Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
dapat menimbulkan kebingungan nasabah itu sendiri dikarenakan kurangnya informasi mengenai produk dan atau jasa pelayanan bank yang ditawarkan. Pada
umumnya informasi mengenai produk bank yang disediakan belum dijelaskan secara berimbang, baik mengenai manfaat, risiko maupun biaya-biaya lanjutan
yang melekat pada suatu produk bank itu sendiri. Akibatnya hak-hak nasabah yang terdapat di PBI No. 76PBI2005 mengenai Peraturan Bank Indonesia
Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah seperti mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh
menjadi tidak terpenuhi. Persoalan timbul dikarenakan isu permasalahan perlindungan data dan
informasi nasabah di Indonesia telah menjadi problematika baru di dunia perbankan. Di sisi lain, bentuk perlindungan yang memadai untuk hak privasi
seorang nasabah belum terimplementasi menjadi instrumen hukum. Demikian pula, keberadaan berbagai Undang-Undang UU yang memiliki kewenangan
mengelola data dan informasi seseorang, tidak diberikan batasan guna menghindari terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan tidak terlindunginya
data dan informasi seseorang.
2
Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah
untuk mengurangi potensi tuntutan hukum kepada bank dalam hal nasabah
2
Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4 September 2007, h. 4.
5
merasa hak-hak pribadinya tidak dilindungi oleh bank. Jika data-data ini sampai bocor ke pihak lain tanpa adanya persetujuan langsung dari nasabah itu sendiri
jelas hal ini adalah sebuah pelanggaran. Ditengah persaingan pemasaran produk perbankan dalam mendapatkan
nasabah banyak ancaman terhadap penyalahgunaan data baik yang bersifat rahasia bank maupun bukan. Adanya aktivitas di dunia maya untuk melakukan
aktivitas jual beli data nasabah paling tidak telah membuat nasabah maupun calon nasabah gundah dalam memberi kepercayaan kepada bank. Yang menjadi
incarannya adalah nasabah dengan investasi diatas Rp. 100 juta. Dalam email yang diterima detikINET, pelaku mencoba untuk memancing para customer
service bank yang dianggap memiliki akses ke database yang menampung data- data sensitif tersebut. Data yang dibutuhkan seperti nama, nomor telepon, fax,
alamat rumah, hingga alamat kantor.
3
Tak jarang mereka mencantumkan jabatan dari seorang nasabah yang mengisyaratkan penghasilan perbulan dan jumlah
simpanan yang dimilikinya pada bank. Data yang diberikan belum tentu diberikan atas izin dari nasabah yang bersangkutan. Data yang diberikan berkemungkinan
besar hanya untuk kepentingan komersil para pihak penjual dan pembeli data nasabah tersebut. Bahkan beredarnya kasus jual-beli data nasabah ini telah
menjadi rahasia umum dikalangan marketing perusahaan penjual barang danatau
3
Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http:inet.detik.comread200908251234261189237323awas-jadi-korban-jual-beli-
data-nasabah
6
jasa tak terkecuali perbankan. Pelaku perdagangan ini tidak hanya pada bagian marketing tetapi juga pada bagian customer service ataupun bagian IT perusahaan
atau bagian-bagian yang mempunyai akses langsung terhadap data pribadi seorang nasabah. Sehingga ada pihak yang diuntungkan dalam jual-beli data dan
informasi nasabah tersebut.
4
Atas latar belakang tersebut maka jelaslah amat dibutuhkan suatu sistem dalam dunia perbankan nasional yang dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan
Indonesia API.
5
Dengan adanya API ini jelas industri dunia perbankan telah mempunyai tatanan perbankan nasional yang lebih baik yang berguna untuk penentu arah
kebijakan policy direction sekaligus rekomendasi kebijakan policy recommendation bagi industri perbankan nasional dalam jangka panjang.
Melihat keadaan sekarang, jelas bahwa API tidak hanya diperlukan bagi industri perbankan melainkan juga sektor lembaga keuangan keseluruhan untuk melihat
gambaran atau peta perbankan di masa depan.
6
Melalui API Bank Indonesia BI menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
4
Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http:www.mail-archieve.comreferensi_mayayahoogroups.commsg01268.html
5
Ade Arthesa Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: PT. INDEKS Kelompok Gramedia, 2006, h. 25.
6
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http:www.ppatk.go.idcontent.php?s_sid=400
7
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu
pada standar internasional. 3.
Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saiang yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi
internal perbankan nasional. 5.
Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen perbankan.
Masalah perlindungan
dan pemberdayaan
konsumen perbankan
mendapatkan perhatian khusus pada pilar keenam API mengingat bahwa masalah perlindungan konsumen perbankan merupakan suatu masalah pelik yang hingga
saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan nasional. Dengan mengangkat masalah perlindungan konsumen perbankan secara
khusus di dalam API, hal ini menunjukkan bahwa besarnya komitmen BI untuk menempatkan konsumen perbankan dalam posisi sejajar dengan bank-bank.
7
7
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http:www.ppatk.go.idcontent.php?s_sid=400
8
Dua hal paling berat yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia adalah pertama kegagalan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian
prudential banking dalam menyerap pertumbuhan kredit. Ditambah lagi dengan tidak transparannya praktik pengelolaan bank menimbulkan kesulitan untuk
mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan pengurus dan pejabat bank. Kedua adalah masalah yang paling berat yaitu kegagalan badan pengawas bank dalam
menghadapi kelalaian, penipuan, dan penggelapan yang dilakukan pengurus bank.
8
Menyadari bahwa dirinya adalah regulator dalam sektor perbankan, maka dari itu BI berusaha untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus
melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Berdasarkan kedua hal tersebut BI kemudian menerbitkan PBI No. 762005
tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2005 oleh Gubernur
Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah. PBI No. 762005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah ini mengatur perlunya perbankan secara transparan menjelaskan kondisi produk yang dipasarkannya. Selain itu, perbankan
pun wajib mengelola dengan baik data nasabah-nasabahnya sehingga tidak
8
Leo J. Susilo Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank Umum, Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007, h. 1.
9
dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang
tidak berhak
atau berwenang
menggunakannya untuk tujuan komersial.
9
Terbitnya PBI No. 762005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dilatarbelakangi oleh maraknya praktek
perbankan yang mengabaikan perwujudan good corporate governance dalam memasarkan produknya dengan cara mengesampingkan hak nasabah tersebut
termasuk untuk memperoleh informasi data pribadi nasabah yang digunakan bank untuk tujuan komersial. Hal ini berdasarkan ketentuan alinea kedua PBI No.
762005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang berbunyi:
“Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian
data pribadi nasabah oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut untuk tujuan komersial tanp
a izin dari nasabah itu sendiri.” Penggunaan perjanjian baku atau standard contract oleh perbankan
merupakan hal baru dalam praktek perbankan dalam melaksanakan setiap kegiatan pemasaran produknya. Perjanjian baku digunakan pelaku usaha
perbankan dengan pertimbangan ekonomis. Namun sering kali dimanfaatkan oleh pelaku usaha perbankan untuk memasukkan klausula-klausula eksonerasi
yang jarang sekali disadari oleh nasabah itu sendiri sampai pada akhirnya terjadi
9
Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http:www.freelists.orgarchivelistindonesia02-2005msg00154.html
10
sengketa dengan bank. Nasabah tinggal menerima atau menolak atas perjanjian yang ditawarkan oleh bank.
10
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dari itu penulis tertarik untuk membahas mengenai seperti apa bentuk pelindungan
hukum data rahasia pribadi nasabah pengguna jasa perbankan, bagaimana perlindungan data rahasia seorang nasabah? Bagaimana pihak yang seharusnya
tidak berhak mengetahui data rahasia nasabah tetapi dapat mengetahui dan menggunakannya untuk keuntungan komersial? Maka dari itu penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang perlindungan data pribadi pada bank, dan menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan judul
“ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No.
762005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
”.