Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. Korban dan Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
A. Pengertian Korban Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para ahli,
peraturan perundang-undangan, dan juga dari konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian diantaranya ialah:
1. Ralph de Sola Korban victim adalah ”... person who has injured mental or physical
suffering, loss of property or death resulting from an actual or attemped criminal offense committed by another....”
26
2. Muladi … orang yang mengalami
penderitaan fisik atau mental, kehilangan barang-barang atau kematian yang merupakan akibat dari perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan orang
lain….
Korban victims adalah orang-orang yang baik secara individu maupun kolektif telah menderita kerugian,termasuk kerugian fisik atau mental,
emosional, ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan
kekuasaan.
27
3. Deklarasi PBB dalam The Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 1985
Korban victims means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering,
26
Ralph de Sola, Crime Dictionary New York: Facts on File Publication, 1998, hlm. 188 dalam Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 46.
27
Ibid, hlm. 47.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
economic loss or substansial impairment of their fundamental rights, through acts or omission of criminal abuse of power. Korban ialah orang baik
perseorangan atau kelompok yang mengalami penderitaan termasuk penderitaan fisik dan mental, emosi, ekonomi atau hak-hak asasi mereka yang
lain melalui dilakukan atau tidaknya kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan.
4. PP No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM yang berat dan UU No. 27 tahun 2004
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya,
sebagi akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga Korban ialah orang yang mengalami kekerasan danatau ancaman kekerasan
dalam lingkup rumah tangga.
28
28
Pasal 1 angka 3 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Korban ialah orang, baik individu atau kolektif yang mengalami penderitaan dan kerugian akan hak-hak asasinya akibat perbuatan. Dalam hal ini,
tidak semua korban terjadi karena perbuatan orang lain, tapi juga dikarenakan keterlibatan korban atau perbuatan korban sendiri, misalnya dalam hal
penggunaan narkotika.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
B. Tipologi Korban Tipologi korban dapat diidentifikasikan menurut jenis korban, peranan
korban, jumlah korban Sellin dan Wolfgang, bahkan juga dapat diidentifikasikan berdasarkan status dan keadaan korban, yaitu:
29
1. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaku, dalam hal ini tanggung jawab sepenuhnya terletak pada
pelaku, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. 2. Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya
menjadi korban, misalnya pada kasus selingkuh. 3. Participating victims, yaitu seorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya
mendorong dirinya menjadi korban, misalnya seorang wanita jalan sendirian menggunakan banyak perhiasan yang mendorong seorang melakukan tindak
pidana pencurian. 4. Biologically weak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan
yang menyebabkan ia menjadi korban, misalnya perempuan danatau anak- anak.
5. Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban, misalnya pembantu rumah
tangga. 6. Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan
yang dilakukannya sendiri, misalnya korban obat bius, judi, aborsi, prostitusi.
29
Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, op. cit, hlm. 49.
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
C. Korban kekerasan dalam rumah tangga Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, dilihat dari status dan
keadaan korban, korban kekerasan dalam rumah tangga digolongkan menjadi biologically weak victims yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan
yang menyebabkan ia menjadi korban. Dalam kekerasan dalam rumah tangga, pada umumnya yang menjadi korban ialah perempuan dan anak-anak karena
secara anatomi dan fisiologi tubuh, kekuatan dan fisik perempuan berbeda dan lebih lemah dibandingkan lelaki. Selain itu, korban kekerasan dalam rumah
tangga juga dapat digolongkan kepada socially weak victim yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban. Hal
ini disebabkan oleh budaya dan kebiasaan masyarakat dan pandangan masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai subordinari laki-laki. Kaum laki-laki di
tempatkan pada posisi dominan sebagai kepala keluarga. Posisi yang superior menyebabkan dirinya sangat berkuasa di tengah-tenagh keluarga. Bahkan, pada
saat laki-laki melakukan berbagi kekerasan terhadap anggota keluarga tidak ada seorangpun dapat menghalanginya. Bahkan perlakuan masyarakat yang
membedakan sikap terhadap kelahiran anak laki-laki dan perempuan. Dalam budaya patriarki yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia, kelahiran anak
laki-laki mendapat perhatian khusus dari kerabat lainnya tetapi kelahiran anak perempuan dalam suatu keluarga tidak mendapat perhatian yang khusus dari
kerabat. Misalnya ialah penulis merupakan anak satu-satunya laki-laki dalam keluarga. Sewaktu kelahiran penulis, semua keluarga baik dari keturunan bapak
dan ibu dengan bersukacita menantikan kelahiran penulis dan setelah itu
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
dilakukan syukuran yang meriah. Sedangkan, sewaktu kakak perempuan penulis lahir dua tahun sebelum kelahiran penulis, hanya orang tua dan beberapa kerabat
yang menanti kelahirannya dan melakukan syukuran yang sederhana.
D. Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Korban kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami penderitaan yang sangat beragam baik fisik, materil, maupun psikis sehingga perlindungan yang
diberikan kepada korban pun harus beragam. Perlindungan korban ini diberikan berdasarkan hak yang dimilikinya.
Pasal 10 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Korban berhak mendapatkan :
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap
tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perun- dang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani. UU PKDRT juga membagi perlindungan menjadi perlindungan yang
bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing: 1. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan
paling lama tujuh hari, dan dalam waktu 1 x 24 sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
perlindungan dari pengadilan. Perlindunagn sementara oleh kepolisisan ini dapat dilakukan bekerjasama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan
pendamping dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di
kantor kepolisian dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah diakses oleh korban.
30
2. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban
dan keluarga pelaku melalui mediasi, dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemerikasaan dalam sidang pengadilan litigasi,
melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial kerja sama dan kemitraan.
31
3. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama satu tahun dan dapat diperpanjang.
Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 hari apabila pelaku tersebut melakukan
pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan juga dapat
memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
32
30
Lihat pasal 16 dan 17 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
31
Lihat pasal 25 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
32
Lihat pasal 32, 34, dan 38 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai dengan
standar profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau
membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.
33
5. Pelayanan pekerja sosial diberikan melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; memberikan informasi mengenai
hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; mengantarkan korban ke
rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian,
dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.
34
6. Pelayanan relawan pendamping diberikan berupa menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang
pendamping; mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara
objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga
korban merasa aman didampingi oleh pendamping; dan memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.
35
33
Pasal 21UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
34
Pasal 22 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
35
Pasal 23 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004
Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi di LBH-APIK Medan, 2008.
USU Repository © 2009
7. Pelayanan pembimbing rohani dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada
korban.
36
LSM yang dikenal sekarang ini, terutama untuk Indonesia, pengertiannya mengacu pada satu organisasi volunteer di luar struktur negara yang memiliki
5. Pengertian Lembaga Sosial dan Karakteristik Lembaga Sosial dalam UU PKDRT No. 23 Tahun 2004