bunga SBI rata-rata sebesar 9.07. Tingkat bunga SBI tertinggi sebesar 12.75 dan terendah sebesar 6.46, dengan standar deviasi dari rata-rata sebesar 1.86.
Nilai tukarkurs mata uang rupiah terhadap dolar X
2
Inflasi X , berdasarkan Tabel 4.1,
rata-rata kurs dalam kurun waktu 2003-2009 adalah sebesar Rp.9.384,58,- dengan kurs tertinggi sebesar Rp.12.151,- dan kurs terendah sebesar Rp. 8.279,- dengan
standard deviasi dari rata- rata sebesar Rp.763, 32,-.
3
4.1.3 Uji Asumsi Klasik
adalah adanya kecenderungan harga barang dibanding nilai uang. Selama tahun 2003–2009 besarnya tingkat inflasi rata-rata sebesar 8,31. Tingkat
inflasi tertinggi sebesar 18.38 dan terendah sebesar 2.41 , dengan standar deviasi dari rata-rata sebesar 3,89.
Menurut Ghozali 2005 untuk menghasilkan suatu analisis data yang akurat, suatu persamaan regresi sebaiknya terbebas dari asumsi-asumsi klasik yang harus
dipenuhi antara lain uji autokorelasi, normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
4.1.3.1 Uji normalitas data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
terikat dan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati
normal. Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi, variabel
pengganggu atau residual berdistribusi normal. Untuk itu dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test
. Adapun hasil pengujian terdapat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 : Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized
Residual
N 84
Normal Parameters
a,,b
Mean .0000000
Std. Deviation .48935845
Most Extreme Differences Absolute
.155 Positive
.149 Negative
-.155 Kolmogorov-Smirnov Z
1.416 Asymp. Sig. 2-tailed
.086 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Output SPSS Lampiran 2
Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 4.2 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov
adalah 1,416 dan signifikan pada 0,086. Hal ini berarti H ditolak yang berarti data residual berdistribusi normal.
4.1.3.2 Uji multikolinearitas Multikolinearitas merupakan fenomena adanya korelasi yang sempurna antara
satu variabel independen dengan variable independen lain. Jika terjadi multikolinearitas, akan mengakibatkan timbulnya kesalahan standar penaksir dan
probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah semakin besar. Menurut Ghozali 2005 salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas adalah dengan
melakukan uji VIF Variance Inflation Factor yaitu jika VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari
multikolinearitas. Berdasarkan hasil pengolahan SPSS atas data yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Constant Tolerance
VIF
SBI X1 .364
2.744 Kurs X2
.947 1.056
Inflasi X3 .357
2.801
Dependent Variabel :
ln_ IHSG_Y
Sumber : Hasil Output SPSS Lampiran 2
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah 10 dan Tolerance tidak kurang dari 0,1. Hal ini membuktikan bahwa
model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat gejala multikolinearitas homoskedastisitas.
4.2.3.3 Uji autokorelasi Gejala Autokorelasi diditeksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson DW.
Menurut Santoso 2005, untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson DW.
Nilai d tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai d
tabel
Tabel 4.4: Nilai Durbin-Watson
dengan tingkat signifikansi 5 dengan df = n-k-1. Dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai DW
sebesar 0,713, berarti data tidak terkena autokorelasi.
Model R
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .416
a
.49845 1.767
a. Predictors: Constant,
ln_Inflasi_X3, ln_Kurs_X2, ln_SBI_X1 b. Dependent Variable: ln_ IHSG_Y
Sumber : Hasil Output SPSS Lampiran 2
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, dengan kriteria dari tabel Durbin-Watson terlihat Nilai
DW sebesar 0,713 Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin- Watson
, dengan kriteria menurut Santoso 2000 dengan cara melihat besaran Durbin- Watson sebagai berikut :
1. Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
3. Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.
Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson D-W sebesar 1,767. Oleh karena itu, nilai DW dalam rentang nilai -2 dan lebih kecil
dari 2 -2 1,767 2 maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif.
4.1.4 Uji Heteroskedastisitas