Latar Belakang Masalah Pemanfaatan media dlam mensosialisasikan fatwa merokok pada komisi fatwa majelis ulama indonesia (MUI) PusatFa
2
tatanan tanda-tanda visual dan tekstual yang kompleks yang mempengaruhi pikiran dalam cara yang sepenuhnya berbeda.
2
Ketika gambaran-gambaran tersebut mulai bergerak, seperti dalam film dan televisi, maka kekompleksan representasi semiotik melambung tinggi. Oleh
karena itu, terpisah dari isi, hal ini mengharuskan untuk berpikir kritis dan kreatif tentang media yang di konsumsi, bagaimana media tersebut mempengaruhi
manusia sebagai individu, dan bagaimana media tersebut membentuk budaya dan masyarakat.
Di Indonesia sendiri media massa juga mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini bisa dilihat dari masa ke masa, pada masa orde lama media
massa belum secanggih sekarang, aksesnya pun masih sangat minim dan susah, pada masa orde baru media massa sudah mulai bekembang, tetapi media massa
mendapatkan kontrol yang ketat dari pemerintah, pemberitaan atau tayangan yang beredar harus melalui persetujuan pemerintah, sedangkan pada masa orde
reformasi seperti sekarang ini media massa sangat bebas berekspresi, bahkan banyak yang berasumsi terlalu bebas, akses terhadap media begitu mudah dan
cepat, internet juga semakin dekat dengan masyarakat. Banyak sekali fatwa yang sudah dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia MUI Pusat, dan semua fatwa-fatwa tersebut tentu saja ditujukan untuk kepentingan umat.
Maka, MUI Pusat perlu untuk mensosialisasikan fatwa supaya sampai atau minimal diketahui oleh masyarakat, untuk itu MUI memerlukan
2
Littlejohn, Stephen W, Foss, Karen A. Teori Komunikasi edisi 9, salemba humanika, Jakarta, 2009, h.436.
3
media massa yang bisa secara luas dan cepat menginformasikannya kepada masyarakat. Disinilah peran media massa dibutuhkan, apalagi di era globalisasi
seperti sekarang ini, dimana akses terhadap media lebih terbuka, mudah, dan cepat.
MUI Pusat sangat sadar akan manfaat media massa dalam mensosialisasikan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh lembaganya, walaupun
media selalu menggunakan sudut pandang atau perspektifnya sendiri dalam mengangkat sebuah berita, dan media massa tidak mengambil fatwa MUI secara
utuh. Diinternal MUI sendiri melalui Komisi Informasi dan Komunikasi, mereka memetakan media massa menjadi 3 bagian yaitu, ada media massa yang
cenderung memusuhi bertolakbelakang dengan MUI, ada juga media massa yang bersifat sedikit netral, dan ada juga media massa yang mampu mengakomodasi
keinginan MUI.
3
MUI selalu bermitra dengan media massa, bahkan pada waktu tertentu MUI mulai melakukan penelitian atau pemantauan, seperti siaran pada bulan
Ramadhan, walaupun mereka belum punya tools alat instrument untuk melakukan pemantauan itu selain bulan Ramadhan. Sekarang MUI hanya mampu
melakukan advokasi, misalnya ada tayangan yang meresahkan masyarakat bukan hanya yang menghina simbol ke-Islaman, tetapi juga mengandung unsur mistis
3
Wawancara pribadi dengan WakilSekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al- Aiyub, M.Si. pada hari Rabu, 3 November 2010 pukul14.35 wib.
4
horor dan kekerasan, dalam kasus-kasus seperti ini MUI bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia KPI untuk kemudian ditindaklanjuti.
4
Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pusat beragam dan ada beberapa yang menjadi kontroversi. Padahal menurut MUI fatwa yang mereka keluarkan adalah
jawaban dari permasalahan umat, bukan suatu hal yang sengaja dibikin menjadi kontroversi. Hal ini terjadi dikarenakan media massa tidak secara suka rela
mensosialisasikan fatwa, seperti fatwa merokok, oleh media massa direkayasa menjadi
“Fatwa Haram Merokok”.
Bagaimanapun media
massa memberitakan,
MUI harus
juga berkompromi, karena biasanya media yang satu mengutip satu sisi, media yang
lain mengutip sisi yang berbeda. Yang terpenting minimal masyarakat luas mengetahui fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat, walaupun tidak mengetahui
secara persis apa isinya. Karena dari sini timbul rasa ingin tahu yang lebih besar dan diharapkan masyarakat mencari tahu kebenarannya.
5
Untuk mensosialisasikan fatwa-fatwanya agar diketahui oleh masyarakat secara luas, MUI Pusat tentu saja membutuhkan media massa baik cetak maupun
elektronik, internal dan eksternal, serta media online seperti internet sebagai perantaranya. Sehingga, masyarakat muslim minimal mengetahui fatwa-fatwa
yang dikeluarkan oleh MUI Pusat.
4
Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al- Aiyub, M.Si. pada hari Rabu, 3 November 2010 pukul 14.35 wib.
5
Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al- Aiyub, M.Si. pada hari Rabu, 3 November 2010 pukul 14.30 wib.
5
Dari uraian diatas, mak a penelitian ini diberi judul ”PEMANFAATAN
MEDIA DALAM MENSOSIALISASIKAN FATWA MEROKOK PADA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA MUI PUSAT
”.