BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Perusahaan membutuhkan dana untuk menjalankan operasinya. Sumber pembiayaan yang sering digunakan oleh perusahaan ada tiga macam, yaitu saham,
obligasi, dan leasing. Prinsip yang digunakan dalam pembiayaan melalui ketiga instrumen tersebut selama ini masih didasarkan pada prinsip ekonomi kapitalis atau
konvensional yang tidak mempedulikan aspek-aspek agama dalam pelaksanaannya. Prinsip ekonomi yang berdasarkan syariat Islam telah marak diperbincangkan
sejak dua dekade ini. Prinsip ekonomi syariah ini telah ada sejak zaman kenabian, ditandai dengan adanya ayat-ayat Alquran dan hadist yang mengatur tentang
perdagangan. Islam melarang perdagangan yang mengandung unsur riba bunga, gharar ketidakpastian, dan maysir judi. Gambling dan Karim 1991 mengatakan bahwa
konsep pendapatan ekonomi tidak bisa diterima dalam perspektif Islam dan hal-hal yang tidak bisa diterima itu begitu fundamental bagi deduktif barat. Misalnya, model tingkat
ekonomi dengan pengembalian modal yang membentuk basis bagi kalkulasi pendapatan di muka dengan asumsi bahwa uang punya nilai waktu, yang dinyatakan Gambling dan
Karim sebagai hal yang tidak ada dalam Islam. Hal ini juga mendorong kita untuk mempelajari lebih dalam mengenal hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi syariah.
Sejumlah besar masyarakat muslim tidak dapat terlibat dalam investasi pasar modal sampai tahun 1970 disebabkan larangan-larangan Islam pada aktivitas bisnis
tertentu Huda, 2007. Namun untuk memenuhi kepentingan pemodal yang ingin
Universitas Sumatera Utara
mendasarkan kegiatan investasinya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, dibuatlah beberapa alternatif investasi seperti saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana
syariah. Instrumen pasar modal syariah ini telah berkembang di berbagai negara termasuk Indonesia.
Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman
antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI, sehingga perkembangan secara umum tersebut diterapkan di berbagai instrumer syariah,
selanjutnya penerapan prinsip syariah pada sektor di luar industri perbankan, juga telah dijalankan pada industri pasar modal Pasar Modal Syariah. Pada industri pasar modal
dengan prinsip syariah, telah diterapkan pada instrumen obligasi, saham dan reksadana. Salah satu instrumen pasar modal syariah yang berkembang cukup pesat adalah
obligasi syariah. Pada dasarnya obligasi syariah hampir sama dengan obligasi konvensional, perbedaan yang utama terdapat pada unsur bunga riba dalam obligasi
konvensional yang diharamkan oleh syariah. Keunggulan obligasi syariah diantaranya investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah tetapi juga
investor konvensional. Produk syariah dapat dinikmati dan digunakan siapa pun, sesuai falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat maslahat kepada seluruh
semesta alam. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberikan keuntungan kompetitif, sesuai profil
risikonya, dan juga likuid. Sementara itu, investor base obligasi konvensional justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian di instrumen tersebut. Bagi
emiten, menerbitkan obligasi syariah berarti juga memanfaatkan peluang-peluang
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Emiten dapat memperoleh sumber pendanaan yang lebih luas, baik investor konvensional maupun syariah. Selain itu, struktur obligasi syariah yang inovatif juga
memberi peluang untuk memperoleh biaya modal yang kompetitif dan menguntungkan. Penerbitan obligasi syariah di Indonesia dipelopori oleh PT Indosat pada tahun
2002 dengan bentuk obligasi mudharabah dengan nilai Rp 175 Miliar. Kemudian dengan keluarnya fatwa Obligasi Ijarah tahun 2004 telah mendorong sebanyak 7 tujuh emiten
mendapat pernyataan efektif dari Bapepam untuk dapat menawarkan Obligasi Syariah Ijarah dengan total nilai emisi sebesar Rp.642 Miliar. Sampai dengan akhir 2004, secara
kumulatif terdapat 13 tiga belas obligasi syariah dengan total nilai emisi sebesar Rp.1,38 triliun. Hal ini berarti nilai emisi obligasi syariah tumbuh sebesar 86,7 jika
dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Pada awalnya beberapa perusahaan menerbitkan obligasi dengan akad
mudharabah, namun saat ini akad ijarah juga digunakan dalam penerbitan obligasi. Obligasi syariah Mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan perjanjian
keuntungan saham, sehingga pendapatan para investor pada obligasi tersebut diperoleh setelah informasi dari pendapatan penerbit.
Sementara itu Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan perjanjian sewa, sehingga jumlah kupon fee ijarah diterima akan stabil, dan dapat dihitung sejak
pertama kali obligasi diterbitkan. Usmani 2006 mengatakan bahwa karena lessor dalam ijarah memiliki aset yang
disewakan, ia dapat menjual aset, secara keseluruhan maupun sebagian, ke pihak ketiga yang ingin membeli dan dapat mengganti hak dan kewajiban lessor sesuai dengan
pembelian bagian aset. Pembelian proporsi aset oleh pihak ketiga dapat dibuktikan
Universitas Sumatera Utara
dengan sertifikat yang disebut sukuk ijarah. Sertifikat ini akan menyajikan kepemilikan pemegang sertifikat dalam aset yang disewakan sesuai dengan hak dan kewajiban
pemiliklessor sebelumnya. Alasan yang mungkin menyebabkan obligasi syariah ijarah cocok diterapkan di
Indonesia karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1.
Fleksibilitas Instrumen ijarah merupakan salah satu instrumen yang paling mirip dengan
kontrak sewa konvensional dan menawarkan fleksibilitas pembayaran dengan tingkat yang tetap dan mengambang, aliran kas dari penyewaan ini, yang
mencakup pembayaran sewa dan pembayaran pokok, diserahkan kepada investor dalam bentuk kupon dan pembayaran prinsipal. Karena kemiripannya
dengan sewa konvensional, sukuk berbasis ijarah cukup menarik bagi investor konvensional. Di sana terdapat fleksibilitas dalam penentuan waktu inflow dan
outflow karena aliran kas kepada pemegang sertifikat tidak selalu berbarengan
dengan timing pembayaran sewa. Oleh karena itu, pengambilan manfaat oleh pemegang sertifikat dapat diperoleh sebelum memulai periode sewa, selama
periode atau setelah periode sesuai keputusan yang saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat.
2. Masa Jatuh Tempo yang Panjang
Kontrak ijarah dapat diberlakukan selama yang diinginkan dengan syarat aset yang menjadi subjek kontrak ijarah masih tetap ada dan pengguna dapat
menarik manfaat darinya. Karena panjangnya masa ijarah, sukuk dapat
Universitas Sumatera Utara
disusun untuk memberikan mode pendanaan efisien bagi sekuritas berjangka menengah dan panjang.
3. Transferabilitas
Karena syariah tidak membatasi hak pemberi pinjaman untuk menjual aset yang disewakan dalam kasus kontrak ijarah, maka orang yang berbagi
kepemilikan aset yang disewakan melalui sukuk dapat melepaskan hak milik mereka dengan menjualnya kepada pemilik baru secara individual atau
bersama-sama, sesuai keinginan mereka. Fitur ini sangat penting dalam mengembangkan pasar sekunder bagi sukuk berbasis ijarah.
4. Negosiabilitas
Persyaratan syariah bahwa obligasi atau note seperti sukuk dapat dijual dengan harga pasar asalkan underlying asset-nya terdiri dari mayoritas aset
fisik. Hal ini menjadikan sukuk ijarah dapat dinegosiasikan dan karena itu mereka dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Fitur sukuk ijarah ini
membuat mereka atraktif bagi investor sekaligus menguatkan likuiditas mereka di pasar.
Obligasi syariah juga merupakan instrumen investasi yang memberikan pendapatan tetap fixed income pada para investor berupa margin fee. Jumlah margin fee
tersebut telah disepakati di awal perjanjian sehingga jelas berapa return yang akan diperoleh investor dari investasinya. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, obligasi
syariah dapat menjadi suatu alternatif pembiayaan yang baik bagi perusahaan. Selain memperoleh dana yang diperlukan, perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja
Universitas Sumatera Utara
sebagai efek positif dari penerbit obligasi syariah ini dan sebagai tanggung jawab terhadap investor.
Obligasi syariah merupakan salah satu komponen modal yang digunakan untuk mendanai ekspansi aktiva. Proporsi penggunaan utang tersebut harus dijaga karena
perusahaan akan menggunakan sebagian kapasitasnya untuk melunasi pinjaman di masa mendatang. Jika pendanaan lewat utang ini terlalu besar sementara pendapatan tidak
bertambah maka rasio utangnya menjadi terlalu besar. Brigham, 2006 Banyak teknik yang digunakan dalam menganalisis data laporan keuangan. Salah
satu alat pengukur yang cukup baik adalah dengan menggunakan rasio-rasio kinerja operasi operating performance Jain dan Kini, 1994. Untuk mengukur pengaruh
penerbitan obligasi syariah ijarah terhadap kinerja perusahan, penelitian ini menggunakan empat rasio sebagai variabel kinerja, yaitu Current Ratio, Asset Turnover, Return On
Asset ROA dan Times-interest-earned TIE.
Penelitian ini mengamati perusahaan go public yang mengeluarkan obligasi syariah ijarah pada tahun 2005, mengingat terbatasnya data yang dimiliki dan masih
sedikitnya perusahaan yang mengeluarkan obligasi syariah ijarah. Tahun 2005 merupakan tahun di mana perusahaan paling banyak mengeluarkan obligasi syariah
ijarah. Return diberikan dalam bentuk bagi hasil loss profit sharing yang secara mental
menuntut emiten penerbit obligasi untuk bekerja maksimal dengan memanfaatkan dana yang diperoleh. Salah satu tujuan penerbitan obligasi syariah adalah untuk meningkatkan
produktivitas aktiva dengan menggunakan dana yang diperoleh. Keberhasilan perusahaan setelah menerbitkan obligasi syariah juga dapat dievaluasi. Salah satunya adalah dengan
Universitas Sumatera Utara
mengukur kinerjanya melalui rasio-rasio keuangan perusahaan sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah. Berikut ini akan disajikan data-data perusahaan yang
mengeluarkan obligasi syariah ijarah dan rasio-rasionya.
Tabel 1-1 Current Ratio indikator likuiditas Penerbit Obligasi Syariah Ijarah Pada Tahun
2005 sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ijarah Nama perusahaan
2004 Sebelum
Penerbitan 2005
Penerbitan 2006
Setelah Penerbitan
PT Apexindo Pratama Duta Tbk 180,63
345,36 463,11
PT Indosat Tbk
138,78 138,58 83,28
PT Ricky Putra Globalindo Tbk
291,84 275,05 206,18 Sumber : www.idx.co.id, 30 Desember 2009
Pada Tabel 1-1 dapat dilihat kondisi current ratio dari ketiga perusahaan sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ternyata ada yang meningkat dan ada yang
menurun. Terjadinya peningkatan dan penurunan pada Current Ratio menandakan terdapat perusahaan yang mengalami penguatan likuiditas setelah penerbitan obligasi
syariah dan adapula yang mengalami penurunan likuiditas.
Tabel 1-2 Total Asset Turn Over indikator aktivitas Penerbit Obligasi Syariah Ijarah Pada
Tahun 2005 sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ijarah Nama perusahaan
2004 Sebelum
Penerbitan 2005
Penerbitan 2006
Setelah Penerbitan
Universitas Sumatera Utara
PT Apexindo Pratama Duta Tbk 0,3898
0,3541 0,3551
PT Indosat Tbk
0,3785 0,3535 0,3576
PT Ricky Putra Globalindo Tbk
0,7474 0,7510 0,8090 Sumber : www.idx.co.id, 30 Desember 2009
Pada Tabel 1-2 dapat dilihat kondisi Total Asset Turn Over dari ketiga perusahaan sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ternyata mengalami peningkatan semua.
Peningkatan pada rasio Total Asset Turn Over ini menandakan semua perusahaan mengalami penguatan pada aktivitas setelah penerbitan obligasi syariah.
Tabel 1-3 Return on Asset indikator profitabilitas Penerbit Obligasi Syariah Ijarah Pada
Tahun 2005 sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ijarah Nama perusahaan
2004 Sebelum
Penerbitan 2005
Penerbitan 2006
Setelah Penerbitan
PT Apexindo Pratama Duta Tbk 1,19
1,82 13,83
PT Indosat Tbk
8,55 7,18 5,91
PT Ricky Putra Globalindo Tbk
8,59 12,67 11,49 Sumber : www.idx.co.id, 30 Desember 2009
Pada Tabel 1-3 dapat dilihat kondisi Return On Asset dari ketiga perusahaan sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ternyata ada yang meningkat dan ada
yang menurun. Terjadinya peningkatan dan penurunan pada Return On Asset menandakan terdapat perusahaan yang mengalami penguatan profitabilitas setelah
penerbitan obligasi syariah dan adapula yang mengalami penurunan profitabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1-4 Times-Interest-earned indikator leverage Penerbit Obligasi Syariah Ijarah Pada
Tahun 2005 sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ijarah Nama perusahaan
2004 Sebelum
Penerbitan 2005
Penerbitan 2006
Setelah Penerbitan
PT Apexindo Pratama Duta Tbk 4
7 59.17
PT Indosat Tbk
32.58 29.64 22.88
PT Ricky Putra Globalindo Tbk
16.25 24.84 19.32 Sumber : www.idx.co.id, 30 Desember 2009
Pada Tabel 1-4 dapat dilihat kondisi Times Interest Earned dari ketiga perusahaan sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ternyata ada yang meningkat dan ada
yang menurun. Terjadinya peningkatan dan penurunan ini menandakan terdapat perusahaan yang mengalami penguatan leverage setelah penerbitan obligasi syariah dan
adapula yang mengalami penurunan leverage. Hal inilah yang mendorong penulis untuk menganalisis seberapa besar perbedaan
“kinerja perusahaan go public dari aspek Likuiditas, Aktivitas, Leverage dan Profitabilitas sebelum dan setelah penerbitan obligasi syariah ijarah di Indonesia.” Dari
pengetahuan ini, diharapkan perusahaan akan semakin selektif dalam membuat capital decision
dengan mempertimbangkan cost and benefit dari tiap alternatif pembiayaan yang ada. Pada akhirnya, prinsip-prinsip syariah dapat menjadi pertimbangan khusus dalam
menjalankan usaha secara khusus dan perekonomian secara umum.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah