c. Jaminan Kredit
Jaminan mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, juga merupakan pertanggungjawaban debitur terhadap barang-barangnya.
Istilah jaminan dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan terdapat dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, agunan adalah: “Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka
mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayan berdasarkan prinsip syariah”. Jadi agunan merupakan jaminan tambahan accesoir. Tujuan agunan adalah untuk
mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:
46
1 Jaminan tambahan 2 Diserahkan oleh debitur kepada bank
3 Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan Dalam Pasal 24 angka 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang perbankan
disebutkan “Bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga.” Dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan
mengenai jaminan yaitu: “Dalam memberikan kredit, Bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan.” Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila
berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur
46
H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 Hal.21
Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
untuk mengembalikan hutangnya, agunan hanya dapat berupa barang proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
47
Dalam Pasal 1131 KUH Perdata disebutkan bahwa segala kebendaan si penghutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan dibedakan menurut sifatnya yaitu yang bersifat kebendaan dan jaminan
perseorangan. Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas
sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti
bendanya dan dapat diperalihkan contoh: hipotik, hak tanggungan gadai, dan lain-lain. Sedang jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan lansung
pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya contoh: borgtoght.
Jaminan kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata serta Undang-undang lainnya, dengan bentuk, yaitu:
1 Gadai diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150-1161, yaitu suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh
debitur untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut dengan mendahulukan kreditur dari kreditur lain.
2 Hak tanggungan; UU No.41996, yaitu jaminan yang dibebankan hak atas tanah,
47
H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi, 2000, Hal. 54
Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu ketentuan dengan tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan pada kreditur terhadap kreditur lain. Menurut Pasal 4 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996, hak atas tanah yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan adalah: a Hak Milik Kecuali tanah yang diwakafkan
b Hak Guna Bangunan c Hak Guna Usaha
d Hak Pakai
Khusus hak pakai tersebut diatas harus memenuhi syarat: a Hak pakai atas tanah Negara
b Hak pakai tersebut dapat dipindahtangankan dan dipunyai oleh orang badan hukum perdata
c Hak Pakai atas Hak Milik yang ketentuannya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah
3 Fidusia, UU No.421999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan
hutang tertentu yang memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain. Jaminan perorangan dan garansi, diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam bentuk:
1 Penanggungan hutang Borgtoght Pasal 1820 KUH Perdata, yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak memenuhinya.
2 Perjanjian Garansi indemnity Surety Ship Pasal 1316 KUH Perdata, yang berbunyi meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang
pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan
Patricia Imelda Hutabarat: Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga
tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya.
d. Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah