76
Yamin kemudian mengambil teks yang panjang itu sebagai pengganti pidato yang diucapkannya dalam sidang BPUPKI, yang kemudian lagi dimasukkannya ke
dalam buku pertama yang tiga jilid, yang diterbitkannya dan berjudul Undang-undang Dasar 1945.
74
Oleh karena itu, hal ini membuat seolah-olah dialah yang mencetuskan ide Pancasila. Hal ini bagi Hatta termasuk pemalsuan sejarah.
75
3. Ahmad Soebardjo
Dalam buku Kesadaran Nasional, Soebardjo sendiri menanggapi Pancasila yang awalnya dicetuskan oleh Soekarno sebagai sesuatu yang orisinil dan digali melalui
sejarah Indonesia sehingga bukan mengikuti falsafah hidup negara lainnya. “Berkat bhakti Ir. Soekarno, yang telah meletakkan landasan 5
sila – Pancasila – membentuk pandangan filosofis rakyat
Indonesia mengenai kehidupan dan dunia. Soekarno menekankan bahwa di dalam merumuskan Pancasila, ia tidak
menemukan sesuatu yang baru. Ia hanya menggali norma-norma serta kepercayaan-kepercayaan yang telah ada, yang berlaku
dalam masyarakat Indonesia sejak fajar Sejarah Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan norma-norma dan kepercayaan
tersebut? Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila utama kehidupan
rata-rata rakyat Indonesia, yang percaya pada suatu Kuasa-atas- kehidupan meliputi alam semesta dan setiap ciptaan yang hidup
di dunia. Ia percaya adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, pencipta segala sesuatu yang ada.
Empat sila lainnya ialah merupakan perwujudan-perwujudan yang nyata dari sifat-sifat Tuhan, yakni: Kemanusiaan, Keadilan
Sosial, Kedaulatan Rakyat Vox Populi, Vox Dei serta Kebangsaan yang meliputi persaudaraan di antara yang hidup
dalam batas-batas suatu bangsa serta persaudaraan universal.
”
76
Ada enam peristiwa yang membangkitkan kesadaran nasional Ahmad Soebardjo:
74
Mohammad Hatta, Untuk ..., 67.
75
Saksono, Pancasila ... . Bandingkan bahwa argumen Hatta ini juga terdapat dalam buku Panitia Lima, sekali lagi, “kalau Yamin yang pertama bicara tentang dasar negara, tentu saya ingat karena
saya hadir.” Kata Hatta. Lima: Moh. Hatta, dkk., Uraian …, 82.
76
Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, Kesadaran Nasional: Otobiografi Jakarta: Gunung Agung, 1978, 279.
77
a Peristiwa ketika ia berada di kelas enam. Ia mendengar seorang Kepala Sekolah
Belanda mengatak an: “Penduduk asli tak mempunyai kemampuan untuk
menerima pendidikan yang lebih tinggi dan mereka tak memerlukannya, mereka hanya baik untuk pekerjaan-
pekerjaan rendah dan kasar.”
77
b Pada sekolah lanjutannya ketika ia membaca buku karangan Max Havelaar
mengenai perbuatan sewenang-wenang dan pemerasan yang dilakukan oleh penjajah. Ia mengatakan: “Aku turut merasakan ketidakadilan rakyat yang
dilakukan oleh penguasa-penguasa dari bangsanya sendiri dan Tuan-tuan Besar Belanda. Aku merasa muak setiap aku melihat perlakuan sewenang-wenang dari
pemerintah.”
78
c Ada sebuah tulisan di surat kabar dari seorang pembela hukum asal Belanda
yang bertugas di Semarang, van Deventer. Tulisan itu memuat tentang peningkatan kesejahteraan penduduk asli, baik di bidang rohani maupun di
bidang jasmani. Sentralisasi keuangan yang dijalankan oleh pemerintah Belanda di tanah jajahannya membuat daerah jajahannya itu selalu dalam kekurangan
uang. Oleh karena itu, van Deventer mengusulkan desentralisasi keuangan untuk pelaksanaan rencana memajukan penduduk jajahannya. Politik ini disebut
sebagai “opheffingspolitiek” politik untuk mengangkat. Bagi Soebardjo, ini
merupakan pendekatan yang bersifat peri-kemanusiaan terhadap nasib penduduk asli. Namun, hal ini mendapat kecaman dari orang-orang Belanda fanatik
terhadap penjajahan dan mengatakan bahwa penduduk asli hanya dapat diangkat
77
Ibid., 44.
78
Ibid., 47.
78
setinggi tiang gantungan. Melalui ini, Soebardjo semakin yakin bahwa Timur adalah Timur, Barat adalah Barat, keduanya takkan pernah bertemu.
79
d Peristiwa Suwardi Suryaningrat menulis surat sebaran untuk menanggapi
rancana pemerintahan Belanda pada tahun 1913 saat itu hendak merayakan 100 tahun hari kemerdekaan Belanda dari kekuasaan Perancis. Suwardi menganggap
bahwa rencana itu sebagai tindakan yang menentang rakyat. Ia menganggap demikian karena pada saat itu rasa kebangsaan yang sedang berkembang di
kalangan rakyat. Artinya, pemerintah Belanda memandang remeh terhadap rasa kebangsaan yang sedang tumbuh di dalam dada rakyat. Surat sebaran tersebut
telah memupuk pertumbuhan rasa kebangsaan Soebardjo. Melalui peristiwa ini, Soebardjo mulai menilai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dalam
hubungannya dengan jalan sejarah dunia.
80
e Peristiwa pengajaran guru sejarah Soebardjo di kelas. Tuan Both, guru sejarah
Soebardjo menceritakan sejarah nasionalisme di Eropa. Permasalahan kedaulatan nasional, pembentukan negara nasional, pergerakan-pergerakan, dan
partai-partai merupakan bagian dari sejarah. Tuan Both mengajarkan juga bahwa sejarah manusia berhubungan sangat erat dengan perkembangan paham-
pahamnya. Antara manusia dan sesuatu paham selalu ada hubungan yang erat sehingga sejarah manusia merupakan sejarah dari perkembangan paham-paham.
Kejadian dan tindakan orang-orang besar dan latar belakang paham-paham yang menguasai pikiran orang-orang dalam suatu keadaan. Pemikiran kritis ini terus
tumbuh dalam jiwa Soebardjo hingga ia pun dapat melihat arti pemberontakan- pemberontakan tiap-tiap daerah dalam batas kesadaran nasionalis.
79
Ibid., 51.
80
Ibid., 52.
79
“Aku temukan dalam buku-buku pelajaran Sejarah Hindia Belanda
pernyataan- pernyataan seperti “tindakan yang
berkhianat dari Diponegoro” atau “kepala pemberontak”. Sedangkan dilihat dari sudut pandangan bangsa kita Diponegoro
adalah seorang pahlawan bangsa yang berjuang untuk keadilan dan kemerdekaan, sedangkan kepala pemberontak atau
pemberontak, bagi kita adalah pejuang-
pejuang kemerdekaan.”
81
f Peristiwa yang terakhir ialah ketika ia mendengar cerita-cerita sejarah dari
sahabat-sahabatnya yang berketurunan Cina. Kiprah Dr. Sun Yat Sen, yang merupakan “actor intellectualis” dari pergolakan di negeri Cina, berhasil
mengeluarkan prinsip-prinsip dasar dari negeri Cina Baru, yaitu: pertama, nasionalisme. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan penuh. Kedua,
Demokrasi. Rakyat Cina sendirilah yang seharusnya memerintah negerinya sendiri. Ketiga, mata pencaharian taraf hidup rakyat yang layak untuk mendapat
nafkah bisa menjadikan rakyat bahagia.
82
Satu hal yang perlu diketahui bahwa kalimat pendek proklamasi “kami rakyat Indonesia, dengan ini m
enyatakan kemerdekaan kami” merupakan kalimat dari Soebardjo yang masih mengingat Bab Pembukaan UUD ketika ditanyakan oleh
Soekarno. Kemerdekaan NKRI adalah sesuatu yang diidamkan oleh Soebardjo selama hidupnya. Ia mengatakan: “Apalagi yang saya ingini? Mimpi Indonesia Merdeka telah
menjadi kenyataan. Apa bedanya saya hadir atau tidak? Hal yang paling penting adalah bahwa kita sendiri dan generasi berikutnya dari rakyat telah menjadi warga
negara yang bebas dari sebuah Negara Merdeka: REPUBLIK INDONESI A”
83
4. J. Latuharhary