Hubungan Pengetahuan, Sikap, Sarana Dan Prasarana Serta Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Pencegahan Penyakit Chikungunya Menggunakan Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Oleh Kepala Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Nurussalam Kabupaten Aceh Timu

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, SARANA DAN PRASARANASERTA

DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENCEGAHAN

PENYAKIT CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) OLEH

KEPALA KELUARGA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS NURUSSALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR

T E S I S

Oleh

LISWATI HARAHAP

097032143/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, SARANA DAN PRASARANA SERTA

DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENCEGAHAN

PENYAKIT CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) OLEH

KEPALA KELUARGA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS NURUSSALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISWATI HARAHAP

097032143/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis

: HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP,

SARANA DAN PRASARANA SERTA

DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN

DENGAN PENCEGAHAN PENYAKIT

CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN)

OLEH KEPALA KELUARGA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS NURUSSALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR

Nama Mahasiswa

: Liswati Harahap

Nomor Induk Mahasiswa : 097032143

Program Studi

: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi

: Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

(Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si)

Ketua

Anggota

(Ir. Evi Naria, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 4 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si

Anggota

: 1. Ir. Evi Naria, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, SARANA DAN PRASARANASERTA

DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENCEGAHAN

PENYAKIT CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) OLEH

KEPALA KELUARGA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS NURUSSALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi

dan sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012


(6)

ABSTRAK

Chikungunya merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus

Chikungunya (CHIKV) yang berasal dari benua Afrika. Di Provinsi Nangroe Aceh

Darusalam (NAD) kasus chikungunya terjadi pada tahun 2000, dan menyebar ke

daerah Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2009 dengan kejadian luar biasa yakni

terdapat 4403 kasus selama 8 bulan (April – November 2009). Kasus chikungunya

menyebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Timur, dengan kasus

terbanyak terdapat di Puskesmas Nurus Salam yakni sebanyak 1493 kasus, dan paling

sedikit terdapat di Puskesmas Sungai Raya sebanyak 32 kasus.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis hubungan pengetahuan,

sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan

penyakit Chikungunya dengan metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh

kepala keluarga. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Nurus Salam dengan

jumlah populasi sebanyak 3981 KK dan yang dijadikan sampel sebanyak 217 KK.

Data primer diperoleh dengan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistic.

Hasil penelitian dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa variabel

pengetahuan, sikap dan peran petugas kesehatan berpengaruh terhadap

pemberantasan sarang nyamuk chikungunya melalui metode PSN.. Dan yang paling

dominan adalah variabel peran petugas kesehatan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur agar

mengaktifkan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Chikungunya dengan

mengikut sertakan sektor pendidikan (sekolah, universitas), organisasi kepemudaan

(karang taruna), organisasi sosial (PKK, Dharma Wanita), tokoh-tokoh baik

masyarakat maupun agama. Meningkatkan peranserta masyarakat melalui

pembentukan kader-kader pemberantasan sarang nyamuk yang bersumber dari

masyarakat, yang bertugas untuk melakukan survei jentik, pembagian abate, dan

berbagai kegiatan pemberantasan lainnya.


(7)

ABSTRACT

Chikungunya is a disease cause by Chikungunya virus originated from Africa.

In the province of Nanggroe Aceh Darussalam the case of Chikungunya appeared in

2000 and spread to Aceh Timur District in 2009 with extraordinary 4403 cases for 8

months (April – November 2009). Chikungunya cases then spread in all of the

subdistricts of Aceh Timur District, the most of them (1493 cases) were found in

Nurus Salam Puskesmas (Community Health Center), and the least cases (32 cases)

were found in Sungai Raya Puskesmas.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, facility,

and infrastructure and the support of health workers on the prevention of

Chikungunya using the method of mosquito breeding site eradication by heads of

families. This study was conducted in the working area of Nurus Salam Puskesmas

with the population of 3981 heads of families and 217 of them were selected to be the

samples for this study. The primary data for this study were obtained through

questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through logistic

regression test.

The result of logistic regression test showed that the variables of knowledge,

attitude and the role of health workers on the eradication of Chikungunya mosquito

breeding site using the method of mosquito breeding site eradication. And the most

dominant variable was the role of health workers.

The management of Aceh Timur District Health Service is suggested to

activate the Chikungunya Operational Working Group by involving the education

sector (schools, universities), youth organization (karang taruna), social organization

(PKK, Dharma Wanita), community leaders and religious leaders and to increase

community participation by establishing the cadres recruited from the community

members themselves to eradicate the mosquito breeding sites such as doing a survey

on larvae, distributing abate, and doing the other mosquito breeding site eradication

activities.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

HidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul: “Hubungan Pengetahuan,

Sikap, Sarana dan Prasarana serta Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pencegahan

Penyakit Chikungunya Menggunakan Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

oleh Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Nurussalam Kabupaten Aceh

Timur”.

Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1.

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2.

Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3.

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, dengan kearifannya tesis ini dimungkinkan untuk diuji

dan disempurnakan.

4.

Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5.

Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si dan Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku komisi

pembimbing yang telah meluangkan watu, pikiran dan tenaga untuk


(9)

membimbing penulis mulai dari pembuatan proposal hingga selesainya

penulisan tesis ini.

6.

Prof. dr. Sori Muda Sorumpaet, M.P.H dan Dra. Syarifah, M.S, selaku komisi

penguji tesis yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan

penilisan tesis ini.

7.

Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan

pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.

8.

H. T. Zainal Abidin, S.K.M selaku Kepala Puskesmas Nurus Salam yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Karya ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Alm. Amir

Tua Harahap dan Almh. Hj. Numelan, serta Suami tersayang Tuafik HS ZA, S.E.

Kepada Keluargaku Sultan Edinur, Irwan Pandia, Emiwati Hrp, S.H, Ir.Erniwati Hrp

dan dr. Sondang Bandayani, serta keponakanku Clara Ardia. Mereka adalah sumber

inspirasi dan pemberi dorongan kepada penulis dalam menjalani liku kehidupan.

Sesungguhnya penulis telah maksimal dalam menyelesaikan tesis ini dan

menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, karenanya saran untuk

perbaikan sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2012

Penulis

(Liswati Harahap)


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Liswati Harahap, dilahirkan di Blang Pidie, Provinsi

Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 13 November 1970, beragama Islam.

Tinggal di Komp. BTN Alur Berawe Gg. Merak nomor 43 Kota Langsa.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1983 di SD Negeri 21 Banda

Aceh, pada tahun 1986 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4

Banda Aceh, tahun 1988 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3

Medan, tahun 2002 menamatkan program dokter di Fakultas Kedokteran Univesitas

Islam Sumatera Utara (UISU).

Pengalaman kerja penulis, pada tahun 2003 bekerja sebagai dokter PTT di

Kabupaten Aceh Timur. Tahun 2006 diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di

Kabupaten Aceh Timur dan di tempatkan di Puskesmas Rantau Selamat hingga

sekarang.

Tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT

... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Definisi Chikungunya ... 11

2.1.1. Penyebab ... 11

2.1.2. Gejala ... 11

2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 13

2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak ... 13

2.1.5. Diagnosa ... 13

2.1.6. Pengobatan ... 13

2.1.7. Pencegahan ... 14

2.1.8. Penanganan Kasus ... 15

2.1.9. Krakteristik Penyakit Chikungunya ... 16

2.1.9.1. Cara Penularan ... 16

2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya ... 16

2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya ... 17

2.1.9.4. Proteksi Diri dengan Salep atau Gunakan Kawat Nyamuk18

2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya ... 18

2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya ... 20

2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya ... 20

2.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya ... 22

2.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk ... 24

2.3. Perilaku ... 26

2.3.1. Pengertian perilaku ... 26

Halaman


(12)

2.3.2. Pengetahuan ... 27

2.3.3. Sikap atau Attitude ... 33

2.3.4. Tindakan ... 35

2.4. Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 36

2.5. Tenaga Kesehatan ... 39

2.6. Sarana dan Prasarana ... 41

2.7. Landasan Teori ... 42

2.8. Kerangka Konsep ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Sekunder ... 47

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 48

3.5.1. Variabel Dependen ... 49

3.5.2. Variabel Indenpenden ... 50

3.6. Metode Pengukuran ... 50

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 50

3.6.2. Pengukuran Variabel Indenpenden ... 51

3.6.2.1. Tingkat Pengetahuan ... 51

3.6.2.2. Sikap ... 52

3.6.2.3. Dukungan Sarana Pelayanan Kesehatan ... 52

3.6.2.4. Upaya Petugas Kesehatan ... 53

3.7. Metode Analisis Data ... 53

BAB 4 HASILPENELITIAN ... 55

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

4.2. Hasil Uji Univariat ... 56

4.2.1. Karakteristik Responden ... 56

4.2.2. Pengetahuan ... 57

4.2.3. Sikap ... 60

4.2.4. Dukungan Sarana Pelayanan Kesehatan ... 63

4.2.5. Dukungan Petugas ... 64

4.2.6. Pemberantasan Sarang Nyamuk Chikungunya ... 66

4.3. Uji Bivariat ... 69


(13)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 74

5.1. Pengetahuan ... 74

5.2. Sikap ... 76

5.3. Dukungan Sarana ... 78

5.4. Dukungan Petugas ... 79

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(14)

DAFTAR TABEL

3.1.

Jumlah KK sebagai sampel penelitian di Setiap Desa di Wilayah

Kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur tahun

2010 ...

46

3.2.

Aspek Pengukuran Variabel Dependen dan Independen ...

49

4.1

Distribusi Karakteristik Kepala Keluarga di wilayah Kerja

Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

57

4.2.

Distribusi Indikator Pengetahuan Kepala Keluarga tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas

Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

59

4.3

Distribusi Berdasarkan Kategori Pengetahuan Kepala Keluarga

tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja

Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

60

4.4

Distribusi Berdasarkan Sikap

Kepala Keluarga tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas

Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

62

4.5

Distribusi Berdasarkan Kategori Sikap Kepala Keluarga tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas

Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

62

4.6

Distribusi Berdasarkan Dukungan Sarana Pelayanan Kesehatan

di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur

Tahun 2011 ...

63

4.7

Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Sarana Pelayanan

Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten

Aceh Timur Tahun 2011 ...

64

4.8

Distribusi Berdasarkan Dukungan Petugas di wilayah kerja

Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

65

Halaman


(15)

4.9

Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Petugas di wilayah

kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun

2011 ...

66

4.10

Distribusi Pemberantasan Sarang Nyamuk Penular Chikungunya

di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur

Tahun 2011 ...

68

4.11

Distribusi Berdasarkan Kategori Pemberantasan Sarang Nyamuk

Penular Chikungunya di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

69

4.12

Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dukungan Sarana dan Dukungan

Petugas dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Penular

Chikungunya di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...

71

4.13

Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel


(16)

DAFTAR GAMBAR

2.1.

Skema Penyelenggaraan SKD-KLB Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan ...

21

2.2.

Gambar Teori Perilaku Model Green ...

42

2.3.

Kerangka Konsep Penelitian ...

44

Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Kuesioner ...

88

2.

Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara ...

93

3.

Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Nurus

Salam Kabupaten Aceh Timur ...

94

4.

Peta Wilayah penelitian ...

95

5.

Hasil Uji Validitas ...

96

6.

Hasil Uji Reliabilitas ...

100

7.

Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan SPSS ...

101

Halaman


(18)

ABSTRAK

Chikungunya merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus

Chikungunya (CHIKV) yang berasal dari benua Afrika. Di Provinsi Nangroe Aceh

Darusalam (NAD) kasus chikungunya terjadi pada tahun 2000, dan menyebar ke

daerah Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2009 dengan kejadian luar biasa yakni

terdapat 4403 kasus selama 8 bulan (April – November 2009). Kasus chikungunya

menyebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Timur, dengan kasus

terbanyak terdapat di Puskesmas Nurus Salam yakni sebanyak 1493 kasus, dan paling

sedikit terdapat di Puskesmas Sungai Raya sebanyak 32 kasus.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis hubungan pengetahuan,

sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan

penyakit Chikungunya dengan metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh

kepala keluarga. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Nurus Salam dengan

jumlah populasi sebanyak 3981 KK dan yang dijadikan sampel sebanyak 217 KK.

Data primer diperoleh dengan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistic.

Hasil penelitian dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa variabel

pengetahuan, sikap dan peran petugas kesehatan berpengaruh terhadap

pemberantasan sarang nyamuk chikungunya melalui metode PSN.. Dan yang paling

dominan adalah variabel peran petugas kesehatan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur agar

mengaktifkan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Chikungunya dengan

mengikut sertakan sektor pendidikan (sekolah, universitas), organisasi kepemudaan

(karang taruna), organisasi sosial (PKK, Dharma Wanita), tokoh-tokoh baik

masyarakat maupun agama. Meningkatkan peranserta masyarakat melalui

pembentukan kader-kader pemberantasan sarang nyamuk yang bersumber dari

masyarakat, yang bertugas untuk melakukan survei jentik, pembagian abate, dan

berbagai kegiatan pemberantasan lainnya.


(19)

ABSTRACT

Chikungunya is a disease cause by Chikungunya virus originated from Africa.

In the province of Nanggroe Aceh Darussalam the case of Chikungunya appeared in

2000 and spread to Aceh Timur District in 2009 with extraordinary 4403 cases for 8

months (April – November 2009). Chikungunya cases then spread in all of the

subdistricts of Aceh Timur District, the most of them (1493 cases) were found in

Nurus Salam Puskesmas (Community Health Center), and the least cases (32 cases)

were found in Sungai Raya Puskesmas.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, facility,

and infrastructure and the support of health workers on the prevention of

Chikungunya using the method of mosquito breeding site eradication by heads of

families. This study was conducted in the working area of Nurus Salam Puskesmas

with the population of 3981 heads of families and 217 of them were selected to be the

samples for this study. The primary data for this study were obtained through

questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through logistic

regression test.

The result of logistic regression test showed that the variables of knowledge,

attitude and the role of health workers on the eradication of Chikungunya mosquito

breeding site using the method of mosquito breeding site eradication. And the most

dominant variable was the role of health workers.

The management of Aceh Timur District Health Service is suggested to

activate the Chikungunya Operational Working Group by involving the education

sector (schools, universities), youth organization (karang taruna), social organization

(PKK, Dharma Wanita), community leaders and religious leaders and to increase

community participation by establishing the cadres recruited from the community

members themselves to eradicate the mosquito breeding sites such as doing a survey

on larvae, distributing abate, and doing the other mosquito breeding site eradication

activities.


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Pada era globalisasi yang serba cepat seperti sekarang ini, seseorang hari ini

dapat berada di Eropa atau Afrika, dan esok harinya sudah berada di tempat lainnya

seperti di Bali atau Jakarta. Dengan pola perpindahan penduduk yang sangat cepat

ini, sangat potensial terjadi penyebaran berbagai macam penyakit termasuk virus.

Orang yang tertular penyakit di suatu negara bisa saja membawanya ke Indonesia.

Penyakit yang dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula

berlanjut siklusnya bila faktor pendukungnya ada (Depkes RI, 2007).

Chikungunya merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus berasal

dari benua Afrika. Chikungunya merupakan bahasa Shawill berdasarkan gejala pada

penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur

penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini

terjadi pada lutut pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Demam

Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk

keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti

(www.medicastore.com diakses pada hari Kamis, 31 Januari 2008).

Penyebab demam Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke

Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata

di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari


(21)

virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (Sylvatic

cycle) di antara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus,

Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri). Pembuktian

ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika

terjadi wabah di Tanzania 1952-1953 (Depkes RI, 2007).

Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit Chikungunya di Bangkok

Thailand dan Vellore Madras, India menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi

dalam interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa

bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor.

Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status

kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit Chikungunya sering tidak

mudah karena serum Chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain dalam

satu keluarga (Depkes RI, 2007).

Dari beberapa literatur tampak ada kecenderungan gelombang epidemi 20

tahunan. Fenomena ini sering dikaitkan dengan perubahan iklim dan cuaca. Antibodi

yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus

selanjutnya. Perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali. Masa

inkubasi terjadinya penyakit sekitar dua sampai empat hari, sementara manifestasinya

timbul antara tiga sampai sepuluh hari. Gejala utama terkena penyakit Chikungunya

adalah: Tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian, Timbulnya

rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang

menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang (gejala yang khas), Dalam


(22)

beberapa kasus didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala

sama sekali atau silent virus Chikungunya (Depkes RI, 2007).

Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti ini akan berkembang biak

di dalam tubuh manusia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun

dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam

tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari (Depkes RI,

2007).

Demam Chikungunya termasuk ”Self Limiting Disease” atau penyakit yang

sembuh dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini.

Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala

penyakitnya. Seperti, obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan

paracetamol, sebaiknya dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal. Antibiotika

tidak diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan

mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat. Untuk memperbaiki keadaan umum

penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama

protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan

segar atau minum jus buah segar (Depkes RI, 2008).

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif untuk

penyakit Chikungunya. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes

aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan

memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan


(23)

(PSN) merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan

untuk mencegah terjadinya penularan penyakit Chikungunya. Kampanye PSN sudah

digalakkan pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M,

yakni menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat

penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang

nyamuk.

Kegiatan tersebut sekarang berkembang menjadi 3M plus yaitu kegiatan 3M

diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya

yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar,

menutup lubang lubang pada potongan bambu/pohon, menaburkan bubuk larvasida,

memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan

pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai. Kegiatan 3M plus juga diperluas

dengan upaya meningkatkan kebiasaan pada masyarakat untuk menggunakan

kelambu pada saat tidur siang, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk,

dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam ruangan rumah.

Dalam setiap persoalan kesehatan, termasuk dalam upaya penanggulangan

Chikungunya, faktor perilaku senantiasa berperan penting. Perhatian terhadap faktor

perilaku sama pentingnya dengan perhatian terhadap faktor lingkungan, khususnya

dalam hal upaya pencegahan penyakit. Selain kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk, upaya lain dalam pengendalian vektor untuk mencegah kejadian

Chikungunya dilakukan dengan menghindari terjadinya kontak dengan nyamuk

dewasa. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor kebiasaan


(24)

keluarga diantaranya kebiasaan tidur siang, penggunaan kelambu siang hari,

pemakaian anti nyamuk siang hari dan kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai

yang dapat diubah atau disesuaikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kasus

Chikungunya terhadap salah satu anggota keluarga.

Kejadian luar biasa penyakit Chikungunya pernah terjadi di Yogjakarta

(1983), Muara Enim (1999), dan Aceh (2000). Pada tahun 2001 KLB Chikungunya di

Jawa Barat terjadi serentak di beberapa RW/desa di Bogor, Bekasi, dan Depok. Pada

tahun 2002, Palembang, Semarang, Idramayu, Manado, DKI, Banten dan beberapa

daerah lainnya melaporkan adanya KLB Chikungunya. Pada tahun 2003 KLB

Chikungunya terjadi juga di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB dan Kalimantan

Tengah (Depkes RI, 2007).

Di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) kasus Chikungunya terjadi pada

tahun 2000, dan menyebar ke daerah Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2009 dengan

kejadian luar biasa yakni terdapat 4.403 kasus selama 8 bulan (April – November

2009). Dimana kasus Chikungunya menyebar di seluruh kecamatan yang ada di

Kabupaten Aceh Timur, dengan kasus terbanyak terdapat di Puskesmas Nurus Salam

yakni sebanyak 1.493 kasus, dan paling sedikit terdapat di Puskesmas Sungai Raya

sebanyak 32 kasus (Dinkes Kab. Aceh Timur, 2009).

Kondisi di wilayah kerja Puskesmas Nurus Salam, menurut data yang ada

petugas yang bertanggungjawab dalam program penaggulangan Chikungunya ini

terlihat masih kurang baik dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat diamati dari


(25)

memberikan penyuluhan satu kali selama kasus demam Chikungunya terjadi, ataupun

tidak adanya media promosi yang baik seperti poster atau leaflet yang disebarkan ke

masyarakat. Petugas melakukan foging sebanyak satu kali, dan tidak membegikan

bubuk abate kepada masyarakat. Di lain pihak masyarakat juga kurang berpartisipasi

dalam penanggulangan wabah ini. Masyarakat hanya tahu pengasapan sebagai jalan

satu-satunya untuk mencegah wabah ini. Bahkan jika terjadi wabah sangat jarang

masyarakat yang melaporkan ke petugas kesehatan, petugas mendapatkan data jika

seseorang telah dirawat beberapa hari di rumah sakit. Selain daripada itu jika petugas

mengadakan penyuluhan kesehatan, kehadiran masyarakat masih rendah.

Menurut penelitian Fatmi (2006), dalam penelitiannya tentang faktor

sosiodemografi dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian luar biasa Chikungunya

di Kelurahan Cinere Kecamatan Limo Kota Depok menyebutkan bahwa faktor

sosiodemografi mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu p = 0,03 dan faktor

lingkungan juga mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu dengan nilai p = 0,00.

Jika kita bandingkan dengan kasus demam berdarah maka berdasarkan penelitian

Hutapea (2007) dalam penelitiannya tentang perilaku masyarakat mengenai Demam

Berdarah Dengue di Kelurahan Gung Negeri Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

tahun 2007, menunjukkan bahwa masyarakat melakukan pemberantasan sarang

nyamuk jika petugas melakukan penyuluhan terlebih dahulu tentang DBD.

Perilaku pencegahan seperti di atas sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan masyarakat. Perilaku merupakan suatu aktivitas atau kegiatan manusia

baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara


(26)

langsung oleh orang lain. Sedangkan pengetahuan merupakan hasil tahu manusia

yang sekedar menjawab pertanyaan “what”. Apabila pengetahuan mempunyai

sasaran tertentu dan mempunyai pendekatan untuk mengkaji obyek tersebut akan

memperoleh hasil pengakuan secara umum (Notoatmodjo, 2005).

Seseorang yang memiliki pengetahuan terhadap suatu penyakit dan mereka

sadar bahwa penyakit tersebut dapat mempengaruhi kesehatan mereka menjadi lebih

buruk, maka mereka pun tahu bagaimana harus bersikap yaitu mereka akan

melakukan usaha-usaha pencegahan agar tidak terkena penyakit tersebut. Sikap

merupakan respon atau reaksi seseorang yang masih tertutup, bukan merupakan

reaksi tingkah laku yang terbuka terhadap stimulus atau obyek. Misalnya seseorang

yang mengetahui bahwa penyakit Chikungunya dapat mengakibatkan kelumpuhan

yang bersifat sementara maka ia akan berusaha mencegah terkena penyakit tersebut

dengan melakukan 3M (menguras, mengubur dan menutup). Sebaliknya seseorang

yang tidak tahu akan penyakit Chikungunya maka kesadaran dan sikap pun juga tidak

akan ada sehingga tidak ada usaha-usaha pencegahan penyakit tersebut. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh

pengetahuan, kesadaran dan sikap maka tidak akan berlangsung lama. Sehingga

pengetahuan, kesadaran dan sikap mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menentukan perilaku seseorang.


(27)

Saat ini mungkin masih terdapat masyarakat yang belum mengetahui apa itu

Chikungunya, sehingga mereka tidak tahu bagaimana harus bersikap dalam

melakukan pencegahan penyakit tersebut. Sebagian orang mengetahui penyakit ini

setelah mereka terkena penyakitnya. Berbeda dengan orang yang sudah tahu, maka

mereka tahu sikap apa yang harus dilakukan untuk pencegahan sejak dini.

Pengetahuan tentang kesehatan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk

mencegah timbulnya suatu penyakit.

Perilaku warga sehari-hari juga dapat mempengaruhi kesehatan. Cara hidup

mereka, makanan yang mereka makan, air yang digunakan, dan usaha menjaga

kebersihan lingkungan. Lingkungan yang kotor dapat menimbulkan penyakit,

misalnya kaleng-kaleng bekas yang berserakan dapat digunakan nyamuk sebagai

tempat tinggal sehingga dapat mengakibatkan seseorang tertular Chikungunya dari

nyamuk tersebut. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan mereka, semakin

mereka tahu seberapa besar bahaya suatu penyakit maka akan semakin banyak pula

usaha pencegahan yang mereka lakukan (Hendrawan, 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas

kesehatan terhadap pencegahan penyakit Chikungunya dengan metode

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh kepala keluarga di wilayah kerja

puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.


(28)

1.2. P ermasalahan

Belum diketahuinya hubungan pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana serta

dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan penyakit Chikungunya dengan

metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh kepala keluarga di wilayah kerja

puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan,

sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan

penyakit Chikungunya dengan metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh

kepala keluarga di wilayah kerja puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.

1.4. Hipotesis

Ada hubungan pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana serta dukungan

petugas kesehatan terhadap pencegahan penyakit Chikungunya dengan metode

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh kepala keluarga di wilayah kerja

puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

1.

Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur dalam upaya

penanggulangan penyakit Chikungunya.


(29)

2.

Sebagai masukan bagi institusi kesehatan swasta maupun Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) yang menangani penyakit Chikungunya.

3.

Sebagai pengembangan ilmu tentang pencegahan dan pengendalian penyakit

Chikungunya sehingga dalam penanggannya akan lebih mudah dan terarah.

4.

Sebagai masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian ini

selanjutnya.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Chikungunya

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), menyebutkan bahwa

Chikungunya berasal dari suatu penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya,

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus dengan gejala

utama demam mendadak, bintik-bintik kemerahan, nyeri sendi terutama sendi lutut

dan pergelangan kaki sehingga orang tersebut tidak dapat berjalan untuk sementara

waktu. Biasanya menyerang sekelompok orang dalam suatu wilayah tertentu.

2.1.1. Penyebab

Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV

termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

Aegypti (Depkes RI, 2007).

2.1.2. Gejala

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa

demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas

adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang,

ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus

didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau

silent virus chikungunya. Untuk lebih rinci gejala penyakit chikungunya antara lain,

yaitu (Depkes RI, 2007):


(31)

a.

Demam. Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka

kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.

b.

Sakit persendian. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum

timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, nyeri, sehingga kadang penderita ”

merasa lumpuh ” sebelum berobat . Sendi yang sering dikeluhkan: sendi lutut,

pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.

c.

Nyeri otot. Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah

bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata kaki.

d.

Bercak kemerahan ( ruam ) pada kulit. Bercak kemerahan ini terjadi pada hari

pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di

daerah muka, badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.

e.

Sakit Kepala: sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.

f.

Kejang dan Penurunan Kesadaran. Kejang biasanya pada anak karena panas yang

terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.

g.

Gejala lain. Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah

bening di bagian leher.

Demam chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue. Pada

demam berdarah dengue terjadi perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian

sedangkan pada Chikungunya tidak, namun chikungunya memiliki gejala nyeri sendi

yang tidak terjadi pada penderita demam berdarah dengue.


(32)

2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk memastikan penyakit ini dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan

teknik ELISA, maupun pemeriksaan virusnya (Depkes RI, 2007).

2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak

Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan air bersih didalam

rumah maupun di sekitar rumah seperti bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat

minum burung, ban bekas, drum, kaleng, pecahan botol, potongan bambu dan

lain-lain. Pada musim hujan lebih banyak lagi tempat-tempat yang menampung air

(Depkes RI, 2007).

2.1.5. Diagnosa

Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain

uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi

pemeriksaan serologis ini hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan

epidemiologis dan penelitian, tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis

sehari-hari (Depkes RI, 2007).

2.1.6. Pengobatan

Menurut Depkes RI (2007) demam Chikungunya termasuk penyakit yang

sembuh dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini.

Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala

penyakitnya, seperti obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan


(33)

memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi,

cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak

mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.

Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk

penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak

protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang

bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak

juga disarankan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi

demam.

2.1.7. Pencegahan

Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), cara menghindari penyakit ini

adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan

berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga

kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.

Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang

menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk

ini juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini

adalah nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan

adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam

pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari

golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya.Malation


(34)

dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini

karena

Aedes Aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda

yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas

nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi,

vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut

berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.

Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang

memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela

rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan

sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang

sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.

Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan

obat oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya.

Penggunaan baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam

keadaan daerah tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.

2.1.8. Penanganan Kasus

Bila menemukan kasus chikungunya lakukan (Depkes RI, 2005) :

a.

Segera laporkan ke Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat.

b.

Hindari penderita dari digigit nyamuk (tidur memakai kelambu) agar tidak

menyebarkan ke orang lain.


(35)

e.

Lakukan Pemeriksaan Jentik di rumah dan sekitar rumah.

2.1.9. Karakteristik Penyakit Chikungunya

2.1.9.1. Cara Penularan

Penyakit chikungunya boleh dikatakan ‘bersaudara’ dengan penyakit demam

denggi dan demam denggi berdarah karena dibawa oleh pembawa yang sama yaitu

nyamuk

Aedes Aegypti maupun albopictus. Masa inkubasi virus ini ialah dua sampai

empat hari, sementara manifestasinya tiga sampai sepuluh hari. Bedanya, jika virus

denggi menyerang pembuluhdarah, virus chikungunya menyerang sendi dan tulang.

Nyamuk aedes lazimnya akan menggigit seseorang yang telah dijangkiti oleh virus

chikungunya dan memindahkan darah berkenaan kepada seorang mangsa lain yang

sehat (Dwitagama, 2008).

Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, penyakit ini ditularkan melalui

gigitan nyamuk yang berperan sebagai vektor/pembawa, seperti Aedes Aegypti

(merupakan vektor utama CHIKV), Aedes Albopticus yang mungkin juga berperan

dalam penyebaran penyakit di kawasan Asia. Kera dan beberapa binatang buas

lainnya juga diduga dapat sebagai perantara penyakit ini karena hewan-hewan inilah

yang sebenarnya menjadi target awal penyakit ini.

2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya

Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan

lewat nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam

berdarah dengue. Meski masih “bersaudara” dengan demam berdarah, penyakit ini


(36)

tidak mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti

(Dwitagama, 2008).

2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya

Satu-satunya cara menghindari gigitan nyamuk Chikungunya adalah dengan

mencegah digigit nyamuk

Aedes Aegypti. Selain itu bisa dilakukan pemberantasan

vektor nyamuk dewasa maupun membunuh jentik nyamuk. Pemberantasan vektor

nyamuk dewasa bisa dilakukan dengan racun serangga atau pengasapan/fogging

dengan

malathion sedangkan abatisasi digunakan untuk memberantas jentik pada

TPA (tempat penampungan air). Sarang nyamuk diberantas dengan cara PSN

(Dwitagama, 2008).

a.

Abatisasi

Tujuan abatisasi agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak

akan menjadi nyamuk dewasa. Semua TPA yang ditemukan jentik Aedes Aegypti

ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis satu sendok makanan peres (10 gram)

abate untuk 100 liter air. Bubuk abate juga dituang di bak mandi.

b.

Pemberantasan Sarang Nyamuk

PSN adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik

nyamuk Aedes dengan cara 3M, yaitu sebagai berikut :

1.

Menguras secara teratur, terus-menerus seminggu sekali, mengganti air

secara teratur tiap kurang dari seminggu pada vas bunga, tempat minum

burung, atau menaburkan abate ke TPA


(37)

2.

Menutup rapat-rapat TPA

3.

Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan

barang-barang lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi

sarang nyamuk.

4.

Khusus di tempat pasca-kebakaran harus segera dibersihkan dari

wadah-wadah yang bisa menampung air.

2.1.9.4. Proteksi diri dengan salep atau gunakan kawat nyamuk

Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang lain, nyamuk itu menggigit pada siang

hari. Untuk mencegahnya kita bisa menggunakan salep atau minyak yang dioles di

bagian tubuh yang terbuka. Selain menggunakan salep untuk mencegah gigitan

nyamuk, bisa juga menggunakan minyak sereh. Cara lain adalah dengan

menggunakan kawat nyamuk di pintu-pintu dan jendela rumah (Dwitagama, 2008).

Dengan melakukan hal-hal di atas, sebenarnya sudah dilakukan perlindungan

tidak hanya pada demam Chikungunya tetapi juga demam berdarah yang lebih fatal

dan mematikan. Tidak mustahil penyakit Demam Chikungunya datang bersama-sama

dengan penyakit demam berdarah.

2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya

Berdasarkan penjelasan oleh Dwitagama (2008)Dalam penularan penyakit

Chikungunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :


(38)

a.

Agen

Agen dalam penyakit chikungunya adalah nyamuk Aedes Aegypti betina

(dominan) dan Aedes Albopictus. Arbovirus famili Togaviridae genus Alpha

virus, dengan perantaraan nyamuk Aedes.

b.

Reservoir

Habitat berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga,

dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua,

Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang

menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Ketiga,

nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap. Mengingat

penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk

memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut,

sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam

berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini

adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan

jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan

menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti tidak suka hinggap

di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.

c.

Portal of exit

Penderita penyakit chikungunya seharusnya dirawat di rumah sakit agar

kondisinya selalu dikontrol.


(39)

d.

Portal of entry

Lingkungan harus dibersihkan terutama pada barang-barang yang dapat

digenangi air. Hindari gigitan nyamuk pada pagi sampai dengan sore hari

karena nyamuk penyebab chikungunya aktif pada saat itu.

e.

Kerentanan penjamu

Daya tahan tubuh yang lemah dan kekebalan tubuh yang lemah saat terkena

gigitan nyamuk.

2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya

Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan melalui ikatan

perkawinan, adopsi atau kelahiran. Keluarga memiliki peran yang sangat

pentingdalam upaya pencegahan penyakit chikungunya. Keluarga berperan dalam hal

menjaga pola hidup agar tetap bersih dan sehat. Selain itu, makanan yang dimakan

pun harus memenuhi 4 sehat 5 sempurna agar tubuh tetap sehat dan tidak mudah

terkena penyakit. Lingkungan rumah pun harus bersih. Lakukan gerakan 3 M secara

teratur yaitu menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas agar tidak

digenangi air dan menguras bak secara teratur agar terhindar dari nyamuk penyebab

chikungunya ini (Dwitagama, 2008).

2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya

Penyakit Chikungunya seringkali menjadi permasalahan tersendiri jika

menyerang masyarakat, Chikungunya menjadi salah penyakit yang terjadi dengan

cara KLB (kejadian luar biasa), hal ini dikarenakan jika salah satu masyarakat

terjangkit Chikungunya maka dalam waktu dekat akan terjadi kasus yang lebih besar.


(40)

Sehingga untuk menanganinya dilakukan berdasarkan metode berikut (Depkes RI,

2005).

Gambar 2.1. Skema Penyelenggaraan SKD-KLB Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan

Sumber : Depkes RI, 2005. Ditjen PPM & PL. Jakarta.

Jejaring SE STP Kajian Epidemiologi Peringatan Kewaspadaan dini KLB Peningkatan Kewaspadaan & Kesiapsiagaan KLB Upaya Pencegahan (Program) Upaya Pencegahan (Sektor) Upaya Pencegahan (Masyarakat) Kewaspadaan Prov/Nasional Kewaspadaan Antar Daerah Deteksi Dini Kondisi Rentan KLB

Deteksi Dini KLB

Kewaspadaan Masyarakat

Kesiapsiagaan Menghadapi KLB

Penanggulangan KLB Cepat & Tepat

Advokasi & Asistensi SKD-KLB Pengembangan teknologi SKD-KLB & Penangulangan KLB Identifikasi Kasus berpotensi KLB PWS Penyakit berpotensi KLB Penyelidikan dugaan KLB


(41)

2.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya

Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular

lainnya, didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk

memutuskan rantai penularan penyakit demam Chikungunya yaitu (Depkes RI,

2002):

a.

Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti

virus.

b.

Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain

c.

Mencegah gigitan nyamuk/vektor.

d.

Immunisasi terhadap orang sehat.

e.

Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.

Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan

lingkungan ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara

terbaik. Untuk mencapai tujuan ini di perlukan usaha yang terus - menerus secara

berkesinambungan. Hasil yang diharapkan memang tidak tampak dengan segera.

a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan

(fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang

hinggap di benda-benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di

dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular penyakit demam

Chikungunya (Depkes RI, 2002).


(42)

Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat

misalnya

malathion dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan

parmietrin, dan karbamat. Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog

atau mesin ultra low volume (ULV), karena penyemprotan dilakukan dengan cara

pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu (Suroso, 2003).

Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi

penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk

mengandung virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan

mati. Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan

akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi

nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso, 2003).

b. Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia,

biologi dan fisik.

a). Cara kimia

Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan

insektisida pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi.

Larvasida yang

biasanya digunakan adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10

gram (lebih kurang atau satu sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik

temephos yang digunakan ialah granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos


(43)

b). Cara Biologi

Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti

memelihara ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila

merah dan ikan lega. Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat

mengendalikan pertumbuhan larva (Depkes RI, 2004).

c). Cara Fisik

Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau

memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan,

menguras tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat

penampungan air, dan menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk Aedes Aegypti (Depkes RI, 2004).

Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan

peran serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha

penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab

keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI,

1992).

2.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk

Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:

a. Penyemprotan massal

Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber penyebarluasan penyakit ke

wilayah lain. Kejadian luar biasa/wabah demam Chikungunya sering kali dimulai dari

peningkatan jumlah kasus demam Chikungunya di wilayah lain. Biasanya di


(44)

desa/kelurahan ini, pada tahun-tahun berikutnya akan terjadi kasus demam

Chikungunya. Oleh karena itu penularan penyakit di wilayah ini diperlukan segera

diatasi dengan penyemprotan insektisida dan diikuti PSN oleh masyarakat untuk

membasmi jentik-jentik penular demam Chikungunya. Penyemprotan ini

dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam Chikungunya di desa rawan

agar sebelum terjadi puncak penularan virus Chikungunya, populasi nyamuk penular

dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah (Depkes RI, 2004).

b. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan

tempat perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui adanya jentik

nyamuk yang dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur

sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular

penyakit demam Chikungunya.

c. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat

tempat umum dengan melaksanakan PSN meliputi:

a)

Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau

menutupnya rapat-rapat.

b)

Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.

c)

Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).


(45)

2.3. Perilaku

2.3.1. Pengertian Perilaku

Dari aspek biologis, perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Mulai dari binatang sampai

manusia mempunyai aktivitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007).

Secara singkat aktivitas manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, misal: berjalan, bernyanyi,

tertawa, dan sebagainya.

b. Aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain, misalnya: berfikir, berfantasi,

bersikap, dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (tidak langsung) (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku kesehatan

(healthy behavior) adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau obyek

yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan

kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan

seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati

(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Pemeliharaan kesehatan ini meliputi mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan


(46)

masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila

sakit atau terkena masalah kesehatan.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di

bedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup (covert). Respon

ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati dengan

jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam tindakan yang nyata atau terbuka.

Respon ini sudah jelas dalam tindakan atau praktek (practice), yang dapat diamati

oleh orang lain dengan jelas.

2.3.2. Pengetahuan

Pengetahuan dapat diartikan secara luas mencakup segala sesuatu yang

diketahui (Tim Penyusun, 2005). Pengertian lain menjelaskan bahwa pengetahuan

adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu (Suriasumantri,

2007).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia,

yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar


(47)

ini sejalan dengan pernyataan Soekanto (2003) bahwa pengetahuan merupakan hasil

penggunaan panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam pikiran manusia.

Menurut Bakhtiar (2006) dalam Afdhal (2009), pekerjaan tahu tersebut adalah

hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua

milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari

usaha manusia untuk tahu. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup

didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

a.

Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini

adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b.

Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut

secara benar.

c.

Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).


(48)

d.

Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

dalam ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e.

Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f.

Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

Menurut Notoatmodjo (2005), dari berbagai macam cara yang telah

digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat

dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara

sistematik dan logis. Cara-cara ini antara lain:


(49)

a)

Cara coba-coba (Trial and Error)

Melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”.

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,

dicoba kemungkinan yang lain.

b)

Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu

pengetahuan.

c)

Berdasarkan pengalaman pribadi

Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

d)

Melalui jalan pikiran

Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia

menggunakan jalan pikirannya.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut

metodologi penelitian (research methodology). Menurut Deobold van Dalen,

mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan

mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap


(50)

semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga

hal pokok, yaitu:

a.

Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan

pengamatan.

b.

Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

c.

Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang

berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.

Menurut Syah (2003) ditinjau dari sifat dan cara penerapannya, pengetahuan

terdiri dari dua macam, yakni : declarative knowledge dan procedural knowledge.

Declarative knowledge lazim juga disebut propositional knowledge. Pengetahuan

deklaratif atau pengetahuan prososisional ialah pengetahuan mengenai informasi

faktual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisani

atau verbal. Sebaliknya pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari

kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

a.

Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.


(51)

b.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat

pendidikannya lebih rendah.

c.

Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi pengetahuan

seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

d.

Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e.

Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu

untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f.

Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Piaget menyatakan bahwa proses dasar yang terjadi pada penyusunan

pengetahuan adalah adaptasi (assimilasi dan akomodasi) yang diatur oleh ekuilibrasi

(Harahap, 1999). Assimilasi adalah pengambilan pengalaman dari lingkungan dan


(52)

menggabungkannya dengan cara berpikir yang dimiliki sehingga pengalaman baru

dapat digabungkan ke dalam struktur kognitif. Akomodasi adalah komponen lain dari

proses adaptasi. Ekuilibrasi meregulasi proses berpikir individu pada tiga arah fungsi

kognitif yang berbeda, ketiganya adalah hubungan antara (1) asimilasi dan akomodasi

dalam kehidupan individu sehari-hari, (2) sub-sub sistem pengetahuan yang timbul

pada diri individu dan (3) bagian-bagian dari pengetahuan individu dan sistem

pengetahuan sosial.

2.3.3. Sikap atau

Attitude

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb salah

seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pencetus

(predisposisi) tindakan atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap

merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Dalam bagian lain, menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003),

menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.


(53)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting. Menurut Notoatmodjo (2003) sikap juga

terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a.

Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah.

b.

Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengejakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c.

Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d.

Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap


(54)

suatu objek, secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan

hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoadmodjo, 2003).

2.3.4. Praktek atau Tindakan (

Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior.)

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau kondisi yang memungkinkan, antara lain: fasilitas. Disamping fasilitas juga

diperlukan faktor dukungan dari pihak lain (Nototmodjo, 2003).

Menurut Notoadmodjo (2003) tingkat- tingkat praktek sebagai berikut:

a.

Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

b.

Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.

c.

Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah

mencapai praktek tingkat tiga.

d.

Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi


(55)

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.4. Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari

dua faktor utama , yaitu :

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun nonfisik dalam bentuk sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya.

a) Sosial

Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok, terutama

kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk

dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Setiap

kelompok memiliki aturan dan norma sosial tertentu, sehingga perilaku setiap

individu anggota kelompok berlangsung dalam suatu jaringan normatif.

b) Ekonomi

Keadaan ekonomi juga berpengaruh terhadap suatu penyakit. Misalnya, angka

kematian lebih tinggi di kalangan masyarakat yang status ekonominya rendah

dibandingkan dengan masyarakat dengan status ekonomi tinggi. Hal ini

disebabkan karena masyarakat dengan ekonomi rendah tidak memiliki biaya


(56)

untuk berobat sehingga tidak ada suatu penanganan yang baik dalam

menghadapi suatu penyakit.

c) Budaya

Setiap daerah pasti memiliki budaya yang berbeda-beda. Misalnya dalam

suatu komunitas yang masyarakatnya menganut agama islam, tidak akan mau

memakan daging babi karena bagi mereka daging babi adalah haram, dan

tidak baik bagi kesehatan. Maka dari itu mereka tidak akan mau memakan

daging babi tersebut demi menjaga kesehatan mereka.

b. Faktor internal

Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar

yaitu:

a. Perhatian

Ada dua batasan tentang perhatian, yaitu energi psikis yang tertuju pada suatu

obyek dan banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang

sedang dilakukan.

b. Pengamatan

Pengamatan adalah pengenalan obyek dengan cara melihat, mendengar, meraba,

membau, dan mengecap. Sedangkan mendengar, meraba, membau, dan mengecap

itu sendiri disebut sebagai modalitas pengamatan.

c. Persepsi


(1)

kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak, juga dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan, dan dalam bentuk apa mereka dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan Chikungunya (Depkes, 2007).

Upaya penanggulangan penyakit Chikungunya banyak bentuknya, antar lain: kesempatan dalam proses analisa situasi dan lingkungan, perencanaan, sampai pada tindakan pemberantasan sarang nyamuk. Namun, sering sekali masyarakat hanya dijadikan sebagai objek bukan subjek dalam sebuah pelaksanaan program kesehatan. Hal inilah yang menjadi pemicu rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap tindakan pencegahan penyakit Chikungunya (Depkes, 2007).

Ditjen PP & PL Depkes RI (2005), mengemukakan bahwa pelaksanaan program pencegahan menular seharusnya melibatkan masyarakat, sehingga dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam tim pelaksanaan kegiatan akan dapat menggerakkan masyarakat lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap penyakit menular.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Analisis multivariat dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa variabel pengetahuan, sikap dan peran petugas kesehatan berpengaruh terhadap pemberantasan sarang nyamuk chikungunya melalui metode PSN. 2. Variabel Dukungan Sarana tidak berpengaruh terhadap pemberantasan sarang

nyamuk chikungunya.

3. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap sarang nyamuk chikungunya, adalah variabel peran petugas.

6.2. Saran

1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur agar mengaktifkan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Chikungunya dengan mengikut sertakan sektor pendidikan (sekolah, universitas), organisasi kepemudaan (karang taruna), organisasi sosial, tokoh-tokoh baik masyarakat maupun agama.

2. Diharapkan Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada penyakit menular dengan cara melakukan penyuluhan dan pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan


(3)

keluarga yang akan berdampak pada peningkatan kemampuan keluarga dalam tindakan pencegahan Chikungunya.

3. Kepada Puskesmas Aceh Timur diharapkan untuk memberikan atau membagikan brosur maupun leaflet yang berkaitan dengan informasi penyakit Chikungunya, sehingga masyarakat yang memiliki akses sulit dan tidak dijangkau oleh puskesmas dapat mengetahui dan memahami bahaya penyakit Chikungunya.

4. Perlu memberikan kesempatan untuk berpartisipasi yang lebih banyak kepada masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit Chikungunya. Kesempatan tersebut melibatkan masyarakat dalam hal memberikan abate, gotong royong, juga memberikan respon yang baik kepada masyarakat jika terjadi kasus sehingga masyarakat tidak bingung.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad H, 1997. Variabel Yang Mempengaruhi Partisipasi Ibu Rumah Tangga Dalam Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk, Hasil Penelitian, Subdirektorat Arbovirosis Direktorat Jenderal PPM PLP Departemen Kesehatan RI, Jakarta (Online), http://www.cerminduniakedokteran.com Diakses 1 Maret 2011.

Alderfer, C. P., Existence, Relatedness, and Growth; Human Needs in Organizational Settings, New York: Free Press, 1972.

Arif Amien, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur (Online), http://www.adln. lib.unair.ac.id. Diakses 12 Maret 2011.

Asngari, P.S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/ Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumber daya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Azwar, 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Dwitagama, Dedi, 2008. Demam Chikungunya

Depkes RI,2007. Penatalaksanaan Program Pencegahan Chikungunya, Jakarta. ________, 2007. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta.

_____, 2006. Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Ditjen PPM & PL. Jakarta.

_____, 2005. Penyelidikan Epidemiologis, Penanggulangan Fokus dan Penanggulangan Vektor Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Ditjen PPM & PL. Jakarta.

_____, 2004. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta.


(5)

_____, 2002. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

Dinkes Prov NAD, 2007. Profil Kesehatan Provinsi NAD. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2007. Profil Kesehatan Kota Banda Aceh. _____, 2007. Sub Dinas P2P Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Banda Aceh Dinkes Medan, 2006. Profil Kesehatan Kota Medan. Sumatera Utara, Medan. Dinkes NAD, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. NAD. Dinkes Langsa, 2008. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. NAD Kota Langsa. Foster/ Anderson, 2005, Antropologi Kesehatan, Jakarta : UI-Press

Green, LW., Kreuter, M.W. 1993. Health Education Planning An Educational and Enviromental Approach, Second Edition Mayfield Publishing. California. Hasibuan, H. 2003. Organisasi dan Motivasi. Jakarta. PT Bumi Aksara

Hendra, 2003. Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Keluarga Dalam Pencegahan Penyakit DBD Di Kecamatan Pancoran Mas, Kabupaten Bogor (Online), http://www.adln.lib.unair.ac.id. Diakses 1 Maret 2011.

Lemeshow, 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Alih Bahasa

Makmur, 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2005, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Cetakan Pertama, Reneka Cipta, Jakarta.

_____, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.

_____, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.


(6)

_____, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.

_____, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku, Edisi Ketiga, Rineka Cipta, Jakarta

Rakhmat J, 2005, Psikologi Komunikasi, Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

Pandjaitan W, 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Program Inpres Bantuan Pembangunan desa di Kecamatan Tambun Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi (Online). http://www.adln.lib.unair.ac.id. Diakses 12 Maret 2011.

Pratomo, H, 1986. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat, Depdikbud RI, Jakarta.

Robbinson, Stephen. P. 2001. Perilaku Organisasi : Konsep, kontroversi, aplikasi. Jakarta. Prenhallindo

Sarwono,S, 1997. Sosiologi Kesehatan, Tarsido Bandung, 1997

Sastropoetro, Santoso. 1998. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung. Penerbit Alumni

Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press. Bogor.

Soemarmo, Poorwo, 2005. Masalah Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Soetomo, 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yokyakarta.

Sudarmo, sumarmo. 1988. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Cetakan II. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Suroso, T. 2003. Dasar - dasar Pemikiran Dalam Pemberantasan DBD di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat.

Yustina I, 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Dalam Pembangunan, IPB Press, Bogor


Dokumen yang terkait

Hubungan Penyuluhan Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar

1 54 118

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE

1 18 86

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI DENGAN PEMBERANTASAN SARANG Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi Dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Di Desa Kudu Baki Sukoharjo.

0 2 18

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH Hubungan Dukungan Keluarga Dan Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo.

0 2 16

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) Di Kelurahan Korong Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Padang 2009.

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Chikungunya - Hubungan Pengetahuan, Sikap, Sarana Dan Prasarana Serta Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Pencegahan Penyakit Chikungunya Menggunakan Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Oleh Kepala Keluarga Di Wilay

0 1 34

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan, Sikap, Sarana Dan Prasarana Serta Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Pencegahan Penyakit Chikungunya Menggunakan Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Oleh Kepala Keluarga Di Wilayah Kerja Pu

0 1 10

HUBUNGAN PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

0 0 15

PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN STIKER BEBAS SARANG NYAMUK DI DESA BOJONGSARI

0 0 18