasmani saya akan mengingatkan kemampuan saya untuk menolong orang lain, saya mengetahui tanpa penderitaan saya tidak mampu berkembang ”. 17 Ketidaksetujuan Frankl berikut bersumber pada keyakinannya terhadap manusia sebagai eksistensi yang unik, yang berjuang untuk memperoleh makna hidup dengan cara unik pula. Inferioritas merupakan salah satu bagian dari keunikan manusia yang turut berproses dalam pencarian makna. Inferioritas bukanlah pendorong menuju rasa superioritas atau the will to power . Superioritas atau power bukan tujuan akhir namun sarana bagi tercapainya pemenuhan makna hidup. Kehendak untuk bermakna dimungkinkan karena kapasitas manusia akan transendensi diri. Transendensi diri memampukan manusia bebas dari batas-batas masyarakat maupun waktu. Menjadi manusia menurut Frankl berarti terarah dan tertuju pada sesuatu atau orang lain di luar dirinya sendiri, sehingga dorongan sosial menurut terminologi Adler bukan kompensasi terhadap inferioritas tetapi lahir dari kehendak manusia untuk bermakna. Inilah alasan mengapa Frankl lebih suka memakai istilah kehendak untuk bermakna the will to meaning dibanding kebutuhan untuk bermakna a need for meaning atau dorongan untuk bermakna drive to meaning. Makna hidup tidak mendorong to push, to drive melainkan seolah-olah menarik to pull dan menawarkan kesempatan bagi manusia untuk memenuhinya. 17 Viktor, E. Frankl, Man ’s Search For Meaning, New York: Published Simon and Schuster, 1962, 124. 33 Dorongan dan kebutuhan untuk bermakna hanya mengembalikan perhatiannya seseorang pada dirinya sendiri dan bukan pada pencapaian makna yang carinya di luar dirinya sendiri.

2.1.2.3. Makna Hidup The