Dasar umum dan sifat fatwa Metode penetapan fatwa

43 Keberadaan metode dalam penetapan fatwa adalah sangat penting, sehingga dalam setiap proses penetapan fatwa harus mengikuti metode tersebut. Sebuah fatwa yang ditetapkan tanpa mempergunakan metodologi, keputusan hukum yang dihasilkannya kurang mempunyai argumentasi yang kokoh. 23 Dan metodenya adalah: a. Sebelum fatwa ditetatapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat para imam mazhab dan ulama yang mu`tabar tentang masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut dalil-dalilnya. b. Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan sebagaimana adanya. c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah dikalangan mazhab, maka, penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara pendapat- pendapat Ulama mazhab melalui metode al- jam`u wa al-taufiq dan jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melaluin metode muqaranah dengan menggunakan kaidah- kaidah Ushul Fiqh muqaran. d. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya dikalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad 23 Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.mui.or.id metode penetapan fatwa. 44 jama’i kolektif melalui metode bayani, ta’lili qiyasi, istihsani, ilhaqi, istishlahi, dan sad al-zari ’ah. e. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum mashalih’ammah dan maqashid al-syari’ah. 24 4 . Format fatwa a. Fatwa dirumuskan dengan bahasa hukum yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. b. Fatwa memuat: 1. Nomor dan judul fatwa 2. Kalimat pembuka basmalah 3. Konsideran yang terdiri atas: a. Menimbang, memuat latar belakang, alasan, dan urgensi penetapan fatwa. b. Mengingat, memuat dasar-dasar hukum adillah al-ahkam c. Memperhatikan, memuat pendapat peserta rapat, para ulama, pendapat para ahli, dan hal-hal lain yang mendukung penetapan fatwa. 4. Diktum, memuat substansi hukum yang difatwakan, rekomendasi, dan atau jalan keluar jika dipandang perlu. 5. Penjelasan, berisi uraian dan analisis secukupnya tentang fatwa. 24 Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. Jakarta: Sekretariat MUI, 2010, h.7. 45 6. Lampiran-lampiran jika dipandang perlu. 25 5 . Kewenangan dan wilayah fatwa b. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan secara umum, terutama masalah hukum fiqh dan masalah aqidah yang menyangkut kebenaran dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia. c. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan seperti tersebut pada huruf a yang menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional atau masalah-masalah keagamaan disuatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain. d. Terhadap masalah yang sudah ada fatwa MUI Pusat, MUI Daerah tidak berhak melaksanakannya. e. Jika karena faktor-faktor tertentu fatwa MUI sebagaimana dimaksud huruf c tidak dapat dilaksanakan, MUI daerah boleh menetapkan fatwa yang berbeda setelah berkonsultasi dengan MUI Pusat. f. Dalam hal belum ada fatwa MUI Pusat, MUI daerah berwenang menetapkan fatwa. g. Khusus untuk masalah-masalah yang sangat musykil dan sensitif, sebelum menetapkan fatwa, MUI Daerah diharapkan terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan MUI Pusat. 26 25 Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. Jakarta: Sekretariat MUI, 2010, h.7. 46 6 . Macam-macam fatwa Fatwa yang dikeluarkan MUI Pusat dibagi menjadi beberapa bidang yaitu: a. Bidang Aqidah dan Aliran Keagamaan b. Bidang Ibadah c. Bidang Sosial dan Budaya d. Bidang Pangan, Obat-obatan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi . 27

7. Fatwa Hukum Merokok

a. Latar belakang dikeluarkannya fatwa merokok Pertama yang namanya Fatwa itu menjawab permasalahan. Ada yang pihak yang bertanya kepada MUI tentang hukum merokok, pihak itu adalah Ikatan Dokter Indonesia IDI dan Lembaga Pengendalian Tembakau Tembakau control. Mereka memberikan data tentang bahaya rokok yang sudah sangat jelas sekali, serta bahaya penanggulangannya juga sangat besar sekali jika dibandingkan dengan cukai rokok itu sendiri. Tetapi jika ada yang menganggap ada pesanan khusus dari pihak asing untuk fatwa merokok, jelas tidak sama sekali, MUI menyadari bahwa ada pihak yang setuju dan tidak setuju berkaitan dengan dikeluarkannya Fatwa Merokok. 26 Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. Jakarta: Sekretariat MUI, 2010, h.7-8. 27 Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.mui.or.id macam-macam fatwa. 47 MUI itu lembaga yang independen, dalam memutuskan a, b, c, atau d berdasarkan kaidah-kaidah keislaman. Mungkin ada pihak yang menginginkan MUI dibawa ke yang haram-haram saja, padahal Fatwa yang berkaitan dengan rokok itu namanya Fatwa Merokok, karena hukum merokok tidak semua haram. 28 Masyarakat mengakui bahwa industri rokok telah memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang cukup besar. Industri rokok juga telah memberikan pendapatan yang cukup besar bagi Negara. Bahkan, tembakau sebagai bahan baku rokok telah menjadi tumpuan ekonomi bagi sebagian petani. Namun disisi yang lain. Merokok dapat membahayakan kesehatan serta berpotensi terjadinya pemborosan dan merupakan tindakan tabdzir. Secara ekonomi penanggulangan bahaya merokok juga cukup besar. 29 Pro-kontra mengenai hukum merokok menyeruak ke publik setelah muncul tuntutan beberapa kelompok masyarakat yang meminta kejelasan hukum merokok. Masyarakat merasa bingung karena ada yang mengharamkan, ada yang meminta pelarangan terbatas, dan ada yang meminta tetap pada status makruh. 28 Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa, Sholahuddin AL-Aiyub, M.Si di Kantor Komisi Fatwa MUI jl. Proklamasi no.51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 3 November 2010 pukul 15.05 wib. 29 Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. Jakarta: Sekretariat MUI, 2010, h.812.