berasal dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Tetapi ada juga pelanggan yang berasal dari daerah Batavia, Rangkasbitung dan Purwakarta.
Tafsir ini terbit ketika Ahmad Sanusi berada dipengasingan di Batavia. Penulis tidak mengetahui secara persis kapan
Tafsîr Maljâ’ mulai ditulis. Tetapi jika melihat tanggal, bulan dan tahun dalam edisi no 1, tafsir ini terbit 28 januari 1931. sedangkan
tempat pengumpulan bahan-bahan dilakukan di Tanah Tinggi Senen Welverden ketika ia berada dalam masa pembuangan di Batavia.
Tafsîr Maljâ’ berbentuk sambungan dari satu nomor atau jilid ke nomor atau jilid yang lain. Tafsir ini terbit 20 jilid di Batavia dan 8 jilid di Sukabumi dan kemudian
terhenti. Adapun terbitan yang ada pada penulis hanya sampai jilid ke-20. Dari jilid ke-20 itu, sepuluh jilid pertama berjumlah 496 halaman. Terdiri dari; jilid pertama dan kedua
berjumlah masing- masing 56 halaman, sedangkan jilid ke-3 sampai jilid ke-10 masing- masing berisi 48 halaman. Adapun sepuluh jilid yang kedua berjumlah 484 yang masing-
masing jilid ke-11 sampai ke-20 berisi 48 halaman kecuali jilid ke 10 yang berisi 52 halaman.
Setiap satu jilid paling banyak berisi setengah juz al-Quran. Misalnya, jilid ke-1 dan ke-2 untuk juz I. Tetapi tidak setiap dua jilid
Tafsîr Maljâ’ tepat untuk satu juz, kadang-kadang ada satu ayat atau dua ayat yang masih ditulis pada jilid berikutnya.
Misalnya, untuk juz II al-Quran terdapat pada jilid ke-3, ke-4 dan ditambah empat halaman pada jilid ke-5. Sebaliknya untuk satu surat tidak tentu menghabiskan 2, 3 atau 4
jilid, melainkan tergantung banyak atau sedikitnya yang diuraikan. Untuk sûrah al- Fâtihah hanya terbatas pada jilid ke-1 dan menghabiskan kurang lebih sembilan halaman.
Untuk selanjutnya sûrah-sûrah seperti sûrah al-Baqarah terdapat pada jilid ke-1 sampai akhir jilid ke-5 dan menghabiskan 230 halaman. Untuk sûrah al-
‘Imrân terdapat pada jilid ke-5 sampai akhir jilid ke-8 dan menghabiskan 141 halaman. Sûrah al-
Nisâ‘ terdapat
pada jilid ke-8 dan menghabiskan 124 halaman. Sûrah al-Mâidah terdapat pada jilid ke- 11 sampai pertengahan jilid ke-13 dan menghabiskan 110 halaman.
Dalam setiap sampul depan dituliskan informasi tentang kesalahan-kesalahan cetakan, judul-judul kitab yang telah dan akan terbit beserta dengan harganya. Pada
halaman pertama jilid ke-1 Tafsîr Maljâ’ ditulis para ahli qirât yang berjumlah tujuh
orang beserta perawi-perawinya. Sebelum menafsirkan suatu sûrah al-Fâtihah, Ahmad Sanusi terlebih dahulu menjelaskan sebagian ilmu-ilmu al-Quran, jumlah sûrah, ayat,
kata, dan huruf-hurif al-Quran beserta sejarah pengumpulan al-Quran. Kemudian ketika kembali ke Sukabumi dari masa pembuangannya di Batavia,
Ahmad Sanusi menulis menulis tafsir serupa —meski lebih terlihat bentuk terjemahan al-
Quran —yang berjudul Raudat al-
‘Irfân fî Ma‘rifat al-Qur’ân.
57
Selanjutnya, Ahmad Sanusi menerbitkan sebuah karya tafsir lainnya yang berjudul Tamsyiyyat al-Muslimîn fî
Tafsîr Kalâm Rabb al ‘Âlamîn. Tafsir ini ditulis dalam bahasa melayu berajaan lama dengan huruf Latin dengan pengalih-aksaraan Transliterasi Arab-Latin. Tampaknya,
tafsir ini sengaja ditulisnya untuk bisa dibaca oleh masyarakat yang tidak mengerti bahasa dan tidak mampu membaca huruf Arab.
Disamping karya-karya tafsir tersebut dimuka, ada juga karya Ahmad Sanusi di bidang tafsir yang hanya membahas satu ayat atau sûrah-sûrah tertentu. seperti Kasyf al-
Z unūn fî Tafsīr Lâ Yamassuhû illâ al-Mutahharûn adalah tafsir terhadap sûrah al-
Wâqi‗ah ayat ke-79.
58
Adapun tafsir-tafsir yang membahas sûrah-sûrah tertentu adalah: 1 Tafrîj al-Qulûb al-
Mu’minîn fî Tafsîr Kalimât Sûrah Yâsîn,
59
2 Hidâyah al- Qulûb
57
Ahmad Sanusi, Raudat al- ‘Irfân fî Ma‘rifat al-Qur’ân Batavia: Habib Usman, 1934
58
Ahmad Sanusi, Kasyf al-Z unūn fî Tafsīr Yamassuhû illâ al-Mutahharûn Sukabumi: al-
Ittihād, 1938
59
Ahmad Sanusi, Tafrîj Qulûb al- Mu’minîn fî Tafsîr Kalimât Sûrat Yâsîn Tanah Abang:
Sayyid Yahya, 1936
al-Sibyân fî Fad â‘il Sûrat al- Tabârak al-Mulk min al-Qur’ân,
60
3 Tanbīh al-Hairân fî
Tafsîr Sûrat al-Dukhân,
61
4 Kanz al-Rahmah wa al-Lutf fî Tafsîr Sûrat al-Kahf,
62
5 Kasyf al-
Sa‘âdah fî Tafsîr Sūrat al- Wâqi‘ah,
63
dan 6 Usûl al-Islâm fî Tafsîr Kalâm al- Mulk al-
‘alâm fî Tafsîr Sûrat al-Fâtihah.
64
60
Ahmad Sanusi, Hidâyat Qulûb al-Sibyân fî Fad â‘il Sûrat Tabârak al-Mulk min al-
Qur’ân Sukabumi: Masduki, 1936
61
Ahmad Sanusi, Tanbīh al-Hayrân Fî Tafsîr Sûrat al-Dukhân Tanah Abang: Sayyid
Yahya, t.th
62
Ahmad Sanusi, Kanz al-Rahmah wa al-Lutf fî Tafsîr Sûrat al-Kahf Batavia: Habib Usman, 1932
63
Ahmad Sanusi, Kasyf al- Sa‘âdah fî Tafsîr Sūrat al- Wâqi‘at Sukabumi: Masduki,
1936
64
Ahmad Sanusi, Ushûl al-Islâm fî Tafsîr Kalâm al-Mulk al- ‘alâm fî Tafsîr Sûrat al-
Fâtihah Bogor: Ichtiyar, 1935
BAB III TINJAUAN UMUM TAFSIR DI INDONESIA
Tradisi penulisan tafsir di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak lama dengan berbagai keragaman baik dari segi teknis penulisan, corak ataupun bahasa yang
dipakai. Keragaman tersebut sedikit demi sedikit berkembang lebih maju searah dengan perkembangan peradaban Indonesia yang semakin modern. Pada bagian ini penulis
mencoba untuk menguraikan tentang sejarah dan perjalanan penulisan tafsir sekaligus mengungkap proses dan dinamika penulisan tafsir yang dilakukan oleh Intelektual
muslim di Indonesia.
A. Sejarah Penulisan Tafsir di Indonesia
Sebenarnya sejak abad ke-17 para peneliti telah menemukan bukti tekstual yang ditemukan pertama kali dalam bidang penafsiran al-Quran di Indonesia, yakni sebuah
manuskrip anonim sûrah al-Kahf.
65
Tafsir ini di tulis dengan parsial berdasarkan surah tertentu dan menggunakan teknik penafsiran yang sangat sederhana. Di dalam sûrah al-
Kahf tersebut, teks al-Qurannya, ditulis dengan tinta merah disertai terjemah serta komentar yang ditulis dengan tinta hitam dengan menggunakan aksara Arab-Melayu.
Titik- titik beragam sepanjang surat tersebut diselingi ―penambahan- penambahan
anekdotis yang panjang‖ dalam bahasa melayu yang baik. Peter Riddle berpendapat
65
Manuskrip ini dibawa dari Aceh ke Belanda oleh seorang ahli bahasa Arab dari Belanda, Epernus w. 1624 pada awal abad 17 M. Sekarang manuskrip ini menjadi koleksi
Cambridge University dengan katalog MS Ii.6.45. Diduga manuskrip ini dibuat antara masa awal pemerintahan Sultan ‗ala‘ al-Dîn Ri‗ayat Syah Sayyîd al-Mukammil 1537-1604 dimana Mufti
kesultanannya Hamzah al-Fansûri, sampai masa pemerintahan Iskandar Muda 1607-1636 M dimana mufti kesultanannya adalah Syam al-Dîn al-Sumatrâni. Lihat, Islah Gusmian, Khazanah
Tafsir Indonesia ; dari Heurmeneutika hingga Ideologi Jakarta: Teraju, 2003 h. 54
bahwa teks ini pokoknya berdasarkan Tafsir al-Khâzin dalam Mu‘allim al-Tanzîl, namun
juga menggambarkan tafsiran lain juga, termasuk penafsiran al-Baid âwī.
66
Upaya penafsiran al-Quran secara utuh baru dilakukan pada paruh abad berikutnya. Adalah karya tafsir Tarjumân al-
Mustafīd karya ‗Abd al-Ra‘ûf al-Sinkîli 1615-1693 yang muncul sebagai Tafsir perintis di Indonesia.
67
Riddle dalam telaahnya memberikan kesimpulan tentatif dalam tahun penulisannya, yakni tahun 1675 M.
68
Sebagai tafsir paling konprehensif paling awal, tidak mengherankan kalau karya ini beredar luas di wilayah Nusantara. Bahkan edisi cetaknya dapat ditemukan dikalangan
Melayu sampai ke Afrika Selatan. Cetakan paling awal yang kini masih ada, dicetak abad ke-17 dan awal abad ke-18 M. Yang lebih penting lagi, edisi-edisi tercetaknya tidak
hanya diterbitkan di Singapura, Penang, dan Bombay, tetapi juga di Timur tengah. Di Istanbul karya ini diterbitkan pada tahun 1884 dan 1906 M oleh Mat
ba‘at al- ‘Usmâniyyah dan kemudian hari diterbitkan juga di Cairo dan Mekkah. Edisi terakhirnya
diterbitkan di Jakarta pada tahun 1981.
69
Kenyataan penerbitan demi penerbitan ini mencerminkan bahwa
Tarjumān al-Mustafīd ini adalah sebuah karya yang mempunyai nilai yang sangat tinggi sehingga keberadaannya bisa diterima oleh kalangan yang sangat
luas. Maka pantas, tafsir tersebut dapat bertahan hingga berabad-abad lamanya. Dalam keterangan singkat dan sisipan tafsirnya ia sering mengemukakan
pendapatnya yang didukung oleh hadis dan sedikit pendapat pendahulunya. Di sini
66
Michael R. Feener, ―Notes Towards‖, dalam Studia Islamika, Vol. 5, No. 3, 1998, h. 52-53
67
‗Abd al-Ra‘ûf ibn ‗Ali al-Jâwi al-Fansûri al-Sinkîlī adalah seorang melayu dari Fansur, Singkil modern: Singkel. Tahun 1642 ia pergi ke Arabia dan mempunyai guru spritual dan
mistis Ahmad al-Qusyasyî dan Ibrâhim al-Kuranî sebagai guru intelektualnya. Setelah pulang ke Nusantara ia tidak terjebak dalam pertikaian antara faham keagamaan Hamzah al-Fansûri, Syams
al-dîn al-Sumatrâni dengan Nûr al-dîn al-Ranîri sehingga faham keagamaan yang dianutnya dapat diterima secara luas di nusantara. lihat Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVII
Bandung: Mizan, 1998, h. 189-191
68
Peter Riddlell, ―Earliest Qur‘anic Exegetical activity in the malay-speaking states‖, dalam Archipel, 1989, h. 108-109
69
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII
Bandung: Mizan, 1998, cet ke-4, h. 202-203
mencirikan bahwa penafsirannya yang ditempuh masih bersifat tradisional. Sedangkan teknis penafsirannya mengikuti prosedur Tafsîr Jalâlain. Ia menafsirkan ayat demi ayat
sesuai dengan susunan mushaf ‘Utsmânî. Penjelasannya singkat dan lugas. Motif
kelugasan kalimat didorong oleh kepentingan tafsir ini yang dikhususkan bagi pemula dalam memahami Islam.
Pada abad ke-19 M., muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa Melayu-Jawi, yaitu Kitâb Farâid al-
Qur’ân. Tafsir ini tidak diketahui siapa penulisnya anonim. Ditulis dalam bentuk yang sederhana, dan tampak lebih sebagai artikel tafsir,
sebab hanya terdiri dari dua halaman dengan hurup kecil dan spasi rangkap. Naskahnya masuk dalam sebuah buku koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang diedit oleh Ismâ‗il
ibn ‗Abd al-Mutallib al-Âsyî, Jâm ‘ al-Jawâmi‘ al-Musannafât: Majmû‘, Kitab Karangan
Beberapa Ulama Aceh. Manuskrip buku ini disimpan di perpustakaan Universitas Amsterdam dengan kode katalog: Amst.IT.481922 dan diterbitkan di Bulaq, Mesir.
70
Pada abad ini juga, kita juga bisa menemukan karya tafsir utuh yang ditulis oleh ulama asal Indonesia yakni Syaikh Nawawî al-Bantâni 1815-1897.
71
Tafsir ini berjudul lengkap Marah al-Labîd li Kasyf al-
Ma’na al-Qur’ân al-Majîd atau lebih dikenal dengan Tafsīr al-Munîr yang ditulis di kota Makkah oleh Imam Nawawī sebagai jawaban atas
pemintaan dari beberapa kolegannya. Karya tafsir yang ditulis dengan bahasa Arab ini
70
Gusmian, Khazanah Tafsir Jakarta: Teraju, 2003, h. 54-55
71
Abû ‗Abd al-Mu‘tî Muhammad ibn ‗Umar al-Tanâra al-Bantâni atau lebih dikenal Nawawī al-Bantâni. Ia dilahirkan dikampung Tanara, Serang, Banten. Ia merupakan keturunan
kesultanan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon. Umur 15 tahun ia pergi ke Makkah dan memperdalam ilmu agama disana, dengan gurunya antara lain Syaikh al-
khâtib al-Sambâsi dan Muhammad al-khâtib al-Hambalî. Kemudian ke Mesir dengan gurunya antara lain Syekh Yusuf Sumbulawini dan Syaikh Ahmad Nahrawî. Di Mekkah Ia mengajar di
Masjid al- Harâm, Ma
‗had Nasr al-Ma‘ârif al-Dîniyyah. Lihat Mamat S. Burhanuddin, Hermeuneutik al-
Qur’ān ala Pesantren: Analisis Terhadap Tafsir Marah Labid Karya K.H. Nawawi Banten,
Yogyakarta: UII Press, 2006 h. 19-27. Di Mesir para ulama memberikan gelar kepadanya ―Sayyid ‗Ulama al-Hijāz‖ pemimpin ulama Hizaz. Lihat Didin Hafiduddin, ―Tinjauan
atas ―Tafsīr al-Munīr‖ Karya Imam Muhammad Nawawi Tanara‖ dalam Warisan Intelektual Islam Indonesia
Bandung: Mizan 1987, h. 44