Identifikasi komponen kimia kulit dan kayu pohon sengon yang dimakan larva Xystrocera festiva thoms. (cerambycidae, coleoptera)

(1)

Xystrocera festiva

Thoms. (CERAMBYCIDAE, COLEOPTERA)

ARIANI ICHTISINII

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA KULIT DAN KAYU POHON SENGON YANG DIMAKAN LARVA

Xystrocera festiva Thoms. (CERAMBYCIDAE, COLEOPTERA)

ARIANI ICHTISINII

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Kayu Pohon Sengon yang Dimakan Larva Xystrocera festiva Thoms (Cerambycidae, Coleoptera). Dibimbing oleh: ENDANG AHMAD HUSAENI dan NOOR FARIKHAH HANEDA. 

Xystrocera festiva Thoms. (famili Cerambycidae, ordo Coleoptera) digolongkan sebagai hama yang paling merugikan pada hutan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di Indonesia. Larva hama ini memakan bagian kulit sebelah dalam dan kayu gubal pohon sengon sejak tanaman sengon berumur tiga tahun. Untuk itu diperlukan identifikasi komponen kimia kulit dan kayu pohon sengon yang dimakan oleh larva X. festiva Thoms. (Cerambycidae, Coleoptera).

Penelitian tentang identifikasi bagian pohon sengon ini dilakukan dengan menganalisis komponen kimia kulit dan kayu di Laboratorium Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan selama dua bulan. Bahan penelitian diambil dari tanaman sengon milik rakyat di daerah Jasinga, Bogor. Bahan penelitian yang digunakan untuk analisis bagian pohon sengon adalah berupa serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang pohon sengon, serbuk gerek yang menempel di dalam kulit batang sengon, bagian kayu gubal yang utuh (tidak diserang), bagian kulit batang yang tidak terserang dan bagian kulit batang yang terserang.

Serbuk gerek yang menempel di dalam kulit pohon masih mengandung selulosa, hemiselulosa pati dan protein, demikian pula pada kulit luar yang tidak dimakan. Ini berarti bahwa bahan-bahan itu tidak semuanya dapat dicerna oleh larva X. festiva. Apabila dibandingkan antara kandungan kimia kayu dan kulit sebelum dimakan dengan sesudah dimakan maka hemiselulosa merupakan bahan yang paling banyak dicerna (91,06 %) diikuti selulosa (76,75 %). Protein tampaknya lebih sedikit dicerna oleh larva X. festiva (85,16 %) dibandingkan dengan pati yang dicerna (93,01 %). Dari analisis kimia kayu tersebut tampak bahwa makanan larva X. festiva yang penting adalah hemiselulosa dan selulosa. Dalam usus larva, selulosa tersebut harus dicerna oleh enzym selulase. Dalam penelitian ini enzym selulase tersebut tidak dianalisis. Ada kemungkinan bahwa larva X. festiva menghasilkan enzym tersebut atau kemungkinan lain larva tersebut mengadakan simbiosis dengan organisme lain. Pada rayap Neotermes tectonae yang menyerang pohon jati selulosa adalah makanan utama rayap ini. Akan tetapi rayap ini tidak mampu mencerna selulosa yang dimakannya tanpa bantuan sejumlah protozoa yang hidup di bagian usus belakang.

Kata kunci : Selulosa, Hemiselulosa, Protein, Pati dan Enzim selulase.


(4)

SUMMARY

ARIANI ICHTISINII E44061963. Identification of Chemical Component of Sengon Tree Digested Xystrocera festiva Larvae. Supervised by: ENDANG AHMAD HUSAENI AND NOOR FARIKHAH HANEDA. 

Xystrocera festiva Thoms. (famili Cerambycidae, ordo Coleoptera) classified as the most harmful pest in Sengon (Paraserianthes falcataria) plantations in Indonesia. The larvae of the pest eat the inner bark and sapwood of the sengon trees since the trees are 3 years of age. However the chemical compound(s) of the inner bark and sapwood digested are still unknown. It is necessary to identify parts of the tree eaten by the larvae sengon X. festiva.

Identification of the chemical compound(s) digested was conducted by analyzing the chemical components of wood in Wood Chemistry Laboratory Department of Forest Products, Faculty of Forestry IPB, Laboratory of Chemistry Faculty of the Mathematic and Natural Science and Laboratory of the Nutrition Feed and Technology, Faculty of Animal Husbandry. Materials for the identification were collected from the private sengon plantation at Jasinga, Bogor. The material used for the analysis were the excrement on the bark surface and inside the bark, uneaten sapwood (outher bark), uneaten bark and healthy bark. The result of identification saw that the larvae eat cellulose, hemicelluloses, protein and starch contained in the inner bark and sapwood. The excrement on the bark surface was likely not eaten, just ejectied from inside of the bark. There were still hemicelluloses, cellulose, protein and starch in the larval frass (excrement inside the bark).

The excrement inside the bark still stuck in a tree bark containing cellulose, starch, hemicellulose and protein, and the outer skin can not be eaten. This means that the materials that not everything can be digested by the larvae of X. festiva. If the comparison between the chemical constituents of the inner bark and sapwood before eating and after eating hemicellulose is the most digestible (91.06%) followed by cellulose (76.75%). Proteins are the most easily digested by the larvae of X. festiva (85.16%) compared with digestible starch (93.01%). From the chemical analysis of wood indicates that larval food X. festiva is important is hemicelluloses and cellulose. In the larval gut, cellulose must be digested by the enzyme cellulase but in this identification the present of cellulase in the gut was not analyzed. It was a possibility that the larvae produced enzyme or there is simbiosis of the larva and microorganism, just like Neotermes tectonae with some species of protozoa.


(5)

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Komponen Kimia Kulit dan Kayu Pohon Sengon yang Dimakan Larva Xystrocera festiva Thoms. (Cerambycidae, Coleoptera) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Ariani Ichtisinii E44061963


(6)

Judul Skripsi : Identifikasi Komponen Kimia Kulit dan Kayu Pohon Sengon yang Dimakan Larva Xystrocera festiva Thoms.(Cerambycidae, Coleoptera).

Nama : Ariani Ichtisinii NIM : E44061963

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Endang Ahmad Husaeni Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda M.Sc

NIP. 19450608 196804 1 001 NIP. 19660921 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr 

NIP. 19641110 199002 1 001 


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap hamdallah, penulis memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, anugerah dan lindungan-Nya sehingga skripsi yang berjudul Identifikasi Komponen Kimia Kulit dan Kayu Pohon Sengon Yang Dimakan Larva Xystrocera festiva Thoms. (Cerambycidae, Coleoptera) ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Endang Ahmad Husaeni selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua serta segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik serta masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi perbaikan tulisan ini sehingga dapat lebih bermanfaat dan memberikan sumbangsih yang nyata bagi dunia pendidikan dan penelitian.

Bogor, Maret 2011

Ariani Ichtisinii E44061963


(8)

ii

RIWAYAT HIDUP

dan pendidikan tingkat menengah atas di SMUN 1 Medan (2003-2006).

Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Setelah menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun, pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Sancang-Kamojang Garut pada tahun 2008, melakukan kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009 serta telah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Jembayan Muarabara, Separi-Kalimantan Timur pada tahun 2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Identifikasi Komponen Kimia Kulit dan Kayu Pohon Sengon

yang Dimakan Larva Xystrocera festiva Thoms. (Cerambycidae, Coleoptera)

dibimbing oleh Ir. Endang Ahmad Husaeni dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Sc.

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 9 April 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ir. H. Suryono, MM dan Hj. Apriani Kasih. Penulis mulai menapaki jenjang pendidikan pada masa kanak-kanak di TK Al-Azhar Medan (1993-1995), kemudian berlanjut ke jenjang sekolah dasar di SD 2 Al-Azhar Medan (1995-2000), pendidikan tingkat menengah pertama di SLTPN 1 Medan (2000-2003),


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripisi dengan judul

Identifikasi Komponen Kimia Kulit dan Kayu Pohon Sengon yang Dimakan Larva Xystrocera festiva Thoms. (Cerambycidae, Coleoptera). Dimana dalam proses penyusunan skripsi ini penulis begitu banyak mendapatkan doa serta bantuan dan dukungan. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Orang tuaku yang paling hebat ‘Papa dan Mama’ dan adik-adikku tercinta Tika

dan Adli yang telah selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayang yang tak pernah ada ujungnya selama pelaksanaan dan penyusunan karya ilmiah ini.

2. Bapak Ir. Endang Ahmad Husaeni dan Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda M.Sc

sebagai Dosen Pembimbing atas bimbingan, arahan, ilmu dan wejangan-wejangannya sebagai modal hidup penulis untuk menyongsong hari depan.

3. Bapak Ir. Muhdin M.Sc,F.Trop dan Bapak Ir. Rahmad Hermawan M.Sc,F.Trop

serta Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut,M.Si selaku dosen penguji yang telah menguji dan memberi masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Atin dari Laboratorium Kimia Kayu, Ibu Nunung dari Laboratorium

Kimia Analitik dan Ibu Welly dari Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan atas bimbingan dan arahannya selama berjalannya penelitian.

5. Seluruh staf Laboratorium Hama Hutan Fakultas Kehutanan IPB atas bantuan dan kerjasamanya, Bapak Wardana, Bu Elly, Teh Lia, Mbak Tuti, Rara, dan Kak Rifa.

6. Sahabat-sahabatku, Dini, Dita, Anin, Enyit, Anna, Ghidut, Utari, Yana, Idham, Bang Monang, Indana, Kiki, Kak Tya, dan Kak Qis terima kasih atas bantuan, do’a, keakraban dan kekompakannya selama ini. Sukses buat kalian semua.

7. Sahabat-sahabatku yang berada di Medan (Tyrramitizh), Tya, Rara, Atyh, Mira,

Icha dan Riza yang telah memberikan dukungan, perhatian dan keakraban selama ini.


(10)

iv

8. Keluarga besar SVK ’43 dan keluarga besar SVK setiap angkatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas keakraban dan kekompakannya selama ini. Semoga sukses.

9. Teman-teman di Mega Kost yang selalu sedia setiap saat, Emon dan Nunu serta

Kemas Robby atas dukungan, motivasinya dan semangatnya

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam mengembangkan pola pikir dan kedewasaan serta mencurahkan segala tenaga dan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan dinilai sebagai ibadah oleh Allah dengan pahala yang selalu mengalir dari setiap orang yang membacanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun penulis harapkan untuk kebaikan penulis di masa yang akan datang.

Bogor, Maret 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xystrocera festiva Thoms... 3

2.1.1 Klasifikasi serangga ... 3

2.1.2 Morfologi serangga ... 3

2.1.3 Siklus hidup ... 6

2.1.4 Perilaku serangga ... 6

2.1.5 Daerah penyebaran ... 7

2.1.6 Pohon inang ... 8

2.1.7 Cara penyerangan ... 8

2.1.8 Pengaruh serangga ... 10

2.1.9 Pengendalian ... 12

2.2 Bahan Makanan Serangga Fitofag ... 14

2.2.1 Kebutuhan nutrisi serangga fitofag ... 15

2.2.2 Kebutuhan nutrisi pohon ... 16

2.2.3 Kehidupan serangga dalam kaitannya dengan makanan . 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19


(12)

v

3.3 Cara Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.4 Analisis Komponen Kimia Kayu ... 21

3.4.1 Analisis kadar holoselulosa ... 21

3.4.2 Analisis kadar α-selulosa ... 21

3.4.3 Analisis kadar pati ... 22

3.4.4 Analisis kadar protein ... 22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil dan Pembahasan ... 23

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 28

6.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kerugian financial akibat serangan X. festiva pada berbagai umur hutan tanaman sengon di daerah Gerbo ... 11 2. Kerugian financial akibat serangan X. festiva pada berbagai umur hutan

tanaman sengon di daerah Ngancar ... 11 3. Perkiraan kandungan nitrogen dari berbagai jaringan tumbuhan dan per-

tandingannya dengan binatang ... 17 4. Kandungan kimia pohon sengon yang diserang X. festiva ... 23 5. Komposisi untuk makanan buatan X. festiva ... 26


(14)

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Kelompok telur X. festiva yang diletakkan pada ranting sengon di-

dalam kurungan serangga... 3

2. Larva X. festiva dilihat dari atas (kiri) dan arah bawah (kanan) ... 4

3. Pupa X. festiva dilihat dari arah bawah (kiri) dan arah atas (kanan) .... 5

4. Kumbang X. festiva betina dilihat dari arah atas... 5

5. Kelompok telur X. festiva pada celah-celah kulit batang pohon sengon 9

6. Gejala serangan X. festiva pada batang sengon... 10

7. Bagian pohon yang diambil untuk analisis kandungan kimia... 20


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kandungan komponen pohon dalam sisa kotoran dan dalam


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Xystrocera festiva Thoms. yang sebelumnya disebut X. festiva Pascoe (famili Cerambycidae, ordo Coleoptera) digolongkan sebagai hama yang paling merugikan pada hutan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di Indonesia. Hama ini menyerang bagian kulit sebelah dalam dan kayu gubal pohon sengon sejak tanaman sengon berumur tiga tahun. Di Pulau Jawa hama ini sering disebut uter-uter, wowolan, kumbang serendang atau engkes-engkes (Suratmo 1982). Nama yang lebih umum adalah boktor sengon.

Serangan hama X. festiva dapat menyebabkan kematian pohon, patahnya batang pohon, dan menurunkan jumlah serta kualitas produksi kayu yang dihasilkan. Pada daerah Gerbo (Malang Utara), kerugian finansial akibat serangan hama ini pada hutan tanaman sengon berumur empat tahun mencapai 11,7 % dan meningkat sampai 73,5 % pada hutan tanaman sengon yang berumur delapan tahun (Notoatmodjo 1963). Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri, kerugian finansial yang ditimbulkan pada hutan tanaman sengon yang berumur empat tahun hanya 3,8 % dan pada hutan tanaman sengon yang berumur 8 tahun hanya 10,6 % (Husaeni 1992). Perbedaan tingkat serangan antara daerah Gerbo dengan KPH Kediri disebabkan karena hutan tanaman sengon di KPH Kediri selalu dijarangi secara periodik sejak hutan tanaman itu berumur tiga tahun sedangkan di daerah Gerbo tidak pernah dijarangi.

Boktor sengon meletakkan telurnya secara berkelompok di bawah celah-celah kulit, pada bekas patahan cabang atau pada bagian luka pada batang pohon sengon (Notoatmodjo 1963). Setelah telur-telurnya menetas, kelompok larva muda yang baru ditetaskan segera merusak bagian dalam kulit dan bagian luar kayu gubal pada batang pohon sengon, arah makannya dari atas menuju ke arah bawah batang. Semakin ke arah bawah lebar bagian batang yang dirusaknya semakin lebar karena ukuran larvanya yang semakin besar. Pada saat merusak bagian batang larva-larvanya membuat lubang kecil di permukaan kulit batang dan mengeluarkan serbuk gerek yang berwarna putih. Seringkali serbuk gerek menempel pada kulit batang sengon atau jatuh ke tanah. Serbuk-serbuk gerek lain


(17)

yang berwarna agak coklat kelabu tetap menempel di bagian dalam kulit pohon. Sewaktu akan berkepompong larva-larva ini membuat liang gerek ke arah atas pada kayu gubal, sepanjang ± 20 cm, bentuk liang gereknya oval dengan ukuran 0,75 – 1,33 cm.

Adanya serbuk gerek yang keluar dari kulit batang dan yang menempel di dalam kulit batang, menimbulkan pertanyaan, apa sebetulnya yang dimakan oleh larva-larva boktor sengon, apakah pati, protein, selulosa atau bagian komponen pohon lainnya. Rayap pohon yang disebut inger-inger (Neotermes tectonae, famili Kalotermitidae, ordo Isoptera) memakan selulosa dari batang pohon jati namun rayap ini tidak mampu untuk mencerna selulosa ini karena tidak dapat menghasilkan enzim selulase pada ususnya. Dalam mencerna selulosa, inger-inger mengadakan simbiose dengan sejumlah spesies protozoa di dalam ususnya (Kalshoven 1930 dalam Tarumingkeng 1973).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komponen kimia kulit dan kayu sengon yang dijadikan sebagai sumber makanan X. festiva.

1.3 Manfaat Peneltian

Dengan diketahuinya komponen kimia kulit dan kayu pohon sengon yang dijadikan sumber makanan X. festiva, maka dapat dijadikan dasar untuk membuat makanan buatan bagi X. festiva yang komponen utamanya adalah bagian pohon sengon yang dimakan serangga ini yang mungkin dapat dibuat secara artifisial ( dapat di beli di toko). Makanan buatan ini dapat digunakan untuk keperluan pemeliharaan X. festiva di laboratorium antara lain untuk mempelajari morfologi serangga, tahap-tahap perkembangan serangga (siklus hidup), perilaku serangga dan mortalitas serangga.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Xystrocera festiva Thoms

2.1.1 Klasifikasi serangga

Boktor sengon, (Xystrocera festiva Thoms.) tergolong dalam sub-famili Cerambycinae, famili Cerambycidae, ordo Coleoptera (Kalshoven 1981). Famili Cerambycidae adalah salah satu famili dari bangsa kumbang yang panjang antenanya melebihi panjang tubuhnya. Famili kumbang dalam bahasa Belanda disebut boktor atau kumbang menjangan karena antenanya sepintas seperti tanduk menjangan. Boktor tidak hanya menyerang sengon tetapi juga berbagai jenis pohon lain, termasuk tanaman tebu. Boktor yang menyerang pohon sengon disebut boktor sengon dan yang menyerang tebu disebut boktor tebu.

2.1.2 Morfologi serangga

Telur X. festiva berbentuk lonjong, berukuran 2,16 x 1,22 mm, warnanya hijau kekuning-kuningan sampai kuning (Matsumoto 1994). Pada celah kulit pohon sengon telur-telurnya melekat satu sama lain karena direkat oleh semacam zat perekat tak berwarna yang dihasilkan oleh kumbang betinanya, sehingga membentuk kelompok telur (Gambar 1).

Gambar 1 Kelompok telur X. festiva yang diletakkan pada ranting sengon di dalam kurungan serangga.


(19)

Larva yang baru ditetaskan dari telur (instar pertama) berwarna kuning ading, berukuran 2 x 1 mm, tanpa kaki yang jelas (Wongtong 1974). Selama perjalanan hidupnya larva mengalami beberapa kali ganti kulit untuk menyesuaikan diri dengan ukuran tubuhnya yang semakin membesar. Larva dewasa X. festiva (instar terakhir) mencapai panjang 5 cm dan lebar 0,9 cm. Bentuk tubuhnya silindris, gemuk, berwarna kuning gading, kepala berwarna coklat. Larvanya tidak berkaki (Gambar 2).

= 1 cm

Gambar 2 Larva X. festiva dilihat dari arah atas (kiri) dan arah bawah (kanan). Pupa (kepompong) yang baru terbentuk berwarna kuning gading, panjang tubuhnya 4 cm, dan lebarnya 1 cm. Warnanya ini secara berangsur-angsur akan berubah menjadi coklat seiring dengan perkembangan umur pupanya (Gambar 3).

Kumbang X. festiva berwarna coklat kemerahan. Sisi sebelah luar elitranya

berwarna hijau kebiruan, memanjang dari muka ke belakang. Bagian tengah protoraks (ruas pertama dada) berwarna coklat tua berbentuk seperti jantung, dikelilingi oleh warna hijau kebiruan di bagian tepinya. Betisnya (tibia) berwarna coklat tua. Panjang tubuhnya sekitar 2,5 - 3,8 cm dan lebarnya sekitar 0,6 - 0,9 cm (Gambar 4). Perbedaan antara kumbang jantan dan kumbang betina adalah:


(20)

5

= 1 cm

Gambar 3 Pupa X. festiva dilihat dari arah bawah (kiri) dan arah atas (kanan). 1) Kumbang jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil dari kumbang

betina. Bila belum meletakkan telur, perut kumbang betina tampak lebih gemuk dari kumbang jantan.

2) Panjang antena kumbang jantan sekitar 1,5 kali dari panjang tubuhnya dan panjang antena kumbang betina kurang lebih sama dengan panjang tubuhnya. 3) Kaki-kaki kumbang jantan lebih panjang dan lebih kokoh dari pada kaki-kaki

kumbang betina.

= 1 cm


(21)

2.1.3 Siklus hidup

Siklus hidup X. festiva sejak peletakan telur sampai keluarnya kumbang adalah sekitar 6 – 8 bulan (Franssen 1931 dalam Husaeni 2008). Menurut Notoatmodjo (1963) siklus hidup serangga ini sekitar 4 – 7 bulan; stadium telur berlangsung 21- 35 hari (rata-rata 25 hari), umur rata-rata kumbang betina lima hari (maksimum 15 hari) dan kumbang jantan tujuh hari (maksimum 15 hari). Berdasarkan hasil penelitian Matsumoto dan Irianto (1998) di laboratorium, umur rata-rata kumbang betina adalah 4,7 hari (berkisar dari satu sampai 10 hari) dan umur rata-rata kumbang jantan adalah 9,4 hari (berkisar dari empat sampai 15 hari). Pada kondisi alami perkembangan kumbang jantan mulai dari telur sampai keluarnya kumbang dari liang gerek berlangsung selama 253 hari dan untuk kumbang betinanya 250 hari (Matsumoto 1994). Pada kondisi alami ini umur rata-rata kumbang kumbang jantan 11,5 hari dan kumbang betinanya 5,3 hari. Pada

pemeliharaan X. festiva dengan menggunakan makanan buatan Insecta Nihon

Nosan, hanya tiga individu yang yang berhasil menjadi kumbang (satu ekor jantan dan dua ekor betina). Siklus hidup kumbang jantan berlangsung selama 159 hari, terdiri dari stadium telur 31 hari, larva 119 hari, pupa 9 hari dan dewasa 19 hari. Siklus hidup kumbang betina berlangsung selama 193 hari, terdiri dari stadium telur 24 hari, larva 151 hari, pupa 16 hari dan dewasa 17 hari (Matsumoto 1994).

2.1.4 Perilaku serangga

X. festiva tergolong serangga nokturnal, yaitu serangga yang aktif pada malam hari (Notoatmodjo 1963). Kumbang boktor sengon ini melakukan penerbangan, perkawinan dan bertelur pada malam hari. Kumbang keluar dari liang gereknya pada jam 18 – 22, kadang-kadang lebih awal dari jam 18. (Notoatmodjo 1963, Matsumoto 1994). Kumbang yang baru keluar akan tinggal beberapa saat pada batang sengon untuk kemudian terbang.

Di daerah Ngancar (KPH Kediri), keluarnya kumbang X. festiva dari liang gerek terjadi sepanjang tahun, yaitu pada bulan-bulan Januari, Pebruari, Maret, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember dan Desember. Ini berarti bahwa serangan hama pada hutan tanaman sengon dapat terjadi sepanjang tahun. Nisbah kelamin (sex ratio) antara kumbang jantan dan kumbang betina adalah 1 : 1 (Matsumoto dan Irianto 1998).


(22)

7

Jarak terbang kumbang X. festiva tidak jauh, sekali terbang hanya mampu terbang sejauh 3 - 4 meter dan tinggi terbangnya sekitar 0,5 - 1 m, kadang-kadang sampai 2 meter (Natawiria 1973). Untuk mencapai jarak yang lebih jauh kumbang harus terbang beberapa kali dan dapat dibantu oleh tiupan angin. Oleh karena jarak terbangnya yang tidak jauh, maka serangan X. festiva pada suatu tegakan sengon cenderung mengelompok dan seringkali satu batang pohon diserang sampai beberapa kali. Adanya serangan sampai ketinggian 15 m pada suatu batang pohon sengon dapat terjadi karena kumbang betina X. festiva berjalan ke arah atas batang pohon untuk meletakkan telurnya (Matsumoto 1994).

2.1.5 Daerah penyebaran

X. festiva tersebar di daerah Asia Tenggara, di sebelah barat Garis Wallace (Duffi 1968 dalam Matsumoto dan Irianto 1998), meliputi Indonesia, Myanmar, dan Vietnam Selatan. Di Indonesia hama ini terdapat di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Notoatmodjo 1963). Pengamatan-pengamatan yang pernah dilakukan di Indonesia Bagian Timur, yaitu di Sulawesi Tenggara, Maluku, Pulau Seram, Timor Timur (sekarang Timor Leste) dan Papua menunjukkan bahwa pohon sengon yang tumbuh secara alami atau ditanam di daerah-daerah tersebut tidak mendapat serangan X. festiva (Husaeni 2008).

Hasil survey yang dilakukan pada tahun 1959 - 1961 menunjukkan bahwa serangan X. festiva telah terjadi hampir di seluruh tegakan sengon di Pulau Jawa, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian ± 1.000 meter di atas permukaan laut, baik di daerah berikilim basah maupun kering (Notoatmodjo 1963). Dari sejarah pemasukan pohon sengon ke Pulau Jawa sampai ditemukannya serangan X. festiva pada pohon sengon dan pohon asli setempat (antara lain petai dan jengkol), dapat ditarik kesimpulan bahwa X. festiva merupakan serangga yang menyebar secara alami di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Setelah pohon sengon, yang tempat tumbuh aslinya di Maluku dan Papua, banyak ditanam di Indonesia Bagian Barat, X. festiva lebih menyukai jenis pohon asing (eksot) ini dari pada jenis asli setempat. Selain di Indonesia Bagian Barat hama ini juga menyerang tanaman sengon di Filipina, Malaysia, Myanmar dan Thailand (Notoatmodjo 1963, Chaiglom 1988).


(23)

2.1.6 Pohon Inang

Sejak tahun 1888 X. festiva telah diketahui menyerang tanaman sengon, baik yang ditanam di perkebunan sebagai tanaman pelindung kopi, teh dan coklat, maupun di kawasan hutan sebagai tanaman reboisasi di Pulau Jawa (Notoatmodjo 1963). Pohon petai (Parkia speciosa) dan pohon jengkol (Pithecelobium lobatum) yang merupakan pohon asli di Indonesia Bagian Barat (Jawa dan Sumatera) dilaporkan sering diserang hama ini (Heyne 1987).

X. festiva menyerang berbagai jenis pohon yang tergolong famili Fabaceae (polong-polongan). Menurut Notoatmodjo (1963) selain menyerang pohon sengon X. festiva menyerang pula pohon Albizia chinensis (A. stipulata), A. lebbeck, A. sumatrana, Acacia auriculiformis, Inga vera, P. lobatum dan Samanea saman. Pada tahun 1986 hama ini pernah ditemukan menyerang Calliandra calothyrsus di Bogor dan Acacia deccurens di Sukabumi (Husaeni 2001). Serangan X. festiva

pada C. calothyrsus ini ditemukan pula oleh Matsumoto (1994) di daerah Bogor

dan Benakat (Sumatra Selatan). Dari hasil penelitiannya antara tahun 1991 – 1994, Matsumoto (1994) menambahkan lagi jenis pohon yang diserang X. festiva yaitu Acacia mangium, hibrid Acacia (A. mangium x A. auriculiformis), A. vera, A. arabica, A. catechu, P. speciosa, P. dulce, dan Enterolobium cyclocarpum. Sengon, jengkol dan petai merupakan tiga jenis pohon yang banyak ditanam di kebun-kebun milik rakyat dan adanya serangan X. festiva di kebun-kebun tersebut tergantung pada adanya jenis-jenis pohon tersebut. Penularan X. festiva ke tegakan sengon di dalam kawasan hutan sering dimulai dari kebun-kebun milik rakyat yang berdekatan dengan tegakan sengon tersebut (Matsumoto 1994).

2.1.7 Cara penyerangan

Kumbang betina X. festiva meletakkan telur-telurnya secara berkelompok pada batang pohon inangnya. Setelah telur menetas, larva-larvanya juga akan menyerang secara berkelompok.

Serangan X. festiva pada hutan tanaman sengon dimulai sejak kumbang betinanya meletakkan kelompok telurnya pada celah-celah kulit, bekas patahan cabang atau luka pada batang pohon sengon (Gambar 5). Larva-larva yang baru menetas segera memakan bagian dalam kulit pohon dan bagian luar kayu gubal, membentuk saluran-saluran gerek sedalam 0,5 cm ke arah bawah batang. Seluruh


(24)

9

saluran gerek tertutup oleh serbuk gerek. Saluran-saluran gerek ini saling bersambungan satu sama lain dengan arah yang tidak beraturan.

Gambar 5 Kelompok telur X. festiva pada celah-celah kulit batang pohon sengon. Untuk membuang sebagian serbuk gerek, larva-larva ini membuat lubang kecil di permukaan kulit batang sengon. Jadi setiap saluran gerek dicirikan oleh adanya lubang kecil dan serbuk gerek pada permukaan kulit batang pohon (Gambar 6). Serbuk-serbuk gerek ini sering menempel pada permukaan kulit batang pohon sengon, seringkali juga jatuh ke tanah. Selain serbuk gerek, dari lubang-lubang kecil pada permukaan kulit batang sengon ini seringkali keluar cairan berwarna coklat. Adanya cairan berwarna coklat dan serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang sengon atau di permukaan tanah seringkali digunakan untuk mengetahui adanya serangan hama ini.

Pada saat akan menjadi pupa, masing-masing larva membuat liang gerek yang melengkung ke arah atas (seperti huruf J) di dalam kayu gubal, panjangnya sekitar 6 – 18 cm (rata-rata 12 cm). Bentuk liang gereknya oval, panjangnya

sekitar 1,5 – 2 cm dan lebarnya 0,7 cm (Notoatmodjo 1983). Larva berkepompong

di ujung atas liang gerek, membungkus diri dengan kerak kapur.

Kumbang yang baru terbentuk keluar dari liang gerek dengan cara menerobos kerak kapur menuju lubang keluar, kemudian melubangi bagian kulit batang pohon yang tidak dimakan larvanya. Kumbang yang baru keluar akan tinggal beberapa saat di dekat lubang keluarnya sebelum terbang atau merayap pada batang pohon sengon (Matsumoto 1994).


(25)

Gambar 6 Gejala serangan X. festiva pada batang sengon. Ket: (A) Serbuk gerek yang menempel pada bagian luar kulit; (B) Kerusakan pada bagian luar kayu gubal setelah kulit batang sengon dikupas.

Kumbang betina X. festiva meletakkan kelompok telurnya pada berbagai ketinggian pohon di atas permukaan tanah, mulai dari sekitar 3,5 m sampai 15 m pada batang pohon sengon. Ada kecenderungan bahwa semakin tua umur pohon, semaikin tinggi letak tempat peletakan telurnya pada batang pohon (Husaeni et al. 2006).

2.1.8 Pengaruh serangan

X. festiva menyerang hutan tanaman sengon yang berumur tiga tahun ke atas. Panjang bagian batang yang dirusaknya ada yang kurang dari 1,5 m namun kebanyakan berkisar dari 1,5 m sampai 5,5 m. (Husaeni et al. 2006). Adanya kerusakan pada bagian batang pohon ini akan menimbulkan berbagai pengaruh, yaitu (Husaeni 2008):

1) Kematian pohon. Kematian pohon ini dapat terjadi bila kerusakan pada batang pohon sampai melingkari batang, sehingga batang pohon seolah-olah diteres, mirip seperti meneres pohon jati sebelum ditebang.

2) Patah batang. Patah batang terjadi karena pada bagian batang yang terserang terdapat sejumlah liang gerek. Pada saat terjadi tiupan angin yang kencang bagian ini tidak mampu menahan pengaruh tiupan angin tersebut.


(26)

11

3) Kerugian finansial. Adanya liang-liang gerek pada batang pohon yang terserang, pohon-pohon yang mati dan atau patah akibat serangan, akan menurunkan volume dan kualitas kayu pertukangan yan diahasilkan sehingga dapat menurunkan pendapatan dari kayu pertukangan. Kerugian finansial yang terjadi di daerah Gerbo (Malang Uatara) disajikan pada Tabel 1 dan di daerah Ngancar (KPH Kediri) pada Tabel 2.

Tabel 1 Kerugian finansial akibat serangan X. festiva pada berbagai umur hutan tanaman sengon di daerah Gerbo (Notoatmodjo 1963)

Umur hutan tanaman (tahun) Volume/ha (m3)

Volume yang rusak/ha (m3)

Persen kerugian (%)

4 76,4 8,968 11,7

5 216,0 156,912 72,6

6 293,0 160,869 54,9

8 400,2 294,197 73,5

Keterangan: Harga kayu pertukangan pada tahun 1961 = Rp. 150 per m3.

Tabel 2 Kerugian finansial akibat serangan X. festiva pada berbagai umur hutan tanaman sengon di daerah Ngancar (Husaeni 1992)

Umur hutan tanaman (tahun)

Persen serangan

Volume/ha (m3)

Harga sortimen (Rp/m3)

Kerugian kayu pertukangan Volume

(m3/ha)

Nilai (Rp)

Persen kerugian (%) 4 6,68 160,9 23.430 6,740 157.918 4,19 5 19,78 167,2 26.200 6,422 168.256 3,89 6 9,10 175,9 32.600 13,949 454.737 7,91 7 13,46 180,5 36.270 16,949 614.740 9,39 8 11,65 192,7 37.870 20,531 777.509 10,65 2.1.9 Pengendalian

Pengendalian X. festiva dapat dilakukan secara fisik, silvikultur, kimiawi dan hayati.

1 Pengendalian secara fisik

Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan cara:

1) Penangkapan kumbang X. festiva dengan menggunakan lampu perangkap.

Lampu perangkap yang pernah digunakan adalah lampu neon 10 Watt yang berwarna hijau, biru, putih, ungu dan merah. Ternyata kumbang X. festiva paling banyak tertarik pada cahaya lampu neon yang berwarna hijau. Dengan


(27)

menggunakan enam buah lampu neon yang berwarna hijau, selama 15 hari dapat ditangkap 112 ekor kumbang (61 ekor jantan dan 51 ekor betina). Lampu neon dipasang mulai jam 18.00 dan penangkapan kumbang dilakukan setiap jam sampai jam 24.00. Semakin larut malam kumbang yang tertangkap semakin banyak (Husaeni et al. 1997).

2) Penyesetan bagian kulit batang sengon yang terserang X. festiva pada saat larvanya berada diantara kulit dan kayu gubal. Cara ini telah dicoba oleh Matsumoto (1994) pada dua petak hutan tanaman sengon yang berumur dua tahun di daerah Ngancar (KPH Kediri), satu petak diberi perlakuan penyesetan dan yang satu lagi sebagai pembanding (kontrol). Penyesetan dilakukan setiap tiga bulan selama dua tahun. Hutan tanaman sengon yang tidak diberi perlakuan penyesetan, pada saat berumur dua tahun tidak mendapat serangan dan pada saat berumur empat tahun serangannya mencapai 173,1 pohon per ha. Hutan tanaman sengon yang diberi perlakuan penyesetan, pada saat berumur dua tahun banyaknya pohon yang terserang sebanyak 0,2 pohon per ha dan pada saat berumur empat tahun serangannya hanya mencapai 30 pohon per ha.

2 Pengendalian secara silvikultur

Pengendalian X. festiva secara silvikultur yang dilaksanakan di lapangan adalah tindakan penjarangan. Tujuan utama penjarangan adalah untuk memperoleh tegakan hutan dengan produksi yang tinggi baik volume maupun kualitasnya pada saat dilakukan pemanenan akhir. Dengan umur tebang delapan tahun dan dengan jarak tanam awal 3 x 2 m, hutan tanaman sengon di daerah Ngancar dijarangi pada umur tiga tahun, empat tahun, lima tahun dan enam tahun. Pada setiap kali dilakukan penjarangan, pohon-pohon sengon yang terserang X. festiva ditebang. Penjarangan ini dapat mengurangi kerugian finansial, seperti telah disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Cara pengendalian lain secara silvikultur yang pernah dilakukan adalah dengan membuat hutan tanaman campuran antara sengon dan jenis pohon lain yang bukan inang X. festiva. Hutan tanaman campuran tersebut ternyata tidak efektif untuk mengatasi serangan X. festiva. Baik hutan tanaman campuran


(28)

13

maupun hutan tanaman murni diserang X. festiva tanpa ada perbedaan yang nyata dalam tingkat serangannya (Notoatmodjo 1963).

Penanaman pohon sengon yang resisten terhadap serangan X. festiva belum

dapat dilakukan karena sampai sekarang belum ditemukan provenan pohon sengon yang resisten terhadap hama ini dan masih terus diteliti (Husaeni 2008).

3 Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian X. festiva secara kimiawi pertama kali dilakukan oleh de Jong

(1931, dalam Husaeni 2008), menggunakan serbuk paradiklor bensol yang

diencerkan dalam minyak tanah dengan perbandingan 1 : 10. Cairan insektisida ini disemprotkan ke permukaan kulit dari bagian batang sengon yang terserang dan dapat membunuh larva-larva yang hidup diantara kulit dan kayu gubal tetapi tidak dapat membunuh larva yang sudah membuat liang gerek dalam kayu gubal. Kelemahan insektisida ini adalah dapat mematikan kambium pohon yang dapat mengakibatkan kematian pohon.

Notoatmodjo (1963) pernah melakukan cara yang sama dengan menggunakan insektisida golongan organoklorida yang terdiri dari arkotin, aldrin, dielderin dan endrin. Hasilnya hampir sama dengan penggunaan paradiklor bensol dan insektisda-insektisida ini tidak mematikan kambium. Sekarang keempat macam insektisida tersebut sudah tidak diperdagangkan lagi karena tergolonng insektisida persisten (residunya sulit terurai di lingkungan).

Sidabutar dan Natawiria (1973) mencoba mengendalikan X. festiva dengan

menggunakan insektisida sistemik Phospamidon 100. Setiap bagian kulit pohon sengon yang terserang disemprot dengan 75 ml cairan Phospamidon 100 dengan konsentrasi 0,5 %. Penyemprotan ini dapat membunuh larva yang berumur sampai dua bulan tetapi tidak dapat membunuh larva yang berumur lebih tua dan larva yang telah membuat liang gerek dalam kayu gubal. Nurhayati (2001) juga pernah mencoba mengendalikan hama ini dengan menggunakan insektisida sistemik Dimethoate 400 EC di KPH Kediri. Hasilnya kurang lebih sama dengan menggunakan Phospamidon 100. Rupanya insektisida sistemik adalah yang paling cocok untuk pengendalian larva X. festiva karena larva-larvanya berada di dalam kulit pohon sengon dan insektisida itu dapat menembus kulit pohon tersebut.


(29)

4 Pengendalian secara hayati

Pengendalian secara hayati yang pernah dicoba adalah:

1) Pelepasan masal Anagyrus sp (famili Encyrtidae, ordo Hymenoptera), yang merupakan parasitoid telur X. festiva. Di daerah Ngancar, secara alami telur X. festiva sering diparasit oleh Anagyrus sp dengan tingkat parasitisasi rata-rata 19 %. Setelah dilepaskan sekitar 5.000 ekor parasitoid yang sebelumnya dibiakkan di laboratorium lapangan, tingkat parasitisasi telur tersebut meningkat menjadi 45 % (Husaeni dan Kasno 1997).

2) Penyemprotan dengan jamur patogen serangga, Beauveria bassiana. Sebanyak

200 gram jamur B. bassiana disuspensikan dalam enam atau delapan liter air

kemudian disemprotkan ke permukaan kulit dari bagian batang pohon sengon yang terserang, pada saat larvanya masih muda dan masih berada di bawah kulit pohon. Penyemprotan ini dapat membunuh 95 % larva-larva muda. Bila larvanya sudah berukuran dewasa (berukuran besar), penyemprotan dengan jamur patogen ini tidak efektif karena larvanya sudah lebih tahan terhadap jamur tersebut (Suharti et al. 1998).

2.2 Bahan Makanan Serangga Fitofag

Pohon merupakan salah satu sumber makanan yang penting bagi serangga fitofag. Sumber makanan ini dapat bervariasi dari tahun ke tahun dalam hal kehadiran (yaitu daun) atau kelimpahannya (yaitu bunga), dan kualitas kandungan nutrisinya berubah secara musiman (Speight dan Wainhouse 1989). Selain itu, banyak jaringan pohon yang mengandung senyawa beracun (toksik) atau senyawa sekunder yang mempengaruhi kualitas nutrisinya. Dengan demikian, serangga-serangga yang memakan pohon dihadapkan pada suatu masalah dalam memperoleh jumlah dan kualitas makanan yang cukup. Karena ketersediaan makanan akan mempengaruhi kelangsungan hidup (survival) serangga, maka makanan merupakan suatu faktor yang penting dalam mempengaruhi dinamika populasi serangga.

2.2.1 Kebutuhan nutrisi serangga fitofag

Secara kualitatif, kebutuhan nutrisi serangga tidak berbeda dengan binatang lain, yang pada dasarnya memerlukan protein, karbohidrat, asam lemak,


(30)

15

sterol, vitamin dan mineral untuk pertumbuhan normal serangga itu. Akan tetapi, tidak seperti vertebrata, serangga tidak mampu untuk mensintesa sterol dari makanan normalnya atau dari organisme mikro simbiotik (Speight dan Wainhouse 1989).

Bila serangga tidak menggunakan pohon sebagai sumber makanannya maka tidak akan ada topik tentang manajemen (pengendalian) hama hutan. Sebaliknya, bila pohon tidak mengembangkan mekanisme dalam upaya untuk mencegah supaya pohon itu tidak dimakan, maka serangga akan menjadi sangat berlimpah dan tidak dapat dihentikan (Speight et al. 1999, dalam Speight dan Wylie 2001). Kuantitas dan kualitas makanan yang dikandung pohon untuk serangga sangat beragam, tergantung pada banyak faktor, yaitu umur pohon, tempat tumbuh pohon, sifat genetik pohon dan lain-lain. Evolusi melalui seleksi alami telah menghasilkan hubungan antara pohon dengan serangga yang memakannya di setiap tempat pada komunitas alami, dan tidak ada pihak (pohon dan serangga) yang menderita kerusakan yang melampaui batas. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami bagaimana pohon yang sedang tumbuh yang jauh dari situasi alaminya, wilayah atau ekologi, dapat merubah makanan atau pertahanan yang dihasilkan pohon dan kemampuan serangga untuk menggunakan pohon itu. Dengan pengetahuan itu manipulasi praktek silvikultur dapat dilakukan sehingga pohon tidak lebih lama untuk memberikan makanan yang berkualitas tinggi bagi serangga, yang menjadi dasar bagi penciptaan kesehatan (vigour) dan resistensi pohon (Speight dan Wylie 2001).

Pada dasarnya binatang dapat dianggap sebagai bentuk kehidupan berbasis nitrogen (N). Jaringan-jaringan tubuh binatang tersusun oleh protein, dan polipeptida dan asam amino beredar pada darah dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Selain itu, produk-produk ekskresi utama, apakah itu urea, asam urat (uric acid) atau amoniak, semuanya berbasis nitrogen (N). Jadi pada dasarnya binatang adalah konsumen N organik yang boros. Sebaliknya tumbuhan termasuk pohon, yang tersusun terutama dari selulosa dan kerabatnya, adalah bentuk kehidupan berbasis karbon (C) (Speight dan Wylie 2001). Serangga dan juga binatang lain harus memakan binatang lain untuk memperoleh jumlah nutrisisi (zat hara) esensial yang tepat dengan limbah yang paling sedikit dan dengan pengeluaran


(31)

energi yang juga paling hemat. Setiap binatang yang memakan tumbuhan harus menerima diet yang sub-optimal ini dan mengembangkan strategi untuk menggunakan sumber makanan yang paling miskin ini, terutama bahan organik tumbuhan.

2.2.2 Kandungan nutrisi pohon

Tumbuhan dapat mengandung bermacam-macam senyawa nitrogen, mulai dari protein sampai asam amino, dan ada atau tidak adanya, atau keseimbangan senyawa esensial mungkin lebih penting bagi serangga tertentu dari pada jumlah total senyawa itu (Barnays dan Chapman 1994, dalam Speight dan Wylie 2001). Berbagai jaringan yang menyusun pohon hidup seperti akar dan pucuk, kayu dan kulit, kuncup, daun, bunga dan biji mempunyai kadar nutrisi tertentu yang kebanyakan berkaitan dengan peranannya dalam struktur dan fungsi pohon itu yang juga bervariasi dari musim ke musim. Pada musim tumbuh cadangan makanan dimobilisasi dari tempat penyimpanannya pada jaringan parenchyma akar, batang, dan pada konifer juga dari daun, dan diangkut dalam xylem dan floem ke bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh, terutama daun dan pucuk baru. Akhirnya daun-daun baru menjadi pengekspor neto dari fotosintat, yang mula-mula digunakan untuk melangsungkan pertumbuhan baru dan kemudian untuk menyimpan cadangan makanan utama sebelum berakhirnya musim tumbuh. Lebih dari 90 % dari biomas hutan di atas tanah adalah berupa kayu (Rodin dan Basilevic 1967, dalam Speight dan Wainhouse 1989), yang sebagian besar tersusun dari selulosa dan lignin dan mengandung N dengan kadar yang sangat rendah. Oleh karena itu banyak dari biomas hutan yang tidak dapat dimakan serangga kecuali untuk spesies serangga tertentu yang telah mengembangkan asosiasi simbiotik untuk memungkinkan serangga itu dapat memakannya. Kandungan N pada berbagai bagian pohon dapat dilihat pada Tabel 3. Pada tabel tersebut dapat dilihat kisaran kandungan nitrogen pada bagian tumbuhan dalam persen berat kering.


(32)

17

Tabel 3 Perkiraan kandungan nitrogen dari berbagai jaringan tumbuhan dan perbandingannya dengan binatang (Mattson 1980, dalam Speight dan Wylie 2001)

Bagian tumbuhan Kisaran kandungan nitrogen (% berat kering)

Cairan xylem (kayu) 0,0003 – 0,1

Cairan floem (kulit) 0,006 – 0,93

Kayu 0,05 – 0,13

Daun Gymnosperma 0,91 – 5,83

Kambium 1 - 8

Daun Angiosperma 1,6 – 8,4

Biji 1 - 9

Binatang 8 - 33

Kandungan N pada kayu adalah sekitar 0,2 % berdasarkan berat kering. Protoplasma pada sel kambium kaya akan enzim, peptida dan asam amino tetapi karena sebagai dinding sel sekunder berkembang dan terjadi lignifikasi, kebanyakan sel ini mati dan N dan nutrisi lain yan bermanfaat diedarkan kembali ke bagian lain dari pohon.

Kandungan N yang relatif tinggi ada pada daun. Pada jenis pohon daun lebar yang gugur daun kadar N sekitar 2 – 4 % biasanya lebih tinggi dari pada kandungan N pada daun konifer yang hanya sekitar 1 – 2 %.

Bunga sering dimakan serangga dan tepungsari (polen) yang dikandungnya merupakan sumber yang kaya akan N. Biji juga dapat mengandung N dengan kadar yang tinggi.

2.2.3 Kehidupan serangga dalam kaitannya dengan makanan

Pada umumnya, serangga yang memakan jaringan pohon yang mempunyai kualitas nutrisi yang rendah, misalnya kayu, cenderung mempunyai siklus hidup yang panjang dan merupakan konsumen yang rakus. Karbohidrat yang merupakan sumber energi utama bagi serangga herbivora cukup berlimpah pada tumbuhan. Tetapi kebanyakan karbohidrat itu berada dalam bentuk kompleks selulosa polisakarida yang tidak mampu diuraikan oleh serangga karena serangga itu tidak mempunyai enzim selulase. Banyak serangga yang tergantung pada organisme simbiotik yang mampu mencerna selulosa. Serangga pemakan kayu biasanya mengandung organisme mikro tertentu di dalam ususnya walaupun beberapa


(33)

serangga membawa cendawan simbiotik yang menginfeksi dan melapukkan kayu

di sekitar liang gerek serangga (Speight dan Wainhouse 1989). Neotermes

tectonae (famili Kalotermitidae, ordo Isoptera), yang disebut inger-inger, merupakan hama penting pada hutan jati di P. Jawa. Seperti umumnya rayap N. tectonae ini memakan selulosa pada batang pohon jati. Untuk mencerna selulosa yang dimakannya, rayap N. tectonae mengadakan simbiose dengan beberapa jenis protozoa yang dapat mencerna selulsoa tersebut.

Adanya variasi jumlah dan kualitas makanan yang tersedia menurut waktu merupakan penyebab penting terjadinya fluktuasi populasi serangga (Speight dan Wainhouse 1989). Serangga pemakan biji menghadapi masalah yang akut karena biji, yang biasanya tersedia pada pohon dewasa, dapat tidak ada sama sekali pada musim/tahun tertentu. Oleh karena itu serangga pemakan biji sering mengalami diapase yang lama untuk bertahan hidup pada saat kekurangan biji. Serangga yang memakan daun muda dari pohon gugur daun juga memanfaatkan sumber makanan yang tidak bisa diramalkan, bukan karena masalah kelimpahan daun muda dari tahun ke tahun, tetapi pada waktu yang tepat daun muda itu ada penurunan kualitas nutrisi yang cepat dengan semakin menuanya daun. Ulat daun jati, Hyblaea puera (famili Hyblaeidae, ordo Lepidopetara) sering meledak populasinya pada awal musim hujan, pada saat hutan jati menghasilkan sejumlah daun muda setalah gugur daun pada musim kemarau yang panjang.

Kualitas makanan mempengaruhi reproduksi dan dispersal serangga. Laju reproduksi aphid Drepanosiphum platanoidis (famili Aphididae, ordo Homoptera) mempunyai dua puncak musiman yang berbeda dalam kaitannya dengan

kandungan N-amino pada cairan floem pohon sycamore (Dixon 1970, dalam

Speight dan Wainhouse 1989). Pada musim semi kandungan N larut adalah tinggi pada saat nutrisi itu ditranslokasikan dalam floem ke daun yang sedang tumbuh. Aphid itu menyelesaikan perkembangannya pada awal tahun dan mulai berbiak selama periode ketersediaan N yang tinggi. Reproduksi mencapai suatu puncak dan kemudian menurun pada saat daun menjadi tua. Pada musim gugur, pada saat nutrisi dari daun yang akan gugur berkurang, reproduksi meningkat kembali sampai suatu puncak, kemudian menurun pada saat daun gugur.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian tentang identifikasi komponen kimia kulit dan kayu pohon sengon yang dimakan X. festiva ini dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan selama dua bulan. Analisis kandungan bagian pohon sengon yang dimakan X. festiva dilakukan pada bulan April sampai bulan Juni 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan penelitian untuk analisis bagian pohon sengon yang dimakan X. festiva adalah berupa serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang pohon sengon, serbuk gerek yang menempel di dalam kulit batang sengon, dan bagian kayu gubal yang utuh (tidak diserang). Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, zat pati dan protein pada bagian pohon sengon adalah sodium klorit (NaClO2) kristal, asam asetat

(CH3COOH) glasial, asam asetat 10 %, larutan NaoH 17,5 %, larutan NaOH 8 %

dan air destilata.

Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah erlenmeyer 250 ml, pengaduk kaca, pipet volume, water bath, glass filter, timbangan, oven dan alat tulis.

3.3 Cara Pelaksanaan Penelitian

Pengamatan serangan X. festiva dilakukan pada tanaman sengon milik

rakyat di daerah Jasinga, Bogor. Tanaman sengon yang ada tidak terlalu luas ( ± 1 ha) dan pada saat pemeriksaan pada awal bulan April 2010 hanya ada dua batang

pohon sengon yang terserang X. festiva. Kedua batang pohon sengon yang

terserang itu digunakan untuk bahan penelitian ini. Dari batang pohon sengon yang terserang tersebut diambil 1) serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang, 2) serbuk gerek yang menempel di dalam kulit batang, 3) bagian kulit batang yang terserang (di dalamnya ada kerusakan kayu), 4) bagian kulit


(35)

batang yang tidak terserang (di dalamnya tidak ada kerusakan kayu) dan 5) bagian kayu gubal yang utuh (tidak diserang). Semua bagian pohon tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap untuk segera dianalisis di laboratorium pada keesokan harinya. Analisis yang dilakukan terdiri dari:

1. Kandungan selulosa, hemiselulosa, zat pati dan protein pada kayu utuh

2. Kandungan selulosa, hemiselulosa, zat pati dan protein pada serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang

3. Kandungan selulosa, hemiselulosa, zat pati dan protein pada serbuk gerek yang menempel di bagian dalam kulit batang yang terserang

4. Kandungan zat pati dan protein pada bagian kulit batang yang terserang 5. Kandungan zat pati dan protein pada bagian kulit batang yang tidak terserang.

a b

c d

Gambar 7 Bagian pohon yang diambil untuk analisis kandungan kimia. Keterangan: (a) serbuk gerek pada permukaan kulit batang; (b) sisa kulit luar yang tidak dimakan; (c) kayu gubal; (d) sisa kulit yang tidak dimakan (kiri) dan yang belum dimakan (kanan).


(36)

21

3.4 Analisis Komponen Kimia Kayu

Untuk mengetahui kandungan kimia kayu pada bagian pohon tersebut, dilakukan analisis komponen kimia kayu. Analisis komponen kimia kayu yang dilakukan meliputi penetapan kadar holoselulosa (Browning, 1967), kadar α selulosa, kadar selulosa dan hemiselulosa yang diperoleh dari perhitungan kadar holoselulosa dan α selulosa dilanjutkan dengan penetapan kadar pati dan protein.

3.4.1 Analisis kadar holoselulosa

Sampel kayu bebas ekstraktif ekuivalen 2 g berat kering ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 100 ml air destilata, 1 g sodium klorit dan satu ml asam asetat glasial. Panaskan dengan water bath pada suhu 80ºC. Jaga agar permukaan air dalam water bath lebih tinggi dari permukaan larutan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 g sodium klorit dan 0,2 ml asam asetat setiap interval pemanasan selama 1 jam, dan penambahan dilakukan sebanyak 4 kali. Saring sampel dengan menggunakan glass filter, cuci dengan menggunakan air panas. Tambahkan 25 ml asam asetat 10%, lalu dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 105 ± 3ºC hingga beratnya konstan, dinginkan dan timbang. Perhitungan % kadar holoselulosa dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Holoselulosa, % = (A/B) × 100. Keterangan: A; berat holoselulosa, (g) dan B; berat kering kayu, (g).

3.4.2 Analisis kadar α-Selulosa

Timbang sebanyak 1,5 g holoselulosa dan tepatkan dalam gelas piala 200 ml. Tambahkan 75 ml NaOH 17,5 % lalu aduk hingga serbuk terbasahi merata. Bilas pengaduk dengan 25 ml NaOH 17,5 % . Biarkan pada suhu 25 ± 0,2ºC selama 30 menit. Tambahkan 100 ml air destilata dan biarkan selama 30 menit berikutnya. Saring dengan menggunakan cawan saring dan bilas dengan air. Bilas dengan asam asetat 10 % sebanyak tiga kali, lalu bilas lagi dengan air hingga bebas asam. Keringkan dalam oven pada suhu 105 ± 3ºC hingga beratnya konstan, dinginkan dan keringkan. Perhitungan % kadar α-selulosa dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

α-Selulosa, % terhadap selulosa = (A/B) × 100. Keterangan: A; berat α


(37)

Kadar Selulosa, % = % Holoselulosa × % α-Selulosa Kadar Hemiselulosa, % = % Holoselulosa - % Selulosa.

3.4.3 Analisis kandungan pati

Timbang sampel ± 5 gram ke dalam erlenmeyer 500 ml, basahi dengan 10 ml alcohol 96% dan bubuhi 200 ml HCl (1:11). Setelah 1 jam ekstrak disaring dan dienap tuangkan dengan aquades dingin (usahakan ampas/residu jangan banyak yang masuk penyaring). Ampas/residu dimasukkan lagi ke dalam Erlenmeyer, bubuhi 30 ml HCL 3 % dan didihkan/refluks (dengan menggunakan kondensor) selama 1 jam, dinginkan. Setelah dingin dibubuhi indikator Phenol Phtalein dan netralkan dengan NaOH 4N. Bilaskan seluruhnya dalam labu takar tertentu (misalnya labu takar 100 ml), tepatkan isinya kemudian saring. Pipetkan 10 ml larutan sampel, 25 luff + batu didih ke dalam Erlenmeyer 250 ml, lalu didihkan selama 10 menit (memakai pendingin tegak), dinginkan. Setelah dingin bubuhi 15 ml Kl 20%, 25 ml H2SO4 4N, kemudian titrasi dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1N (tio 0.1N) dengan indikator amylum 2% (buat penetapan blanko).

3.4.4 Analisis kandungan protein

Timbang sampel ± 0.3 gram, tambahkan ± 1.5 gram katalis Selenium Mixture. Masukkan ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat. Didestruksi sampai warna larutan menjadi hijau-kekuningan-jernih. Dinginkan selama ± 15 menit. Tambahkan 300 ml aquades, kemudian dinginkan kembali. Tambahkan 100 ml NaOH 40 % (teknis), kemudian dinginkan kembali. Hasil destilasi ditampung dengan 10 ml H2SO4 0.1 N yang sudah ditambah 3 tetes indikator campuran Methylen Blue dan Methylen Red. Titrasi dengan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu menjadi biru-kehijauan. Tetapkan penetapan blanko: pipet 10 ml H2SO4 0.1 N dan ditambahkan 2 tetes indikator PP, titrasi dengan NaOH 0.1 N.


(38)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil dan Pembahasan

Bagian pohon yang dimakan oleh larva X. festiva adalah kayu gubal bagian

luar dan kulit bagian dalam. Kulit bagian luar (yang tampak dari luar) tidak dimakan, demikian pula serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang pohon sengon.

Serangga X. festiva membutuhkan makanan untuk hidup sama halnya

seperti manusia yang membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi. Karbohidrat yang dibutuhkan untuk serangga berasal dari selulosa, hemiselulosa, protein dan pati yang merupakan komponen struktural pada kayu. Selulosa merupakan sumber karbohidrat yang nantinya sebagai sumber energi bagi serangga.

Hasil analisis kandungan kimia pohon sengon yang dimakan X. festiva dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan kimia pohon sengon yang dimakan X. festiva

No Bagian pohon

Kandungan kimia pohon dalam persen berat kering Holose- lulosa Selu-losa Hemi- selu-losa

Pati Protein

1 Kayu gubal utuh (tidak dimakan)

77,06 38,47 38,59 2,67 5,28 2 Serbuk gerek di

permu-kaan kulit

76,45 36,15 40,3 3,00 5,57 3 Kulit utuh (kulit luar dan

dalam)

63,19 27,45 35,74 3,53 8,77 4 Sisa, kulit luar yang

ti-dak dimakan

54,41 19,35 35,06 2,88 6,59 5 Rata-rata kandungan

ki-mia kayu dan kulit: (1 + 3) : 2

70,12 32,96 37,16 3,10 7,02 6 Serbuk gerek di dalam

kulit

32,07 9,07 23 2,27 2,35 7 Rata-rata kandungan

ki-mia kayu dan kulit yang tidak dimakan: (4 + 6) : 2

43,24 14,21 29,03 2,57 4,47

8 Kandungan kimia kayu dan kulit yang dimakan (5 – 7)


(39)

Berdasarkan Tabel 4, Hasil analisis kimia kayu tersebut menunjukkan bahwa semua komponen kimia kayu dan kulit bagian dalam (holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, pati dan protein) dimakan oleh larva X. festiva. Serbuk gerek yang menempel dipermukaan kulit (dengan kadar holoselulosa 76,45 %) tampaknya tidak dimakan bila dibandingkan dengan holoselulosa pada kayu gubal utuh (77,06 %). Ternyata serbuk gerek yang menempel didalam kulit semuanya berasal dari dalam kayu gubal. Kulit yang dimakan tampaknya hanya sedikit, dilihat dari holoselulosa pada kulit utuh (63,19 %) dibandingkan dengan holoselulosa kulit luar yang tidak dimakan (54,41 %). Namun untuk pati dan protein pada seluruh bagian pohon yang dianalisis tampaknya tidak dimakan, dilihat dari kadar kimia kayunya hampir sama dengan kayu gubal.

Hemiselulosa merupakan bahan yang paling banyak dicerna (91,06 %) (Lampiran 1) dibandingkan dengan selulosa (76,75 %) dikarenakan hemiselulosa memiliki serat yang lebih pendek sehingga lebih mudah untuk dicerna. Namun bahwa bahan-bahan itu tidak semuanya dapat dicerna oleh larva X. festiva, yaitu lignin, kandungan kimia pohon yang kemungkinan tidak dicerna oleh larva. Dikarenakan unit penyusun lignin bukanlah glukosa seperti komponen kayu lainnya, maka lignin tidak memiliki kandungan nutrisi untuk larva X. festiva, diikuti oleh pati (93,01 %) yang lebih banyak dicerna bila dibandingkan dengan protein (85,16 %). Besarnya persen yang dicerna dapat dijelaskan pada lampiran 1.

Berdasarkan analisis kimia kayu tersebut tampak bahwa makanan larva X. festiva yang penting adalah selulosa dan hemiselulosa. Dalam usus larva, selulosa tersebut harus dicerna oleh enzym selulase. Dalam penelitian ini enzym selulase tersebut tidak dianalisis. Ada kemungkinan bahwa larva X. festiva menghasilkan enzym tersebut atau kemungkinan lain larva tersebut mengadakan simbiosis dengan organisme lain. Pada rayap Neotermes tectonae yang menyerang pohon jati selulosa adalah makanan utama rayap ini. Akan tetapi rayap ini tidak mampu mencerna selulosa yang dimakannya tanpa bantuan sejumlah protozoa yang hidup di bagian usus belakang. Protozoa yang berasosiasi dengan N. tectonae adalah Ceducela monile, Foania solita, F. nana, Oxymonas grandis dan Devescovina


(40)

25

parasoma, semuanya tergolong ordo Polymastigina, kelas Mastigophora (protozoa flagelata) (Steinhaus, 1947, dalam Tarumingkeng, 1973).

Pemeliharaan serangga banyak dilakukan di dalam laboratorium dengan menggunakan makanan buatan. Tujuan pemeliharaannya bermacam-macam, antara lain untuk mempelajari morfologi serangga, perilaku, siklus hidup dan perkembangan populasi serangga. Menurut Ishii (1959) dalam Singh (1977), makanan buatan adalah suatu makanan yang tidak alami atau asing bagi serangga yang dibuat dengan suatu proses tertentu. Proses pembuatannya mengacu pada pendekatan kimia. Di dalam makanan buatan ini terdapat komponen-komponen yang dibutuhkan serangga untuk kehidupannya. Komponen yang ada didalamnya terbagi atas dua bagian, yaitu komponen kimia dan komponen alami. Komponen alami dapat dipenuhi oleh bagian tanaman seperti serbuk kayu, ekstrak biji, ekstrak daun, dan bunga sedangkan komponen kimia dapat dipenuhi dengan asam askorbik (vitamin C), ekstrak ragi dan bahan-bahan kimia lainnya. Hsiao dan

Fraenker (1968) dalam Singh (1977) mengatakan bahwa keberadaan agar dan

selulosa mutlak diperlukan dalam pembuatan makanan buatan.

Pemeliharaan X. festiva dengan menggunakan makanan buatan pernah

dilakukan oleh Suharti et al. (1994) dan juga Matsumoto (1994). Tujuan

pemeliharaannya adalah untuk mempelajari siklus hidup serangga tersebut. Para peneliti tersebut menggunakan makanan buatan yang sama, yaitu Insecta LF Nihon Nosan dengan komposisi air 23,95 %, protein 16,17 %, asam amino 12 macam, lemak 1,06 %, abu 4,29 %, mineral Na, K, Mg, Ca, Fe, Si, Cl2, P serat kasar 0,81 %, karbohidrat 53,72 % dan vitamin A 305,97 ppm. Bentuk makanan buatannya itu seperti terasi dan dapat diiris-iris. Larva dapat segera menerima makanan tersebut dan berkembang sampai instar terakhir. Tetapi, laju pengepompongan (pupasi) agak lambat dan ukuran serangga dewasanya agak kecil. Hanya tiga individu yang mencapai tahap serangga dewasa. Sedikitnya serangga yang menjadi dewasa mungkin disebabkan karena makanan buatan tersebut bukan khusus untuk X. festiva tetapi untuk semua serangga dari famili Cerambycidae.


(41)

Wibisono (1999), Marta (2005), dan Carvallo (2008) juga telah melakukan

pemeliharaan X. festiva dengan menggunakan makanan buatan yang

komposisinya seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi untuk makanan buatan X. festiva Komposisi

Dosis yang dibuat masing-masing peneliti Wibisono, (1999) Marta,

(2005)

Carvallo, (2008) Ransum 1 Ransum 2 Ransum 3

Aquades 600 ml 600 ml 600 ml 450 ml 30 ml

Sukrosa 20 g 20 g 20 g 5 g 1,5 g

Streptomycin 1 g 1 g 1 g 0,5 g 0.15 g

Tepung selulosa 20 g 20 g 20 g 5 g 0

Serbuk kayu sengon segar, kering

20 g 20 g 20 g 5 g 4,5 g

Agar 7 g 7 g 7 g 1,75 g 0,525 g

Asam askorbik 0 2 g 0 0,25 g 0,1 g

Ekstrak ragi 0 0 6 g 1,5 g 0,25 g

Benzoat 0 0 0 0,5 g 0,15 g

Dolomit 0 0 0 0 0,27 mg

NaCl 0 0 0 0 0,09 g

Minyak Zaitun 0 0 0 0 1,2 ml

Vitamin B kompleks 0 0 0 0 0,6 mg

Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui komposisi makanan buatan yang terbaik dan perkembangan larvanya dengan pertambahan berat tubuh dan ukuran. Larva yang digunakan adalah larva instar tertentu yang diambil dari lapangan. Penelitian-penelitian ini tidak dilangsungkan sampai larva menjadi serangga dewasa (kumbang). Hal ini berbeda dengan Suharti et al. (1994) dan Matsumoto (1994) yang menggunakan larva yang ditetaskan dari telur dan pemeliharaannya berlangsung sampai larva menjadi kumbang. Oleh karena itu belum dapat disimpulkan komposisi makanan mana yang paling baik untuk perkembangan larva sampai menjadi serangga dewasa.

Farashiani et al., (2001) memelihara Aeolesthes serta Solsky yang sama

familinya dengan X. festiva (Cerambycidae) dengan menggunakan makanan

buatan yang terdiri dari 16 gram tepung batang pohon elm (Ulmus sp)., 70 cc akuades, 0,3 gram benzoic acid (asam benzoate), 0,4 gram hydroxy benzoate, 0,3 gram nipagin, 5 gram agar, dan 4 gram ekstrak ragi. Bahan-bahan tersebut dibuat menjadi pasta. Ternyata larva instar pertama A. sarta dapat berkembang dengan baik menjadi serangga dewasa. Tampaknya komposisi makanan buatan yang dibuat Farashiani et al. tersebut dapat dicoba untuk pemeliharaan X. festiva


(42)

27

dengan hanya mengganti tepung batang pohon elm (Ulmus sp.) dengan tepung batang pohon sengon (Paraserianthes falcataria).


(43)

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Komponen kimia kayu bagian pohon sengon yang paling banyak dicerna oleh larva X. festiva adalah hemiselulosa (91,05 %) dan selulosa (76,75 %) dan diikuti protein (93,01 %) serta sedikit pati (85,15 %).

2. Tidak semua komponen kayu tersebut yang dapat dicerna oleh larva X. festiva seperti lignin dikarenakan unit penyusun lignin bukanlah glukosa seperti komponen kayu lainnya.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Perlu diteliti apakah larva X. festiva menghasilkan enzim selulase atau mengandung organisme lain yang membantu merombak selulosa, seperti halnya protozoa pada Neotermes tectonae atau rayap yang menyerang batang pohon jati. 2. Untuk membuat makanan buatan, komponen-komponen yang dimakan oleh larva

X. festiva tersebut harus ada. Untuk sementara dapat dicoba komponen makanan buatan yang dibuat oleh Farashiani et al. (2001) dengan mengganti tepung kayu elm (Ulmus sp.) dengan tepung kayu sengon (Paraserianthes falcataria).


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Chaiglom D. 1988. The outbreak of forest insects and control operation in Thailand. Workshop on pests and diseases of forest plantation, Bangkok, 5 – 11 June 1988.

Carvallo E M I. 2009. Pengaruh provenan sengon terhadap perkembangan larva boktor (Xystrocera festiva) dalam makanan buatan (Artificial diet) [skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Farashiani M E, Shammohammadi, D and Ashary, H. 2001. Preliminary Investigation on The Rearing of Aeolethes sarta Solsky (Col. Cerambycidae) in Azhar I (chief), Sajap A S, Zulkhifli O D, Idris A G, Hassan S T S, Hussan A K, Sivagrasam A, Zaidi M I, Lee C Y, Ibrahim Y, Mohamed Said M S, Mohammad Doff M N, Mahani M, Cylde, Vijaysegaran S, Mamat M J, Hassan A A, Che Salmah M R, Mohd Rani M Y, Cheah U B, Abood F, Jaal Z, Othman N, Akai H, Shimeza O, Masuko K, Miyata T, Saito T & Sidik Z (Eds). Entomology for a dinamic and borderless world. Kuala Lumpur: Proceedings The 4th Asia Pasific Conference of Entomology. 98 pp.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Husaeni E A. 1992. Kerugian serangan boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Dalam Mas’ud F, Soedaryanto, Abdullah RH, Riyanto HD, Kuwadi (Eds.) Proceedings seminar dan temu lapang pembangunan HTI wilayah Sumatera, Palembang 29 – 31 Okotber 1992. 393 – 398 pp.

______. Kasno. 1997. Studi pemberantasan hama boktor (Xystrocera festiva) pada tegakan sengon: Pembiakan dan pelepasan parasitoid telur boktor. [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

______. Kasno, Haryadi M. 1997. Pengendalian Xystrocera festiva Pascoe

(Cerambycidae, Coleoptera) dengan menggunakan lampu perangkap. Jurnal

Manajemen Hutan Tropika 3 (2): 23 – 30.

______. 2001. Diktat Hama hutan tanaman. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

______. Kasno, Haneda NF, Pusparini D, Prisanda A, Agustina ESR, 2006. Karakteristik serangan boktor (Xystrocera festiva) pada tegakan sengon. [laporan]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.


(45)

______. 2008. Diktat Xystrocera festiva Thoms.: Biologi dan pengendaliannya. Bogor: Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian bogor. Matsumoto K. 1994. Studies on the ecological characteristics and method of control

of insect pests of trees in reforested areas in Indonesia. Bogor: AFRD.

______, Irianto R S B. 1998. Adult biology of the albizia borer Xystrocera festiva Thomson (Cerambycidae, Coleoptera) based on laboratory breeding. with particular reference to its oviposition schedule. J Trop. For. Sci. 10 (3) : 367 – 378.

Marta A K. 2005. Pengaruh berbagai jenis serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria) pada makanan buatan (Artificial diet) terhadap pertumbuhan larva boktor (Xystrocera festiva Pascoe) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Natawiria D. 1973. Hama dan penyakit Albizia falctaria (L) Fosberg. Rimba Indonesia 17 (1 - 2) : 58 – 70.

Notoatmodjo S S. 1963. Cara-cara mencegah serangan masal dari boktor Xystrocera

festiva Pascoe pada tegakan Albizia falcataria. Bogor: Laporan Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan Bogor, No. 92.

Nurhayati N D. 2001. Pengujian efikasi insektisida sistemik Perfection 400 EC terhadap hama boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (F) Nielsen) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Sidabutar H, Natawiria D. 1973. Percobaan penggunaan Dimecron 100 untuk pemberantasan hama Xystrocera festiva pada Albizia falcata Backer. Laporan Lembaga Penelitian Hutan Bogor No. 174.

Singh P. 1977. Artificial Diet for Insects, Mites, and Spiders. New York: A Division of Plenum Publishing Corporation.

Speight W R, Wainhouse D. 1989. Ecology and management of forest insects. London: Clarendon Press.

______, Wylie FR. 2001. Insect pests in tropical forestry. New York: CABI Publishing.

Suharti M, Asmaliyah, Anggraeni I, Sitepu I R. 1998. Prospek cendawan Beauveria


(46)

31

batang sengon. Dalam Suratmo F G, Hadi S, Husaeni E A, Rachmatsjah O,

Kasno, Nuhamara S T, Haneda N F (Eds). Proceedings workshop

permasalahan dan strategi pengelolaan hama di areal hutan tanaman, pp 55 – 62.

Suratmo F G. 1982. Diktat Ilmu perlindungan hutan. Bogor: Bagian Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Tarumingkeng R C. 1973. Serangan inger-inger (Neotermes tectonae Damm.) dan penjarangan sebagai tindakan pemberantasannya. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan. Departemen Pertamanan. Direktorat Jenderal Kehutanan Penelitian Hutan.

Wongtong S. 1974. Pattern of attack and damage of Xystrocera festiva Pasc. (Coleoptera: Cerambycidae) on albizia tree, Albizia falcataria (L) Fosebrg. Bogor: Biotrop/TFRS/74/121. BIOTROP.

Wibisono I T. 1999. Pemberian makanan buatan (artificial diet) untuk boktor (Xystrocera festiva Pascoe) [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.


(47)

(48)

Lampiran 1 Kandungan komponen pohon dalam sisa kotoran dan dalam persen yang dicerna

Bagian Pohon Holoselulosa Selulosa Hemiselulosa Pati Protein Lignin Sebelum dimakan (rata-rata kandungan kimia kayu dan

kulit)/(%) 70.12 32.96 37.16 3.10 7.02 29.88

Sesudah dimakan (kandungan kimia kayu dan kulit yang

dimakan)/(%) 26.88 18.75 8.13 0.53 2.55 73.12

Dalam 100 g bahan makan akan tersisa kotoran seberat 40.86

Kandungan komponen pohon dalam sisa kotoran/gram 10.98 7.66 3.32 0.22 1.04 29.88 Kandungan komponen pohon dalam % yang dicerna 84.33 76.75 91.06 93.01 85.16 0.00


(1)

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Komponen kimia kayu bagian pohon sengon yang paling banyak dicerna oleh larva X. festiva adalah hemiselulosa (91,05 %) dan selulosa (76,75 %) dan diikuti protein (93,01 %) serta sedikit pati (85,15 %).

2. Tidak semua komponen kayu tersebut yang dapat dicerna oleh larva X. festiva seperti lignin dikarenakan unit penyusun lignin bukanlah glukosa seperti komponen kayu lainnya.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Perlu diteliti apakah larva X. festiva menghasilkan enzim selulase atau mengandung organisme lain yang membantu merombak selulosa, seperti halnya protozoa pada Neotermes tectonae atau rayap yang menyerang batang pohon jati. 2. Untuk membuat makanan buatan, komponen-komponen yang dimakan oleh larva

X. festiva tersebut harus ada. Untuk sementara dapat dicoba komponen makanan buatan yang dibuat oleh Farashiani et al. (2001) dengan mengganti tepung kayu elm (Ulmus sp.) dengan tepung kayu sengon (Paraserianthes falcataria).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Chaiglom D. 1988. The outbreak of forest insects and control operation in Thailand. Workshop on pests and diseases of forest plantation, Bangkok, 5 – 11 June 1988.

Carvallo E M I. 2009. Pengaruh provenan sengon terhadap perkembangan larva boktor (Xystrocera festiva) dalam makanan buatan (Artificial diet) [skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Farashiani M E, Shammohammadi, D and Ashary, H. 2001. Preliminary Investigation on The Rearing of Aeolethes sarta Solsky (Col. Cerambycidae) in Azhar I (chief), Sajap A S, Zulkhifli O D, Idris A G, Hassan S T S, Hussan A K, Sivagrasam A, Zaidi M I, Lee C Y, Ibrahim Y, Mohamed Said M S, Mohammad Doff M N, Mahani M, Cylde, Vijaysegaran S, Mamat M J, Hassan A A, Che Salmah M R, Mohd Rani M Y, Cheah U B, Abood F, Jaal Z, Othman N, Akai H, Shimeza O, Masuko K, Miyata T, Saito T & Sidik Z (Eds). Entomology for a dinamic and borderless world. Kuala Lumpur: Proceedings The 4th Asia Pasific Conference of Entomology. 98 pp.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Husaeni E A. 1992. Kerugian serangan boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Dalam Mas’ud F, Soedaryanto, Abdullah RH, Riyanto HD, Kuwadi (Eds.) Proceedings seminar dan temu lapang pembangunan HTI wilayah Sumatera, Palembang 29 – 31 Okotber 1992. 393 – 398 pp.

______. Kasno. 1997. Studi pemberantasan hama boktor (Xystrocera festiva) pada tegakan sengon: Pembiakan dan pelepasan parasitoid telur boktor. [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

______. Kasno, Haryadi M. 1997. Pengendalian Xystrocera festiva Pascoe (Cerambycidae, Coleoptera) dengan menggunakan lampu perangkap. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 3 (2): 23 – 30.

______. 2001. Diktat Hama hutan tanaman. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

______. Kasno, Haneda NF, Pusparini D, Prisanda A, Agustina ESR, 2006. Karakteristik serangan boktor (Xystrocera festiva) pada tegakan sengon. [laporan]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.


(3)

30

______. 2008. Diktat Xystrocera festiva Thoms.: Biologi dan pengendaliannya. Bogor: Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian bogor. Matsumoto K. 1994. Studies on the ecological characteristics and method of control

of insect pests of trees in reforested areas in Indonesia. Bogor: AFRD.

______, Irianto R S B. 1998. Adult biology of the albizia borer Xystrocera festiva Thomson (Cerambycidae, Coleoptera) based on laboratory breeding. with particular reference to its oviposition schedule. J Trop. For. Sci. 10 (3) : 367 – 378.

Marta A K. 2005. Pengaruh berbagai jenis serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria) pada makanan buatan (Artificial diet) terhadap pertumbuhan larva boktor (Xystrocera festiva Pascoe) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Natawiria D. 1973. Hama dan penyakit Albizia falctaria (L) Fosberg. Rimba Indonesia 17 (1 - 2) : 58 – 70.

Notoatmodjo S S. 1963. Cara-cara mencegah serangan masal dari boktor Xystrocera festiva Pascoe pada tegakan Albizia falcataria. Bogor: Laporan Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan Bogor, No. 92.

Nurhayati N D. 2001. Pengujian efikasi insektisida sistemik Perfection 400 EC terhadap hama boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (F) Nielsen) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Sidabutar H, Natawiria D. 1973. Percobaan penggunaan Dimecron 100 untuk pemberantasan hama Xystrocera festiva pada Albizia falcata Backer. Laporan Lembaga Penelitian Hutan Bogor No. 174.

Singh P. 1977. Artificial Diet for Insects, Mites, and Spiders. New York: A Division of Plenum Publishing Corporation.

Speight W R, Wainhouse D. 1989. Ecology and management of forest insects. London: Clarendon Press.

______, Wylie FR. 2001. Insect pests in tropical forestry. New York: CABI Publishing.

Suharti M, Asmaliyah, Anggraeni I, Sitepu I R. 1998. Prospek cendawan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuilemin sebagai agen pengendali biologi hama penggerek


(4)

31

batang sengon. Dalam Suratmo F G, Hadi S, Husaeni E A, Rachmatsjah O, Kasno, Nuhamara S T, Haneda N F (Eds). Proceedings workshop permasalahan dan strategi pengelolaan hama di areal hutan tanaman, pp 55 – 62.

Suratmo F G. 1982. Diktat Ilmu perlindungan hutan. Bogor: Bagian Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Tarumingkeng R C. 1973. Serangan inger-inger (Neotermes tectonae Damm.) dan penjarangan sebagai tindakan pemberantasannya. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan. Departemen Pertamanan. Direktorat Jenderal Kehutanan Penelitian Hutan.

Wongtong S. 1974. Pattern of attack and damage of Xystrocera festiva Pasc. (Coleoptera: Cerambycidae) on albizia tree, Albizia falcataria (L) Fosebrg. Bogor: Biotrop/TFRS/74/121. BIOTROP.

Wibisono I T. 1999. Pemberian makanan buatan (artificial diet) untuk boktor (Xystrocera festiva Pascoe) [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.


(5)

(6)

Lampiran 1 Kandungan komponen pohon dalam sisa kotoran dan dalam persen yang dicerna

Bagian Pohon Holoselulosa Selulosa Hemiselulosa Pati Protein Lignin

Sebelum dimakan (rata-rata kandungan kimia kayu dan

kulit)/(%) 70.12 32.96 37.16 3.10 7.02 29.88

Sesudah dimakan (kandungan kimia kayu dan kulit yang

dimakan)/(%) 26.88 18.75 8.13 0.53 2.55 73.12

Dalam 100 g bahan makan akan tersisa kotoran seberat 40.86

Kandungan komponen pohon dalam sisa kotoran/gram 10.98 7.66 3.32 0.22 1.04 29.88

Kandungan komponen pohon dalam % yang dicerna 84.33 76.75 91.06 93.01 85.16 0.00


Dokumen yang terkait

Fungi pada Pohon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen dan Asosiasinya dengan Xystrocera festiva Thoms (Coleoptera : Ceermbycidae)

0 5 74

Populasi larva dan banyaknya lubang gerek Xystrocera festiva Pascoe pada berbagai umur tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen

1 17 52

Pengaruh Provenansi dan Kondisi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) terhadap Biologi Hama Boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada Artificial

0 6 88

Studi Tentang Enzim Trypsin dan alfa-Amylase Pada Hama Boktor (Xystrocera festiva Pascoe) serta Inhibitor Trypsin Pada Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

0 3 59

Biologi larva boktor (Xystrocera festiva Pascoe) dalam makanan buatan (artificial diet) dengan bahan dasar serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria)

0 11 71

Perkembangan Larva Boktor (Xystrocera festiva Pascoe) di dalam Makanan Buatan (Artificial Diet) Dengan Menggunakan Serbuk Sengon (Paraserianthes falcataria)

0 16 63

Xystrocera festiva thoms biologi dan pengendaliannya pada hutan tanaman sengon

0 4 2

Perkembangan Larva Boktor (Xystrocera festiva Pascoe) dalam Artificial Diet dengan Menggunakan Serbuk Sengon (Paraserianthes falcataria)

0 5 7

Pola rapd, aktivitas trypsin inhibitor dan α-amylase Inhibitor pada pohon sengon (paraserianthes falcataria) yang Tahan terhadap serangan hama boktor (xystrocera festiva) pola rapd, aktivitas trypsin inhibitor dan α-amylase Inhibitor pada pohon sengon (pa

1 5 1

Struktur dan Keragaman Genetik Populasi Hama Boktor (Xystrocera festiva) pada Hutan Rakyat Sengon (Falcataria moluccana) di Jawa.

0 6 32