Kesalahan Sebagai Syarat Pertanggungjawaban Pidana

BAB III TINJAUAN TERHADAP KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

A. Kesalahan Sebagai Syarat Pertanggungjawaban Pidana

Sekalipun kesalahan telah diterima sebagai unsur yang menentukan pertanggungjawaban pembuat tindak pidana, tetapi mengenai bagaimana memaknai kesalahan masih terjadi saling perdebatan di kalangan para ahli. Pemahaman yang berbeda mengenai makna kesalahan, dapat menyebabkan perbedaan dalam penerapannya. Dengan kata lain, pengertian tentang kesalahan dengan sendirinya menentukan ruang lingkup pertanggungjawaban pembuat tindak pidana. Dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk pertanggungjwaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Namun orang yang melakukan tindak pidana belum tentu dijatuhi pidana sebagaimana yang diancamkan, hal ini tergantung pada “apakah dalam melakukan perbuatan ini orang tersebut mempunyai kesalahan”, yang merujuk kepada asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana: “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea”. Asas ini memang tidak diatur dalam hukum tertulis tapi dalam hukum tidak tertulis yang juga berlaku di Indonesia. Namun lain halnya dengan hukum pidana fiskal, yang tidak memakai kesalahan. Jadi jika orang telah melanggar ketentuan, akan diberi pidana denda Universitas Sumatera Utara atau dirampas. Pertanggung jawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar dinamakan leer van het materiele feit fait materielle. 21 Lebih lanjut Moeljatno menjelaskan bahwa orang yang tidak dapat dipersalahkan melanggar sesuatu tindak pidana tidak mungkin dikenakan pidana, meskipun orang tersebut dikenal buruk perangainya, kikir, tidak suka menolong orang lain, sangat ceroboh, selama dia tidak melanggar larangan pidana. Demikian pula meskipun melakukan tindak pidana, tidak selalu dapat dipidana. Mislanya, seorang anak yang bermain dengan korek api dan menyalakannya di dinding rumah tetangga yang hingga menimbulkan bahaya umum baik terhadap barang maupun orang Pasal 187 KUH Pidana. Dalam buku-buku Belanda pada umumnya tidak mengadakan pemisahan antara dilarangnya perbuatan strafbaar heid van het feit dan dipidananya orang yang melakukan perbuatan tersebut strafbaar heid van de persoon. Dengan kata lain, schuld kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya wederrechttelijkheid sifat melawan hukum, tapi sebaliknya sifat melawan hukum mungkin ada tanpa adanya kesalahan. Moeljatno mengartikannya; orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan tindak pidana. Tapi meskipun melakukan tindak pidana, tidak selalu dia dapat dipidana. 22 21 Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu H.R. 1916 Nederland van Bammelen Arresten Strafrecht , hal itu ditiadakan. Demikian pula bagi delik – delik jenis overtredingen, berlaku asas tanpa kesalahan, tak mungkin dipidana. 22 Pasal 187 KUH – Pidana ; “ barangsiapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran , ledakan atau banjir, diancam : ke-1 dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karenanya timbul bahaya umum bagi barang; ke- 2 dengan pidana penjara paling lamalima belas tahun, jika karenanya timbul bahaya bagi orang lain; Walaupun anak tersebut yang membakar rumah tetangga atau setidaknya karena perbuatan anak tersebut rumah Universitas Sumatera Utara tetangga terbakar Pasal 188 KUH Pidana, 23 Selain itu orang juga dapat dicela karena melakukan perbuatan pidana meskipun tak sengaja dilakukan tapi terjadinya perbuatan itu dimungkinkan karena dia alpa atau lalai terhadap kewajiban-kewajiaban yang dalam hal tersebut, oleh masyarakat dipandang seharusnya sepatutnya dijalankan olehnya. Dalam hal ini celaan bukan disebabkan oleh kenapa melakukan perbuatan padahal mengerti mengetahui sifat jeleknya perbuatan seperti dalam hal kesengajaan, tetapi disebabkan oleh kenapa tidak menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan olehnya, sehingga karenanya masyarakat dirugikan. Dengan kata lain perbuatan tersebut terjadi karena kealpaan. Selain itu , orang juga dapat melakukan tindak pidana walaupun tanpa adanya kesengajaan ataupun kealpaan, sehingga tidak dapat dicela. Misalnya, orang yang mengendarai mobil sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang diharuskan kepadanya, namun ada seorang anak tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu. Untuk lebih memahami tentang pertanggungjawaban dalam hukum pidana maka harus diketahui apa sebenarnya arti kesalahan Subjective guilt itu : Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, berpandangan bahwa “orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana , dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu mengetahui makna jelek perbuatan tersebut, dengan kata lain perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan. 23 Pasal 188 KUH – pidana ; “ barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah, jika karenanya timbul bahaya umum bagi barang, jika karenanya timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau jika karenanya mengakibatkan matinya orang lain. Universitas Sumatera Utara anak yang tiba-tiba menyeberang jalan sehingga ditabrak oleh mobilnya dan meninggal dunia. Dalam hal ini ia tidak dapat dicela karena perbuatan yang menyebabkan anak itu mati sama sekali tidak disengaja olehnya ataupun terjadi karena kealpaannya. Menurut Pompe, kesalahan dapat dilihat dari dua unsur; 1. menurut akibatnya ia adalah hal yang dapat dicelakan verwijtbaarheid, 2. menurut hakikatnya ia adalah hal dapat dihindarkannya verwijdbaarheid perbuatan yang melawan hukum Mezger menerangkan bahwa kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana schuldist der Erbegriff der Vorraussetzungen, de aus der straftat einen personlichen Verwurf gegen den tater begrunden Sudarto mengartikan kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya 24 Van Hattum berpendapat; “pengertian kesalahan yang paling luas memuat semua unsur dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana terhadap perbuatan melawan hukum, meliputi semua hal yang bersifat adalah hubungan bathin antara si pembuat terhadap perbuatan yang dicelakan pada si pembuat itu. Hubungan batin ini bisa berupa sengaja atau alpa. Van Hamel mengatakan bahwa “kesalahan dalam suatu delikmerupakan pengertian psychologis, perhubungan antara keadaan si pembuat dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum schuld is de verantwoordelijkheid rechtens” 24 Sama dengan pertanggungjawaban pidana Universitas Sumatera Utara psychis yang terdapat keseluruhan yang berupa strafbaarfeit termasuk si pembuatnya. Karni yang menggunakan istilah “salah dosa“ mengatakan: “pengertian salah dosa mengandung celaan. Celaan ini menjadi dasarnya tanggungan jawab terhadap hukum pidana”. Salah dosa ada jika perbuatan dapat dan patut dipertanggungjawabkan oleh si pembuat; harus boleh dicela karena perbuatan itu; perbuatan itu mengandung perlawanan hak; perbuatan itu harus dilakukan baik dengan sengaja maupun dengan salah. Simons menyebutkan bahwa kesalahan adalah adanya keadaan psychis yang tertentu pada orang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena karena melakukan perbuatan tadi. Dengan demikian untuk adanya suatu kesalahan harus diperhatikan dua hal disamping melakukan tindak pidana, yakni : 1. adanya keadaan psychis batin yang tertentu, dan 2. adanya hubungan tertentu antara keadaan bathin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, hingga menimbulkan celaan tadi. Kedua hal diatas mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan yang pertama merupakan dasar bagi adanya yang kedua, atau yang kedua tergantung pada yang pertama. Lebih jelasnya mengenai keadaan bathin orang yang melakukan perbuatan tindakan diuraikan di bawah ini ; Kebanyakan KUH-Pidana Negara-Negara lain menentukan bahwa anak dibawah umur tertentu, misalnya 10 tahun tidak dapat diajukan tuntutan pidana. Namun dalam KUH-Pidana Indonesia tidak mengatur hal yang demikian. Dalam Universitas Sumatera Utara Swb. Nederland dahulu 1885 terdapat Pasal 38 yang menentukan bahwa anak- anak dibawah 10 tahun tidak dapat dikenai pidana, kemudian pada tahun 1905 Pasal ini dihapus. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dibawah 10 tahun dimungkinkan penuntutan, tidak untuk dipidana melainkan diadakan tindakan maatregelen. Hal ini mengakibatkan: 1. dengan hilangnya batas umur tersebut berarti anak-anak dibawah umur meskipun belum dapat membedakan antara perbuatan yang baik dengan yang buruk zonder oordeel des onderscheids harus dipidana. Pada awalnya Pasal 37 = Pasal 44 KUH-Pidana Indonesia 25 2. terhadap anak-anak itu tentunya lebih lekas dianggap tidak ada kesengajaan kealpaan daripada orang dewasa juga berlaku bagi anak-anak, namun Pasal tersebut tidak dapat digunakan atas dasar umur yang masih sangat muda. 3. kalau memang anak tersebut belum belum cukup mempunyai penginsyafan tentang makna perbuatannya, maka atas dasar tidak dipidana jika tak ada kesalahan dia dapat diperkecualikan. Jadi anak tersebut tidak dapat dipidana tidak didasarkan atas suatu Pasal dalam wet, melainkan atas hukum tak tertulis. Keadaan bathin orang yang melakukan perbuatan tindakan merupakan masalah kemampuan bertanggung jawab toerekeningsvarbaarheid yang merupakan dasar yang penting untuk adanya suatu kesalahan. Sebab keadaan jiwa 25 Pasal 44 KUH-Pidana ; 1 “ barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya , disebabkan keran jiwanya cacat dalam tumbuhnya gebrekkige ontwikkeling atau terganggu karena penyakit ziekelijke storing , tidak dipidana “ ; 2 “ jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerinthakan supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan “ ; 3 “ketentuan tersebut daalm ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, pengadilan tinggi, pengadilan negeri “. Universitas Sumatera Utara terdakwa harus sehat atau normal sehingga diharapkan dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan pola yang dianggap baik dalam masyarakat. Jika keadaan jiwanya normal, fungsinya pun normal. Bagi orang yang kondisi kejiwaannya tidak normal tidak ada gunanya diadakan pertanggungjawaban, mereka harus dirawat dan dididik dengan cara yang tepat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 44 KUH-Pidana mengenai hubungan antara keadaan jiwa dengan perbuatan yang dilakukan, yang menimbulkan celaan. Delik dibagi menjadi : 1. delik dolus yakni perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan kesengajaan atau yang diinsyafi sebagai demikian 2. delik culpa yakni perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan kealpaan Delik culpa dibagi menjadi : 1. delik materiil yakni delik yang mensyaratkan adanya akibat. Misalnya Pasal 188 KUH-Pidana. 26 2. delik formil yakni delik yang mensyaratkan adanya perbuatan. Mislanya pasla 480 27 dan Pasal 287 28 26 Pasal 188 KUH – pidana ; “ barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah, jika karenanya timbul bahaya umum bagi barang, jika karenanya timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau jika karenanya mengakibatkan matinya orang lain. 27 Pasal 480 KUH-Pidana : “ diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan ; ke- 1 barangsiapa membeli, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan; ke-2 barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga,bahwa diperoleh dari kejahatan. 28 Pasal 287 KUH-Pidana ; 1 “ barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun “ KUH-Pidana Universitas Sumatera Utara Dari pendapat-pendapat di atas maka kesalahan itu mengandung unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Jadi orang yang bersalah melakukan sesuatu perbuatan, itu berarti bahwa perbuatan itu dapat dicelakan kepadanya. Pencelaan dalam hal ini bukanlah pencelaan berdasarkan kesusilaan, ethische schuld melainkan pencelaan berdasarkan hukum yang berlaku verantwoordelijkheid rechtens seperti yang dikemukakan oleh Van Hamel. Namun Sudarto berpendapat bahwa untuk adanya kesalahan, harus ada pencelaan ethis, betapapun kecilnya. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa “dass Recht ist das etische minimum”; setidak-tidaknya pembuat dapat dicela karena tidak menghormati tata dalam masyarakat yang terdiri dari sesama hidupnya dan yang memuat segala syarat untuk hidup bersama. Pernyatan bahwa kesalahan itu mengandung unsur ethis kesusilaan tidak boleh di balik. Tidak selamanya orang yang melakukan perbuatan atau orang yang tidak menghormati tata ataupun kepatutan dalam masyarakat atau pada umumnya melakukan perbuatan yang dapat dikatakan tidka susila itu, dapat dikatakan bersalah dalam arti patut dicela menurut hukum. Arti kesalahan: 1. kesalahan dalam arti seluas- luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana; didalamnya terkandung makna dapat dicelanya verwijtbaarheid si pembuat atas perbuatannnya. Jadi, orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana berarti bahwa dapat dicela atas perbuatannya 2. kesalahan dalam arti bentuk kesalahan schuldvorm yang berupa : Universitas Sumatera Utara a. kesengajaan dolus, opzet, vorsatz, atau intention b. kealpaan culpa, onachtzaamheid, nelatigheid, fahrlassigkeit, atau negligence ini pengertian kesalahan yuridis 3. kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan culpa. Dengan diterimanya pengertian kesalahan dalam arti luas sebagai dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya, maka pengertian kesalahan yang psychologis menjadi pengertian kesalahan yang normatif normatif schuldbegriff. Pengertian kesalahan psychologis, dalam arti ini kesalahan hanya dipandang sebagai hubungan psychologis batin antara pembuat dan perbuatannya. Hubungan bating tersebut bisa berupa kesengajaan 29 dan pada kealpaan. 30 Pengertian kesalahan yang normatif, pandangan yang normatif tentang kesalahan ini menentukan kesalahan seseorang tidak hanya berdasar sikap batin atau hubungan batin antara pembuat dengan perbuatannya, tetapi juga ada unsur penilaian atau unsur normatif terhadap perbuatannya. Saat menyelidiki bathin orang yang melakukan perbuatan, bukan bagaimana sesungguhnya keadaan bathin orang itu yang menjadi ukuran, tetapi bagaimana penyelidik menilai keadaan batinnya, dengan menilik fakta- fakta yang ada. Jadi dalam hal ini yang digambarkan adalah keadaan batin si pembuat, sedang yang menjadi ukurannya adalah sikap batin yang berupa kehendak terhadap perbuatan atau akibat perbuatan Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan di atas, maka kesalahan terdiri atas beberapa unsur, yakni: 29 Kesengajaan; hubungan batin itu berupa menghendaki perbuatannya beserta akibatnya 30 Kealpaan; tidak ada kehendak Universitas Sumatera Utara 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat schuldfahigkeit atau zurechnungsfaghigkeit artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal, dalam hal ini dipersoalkan apakah oarng tertentu menjadi “ normadressat ” yang mampu. 2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan dolus atau kealpaan culpa yang disebut bentuk-bentuk kesalahan, dalam hal ini dipersoalkan sikap batin seseorang pembuat terhadap perbuatannya. Meskipun yang disebut dalam a dan b, ada kemungkinan bahwa ada keadaan yang mempengaruhi si pembuat sehingga kesalahannya hapus, misalnya dengan adanya kelampauan batas pembelaan terpaksa Pasal 49 ayat 2 KUH-Pidana. 31 3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. Sedangkan menurut Moeljatno untuk adanya suatu kesalahan, terdakwa harus: 1. Melakukan perbuatan pidana sifat melawan hukum 2. Di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan 4. Tidak adanya alasan pemaaf

B. Konsep Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum Pidana di Indonesia