Pembentukan Panitia Kecil Substansi Pembicaraan dalam Sidang-sidang BPUPKI

49 negara yang belum ber-Tuhan supaya ber-Tuhan, atau lebih lanjut memberi kesan belum semua orang Indonesia ber-Tuhan. Di sini mengandung arti bahwa keyakinan untuk sampai kepada adanya Tuhan tidak dapat dipaksakan. Dengan demikian apabila selanjutnya tetap belum sampai untuk mengakui adanya Tuhan, dan kemudian tentu tidak mempunyai salah satu agamakeyakinan, Negara Indonesia harus tetap melindungi mereka sebagai warga negara yang sah, sejajar dengan warga NKRI yang lain. Bahkan di sisi lain, bisa jadi yang dimaksudkan memberi kebebasan warganya bukan hanya sekadar bebas untuk memeluk agamakeyakinannya, melainkan bebas juga untuk ber- Tuhan dan tidak ber-Tuhan. 17 Pernyataan Soekarno atas prinsip Ke-Tuhanan ini menggambarkan begitu besarnya harapan pendiri bangsa meletakkan prinsip ini sebagai salah satu asas atas berdirinya Indonesia Merdeka. Sebagian besar para pendiri bangsa pada masa persidangan pertama BPUPKI 29 Mei-1 Juni mengajukan Ke-Tuhanan sebagai dasar yang penting. Pernyataan pentingnya nilai Ke-Tuhanan ini sebagai dasar kenegaraan a.l. dikemukakan oleh Muh. Yamin, Wiranatakoesoema, Soesantotirtoprodjo, Dasaad, Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykrama, Abdul Kadir, K.H. Sanoesi, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soekarno, Moh. Hatta, dan Soepomo. 18

1. Pembentukan Panitia Kecil

Selama persidangan berlangsung itu tidak menghasilkan suatu kesimpulan atau perumusan, para angota hanya mendengarkan pemandangan umum dari pembicara- pembicara yang mengemukakan usul-usul rumusan dasar negara bagi Indonesia 17 Saksono, Pancasila ..., 66.. 18 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila Jakarta: Gramedia, cetakan kedua, 2011, 70. 50 Merdeka. Setelah persidangan pertama itu selesai, diadakan reses selama satu bulan lebih. Badan penyelidik membentuk suatu panitia kecil di bawah pimpinan Ir. Soekarno dengan anggotanya Drs. Moh. Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Muh. Yamin, dan Mr. A.A. Maramis sebelum memasuki masa reses. 19 Tugas panitia kecil ini menampung saran- saran, usul-usul dan konsepsi-konsepsi para anggota, yang oleh Ketua Radjiman telah diminta untuk diserahkan melalui sekretariat. Pada rapat pertama tanggal 10 Juli 1945 setelah masa reses, Ketua Radjiman meminta panitia kecil untuk melaporkan tugas- tugasnya. 20 Ir. Sukarno melaporkan bahwa panitia kecil pada tanggal 22 Juni mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan dengan anggota-anggota BPUPKI yang pada saat itu ada di Jakarta untuk menghadiri sidang Dewan Penasihat Pusat DPP Tyuuoo Sang-In dan anggota BPUPKI lainnya yang bukan anggota DPP, di mana semua berjumlah 38 orang, di gedung kantor Jawa Hookoo Kai. Pertemuan ini diduga oleh Bahar sebagai pertemuan yang tidak termasuk acara sidang BPUPKI. Motif pertemuan ini ialah untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara Ki Bagus Hadikusumo yang mengusulkan negara Islam dengan Prof. Supomo yang menginginkan negara nasional. 21 Dalam pertemuan itu dibentuk juga sebuah panitia kecil lain yang berjumlah 9 orang, yakni Soekarno, Moh. Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Subardjo, A.A. Maramis golongan Kebangsaan, K.H. Abdul Kahar Moezakir, K.H. Wachid Hasyim, Abikusno 19 Ibid. 20 Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 109. Dalam catatan harian Moh. Hatta, pengangkatan panitia kecil ini juga untuk merumuskan kembali pokok-pokok pidato Sukarno. Oleh karena itu, ada perubahan tata letak urutan konsep Pancasila. Lih. Hatta, Untuk .... Op.cit. 21 Ibid., 110. 51 Tjokrosoejoso, dan Haji Agoes Salim golongan Islam. Mereka dikenal dengan sebutan “Panitia Sembilan”. Tugas panitia ini ialah menyusun rumusan dasar negara berdasarkan pandangan-pandangan umum para anggota. Mereka menghasilkan suatu rumusan kolektif yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka, satu modus, satu persetujuan antara golongan Islam dan Kebangsaan. Mr. Muh. Yamin menyebutkan rumusan kolektif itu dengan nama “Piagam Jakarta”Jakarta Charter. 22 Rumusan kolektif itu mencerminkan usaha kompromi antara golongan Islam dan Kebangsaan: “Maka oleh karena itu, Panitia Kecil Penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa inilah preambule yang bisa menghubungkan, mempersatukan segenap aliran yang ada di kalangan anggota- anggota Dokuritzu Zyunbi Tyookasai”. 23 Ujung kompromi bermuara pada alinea terakhir yang mengandung rumusan dasar negara berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila yang berbunyi sebagai berikut: 1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk- pemeluknya; 2. menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 24 Perpindahan urutan sila-sila Pancasila ini merupakan keberatan golongan Islam dengan peletakan prinsip Ke-Tuhanan pada sila terakhir. Hal ini dilakukan karena mereka memandang urutan itu dalam skala prioritas. Menurut pengakuan Soekarno 22 Latif, Negara …, 23. 23 Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 117. 24 Ibid., Lih. juga Muh. Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia Jakarta- Amsterdam, 1954, 12. 52 sendiri dikatakan bahwa ia tidak memandang susunan urutan sila-sila Pancasila sebagai suatu yang prinsipil. 25 Dalam rapat ini Preambule hampir dimufakati oleh para anggota rapat. Perdebatannya hanya mengacu kepada bentuk negara yang juga ada di dalam preambule itu, yakni “Republik” Indonesia. Perdebatan dimulai dari Wongsonagoro hingga diambil keputusan oleh Ketua Radjiman, bahwa bentuk negara Indonesia merdeka adalah Republik. 26 “Dalam pada itu, Paduka Tuan Ketua, bilamana kami menerima dan membaca usul panitia itu, janganlah diartikan bahwa kita dapat menyetujui 100, sebab ada sebuah perkataan di dalamnya yang menurut keyakinan, barangkali dapat bertentangan dengan perasaan rakyat, yaitu perkataan republik ”. 27

2. Pembentukan Panitia Perancang Undang-undang Dasar