Pengumpulan Data Managemen Data
24
4.2 Analisa Silang Sebaran Data Antara 2 Variabel Tabel 4.2
Analisa Silang Sebaran Data Antara 2 Variabel
Jenis Kelamin Responden Rinitis
Total Sering
Jarang Jumlah
Perempuan 5
10,4 43
89,6 48
52,7 Laki-laki
5 11,6
38 88,4
43 47,3
Total 10
22 81
178 91
100 Usia Responden
0-6 bulan 4
6,6 57
93,4 61
67,1 7-12 bulan
6 20
24 80
30 32,9
Total 10
26,6 81
173,4 91
100
Dari tabel 4.2, didapatkan bahwa frekuensi rinitis lebih jarang terjadi pada subyek jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 89,6
dengan kelompok usia 0-6 bulan sebesar 93,4. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok usia responden
yaitu usia 0-6 bulan dan 7-12 bulan. Namun data kejadian rinitis pada kelompok usia 7-12 bulan, merupakan data riwayat rinitis saat responden berusia 0-6 bulan.
Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rumbai Pekanbaru oleh Handayani tahun 2012, bahwa kelompok usia
8-12 bulan lebih sering mengalami kejadian infeksi saluran pernapasan sebanyak 33,8. Semakin tinggi usia bayi maka semakin tinggi pula tingkat kejadian ISPA,
hal ini dikarenakan bayi telah banyak terpapar lingkungan luar. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa bayi perempuan lebih jarang mengalami infeksi
saluran pernapasan sebanyak 37,3 dibandingkan bayi laki-laki.
25
Pada penelitian oleh Sinha tahun 2003 dijelaskan bahwa pada bayi laki-laki aliran udara pulmonal lebih rendah dan lebih rentan terjadi obstruksi jalan napas,
sehingga lebih sering mengalami kejadian infeksi saluran pernapasan.
26
25
4.3 Uji Hipotesis ASI dengan Frekuensi Rinitis Tabel 4.3
Analisa Silang Sebaran Data ASI dengan Frekuensi Rinitis
ASI Rinitis
Total P
Sering Jarang
Jumlah 0,005
ASI eksklusif 2
3,5 55
96,5 57
62,6 ASI noneksklusif
8 23,5
26 76,5
34 37,4
Total 10
27 81
173 91
100
Dari tabel 4.3, didapatkan bahwa frekuensi rinitis lebih jarang terjadi pada kelompok ASI eksklusif yaitu sebesar 96,5 dibandingkan ASI non eksklusif.
Hasil tersebut juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Semarang oleh Abbas tahun 2011, bahwa frekuensi infeksi saluran pernapasan akut lebih jarang
terjadi pada kelompok ASI eksklusif yaitu sebesar 52,9 dibandingkan ASI non eksklusif. Pada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, frekuensi kejadian
infeksi saluran pernapasan akut lebih sering sebesar 40,8 dibandingkan ASI eksklusif.
27
Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah menunjukan bahwa infeksi saluran pernapasan akut 63,3 terjadi pada bayi yang tidak mendapat ASI
eksklusif, sedangkan bayi mendapat ASI eksklusif terserang infeksi saluran pernapasan akut sebesar 23,5. Simpulan pada penelitian tersebut, pemberian
ASI memberikan efek protektif 39,8 terhadap infeksi saluran pernapasan akut.
28
Hasil uji Fisher pada penelitian ini, didapatkan nilai p=0.005, yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian rinitis dengan pemberian ASI
eksklusif pada bayi 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah.
29
Penelitian dengan hasil yang sama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yatmihatun di Yogyakarta
tahun 2008, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan non eksklusif. Kejadian infeksi saluran pernapasan
akut pada bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif selama 6 bulan ditemukan lebih sedikit daripada bayi yang diberikan ASI
noneksklusif ρ0,05. Bayi yang diberi ASI eksklusif 27,3 yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut dan
72,7 tidak mengalami saluran pernapasan akut.
30
Penelitian lain yaitu penelitian yang dilakukan di Kabupaten Konawe oleh Utomo tahun 2009, menunjukkan prevalensi infeksi saluran pernapasan akut 1,84