Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan 1.

Kredit tanpa agunan ini menguntungkan pengusaha-pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam mendapatkan bantuan modal untuk usaha mereka. Tetapi karena ketiadaan peraturan khusus yang mengatur pemberian kredit tanpa agunan ini merupakan kendala bagi bank dalam memberikan kredit karena bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit yang menghendaki adanya agunan.

B. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan 1.

Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian Kredit Prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas yang terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 29 ayat 2 Undang-undang No. 10 tahun 1998, bank tanpa alasan apapun wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian tersebut. Bank dalam memberikan kredit perlu diawasi secara ketat, mengingat hal tersebut merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijakan dari kegiatan usaha yang dilakukan bank. Karena dana yang disalurkan bank berupa kredit merupakan dana masyarakat, baik masyarakat penyimpan uang atau uang negara. Hal tersebut mengingat peranan bank sangat besar dalam menjaga kestabilan ekonomi secara makro, maka bank sangat perlu menjaga kesehatannya terutama dalam menyalurkan kredit. Bank tidak diperbolehkan hanya menuntut pencapaian target saja tanpa menegakkan prinsip kehati-hatian. Penegakkan prinsip kehati-hatian dapat dilaksanakan dengan baik dan benar apabila bank dalam menjalankan usahanya lebih menyadari bahwa dana yang Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 disalurkan dalam bentuk kredit merupakan dana masyarakat yang ditanam dalam bentuk tabungan, deposito dan lain-lain. Salah satu contoh kasus pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit adalah kasus PT. Bank Mandiri, Tbk yang melibatkan tiga mantan direkturnya yaitu mantan Direktur Utama Dirut ECW Neloe, Mantan Wakil Dirut I Wayan Pugeg, dan mantan Direktur Corporate Banking M Sholeh Tasripan. Mereka dinilai tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dalam kasus kredit macet PT. Cipta Graha Nusantara CGN. Akibat ketidak hati-hatian dan ketidak cermatan mereka, kredit senilai US 18,5 juta atau sekitar 160 miliar kepada PT. CGN yang dicairkan pada tanggal 28 Oktober 2002 menjadi macet. Kredit jadi macet karena mereka memberikan kredit tanpa analisis yang lengkap, cermat dan komprehensif terhadap calon debitor. Mereka menyetujui pemberian kredit dalam waktu satu hari, sehingga tidak mungkin melakukan analisis. 128 Kasus ini bermula dari kredit bermasalah yang dikelola oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN atas nama PT. Tahta Medan senilai USD 31.012.961,09. kredit tersebut kemudian dibeli oleh Trimanunggal Mandiri Persada pada tanggal 3 September 2002 sesuai dengan Akta Perjanjian Pengalihan Piutang No. 23, Kemudian dijual kepada Azalea Ltd. Pihak Azalea berhasil membeli piutang tersebut dengan nilai Rp. 160 Milyar. Tanggal 25 Oktober pihak Azalea limited menjual seluruh hak penagihannya kepada PT. Cipta Graha Nusantara sebesar Rp. 279 Milyar. Pada tanggal 23 Oktober 2002, PT. CGN memohon kredit kepda PT. Bank Mandiri senilai 165 128 Dian Yuliastuti, Neloe Cs Dijebloskan, Tempo tanggal 27 Januari 2006 Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Milyar. Tanggal 24 Oktober 2002, pihak Bank Mandiri sudah memberikan persetujuan pemberian kredit sebesar 165 Milyar kepada PT. CGN. 129 Calon debitur yang hendak meminta kredit setidaknya menunggu selama tiga minggu sebelum keputusan diberikan pihak bank. Pihak bank umumnya harus memeriksa agunan yang digunakan, baik secara fisik maupun aspek hukumnya. Persetujuan kredit dengan jumlah sebesar itu dalam waktu satu hari hampir pasti jauh dari aspek kehati-hatian bank prudential Oleh karena bank kurang hati-hati dalam mengucurkan kreditnya sehingga mengakibatkan kerugian maka perbuatan hukum yang dilakukan bank telah melanggar kepatutan dan jantungnya hukum perbankan sehingga dikategorikan perbuatan melawan hukum. 130 Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Mengingat kredit yang disalurkan perbankan sebagian besar adalah dana masyarakat yang dihimpun melalui deposito, giro, tabungan, sementara dana masyarakat yang disimpan di bank tidak ada jaminan dalam bentuk jaminan kebendaan tetapi hanya berdasar kepercayaan, maka dalam memberikan kredit tersebut, bank harus memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat disertai asas kehati-hatian artinya 129 Anonim, Selamat Datang Neloe, Majalah Konstan online tanggal 22 Mei 2008. 130 Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar USU, tanggal 2 September 2006. Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 bank harus hati-hati dalam menyalurkan kredit dan perjanjian kredit itu harus betul- betul menjamin dan melindungi kepentingan bank secara khusus. Oleh karena itu prinsip mengenal nasabah Know your Customer Principles diperlukan agar bank tidak digunakan oleh nasabahnya sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatan seperti menyimpan uang hasil korupsi. Pemberian kredit wira usaha tanpa agunan ini menguntungkan bank dari segi suku bunga pinjaman yang lebih besar daripada kredit pada umumnya yaitu 2 persen perbulan. Jangka waktu yang diberikan pada kredit wirausaha tanpa agunan ini relatif lebih singkat daripada kredit pada umumnya yaitu satu sampai dengan tiga tahun, sehingga pengembalian dana pinjaman relatif lebih singkat dari pada kredit pada umumnya. Tingkat resiko pemberian kredit relatif lebih kecil daripada kredit pada umumnya karena nominal dana pinjaman kredit yang diberikan maksimum pemberian kredit wirausaha ini adalah Rp. 50.000.000,- . Dikarenakan kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, maka hal itu dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut tersebut bersumber dari dana masyarakat yang disimpan bank, maka risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula pada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karenanya maka dalam pelaksanaanya bank harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggara kegiatan usaha perbankan guna mewujudkan perbankan yang sehat.

2. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam perjanjian Kredit Tanpa

Agunan Perbedaan prinsipil pada kredit tanpa agunan ini dengan kredit pada umumnya terletak pada aspek penilaian yang lebih bersifat immaterial terutama dalam unsur Collateral. Disamping itu penilaian terhadap unsur Character dan Capital juga dilakukan dengan lebih selektif dan hati-hati. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini telah menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak bank dengan pihak debitur. Pihak bank sebagai kreditur sangat berkepentingan untuk memperoleh perlindungan atas kredit yang disalurkannya, di lain pihak debitur memerlukan dana untuk pengembangan usahanya dan atau untuk kebutuhan konsumsinya. Walaupun dalam banyak program kredit tanpa agunan ini disebutkan bahwa prosedur permohonannya sederhana dan mudah, akan tetapi dalam prakteknya bank sangat memegang prinsip kehati-hatian dan seleksi yang ketat. Persyaratan-persyaratan dan kriteria-kriteria penilaian ditetapkan dengan memegang prinsip kehati-hatian perbankan. Disamping kemampuan tim penilai dalam memberikan penilaian kredit, keberhasilan pengembalian kredit oleh debitur masih dipengaruhi keberhasilan usaha Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 debitur. Pendekatan dengan debitur, pengawasan dan hubungan kerja yang baik dengan nasabah debitur turut pula mempengaruhi keberhasilan kredit. Dalam pemberian kredit tanpa agunan ini, bank telah berupaya memperoleh perlindungan hukum atas pemberian kreditnya. Dokumen-dokumen akta-akta tersebut disusun sedemikian rupa untuk memudahkan kreditur memperoleh penyelesaian bila debitur wanprestasi. Dampak psikologis dari adanya wanprestasi kredit tanpa agunan ini adalah munculnya jasa Debt Collector penagih hutang untuk menagih seluruh pembayaran hutang-hutang debitur. Dalam perjanjian kredit wirausaha tanpa agunan ini dilakukan dengan akta perjanjian kredit dibawah tangan. Akta-akta dalam perjanjian kredit adalah akta-akta di bawah tangan artinya: 131 a. Bentuk akta dibawah tangan bebas, artinya para pihak yang membuat akta di bawah tangan tersebut bebas untuk menentukan bentuknya b. Kalau akta otentik dibuat oleh pejabat negara, notaris, PPAT, maka akta di bawah tangan dibuat oleh pihak-pihak yang membuat akta tersebut. Jadi setiap orang yang cakap menurut hukum dapat membuat akta dibawah tangan. c. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian sebagai akta otentik jika tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatangani d. Akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan materiil jika tanda tangannya itu diakui oleh yang menandatangani akta ini 131 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta, 2004, Hal. 103- 104 Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 e. Untuk pembuktian di depan hakim, jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawannya, maka pihak yang mengajukan akta dibawah tangan itu yang harus mencari bukti tambahan untuk membuktikan bahwa akta di bawah tangan yang diajukan sebagai alat bukti tersebut benar-benar ditandatangani oleh pihak yang membantah. Walaupun akta dibawah tangan ini mempunyai kelemahan dalam hal pembuktian hukumnya di masa mendatang, akan tetapi penggunaannya masih merupakan kebiasaan dalam praktek perbankan. Pertimbangan utama penggunaan akta dibawah tangan ini adalah masalah biayanya yang lebih rendah dibandingkan dengan akta notariel. Disamping itu belum adanya suatu peraturan perundangan yang mewajibkan dibuat dengan akta notaril. Kredit tanpa agunan ini menggunakan akta notaril, apabila bank merasa perlu untuk menggunakan akta otentik karena nominal pemberian kredit tanpa agunan lebih dari Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah. Kekuatan surat aksep atau atau akta pengakuan ini adalah untuk mempercepat eksekusi jaminan secara langsung tanpa memerlukan gugatan terlebih dahulu pada debitur, undang-undang memberikan jalan keluar yang merupakan pengecualian dari cara gugatan yaitu dengan membuat akta pengakuan hutang notaril. 132 Menurut Gatot Wardoyo ada beberapa klausul yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, diantaranya: 133 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali atau predisbursement clause. Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit, asuransi barang jaminan, 132 Ibid, hal. 131 133 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offset, 2005, Hal. 44-46 Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 biaya pengikatan jaminan secara tunai, penyerahan barang jaminan dan dokumen, pelaksanaan pengikatan barang jaminan serta pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan. 2. Klausul mengenai maksimum kredit 3. Klausul mengenai jangka waktu kredit 4. Klausul mengenai bunga pinjaman 5. Klausul mengenai barang agunan kredit 6. Klausul asuransi 7. Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank 8. Tigger Clause yaitu klausul yang mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausul mengenai denda 10. Expence Clause yaitu klausul yang mengatur beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah. 11. Debet Authorization Clause yaitu pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan ijin debitur. 12. Material Adverse Change Clause yaitu bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan. 13. Klausul ketaatan pada ketentuan bank 14. Miscellaneous atau Boiler Plate Provision yaitu pasal-pasal tambahan Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 15. Dispute Settlement yaitu klausul mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dengan debitur. 16. Pasal Penutup Pasal ini memuat eksemplar perjanjian kredit mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. Dalam perjanjian kredit wirausaha tanpa agunan ini dilakukan dengan akta dibawah tangan. Isi dari perjanjian kredit ini adalah mengenai jumlah pinjaman, penyerahan surat aksep, fasilitas dan tujuan penggunaan pinjaman, jangka waktu pinjaman dan cara pembayaran, besarnya bunga, provisi, dan biaya administrasi, denda keterlambatan, pembayaran, syarat-syarat pengakhiran perjanjian, perubahan alamat debitur dan domisili hukum. Hal yang membedakan antara perjanjian kredit pada umumnya dengan perjanjian kredit wirausaha tanpa agunan adalah klausul jaminan atau agunan. Pada pemberian kredit pada umumnya, jaminan atau agunan yang diserahkan debitur ke bank dirinci dan ditulis dalam akta perjanjian kredit, sedangkan dalam perjanjian kredit wirausaha tanpa agunan tidak ada pemberian jaminan oleh debitur sehingga tidak dicantumkan dalam akta perjanjian kredit. Kredit wirausaha tanpa agunan ini dapat dicover dilindungi dengan suatu akta Borgtocht yang diikat secara notariil. Jaminan perorangan Borgtocht adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. 134 Jaminan perorangan ini juga diatur dalam Pasal 1850 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang diartikan dengan penanggungan adalah “suatu perjanjian, dimana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memnuhi perikatannya”. Apabila Pihak pemutus kredit Komite kredit termasuk juga direktur kepatuhan menganggap ada pihak yang layak untuk menjamin debitur kredit wirausaha tanpa agunan dan hal tersebut ditegaskan dalam surat penegasan kredit dan dituangkan dalam Surat penawaran kredit Offering Letter, maka perjanjian Borgtocht dapat diadakan untuk memperkuat jaminan bagi pihak bank sebagai kreditur pemberi kredit. Dengan dasar offering letter tersebut, Pihak notaris dapat membuat akta Borgtocht untuk lebih memperkuat jaminan kembalinya kredit yang disalurkan oleh kreditur kepada debitur. 134 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo, 2004 Hal.217 Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan