Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Hal-hal diatas tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian terhadap lembaga sosial yang berorientasi kepada perempuan secara khusus dalam
hal kekerasan dalam rumah tangga di kota Medan. Data yang ada mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang harus dikurangi, keberadaan lembaga-
lembaga sosial, dan korban yang tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya, serta peranan dan pengaruh lembaga-lembaga sosial yang sudah ada
menjadi alasan penulis untuk menulis skripsi dengan judul ”Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan”.
B. PERUMUSAN MASALAH
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah : 1. Bagaimana pengaturan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan
terhadap korban KDRT? 2. Bagaimana peranan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan
terhadap korban KDRT? 3. Bagaimana upaya lembaga sosial dalam mengatasi kendala yang dihadapi
dalam memberikan perlindungan terhadap korban KDRT?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ”Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan” ialah :
1. Untuk mengetahui pengaturan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
2. Untuk mengetahui bagaimana peranan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan terhdap korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh lembaga sosial dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga
dan untuk mengetahui bagaimana upaya lembaga sosial dalam mengatasi kendala tersebut.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulis berharap penelitian dan tulisan ini bermanfaat baik secara teoritis ataupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai penambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya perempuan di bidang kekerasan dalam rumah tangga secara
khusus dan kekerasan terhadap perempuan secara luas dan peranan suatu lembaga dalam perlindungan terhadap korban kekerasan dalam
rumah tangga. b. Sebagai bahan dasar bagi peneliti dan penulis lain untuk melakukan
penelitian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
2. Manfaat Praktis
a. Bagi civitas akademika mahasiswa, dosen sebagai bahan untuk memikirkan dibentuknya suatu lembaga sosial apakah berbentuk LBH
atau berbentuk LSM yang berorientasi dalam memberikan perlindungan hukum terhadap orang-orang korban kekerasan dalam
rumah tangga secara khusus dan kekerasan terhadap perempuan secara luas.
b. Bagi lembaga sosial yang berorientasi dalam memberikan perlindungan hukum kepada korban kekerasan dalam rumah tangga
untuk lebih menyadari betapa strategis dan pentingnya peranan yang mereka miliki dalam mengurangi angka kekerasan dalam rumah
tangga sehingga memaksimalkan kinerja mereka. c. Bagi lembaga penegak hukum lainnya kepolisian dan kejaksaan serta
pengadilan untuk meningkatkan koordinasi dengan lembaga sosial dalam melakukan upaya mengurangi angka kekerasan dalam rumah
tangga dan memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
d. Bagi lembaga lainnya yang disebutkan dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT pekerja sosial, pembimbing rohani,
tenaga kesehatan, danatau pihak lainnya untuk meningkatkan koordinasi dengan lembaga sosial dalam melakukan upaya mengurangi
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
angka kekerasan dalam rumah tangga dan memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
e. Bagi korban, keluarga korban, dan masyarakat untuk tidak takut melaporkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan meminta
pendampingan terhadap korban kepada lembaga sosial yang ada.
E. KEASLIAN PENULISAN
Tulisan berjudul ”Peranan Lembaga Sosial dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Korban KDRT Studi di LBH-APIK” adalah
karya asli penulis berdasarkan pembelajaran, pemahaman, dan penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri. Tulisan dengan judul ”Peranan Lembaga Sosial
dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Korban KDRT Studi di LBH- APIK” belum pernah dibuat oleh penulis lain. Jika ada tulisan yang berjudul
sama dengan tulisan ini, pasti memiliki pokok bahasan dan substansi yang berbeda.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kekerasan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT
Penggunaan kata ”kekerasan” sangat sering di dengar di tengah masyarakat. Tetapi kadang orang menggunakan kata itu hanya dalam ruang
pengertian yang sangat sempit misalnya hanya terbatas kepada tindakan fisik, bahkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga mengacu kepada perbuatan
fisik.Terminologi kekerasan atau violence diartikan sebagai ”... the threat, attempt, or use of physical force by one or more persons that result in physical or non
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
physical harm to one or more other persons”.
9
Suatu perbuatan melanggar hukum yang melukai orang lain atau harta benda orang lain. Dalam literatur Amerika ada
beberapa kata untuk pengertian ”kekerasan” misalnya tort, battery, dan assault.
10
Tort is a wrongful injury to a person or a person’s property. Tort yang dilakukan dengan sengaja disebut dengan “assault” sedangkan tort yang
dilakukan karena suatu kelalaian disebut dengan “battery”.
11
Assault are any willful attempt or threat to inflict injury upon the person of another; any intentional display of force such as would give the victim
reason to fear or expect immediate bodily harm; an assault may be committed without actually touching or striking or doing bodily harm to
the person or another. Black’s Law Dictionary mengartikan bahwa:
12
Hukum Amerika mengartikan bahwa Assault is an attempt by one person to make harmful or offensive contact with another individual without consent
actual physical is not necessary. Kesengajaan yang mengakibatkan penderitaan
bagi orang lain atau pihak lain; kesengajaan yang menunjukkan suatu kekuatan misalnya membuat korban ketakutan dan merasa akan mendapat
kerusakan tubuh; kesengajaan ini dapat dilakukan tanpa kontak fisik atau melakukan suatu perbuatan yang merusak bagian tubuh kepada orang atau
pihak lain.
13
9
Neil Alan Weiner,dkk. 1990. Violence: Patterns, Causes, Public Policy. dalam Perempuan, Kekerasan dan Hukum, Aroma Elimina Martha Jogjakarta: UII Press, 2003 hlm. 21,
45.
10
Budi Sampurna, Pembuktian dan Penatalaksanaan Kekerasan terhadap Perempuan Tinjauan Klinis dan Forensik dalam Achie Sudiarti Luhulima Ed., op. cit., hlm. 53
11
Ibid
12
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, with pronounciation, fifth edition, 1983, St. Paul Minn West Publishing Co., USA.
13
Budi Sampurno, op. Cit dalam Achie Sudiarti Luhulima Ed., loc. cit.
Suatu kesengajaan yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat suatu penderitaan bagi orang lain tanpa memperdulikan
apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan kontak fisik secara langsung.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Black’s Law Dictionary mengartikan bahwa: Criminal Battery defined as the unlawful application of force to the person
or another, may be divided into its three basic elements : 1. The defendant’s conduct act or ommission
2. His ‘mental state’ which may be intent to kill or injure, or criminal
negligence, or perhaps the doing of unlawful act. 3. The harmful result to the victim, which may be a bodily injury or an
offensive touching.
14
Suatu tindakan kekerasan kepada orang lain yang harus memenuhi tiga elemen yaitu perbuatan pelakunya, keadaan jiwa pelaku dan akibat
perbuatan pelaku kepada korban.
Dari pengertian di atas, kekerasan ialah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun
non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif tidak berbuat, dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban fisik atau
psikis yang tidak dikendaki oleh korban. Istilah kekerasan dalam rumah tangga dalam literatur barat umumnya
dipergunakan secara bervariasi, misalnya domestic violence, family violence, wife abuse.
15
14
Henry Black Campbell, op. cit.
15
Aroma Elimina Martha, 2003, Perempuan, Kekuasaan dan Hukum, Jogjakarta: UII Press, hlm.31. lihat juga hlm. 46.
Dalam terjemahan bebas, istilah kekerasan dalam rumah tangga KDRT berarti kekerasan yang dilakukan atau yang terjadi dalam ruang lingkup rumah
tangga. Pasal 1 angka 1 UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23
Tahun 2004 UU PKDRT memberikan pengertian bahwa: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga
.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pengertian diatas sama dengan pengertian yang berlaku di literatur barat tort, assault, battery yaitu perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,
dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif tidak berbuat, dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban fisik atau psikis yang tidak
dikendaki oleh korban, dalam hal ini yang menjadi korban kekerasan ialah orang- orang yang berada dalam rumah tangga.
2. Sejarah Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga yang pada umumnya ditujukan kepada perempuan sudah sejak lama terjadi. Hal ini menyebabkan kekerasan dalam
rumah tangga tidak mudah untuk dihapuskan karena sudah mengakar akibat suatu budaya, penafsiran yang salah terhadap ajaran agama atau alasan lain. Bahkan
mungkin saja kekerasan dalam rumah tangga sudah terjadi sepanjang peradaban manusia hanya tidak diketahui bahwa itu merupakan suatu bentuk kekerasan.
Nawal El Saadawi menceritakan bahwa seorang perempuan yang berada dalam budaya patriarki secara khusus di daerah timur tengah harus menderita
akibat suatu budaya yaitu bahwa untuk menjaga keperawanan sampai dia menikah dan menjaga harga diri orang tua dan keluarga, seorang perempuan harus
disunat pemotongan klitoris yang sebenarnya memberikan beberapa dampak negatif baginya. Peristiwa ini sudah terjadi ratusan tahun.
16
16
Nawal El Saadawi, op. cit, hlm.75
Penyunatan dikenal di Eropa sampai akhir abad ke-19 sebagaimana juga di negara-negara seperti di
Mesir, Sudan, Somalai, Etiopia, Kenya, Tanzania, Ghana, Guinea, dan Nigeria. Catatan pada masa lalu menyebutkan pada masa kerajaan Pharaoh dari Mesir
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Kuno dan Herodotus menyebutkan adanya penyunatan perempuan 700 tahun sebelum Kristus lahir.
17
Sebagai perbandingan, sejarah kekerasan suami terhadap istri pada awalnya berasal dari common law Inggris 1896, yang memberikan kekuasaan
dan hak kepada suami untuk mendidik atau memberi disiplin kepada istri dengan cara menggunakan alat tongkat, yang disebut dengan istilah ”Rule of Thumb”,
dengan cara suami boleh memukul istri dengan tongkat yang tidak lebih besar dari ibu jari. Di Inggris, masalah ini adalah masalah privat dan masalah yang berat
sehingga polisi segan mencampuri pertikaian dalam keluarga.
18
Kekerasan dalam rumah tangga yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi privat kini telah menjadi fakta dalam rumah tangga dan persoalan
kekerasan dalam rumah tangga sudah menjadi domain publik. Strauss mengemukakan beberapa alasan mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang
tadinya bersifat pribadi menjadi masalah umum :
19
Pertama, para ilmuwan sosial dan masyarakat umum menjadi semakin peka terhadap kekerasan.
Kedua, munculnya gerakan perempuan yang memainkan peran khususnya dengan mengungkap tabir permaslahan rumah tangga dan menyampaikan
permaslahan mengenai perempuan yang teraniaya secara terbuka.
Ketiga, adanya kenyataan perubahan model konsensus masyarakat yang diungkapkan oleh para ilmuwan sosial, dan tantangan berikutnya adalah
bagaimana menghasilkan model konflik atau aksi sosial mengantisipasi perubahan tersebut.
Keempat, ada kemungkinan lain, dengan ditunjukkan penelitian mengenai kekerasan dalam tumah tangga yang dapat dilakukan untuk mengungkap
lebih mendalam sisi kekerasan dalam rumah tangga.
17
Ibid, hlm. 77
18
Aroma Elimina Martha, op. cit, hlm. 38
19
Ibid
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Perjuangan gerakan perempuan di setiap negara membuahkan hasil dengan dibentuknya ruang pelayanan khusus di kepolisian yang secara khusus menangani
tindak kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Di Indonesia, hasil perjuangan gerakan perempuan ialah terbentuknya UU
PKDRT No. 23 Tahun 2004 yang memerintahkan dibentuknya ruang pelayanan khusus RPK di lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia.
20
1. kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat;
Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap persoalan kekerasan dalam rumah
tangga semakin besar dan sudah menjadi domain publik.
3. Jenis dan Ruang Lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Mengacu kepada pasal 5 UU No. 23 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :
21
2. kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
danatau penderitaan psikis berat pada seseorang;
22
3. kekerasan seksual yaitu yaang meliput i pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
danatau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
20
Pasal 13 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
21
Pasal 6 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
22
Pasal 7 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial danatau tujuan tertentu;
23
4. penelantaran rumah tangga yaitu setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Dalam hal ini
juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi danatau melarang untuk bekerja yang layak di dalam
atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
24
Kekerasan dalam rumah tangga ialah suatu bentuk kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga meliputi :
25
a. suami, isteri, dan anak; b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri,
dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; danatau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
23
Pasal 8 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
24
Pasal 9 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
25
Pasal 2 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. Korban dan Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
A. Pengertian Korban Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para ahli,
peraturan perundang-undangan, dan juga dari konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian diantaranya ialah:
1. Ralph de Sola Korban victim adalah ”... person who has injured mental or physical
suffering, loss of property or death resulting from an actual or attemped criminal offense committed by another....”
26
2. Muladi … orang yang mengalami
penderitaan fisik atau mental, kehilangan barang-barang atau kematian yang merupakan akibat dari perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan orang
lain….
Korban victims adalah orang-orang yang baik secara individu maupun kolektif telah menderita kerugian,termasuk kerugian fisik atau mental,
emosional, ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan
kekuasaan.
27
3. Deklarasi PBB dalam The Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 1985
Korban victims means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering,
26
Ralph de Sola, Crime Dictionary New York: Facts on File Publication, 1998, hlm. 188 dalam Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 46.
27
Ibid, hlm. 47.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
economic loss or substansial impairment of their fundamental rights, through acts or omission of criminal abuse of power. Korban ialah orang baik
perseorangan atau kelompok yang mengalami penderitaan termasuk penderitaan fisik dan mental, emosi, ekonomi atau hak-hak asasi mereka yang
lain melalui dilakukan atau tidaknya kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan.
4. PP No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM yang berat dan UU No. 27 tahun 2004
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya,
sebagi akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga Korban ialah orang yang mengalami kekerasan danatau ancaman kekerasan
dalam lingkup rumah tangga.
28
28
Pasal 1 angka 3 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Korban ialah orang, baik individu atau kolektif yang mengalami penderitaan dan kerugian akan hak-hak asasinya akibat perbuatan. Dalam hal ini,
tidak semua korban terjadi karena perbuatan orang lain, tapi juga dikarenakan keterlibatan korban atau perbuatan korban sendiri, misalnya dalam hal
penggunaan narkotika.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
B. Tipologi Korban Tipologi korban dapat diidentifikasikan menurut jenis korban, peranan
korban, jumlah korban Sellin dan Wolfgang, bahkan juga dapat diidentifikasikan berdasarkan status dan keadaan korban, yaitu:
29
1. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaku, dalam hal ini tanggung jawab sepenuhnya terletak pada
pelaku, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. 2. Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya
menjadi korban, misalnya pada kasus selingkuh. 3. Participating victims, yaitu seorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya
mendorong dirinya menjadi korban, misalnya seorang wanita jalan sendirian menggunakan banyak perhiasan yang mendorong seorang melakukan tindak
pidana pencurian. 4. Biologically weak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan
yang menyebabkan ia menjadi korban, misalnya perempuan danatau anak- anak.
5. Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban, misalnya pembantu rumah
tangga. 6. Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan
yang dilakukannya sendiri, misalnya korban obat bius, judi, aborsi, prostitusi.
29
Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, op. cit, hlm. 49.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
C. Korban kekerasan dalam rumah tangga Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, dilihat dari status dan
keadaan korban, korban kekerasan dalam rumah tangga digolongkan menjadi biologically weak victims yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan
yang menyebabkan ia menjadi korban. Dalam kekerasan dalam rumah tangga, pada umumnya yang menjadi korban ialah perempuan dan anak-anak karena
secara anatomi dan fisiologi tubuh, kekuatan dan fisik perempuan berbeda dan lebih lemah dibandingkan lelaki. Selain itu, korban kekerasan dalam rumah
tangga juga dapat digolongkan kepada socially weak victim yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban. Hal
ini disebabkan oleh budaya dan kebiasaan masyarakat dan pandangan masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai subordinari laki-laki. Kaum laki-laki di
tempatkan pada posisi dominan sebagai kepala keluarga. Posisi yang superior menyebabkan dirinya sangat berkuasa di tengah-tenagh keluarga. Bahkan, pada
saat laki-laki melakukan berbagi kekerasan terhadap anggota keluarga tidak ada seorangpun dapat menghalanginya. Bahkan perlakuan masyarakat yang
membedakan sikap terhadap kelahiran anak laki-laki dan perempuan. Dalam budaya patriarki yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia, kelahiran anak
laki-laki mendapat perhatian khusus dari kerabat lainnya tetapi kelahiran anak perempuan dalam suatu keluarga tidak mendapat perhatian yang khusus dari
kerabat. Misalnya ialah penulis merupakan anak satu-satunya laki-laki dalam keluarga. Sewaktu kelahiran penulis, semua keluarga baik dari keturunan bapak
dan ibu dengan bersukacita menantikan kelahiran penulis dan setelah itu
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
dilakukan syukuran yang meriah. Sedangkan, sewaktu kakak perempuan penulis lahir dua tahun sebelum kelahiran penulis, hanya orang tua dan beberapa kerabat
yang menanti kelahirannya dan melakukan syukuran yang sederhana.
D. Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Korban kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami penderitaan yang sangat beragam baik fisik, materil, maupun psikis sehingga perlindungan yang
diberikan kepada korban pun harus beragam. Perlindungan korban ini diberikan berdasarkan hak yang dimilikinya.
Pasal 10 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Korban berhak mendapatkan :
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap
tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perun- dang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani. UU PKDRT juga membagi perlindungan menjadi perlindungan yang
bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing: 1. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan
paling lama tujuh hari, dan dalam waktu 1 x 24 sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
perlindungan dari pengadilan. Perlindunagn sementara oleh kepolisisan ini dapat dilakukan bekerjasama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan
pendamping dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di
kantor kepolisian dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah diakses oleh korban.
30
2. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban
dan keluarga pelaku melalui mediasi, dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemerikasaan dalam sidang pengadilan litigasi,
melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial kerja sama dan kemitraan.
31
3. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama satu tahun dan dapat diperpanjang.
Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 hari apabila pelaku tersebut melakukan
pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan juga dapat
memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
32
30
Lihat pasal 16 dan 17 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
31
Lihat pasal 25 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
32
Lihat pasal 32, 34, dan 38 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai dengan
standar profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau
membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.
33
5. Pelayanan pekerja sosial diberikan melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; memberikan informasi mengenai
hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; mengantarkan korban ke
rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian,
dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.
34
6. Pelayanan relawan pendamping diberikan berupa menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang
pendamping; mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara
objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga
korban merasa aman didampingi oleh pendamping; dan memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.
35
33
Pasal 21UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
34
Pasal 22 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
35
Pasal 23 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
7. Pelayanan pembimbing rohani dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada
korban.
36
LSM yang dikenal sekarang ini, terutama untuk Indonesia, pengertiannya mengacu pada satu organisasi volunteer di luar struktur negara yang memiliki
5. Pengertian Lembaga Sosial dan Karakteristik Lembaga Sosial dalam UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Lembaga sosial dalam hal ini merupakan organisasi non pemerintah ornop danatau lembaga swadaya masyarakat LSM. Untuk memberikan
pengertian lembaga sosial, mengacu kepada Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Instruksi Menteri dalam Negeri No. 8
Tahun 1990 tentang Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1985 tentang Ormas menyebutkan :
Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
.
Instruksi Menteri dalam Negeri No. 8 Tahun 1990 menyebutkan LSM adalah organisasilembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat
warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan
oleh organisasilembaga sesuai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang
menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.
36
Pasal 24 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
bentuk pengorganisasian yang jelas, organisasinya relatif kecil, tidak berupa organisasi massa, dan memiliki sistem manajerial yang resmi.
37
Perkembangan LSM dari generasi ke generasi mengalami pergeseran ideologi dan watak perilaku mereka. Generasi pertama memiliki ideologi untuk
pengembangan masyarakat dengan mengembangkan swadaya masyarakat yang tidak terjamah pembangunan pemerintah. Pada perkembangan selanjutnya,
muncul LSM-LSM yang kegiatannya mengarah kepada advokasi pemberdayaan dan pembelaan atas hak-hak masyarakat dan lingkungan hidup. Pada
perkembangan terakhir muncul LSM-LSM yang kegiatannya mengikuti LSM sebelumnya dan juga bertindak untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan
sesaat dan mungkin saja akan tidak muncul lagi jika program sudah selesai atau jika dana sudah habis.
Kelahiran LSM-LSM di Indonesia sangat tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan lembaga donor internasional dan LSM-LSM internasional.
Kelahiran LSM pada umumnya mula-mula lahir di kota-kota besar, pertama di Jakarta dan baru kemudian di kota-kota lainnya. Kelahiran LSM di daerah juga
dapat dipengaruhi oleh lembaga donor Internasional atau juga oleh perkembangan LSM pusat yang ingin mengepakkan sayap ke daerah.
38
David Korten, seorang aktivis dan pengamat LSM, mengemukakan ada empat generasi berdasarkan strategi yang dipilihnya.
39
37
Muhammad Budairi, Masyarakat Sipil dan Demokrasi, 2002, Jakarta: E-Law Indonesia, hlm. 70
38
Ibid
39
David Korten dalam Zaim Saidi, Secangkir Kopi Maxhavelar, LSM dan Kebangkitan Masyarakat, 1995, Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama.
Generasi pertama,
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha untuk memenuhi sesuatu
yang kurang dalam masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, makanan, pendidikan, dan sebagainya. Generasi kedua, memusatkan perhatiannya ada
upaya agar LSM dapat mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Peran LSM disini bukan sebagai pelaku
langsung, tetapi sebagai penggerak saja. Orientasinya adalah proyek pengembangan masyarakat dengan membantu masyarakat memecahkan masalah
mereka misalnya program-program peningkatan pendapatan, industri kerajinan, pertanian, dan lainnya.
Generasi ketiga, memiliki pandangan yang lebih dalam. Keadaan di tingkat lokal dilihat sebagai akibat dari masalah regional atau nasional. Untuk
memperbaikinya harus dilakukan dengan melakukan peruabahan struktural yaitu kebijakan pemerintah. Generasi keempat adalah LSM yang termasuk bagian dari
masyarakat. Generasi ini berusaha agar ada transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan yang mempengaruhi kehidupan.
Dalam hal ini dibutuhkan keterlibatan penduduk dunia. Dalam Buku Agenda LSM menyongsong Tahun 2000, M.M. Billah
sebagaimana di kutip Muhammad Budairi, mempersepsikan LSM sebagai: 1. LSM sebagai bagian integral dari pemerintah.
2. LSM sebagai mediator antara pemerintah dengan masyarakat. 3. LSM yang secara tegas menyatakan memihak rakyat dalam berhadapan
dengan negara.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. LSM yang melebur dan menyatu dengan rakyat.
40
UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 dalam penjelasannya menyatakan bahwa lembaga sosial yang dimaksud dalam UU ini ialah lembaga atau organisasi sosial
yang peduli terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga, misalnya lembaga- lembaga bantuan hukum.
41
LSM merupakan mediator pemerintah dan masyarakat, dalam hal ini UU PKDRT memberikan kesempatan kepada LSM untuk bekerjasama dengan
lembaga penegak hukum lainnya untuk mengurangi tingkat kekerasan dalam rumah tangga. LSM menyatu dengan masyarakat dalam berhadapan dengan
negara dapat terjadi ketika lembaga sosial membantu masyarakat korban kekerasan dalam rumah tangga memperjuangkan hak. LSM menyatu dengan
masyarakat ketika lembaga sosial turut merasakan penderitaan korban kekerasan dalam rumah tangga sehingga menuntut lahirnya UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
dan membuka diri untuk memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga tanpa memandang status sosial dan dengan
menggunakan semboyan ”bantuan hukum non profit oriented atau prodeo”. Berdasarkan persepsi M.M Billah, karakateristik lembaga sosial yang
peduli terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga dapat memenuhi beberapa persepsi LSM yang diberikannya. Hanya saja ada lembaga independen
yang didirikan pemerintah yang bergerak dalam bidang sosial misalnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK, Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan, Komisi Nasional lanjut usia, dan lain sebagainya.
40
M.M. Billah dalam Muhammad Budairi, op. cit., hlm. 90
41
Penjelasan pasal 10 huruf a UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode penelitian yang digunakan
Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian menggunakan metode gabungan antara pendekatan yang bersifat normatif legal research dan
pendekatan yang bersifat empiris juridis sosiologis. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode pendekatan yang bersifat normatif untuk meneliti asas-asas
hukum dan meneliti bagaimana pengaturan lembaga sosial dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku hukum positif tertulis, buku-buku, majalah-
majalah hukum, artikel dan bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan tulisan ini. Melalui metode pendekatan yang bersifat empiris, penulis berusaha
mendapatkan data primer mengenai bagaimana peranan lembaga sosial dalam memberikan pelindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
2. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan tipejenis penelitian eksploratis yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan,
penjelasan dan data mengenai peran lembaga sosial dalam memberikan pelindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan LBH-APIK Medan. Lokasi ini dipilih karena LBH-
APIK merupakan salah satu lembaga sosial yang peduli terhadap masalah
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
kekerasan dalam rumah tangga yang berkantor pusat di Jakarta dan berkantor cabang di Medan.
4. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis ialah dengan cara: A. Studi kepustakaan, sumber data diperoleh dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: a. normakaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b. peraturan dasar, yaitu batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945; c. peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional yang
berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer, seperti: RUU, hasil penelitian, karya dari kalangan hukum, dan sebagainya.
3. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk atau penjelasan-penjelasan terhadap
bahan hukum primer, sekunder, seperti: kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.
B. Wawancara, hal ini dilakukan penulis terhadap orang yang bekerja di LBH-APIK Medan mengenai peran LBH tersebut, fungsi pemberian
perlindungan hukum, cara dan sitem kerja dan hal-hal lain yang penting dan berkaitan dengan judul tulisan penulis.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
C. Observasi, hal ini dilakukan penulis dengan melakukan pengamatan langsung di LBH-APIK Medan bagaimana LBH tersebut mengerjakan
peran mereka. 5. Analisis data
Pengolahan dan analisis data, dilakukan peneliti terhadap data yang diperoleh peneliti dengan menggunakan analisis kualitatif.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Tulisan yang berjudul ”Peranan Lembaga Sosial dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di
LBH-APIK Medan terdiri dari enam BAB yang pokok pembahasannya berupa: BAB I Pendahuluan, penulis menguraikan latar belakang penulis memilih
judul dan fokus permasalahan yang akan di bahas pada pembahasan selanjutnya. Dalam pembahasan ini, penulis juga membuat suatu tinjauan kepustakaan yang
memudahkan pembaca mengerti pembahasan selanjutnya dalam tulisan ini. BAB II Pengaturan Lembaga Sosial terhadap Kekerasan dalam Rumah
Tangga, penulis menguraikan hukum positif tertulis yang mengatur mengenai kekerasan dalam rumah tangga dan secara khusus pengaturan yang memberikan
kesempatan kepada lembaga sosial untuk berperan memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
BAB III Peranan Lembaga Sosial dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga, penulis menguraikan
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
fungsi, manfaat dan tujuan pemberian perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga serta carasistem kerja lembaga sosial dalam
memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
BAB IV Kendala dan Upaya Mengatasi Kendala dalam Pemberian Perlindungan Hukum oleh Lembaga Sosial, penulis menguraikan kendala-kendala
yang dihadapi lembaga sosial dalam mengerjakan perannya secara khusus dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban serta upaya yang dilakukan
untuk mengatasi upaya yang dihadapi tersebut. BAB V Penutup, penulis menguraikan kesimpulan penulis terhadap
permasalahan yang diangkat berdasarkan data-data yang ada serta saran untuk memaksimalkan peranan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan hukum
terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II PENGATURAN LEMBAGA SOSIAL DALAM
MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Dalam konstitusi negara Republik Indonesia ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum Rechtsstaat bukan Negara Kekuasaan
Machtsstaat.
42
Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan kekuasaan
menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar, adanya prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk
terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
43
Negara hukum berarti semua warga negara baik masyarakat maupun pemerintah harus tunduk dan taat pada hukum yang berarti seluruh perilaku
masyarakat harus sesuai dengan danatau dilindungi oleh hukum. Sama halnya dengan lembaga sosial yang peduli terhadap kekerasan dalam rumah tangga dalam
42
Pasal 1 ayat 3 UUD RI 1945, lihat juga penjelasan UUD RI 1945 bagian Sistem Pemerintahan Negara.
43
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hlm. 69.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
bertindak danatau melakukan suatu upaya terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga harus sesuai dengan danatau dilindungi oleh hukum.
Landasan juridis lembaga sosial dalam bertindak danatau melakukan upaya perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga yaitu :
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga