3 Kerugian finansial. Adanya liang-liang gerek pada batang pohon yang terserang, pohon-pohon yang mati dan atau patah akibat serangan, akan
menurunkan volume dan kualitas kayu pertukangan yan diahasilkan sehingga dapat menurunkan pendapatan dari kayu pertukangan. Kerugian finansial yang
terjadi di daerah Gerbo Malang Uatara disajikan pada Tabel 1 dan di daerah Ngancar KPH Kediri pada Tabel 2.
Tabel 1 Kerugian finansial akibat serangan X. festiva pada berbagai umur hutan tanaman sengon di daerah Gerbo Notoatmodjo 1963
Umur hutan tanaman tahun Volumeha
m
3
Volume yang rusakha m
3
Persen kerugian 4
76,4 8,968
11,7 5
216,0 156,912
72,6 6
293,0 160,869
54,9 8
400,2 294,197
73,5 Keterangan: Harga kayu pertukangan pada tahun 1961 = Rp. 150 per m
3
.
Tabel 2 Kerugian finansial akibat serangan X. festiva pada berbagai umur hutan tanaman sengon di daerah Ngancar Husaeni 1992
Umur hutan tanaman
tahun Persen
serangan Volumeha
m
3
Harga sortimen
Rpm
3
Kerugian kayu pertukangan Volume
m
3
ha Nilai
Rp Persen
kerugian
4 6,68
160,9 23.430
6,740 157.918
4,19 5
19,78 167,2
26.200 6,422
168.256 3,89
6 9,10
175,9 32.600
13,949 454.737
7,91 7
13,46 180,5
36.270 16,949
614.740 9,39
8 11,65
192,7 37.870
20,531 777.509
10,65
2.1.9 Pengendalian
Pengendalian X. festiva dapat dilakukan secara fisik, silvikultur, kimiawi dan hayati.
1 Pengendalian secara fisik
Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan cara: 1 Penangkapan kumbang X. festiva dengan menggunakan lampu perangkap.
Lampu perangkap yang pernah digunakan adalah lampu neon 10 Watt yang berwarna hijau, biru, putih, ungu dan merah. Ternyata kumbang X. festiva
paling banyak tertarik pada cahaya lampu neon yang berwarna hijau. Dengan
menggunakan enam buah lampu neon yang berwarna hijau, selama 15 hari dapat ditangkap 112 ekor kumbang 61 ekor jantan dan 51 ekor betina.
Lampu neon dipasang mulai jam 18.00 dan penangkapan kumbang dilakukan setiap jam sampai jam 24.00. Semakin larut malam kumbang yang tertangkap
semakin banyak Husaeni et al. 1997. 2 Penyesetan bagian kulit batang sengon yang terserang X. festiva pada saat
larvanya berada diantara kulit dan kayu gubal. Cara ini telah dicoba oleh Matsumoto 1994 pada dua petak hutan tanaman sengon yang berumur dua
tahun di daerah Ngancar KPH Kediri, satu petak diberi perlakuan penyesetan dan yang satu lagi sebagai pembanding kontrol. Penyesetan dilakukan setiap
tiga bulan selama dua tahun. Hutan tanaman sengon yang tidak diberi perlakuan penyesetan, pada saat berumur dua tahun tidak mendapat serangan
dan pada saat berumur empat tahun serangannya mencapai 173,1 pohon per ha. Hutan tanaman sengon yang diberi perlakuan penyesetan, pada saat
berumur dua tahun banyaknya pohon yang terserang sebanyak 0,2 pohon per ha dan pada saat berumur empat tahun serangannya hanya mencapai 30 pohon
per ha.
2 Pengendalian secara silvikultur
Pengendalian X. festiva secara silvikultur yang dilaksanakan di lapangan adalah tindakan penjarangan. Tujuan utama penjarangan adalah untuk
memperoleh tegakan hutan dengan produksi yang tinggi baik volume maupun kualitasnya pada saat dilakukan pemanenan akhir. Dengan umur tebang delapan
tahun dan dengan jarak tanam awal 3 x 2 m, hutan tanaman sengon di daerah Ngancar dijarangi pada umur tiga tahun, empat tahun, lima tahun dan enam tahun.
Pada setiap kali dilakukan penjarangan, pohon-pohon sengon yang terserang X. festiva ditebang. Penjarangan ini dapat mengurangi kerugian finansial, seperti
telah disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Cara pengendalian lain secara silvikultur yang pernah dilakukan adalah
dengan membuat hutan tanaman campuran antara sengon dan jenis pohon lain yang bukan inang X. festiva. Hutan tanaman campuran tersebut ternyata tidak
efektif untuk mengatasi serangan X. festiva. Baik hutan tanaman campuran
maupun hutan tanaman murni diserang X. festiva tanpa ada perbedaan yang nyata dalam tingkat serangannya Notoatmodjo 1963.
Penanaman pohon sengon yang resisten terhadap serangan X. festiva belum dapat dilakukan karena sampai sekarang belum ditemukan provenan pohon
sengon yang resisten terhadap hama ini dan masih terus diteliti Husaeni 2008.
3 Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian X. festiva secara kimiawi pertama kali dilakukan oleh de Jong 1931, dalam Husaeni 2008, menggunakan serbuk paradiklor bensol yang
diencerkan dalam minyak tanah dengan perbandingan 1 : 10. Cairan insektisida ini disemprotkan ke permukaan kulit dari bagian batang sengon yang terserang
dan dapat membunuh larva-larva yang hidup diantara kulit dan kayu gubal tetapi tidak dapat membunuh larva yang sudah membuat liang gerek dalam kayu gubal.
Kelemahan insektisida ini adalah dapat mematikan kambium pohon yang dapat mengakibatkan kematian pohon.
Notoatmodjo 1963 pernah melakukan cara yang sama dengan menggunakan insektisida golongan organoklorida yang terdiri dari arkotin, aldrin,
dielderin dan endrin. Hasilnya hampir sama dengan penggunaan paradiklor bensol dan insektisda-insektisida ini tidak mematikan kambium. Sekarang keempat
macam insektisida tersebut sudah tidak diperdagangkan lagi karena tergolonng insektisida persisten residunya sulit terurai di lingkungan.
Sidabutar dan Natawiria 1973 mencoba mengendalikan X. festiva dengan menggunakan insektisida sistemik Phospamidon 100. Setiap bagian kulit pohon
sengon yang terserang disemprot dengan 75 ml cairan Phospamidon 100 dengan konsentrasi 0,5 . Penyemprotan ini dapat membunuh larva yang berumur sampai
dua bulan tetapi tidak dapat membunuh larva yang berumur lebih tua dan larva yang telah membuat liang gerek dalam kayu gubal. Nurhayati 2001 juga pernah
mencoba mengendalikan hama ini dengan menggunakan insektisida sistemik Dimethoate 400 EC di KPH Kediri. Hasilnya kurang lebih sama dengan
menggunakan Phospamidon 100. Rupanya insektisida sistemik adalah yang paling cocok untuk pengendalian larva X. festiva karena larva-larvanya berada di dalam
kulit pohon sengon dan insektisida itu dapat menembus kulit pohon tersebut.
4 Pengendalian secara hayati
Pengendalian secara hayati yang pernah dicoba adalah: 1 Pelepasan masal Anagyrus sp famili Encyrtidae, ordo Hymenoptera, yang
merupakan parasitoid telur X. festiva. Di daerah Ngancar, secara alami telur X. festiva sering diparasit oleh Anagyrus sp dengan tingkat parasitisasi rata-rata
19 . Setelah dilepaskan sekitar 5.000 ekor parasitoid yang sebelumnya dibiakkan di laboratorium lapangan, tingkat parasitisasi telur tersebut
meningkat menjadi 45 Husaeni dan Kasno 1997. 2 Penyemprotan dengan jamur patogen serangga, Beauveria bassiana. Sebanyak
200 gram jamur B. bassiana disuspensikan dalam enam atau delapan liter air kemudian disemprotkan ke permukaan kulit dari bagian batang pohon sengon
yang terserang, pada saat larvanya masih muda dan masih berada di bawah kulit pohon. Penyemprotan ini dapat membunuh 95 larva-larva muda. Bila
larvanya sudah berukuran dewasa berukuran besar, penyemprotan dengan jamur patogen ini tidak efektif karena larvanya sudah lebih tahan terhadap
jamur tersebut Suharti et al. 1998.
2.2 Bahan Makanan Serangga Fitofag