Kebebasan Berkehendak KONSEP DASAR LOGOTERAPI.

24

2.1.2. KONSEP DASAR LOGOTERAPI.

Struktur kepribadian manusia dibentuk oleh beberapa konsep dasar sebagai landasan filosofis. Setiap aliran dalam psikologi memiliki landasan filsafat kemanusiaan yang mendasari seluruh ajaran, teori, dan penerapannya. Dalam hal ini logoterapi pun memiliki filsafat manusia yang merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran, dan tujuan logoterapi yaitu The Freedom of Will kebebasan berkehendak, The Will to Meaning kehendak untuk bermakna, dan The Meaning of Life makna hidup.

2.1.2.1. Kebebasan Berkehendak

The Freedom of Will Kebebasan berkehendak adalah merupakan karakteristik unik dari keberadaan dan pengalaman eksistensial manusia. Kebebasan yang dimaksudkan tidak berbicara mengenai “bebas dari apa” melainkan “bebas untuk apa”. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang terbatas. Manusia tidaklah bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosiologis, akan tetapi manusia berkebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi tersebut. Manusia tidak dapat bebas dari keadaan, tetapi bebas mengambil sikap terhadap keadaan. Keadaan tidak sepenuhnya menentukan, mengendalikannya dan bahkan mengkondisikannya. Manusia bebas untuk tampil diatas determinasi-determinasi somatik dan psikis dari keberadaannya sehingga dia dapat memasuki dunia baru, dimensi noetik dimensi spiritual, suatu dimensi tempat kebebasan manusia terletak dan dialami. 9 Dari sana manusia sanggup mengambil sikap bukan saja terhadap dunia melainkan juga dari dirinya sendiri. Kepribadian manusia dan 9 Supaat Lathief, Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, Lamongan: Pustaka Ilalang, 2008, 106. 25 kebebasan berkehendak bisa berkembang apabila seseorang di dalam dirinya memiliki kekuatan atau kesanggupan hidup. Contoh nyata diambil Frankl dalam kehidupan di dalam kamp konsentrasi, yaitu menyangkut kesanggupan untuk bertahan hidup yang ditunjukkan sebagian tawanan di dalam situasi ekstrim yang dimungkinkan berkat kesanggupan mengambil jarak terhadap diri sendiri dan mengambil sikap terhadap situasi yang dihadapi. Bagaimana pun manusia bebas dan sanggup menentukan dirinya sendiri. Kebebasan terwujud dalam tindakan sengaja, cara manusia menerima setiap situasi yang tidak dapat diubah atau berjalan sesuai dengan keinginan atau harapan. Dilihat dari kacamata determenisme, manusia merupakan korban tidak bersalah dari kekuatan demonic yang bekerja di luar kontrolnya. Walaupun eksistensinya manusia dipengaruhi oleh naluri, watak yang melekat, dan lingkungan sekitar, kebebasan untuk mengambil keputusan tetap tersedia baginya. 10 Inilah kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri-kebebasan eksistensial yang tidak dapat diambil dari dirinya. Manusia menjadi manusia saat dia memilih. Ada fenomena yang menarik yang ditemukan Frankl selama masa penahanannya selama 3 tahun di kamp konsentrasi, ada sebagian para tahanan berperilaku seperti babi swine . Mereka adalah orang-orang yang telah kehilangan semua etika guna bertahan hidup. Mereka siap menggunakan segala cara, jujur atau tidak, bahkan bersikap brutal mencuri dan menghianati teman sendiri, agar bisa menyelamatkan diri. Orang-orang seperti inilah justru yang diangkat sebagai capo pada sesama tahanan lebih kejam dari perlakuan para 10 Viktor, E. Frankl , Psychotherapy And Exsistentialism, New York: published by Simon and Schuster, 1967, 59-60. 26 penjaga. Pukulan mereka jauh lebih keras dibanding pukulan para penjaga, justru karena tugas inilah mereka dipilih. Jika tugas yang diberikan tidak segera dijalankan sesuai dengan perintah, maka mereka akan dimusnahkan. Disisi lain ada sebagian yang berperilaku seperti orang suci saint. Mereka adalah para tahanan yang biasanya berjalan dari gubuk ke gubuk, berusaha menenangkan tahanan lain yang memberikan potongan roti terakhir dari kekurangan mereka. Mereka membuktikan bahwa “apa pun bisa dirampas dari manusia kecuali satu kebebasan terakhir dari seseorang manusia-kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan, kebebasan untuk memilih jalannya sendiri ”. 11 Mereka membuktikan bahwa lingkungan tidak membuat orang harus menanganinya dengan satu cara tertentu melainkan hanya menyediakan alternatif- alternatif yang dapat dipilih atau diabaikan. 12 Ditinjau dari sudut pandang ini, reaksi mental dari pada tahanan di kamp konsentrasi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai ungkapan dari kondisi fisik dan sosial. Meskipun akibat kurang tidur, kurang makan dan berbagai bentuk tekanan mental yang cenderung mendorong para tahanan untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu. Analisa akhir jelas menunjukkan bahwa keputusan batinlah dan bukan hanya pengaruh kamp, yang akhirnya menentukan menjadi manusia seperti apa tahanan tersebut kemudian. Karena itu setiap manusia pada dasarnya bisa menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya baik secara mental dan spiritual. Bagaimana pun kondisinya saat itu para tahanan bisa mempertahankan martabatnya sebagai manusia, meskipun hidup di dalam kamp konsentrasi. Cara 11 Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan, Yogjakarta: Kanisius, 2002, 148. 12 Bernard Poduska, Teori Kepribadian, Jakarta: Restu Agung, 2002, 7. 27 mereka menghadapi penderitaan merupakan keberhasilan batin yang sesungguhnya. Kebebasan berkehendak ada dan inheren dalam diri setiap orang. Ia akan tetap di sana, bahkan ketika manusia merasa tidak memiliki apa pun selain tubuh dan kehidupannya yang telanjang, karena itu tidak salah jika kebebasan dibahasakan sebagai tanda sekaligus ungkapan martabat manusia. Berbeda dengan binatang, manusia bebas dan dapat menentukan bagi dirinya sendiri, apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Lingkungan, watak dan naluri ikut berperan dalam menentukan bagaimana kita. Manusia berpotensi menjadikan keharusan-keharusan tadi menjadi pilihan-pilihan yang dapat diambil atau diabaikan. Lebih jauh, kebebasan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab. Tanggung Jawab merupakan sisi lain dari mata uang yang sama. Joseph Fabry, salah satu pencetus gerakan logoterapi di Amerika pernah berkata, tanggungjawab tanpa kebebasan adalah tirani dan kebebasan tanpa tanggung jawab menggiring pada anarkhi yang akhirnya mengarah pada kebosanan, kecemasan dan neurosis. 13 Manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Ia adalah pencipta atas dunianya. Apa pun yang terjadi atas dirinya merupakan pengalaman unik yang membedakannya dengan orang lain, hanya mungkin terjadi jika ia menghendaki dan memilihnya demikian. Masa lalu, lingkungan, sosial ekonomi maupun karakter bawaan bukan alasan untuk melepaskan tanggung jawab dari pada apa yang dapat dilakukan dari pada membenarkan situasi saat ini. Setiap orang bertanggungjawab atas keputusan 13 Joseph Fabry, Guidespots to Meaning, Discovering What Really Matters, California: New Harbinger Publications, 1988, 79. 28 dan sikap yang diambilnya. Kelemahan psikoanalisa Sigmund Freud dan psiko- individual Alder adalah penekanan pada masa lalu serta naluri-naluri sexsual yang tidak disadari, juga lingkungan sosial dan inferioritas yang mendorong manusia mengabdi pada diri sendiri sebagai faktor utama pembentuk siapa aku dan melupakan tanggung jawab pribadi.

2.1.2.2. Kehendak Untuk Bermakna