Pemanfaatan media dlam mensosialisasikan fatwa merokok pada komisi fatwa majelis ulama indonesia (MUI) PusatFa

(1)

PEMANFAATAN MEDIA DALAM MENSOSIALISASIKAN FATWA MEROKOK PADA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

(MUI) PUSAT

Disusun oleh: UMI LATIFAH NIM : 106051001898

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H/ 2011 M


(2)

ii

Puji dan syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa ilmu, saran-saran dan kritik, maupun dorongan moral serta nasihat yang dirasakan sangat berguna dalam saya menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan dan menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta staf akademik atas kebijakan beliau dalam perkuliahan di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dukungan hingga dalam penyusunan skripsi yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi dengan sebaik mungkin.

3. Drs. Jumroni, M.Si. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Ummi Musyarofah, MA. Sebagai Sekretaris Jurusan Komuinikasi Dan Penyiaran Islam atas ketekunan dalam menasehati dan memotivasi mahasiswa.

5. Drs. Mahmud Djalal, MA. Selaku pembimbing yang sudah meluangkan waktu dan memberikan ilmunya.


(3)

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selama masa kuliah terus memberikan ilmu yang terbaik pada penulis.

7. Sholahudin Al- Aiyub, M.Si. selaku Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI yang sudah meluangkan waktu membantu penulis.

8. Ustadz Irfan Helmi dan Seluruh Pengurus harian MUI yang telah membantu penulis memberikan data dan mengatur jadwal penelitian.

9. Ayahanda Alm. Bapak Nohari dengan kerja keras penuh kesabaran dalam mendidik dan membesarkan penulis. Pesanmu untuk senantiasa menuntut ilmu setinggi mungkin, semampu yang bisa di lakukan. Inilah yang bisa di lakukan sebagai bukti bakti padamu Ayah, sejujurnya kesedihan yang sangat dalam, ingin sekali Ayah bisa melihat saat seperti ini. Buat bunda terimakasih atas ketulusan doa tanpa putus dan kasih sayangmu sepanjang masa mampu membuat untuk senantiasa bersyukur, tegar dan ikhlas dengan segala keterbatasan.

10.Kakanda M. Faozan, adinda menganggapmu bukan sekedar kakak tapi juga sekaligus ayah. Kakanda Khusnul Khotimah, M. Jamaludin, Em. Kharis, Uswatun Khasanah, serta adinda M. Falahi dan Lutfil Hakim, terimakasih untuk kebersamaan dan kasih sayang kalian yang selalu membuat penulis merasa beruntung dan tak henti bersyukur.

11.Edo Permana, yang selalu setia mendampingi penulis, bisa menjadi sahabat, teman, ayah, kakak, adik, bahkan kadang-kadang rival untuk berdebat, terimakasih buat ketulusan dan motivasinya.


(4)

14.Dirut PT. Anup Enterprises Mr Kisin dan Mrs. Anup, terimakasih atas kebijaksanaanya, dari memperbolehkan untuk datang sangat terlambat, sampai sering mengeluarkan surat cuti berkali-kali tanpa potong gaji.

15.Karyawan PT. Anup Enterprises Ibu Eni, Bunda Liya, Mbak Imel, Mbak Irvika Lephianita, Mbak Fika Marisa, dan Kakak Deasy Natalya. Terimaksih buat bantuan dan kesabarannya.

16.Manager Sogo PIM 2 Ibu Ida Mahdi, Supervisor Sogo PIM 2 Ibu Tuti, Supervisor Sogo Plaza Senayan Ibu Mimin dan Ibu Dona, serta seluruh karyawan Home Sogo Departemen Store, terimakasih atas pengertian dan motivasi kalian.

17.Teman- teman KPI dudul, terimakasih buat kerjasama dan kekompakannya.

18.Qiki, Febri, Erza, Ridho, Sabir, Adi, Ica, Wati, Eli, Zaki, dan Erna terimakasih untuk persahabatan kita.

19.Rekan-rekan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terimakasih atas segala pengalaman yang pernah diberikan selama ini, semoga semakin berkembang dan tetap semangat.

20.Seluruh keluarga besar Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) atas segala pengalaman yang tak ternilai dan tak terlupakan, semoga selalu lebih baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak menjadi bahan masukan bagi peneliti guna penyempurnaan atas kerja yang baik dalam penulisan skripsi ini. Akhir kalam, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang memerlukan. Amin!


(5)

Jakarta, 24 Februari 2011


(6)

i

Umi Latifah

Nim 106051001898

PEMANFAATAN MEDIA DALAM MENSOSIALISASIKAN FATWA MEROKOK PADA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) PUSAT

Manusia hidup dalam apa yang disebut oleh Marshal McLuhan “Global Village”, media massa memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia bisa terkoneksi. Dunia yang begitu luas diibaratkan seperti perkampungan, begitu kecil karena kecanggihan media. Media massa merupakan alat sosialisai yang paling efektif karena jangkauannya sangat luas dan aksesnya begitu mudah. Di era globalisasi seperti sekarang media massa tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan informasi, tetapi media massa juga berfungsi sebagai alat propaganda atau pembentukan opini publik, serta berfungsi sebagai alat sosialisasi. Baik oleh individu maupun kelompok, lembaga swasta atau pemerintah. Salah satu lembaga yang memanfaatkan media massa sebagai alat untuk sosialisasi adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), yaitu untuk mensosialisasikan fatwa-fatwanya supaya sampai atau minimal diketahui oleh masyarakat luas.

Dengan analisis deskriptif, peneliti mencoba menggambarkan secara lengkap bagaimana MUI memanfaatkan media massa dalam mensosialisasikan fatwa-fatwanya, Media massa apa saja yang digunakan, apa tujuan MUI mensosialisasikan fatwa terutama fatwa merokok melalui media massa, dan keberhasilan sosialisasi matwa merokok melalui media massa menurut MUI.

Menurut Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, media massa sangat berperan dalam mensosialisasikan Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI, walaupun media massa tidak mengambil Fatwa MUI secara utuh, media massa cenderung menggunakan perspektifnya sendiri dalam sebuah pemberitaan dan MUI tetap bermitra dengan media massa, karena biasanya media yang satu akan mengambil satu sisi, dan media massa yang satuya lagi akan mengambil sisi yang lain. Hampir seluruh media massa di gunakan MUI dalam mensosialisasikan fatwa, MUI memandang efektifitas media massa dalam mensosialisasikan fatwa dari segi segmentasinya. Tujuan MUI mensosialisasikan fatwa terutama fatwa merokok melalui media massa adalah menyampaikan pesan bahwa merokok itu membahayakan jadi lebih baik dihindari. Keberhasilan sosialisasi fatwa merokok melalui media massa menurut MUI bukan karena banyaknya pemberitaan yang ada di media massa, tetapi bagaimana tindak lanjut dari fatwa merokok itu sendiri.


(7)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………. vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...………. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...………... 6

D. Metodologi Penelitian ...………. 7

E. Tinjauan Pustaka...……….. 10

F. Sistematika Penulisan...………... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemanfaatan ...………... 12

B. Pengertian Media ...………. 12

C. Pengertian Sosialisasi ...………... 23

D. Pengertian Fatwa ………. 25

BAB III GAMBARAN UMUM MUI DAN KOMISI FATWA MUI PUSAT A. Profil MUI ……….. 26


(8)

vii FATWA MUI PUSAT

A. Media massa yang digunakan oleh MUI Pusat dalam Mensosialisasikan

Fatwa Merokok ………..……... 54

B. Bagaimana Pemanfaatan Media dalam Mensosialisasikan Fatwa Merokok pada Komisi Fatwa MUI Pusat……….. 59 C. Tujuan MUI Dalam Mensosialisasikan Fatwa Merokok Melalui Media

Massa ………. 62

D. Keberhasilan Sosialisasi Fatwa Merokok Melalui Media Massa

……… 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 68

B. Saran ………... 70

DAFTAR PUSTAKA ………... 71


(9)

(10)

(11)

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Media massa mampu memberikan informasi tentang suatu peristiwa di berbagai belahan dunia, bahkan dalam hitungan detik dengan jangkauan yang sangat luas. Apalagi media mampu mempengaruhi penikmatnya, serta memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan opini publik dan komunikasi massa. Sementara efek komunikasi massa terhadap komunikan bisa terbentuk sesuai dengan keinginan komunikator, tergantung dari bagaimana media massa menyampaikannya. Walaupun komunikan nantinya menerima pesan dengan berbagai macam reaksi, tetapi media massa mampu membentuk opini yang pada akhirnya mewakili pendapat dari kebanyakan komunikan.1

Karya yang disebut Teori Media oleh Ellis benar-benar menarik perhatian pada pengaruh media terhadap masyarakat. Bagaimana sesuatu berubah ketika manusia beralih dari masyarakat lisan ke masyarakat yang menggunakan tulisan? Apa perbedaan mendengarkan secara lisan dan duduk untuk membaca sebuah buku? Bagaimana pula sesuatu berubah lagi ketika manusia dapat menyalakan sebuah kotak listrik untuk melihat gambar-gambar dari seluruh dunia? Jika membaca sebuah novel, akan di jumpai banyak gambaran semiotik yang diciptakan oleh kata-kata, tetapi ketika membaca majalah, akan dijumpai sebuah

1

Diakses pada tanggal 20 Agustus dari http.aurajogja.files.wordpress.com/ Komunikasi Massa.


(13)

2

tatanan tanda-tanda visual dan tekstual yang kompleks yang mempengaruhi pikiran dalam cara yang sepenuhnya berbeda.2

Ketika gambaran-gambaran tersebut mulai bergerak, seperti dalam film dan televisi, maka kekompleksan representasi semiotik melambung tinggi. Oleh karena itu, terpisah dari isi, hal ini mengharuskan untuk berpikir kritis dan kreatif tentang media yang di konsumsi, bagaimana media tersebut mempengaruhi manusia sebagai individu, dan bagaimana media tersebut membentuk budaya dan masyarakat.

Di Indonesia sendiri media massa juga mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini bisa dilihat dari masa ke masa, pada masa orde lama media massa belum secanggih sekarang, aksesnya pun masih sangat minim dan susah, pada masa orde baru media massa sudah mulai bekembang, tetapi media massa mendapatkan kontrol yang ketat dari pemerintah, pemberitaan atau tayangan yang beredar harus melalui persetujuan pemerintah, sedangkan pada masa orde reformasi seperti sekarang ini media massa sangat bebas berekspresi, bahkan banyak yang berasumsi terlalu bebas, akses terhadap media begitu mudah dan cepat, internet juga semakin dekat dengan masyarakat.

Banyak sekali fatwa yang sudah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dan semua fatwa-fatwa tersebut tentu saja ditujukan untuk kepentingan umat.Maka, MUI Pusat perlu untuk mensosialisasikan fatwa supaya sampai atau minimal diketahui oleh masyarakat, untuk itu MUI memerlukan

2

Littlejohn, Stephen W, Foss, Karen A. Teori Komunikasi edisi 9, salemba humanika, Jakarta, 2009, h.436.


(14)

media massa yang bisa secara luas dan cepat menginformasikannya kepada masyarakat. Disinilah peran media massa dibutuhkan, apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana akses terhadap media lebih terbuka, mudah, dan cepat.

MUI Pusat sangat sadar akan manfaat media massa dalam mensosialisasikan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh lembaganya, walaupun media selalu menggunakan sudut pandang atau perspektifnya sendiri dalam mengangkat sebuah berita, dan media massa tidak mengambil fatwa MUI secara utuh. Diinternal MUI sendiri melalui Komisi Informasi dan Komunikasi, mereka memetakan media massa menjadi 3 bagian yaitu, ada media massa yang cenderung memusuhi/ bertolakbelakang dengan MUI, ada juga media massa yang bersifat sedikit netral, dan ada juga media massa yang mampu mengakomodasi keinginan MUI.3

MUI selalu bermitra dengan media massa, bahkan pada waktu tertentu MUI mulai melakukan penelitian atau pemantauan, seperti siaran pada bulan Ramadhan, walaupun mereka belum punya tools (alat/ instrument) untuk melakukan pemantauan itu selain bulan Ramadhan. Sekarang MUI hanya mampu melakukan advokasi, misalnya ada tayangan yang meresahkan masyarakat bukan hanya yang menghina simbol ke-Islaman, tetapi juga mengandung unsur mistis

3

Wawancara pribadi dengan WakilSekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al-Aiyub, M.Si. pada hari Rabu, 3 November 2010 pukul14.35 wib.


(15)

4

(horor) dan kekerasan, dalam kasus-kasus seperti ini MUI bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk kemudian ditindaklanjuti.4

Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pusat beragam dan ada beberapa yang menjadi kontroversi. Padahal menurut MUI fatwa yang mereka keluarkan adalah jawaban dari permasalahan umat, bukan suatu hal yang sengaja dibikin menjadi kontroversi. Hal ini terjadi dikarenakan media massa tidak secara suka rela mensosialisasikan fatwa, seperti fatwa merokok, oleh media massa direkayasa menjadi “Fatwa Haram Merokok”.

Bagaimanapun media massa memberitakan, MUI harus juga berkompromi, karena biasanya media yang satu mengutip satu sisi, media yang lain mengutip sisi yang berbeda. Yang terpenting minimal masyarakat luas mengetahui fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat, walaupun tidak mengetahui secara persis apa isinya. Karena dari sini timbul rasa ingin tahu yang lebih besar dan diharapkan masyarakat mencari tahu kebenarannya.5

Untuk mensosialisasikan fatwa-fatwanya agar diketahui oleh masyarakat secara luas, MUI Pusat tentu saja membutuhkan media massa baik cetak maupun elektronik, internal dan eksternal, serta media online seperti internet sebagai perantaranya. Sehingga, masyarakat muslim minimal mengetahui fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat.

4

Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al-Aiyub, M.Si. pada hari Rabu, 3 November 2010 pukul 14.35 wib.

5

Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al-Aiyub, M.Si. pada hari Rabu, 3 November 2010 pukul 14.30 wib.


(16)

Dari uraian diatas, maka penelitian ini diberi judul ”PEMANFAATAN MEDIA DALAM MENSOSIALISASIKAN FATWA MEROKOK PADA

KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) PUSAT”.

B. Pembatasan dan Perumusan masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini maka, peneliti melakukan pembatasan masalah yaitu:

a. Media yang diteliti adalah media massa terutama media cetak dan media online.

b. Sumber yang diteliti adalah Komisi Fatwa MUI Pusat.

c. Fatwa yang diteliti adalah Fatwa Merokok.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar Belakang Masalah di atas maka penulis merumuskan pokok permasalahannya sebagai berikut:

a. Media massa apa saja yang digunakan MUI dalam mensosialisasikan fatwa merokok ?

b. Bagaimana pemanfaatan media dalam mensosialisasikan fatwa merokok pada komisi fatwa MUI ?

c. Apa tujuan MUI mensosialisasikan fatwa merokok melalui media massa?


(17)

6

d. Apakah sosialisasi fatwa merokok yang dilakukan MUI melalui media massa dinilai berhasil oleh MUI sendiri?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengevaluasi dan mendeskripsikan Bagaimana Komisi Fatwa MUI Pusat memanfaatkan media massa untuk mensosialisasikan Fatwa-fatwanya terutama fatwa merokok, mengetahui media apasaja yang digunakan oleh MUI dalam mensosialisasikan fatwa-fatwanya, dan mengetahui apa tujuan MUI mensosialisasikan fatwa merokok melalui media massa, serta mengetahui bagaimana sosialisasi fatwa merokok melalui media massa dianggap berhasil oleh MUI sendiri.

2. Manfaat Penelitian

a. Teoritis yaitu sebagai sumbangan pemikiran terhadap perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya yang terkait pengembangan media massa.

b. Praktis yaitu sebagai bahan masukan untuk para praktisi atau lembaga terutama MUI dalam memaksimalkan pemanfaatan media.


(18)

D. Metodologi penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang “Pemanfaatan Media Oleh MUI Pusat Dalam Mensosialisasikan Fatwa Merokok” adalah metode penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian analisis deskriptif yaitu penggambaran apa adanya yang selanjutnya akan dianalisis.

Menurut Jalaludin Rakhmat, “metode penelitian deskriptif analisis bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual atau terbaru secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memberikan kondisi, praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.” 6

Penulis memahami bahwa analisis deskriptif adalah sebuah cara yang digunakan untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasi masalah dalam memproses data yang bertujuan untuk membuat perbandingan atau evaluasi terhadap fakta yang sudah terjadi. Oleh karena itu, penulis menilai metode deskriptif analisis merupakan metode yang tepat dalam penelitian ini, karena penulis ingin meneliti dan mengamati bagaimana “Pemanfaatan Media Oleh MUI Pusat Dalam

6


(19)

8

Mensosialisasikan Fatwa Merokok” dengan mendeskripsikan secara obyektif, sistematis, dan kualitatif.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Pada penelitian ini penulis menentukan subyek penelitiannya adalah Komisi Fatwa MUI Pusat dan objek dari penelitian ini adalah Fatwa Merokok.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekretariat MUI Pusat, Jl. Proklamasi no.51 Menteng, Jakarta Pusat. Dimulai bulan Juli hingga November 2010, dari pengurusan perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara incidental ( sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data).

4. Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan penelitian skripsi ini, yaitu :

1. Library Research, yaitu penelitian kepustakaan, di mana di dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari literatur dan mempelajari buku-buku petunjuk teknis serta teori-teori yang dapat di gunakan sebagai bahan penelitian skripsi ini.

2. Field Work Research, yaitu penelitian langsung ke lapangan : a. Wawancara


(20)

Merupakan suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (narasumber). Teknik wawancara yang dimaksud adalah dengan melakukan wawancara langsung kepada Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat untuk memperoleh data yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan kegiatan pengumpulan data yang di lakukan untuk mendapatkan data sekunder berupa arsip atau dokumen, dan karya ilmiah yang relevan dengan penelitian ini. Adalah juga merupakan kegiatan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan lain sebagainya.7

5. Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah dengan cara mendeskripsikan (menggambarkan) sejumlah variabel yang berkenaan dengan unit yang diteliti.8 Penelitian ini hanyalah memaparkan situasi dan peristiwa, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.9

7

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian,h.188. 8

H. Syamsir Salam,MS, Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial, h.13-14. 9


(21)

10

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan peneliti di perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, penulis menginventarisir beberapa penelitian sejenis dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dan penelitian yang sejenis itu berjudul” Pemanfaatan Jejaring Sosial Facebook Dikalangan Ulama Muda di DKI Jakarta” oleh Nurkholilah (205051000468). Tetapi metodologi penelitian dan teori yang digunakan oleh peneliti berbeda dengan penelitian sebelumnya, penulis sebelumnya menggunakan metode menelitian kuantitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif isi dari penelitian yang penulis buat juga sangat berbeda dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.

Penulis menggunakan Teori Uses and Grativication yang dikemukakan oleh beberapa pendapat tokoh diantaranya yang dikemukakan oleh Denis McQuail dalam bukunya Mass Communictin Theory (1987), dan buku yang ditulis oleh Stephen W. Littlejohn yang diberi judul Thoeris of Human Communication edisi 9 (2009). Sedangkan peneliti sebelumnya sama sekali tidak menggunakan teori uses and grativication.

F. Sistematika Penulisan

Teknik penulisan berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Thesis dan Disertasi UIN, Terbitan Ceqda 2007. Agar penulisan skripsi ini juga teratur secara sistematis, penulis membagi pembahasan menjadi 5 bab, masing-masing bab terdiri dari sub bab, yaitu:


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi : Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan, dan Tinjauan Pustaka.

BAB II KAJIAN TEORI

Membahas, Pengertian Pemanfaatan, Pengertian Media, Pengertian Sosialisasi dan Fatwa Merokok.

BAB III GAMBARAN UMUM

Berisi tentang Profil MUI Pusat dan Komisi Fatwa MUI Pusat, terdiri dari Sejarah, Visi, Misi, serta Struktur kepengurusan MUI pusat dan Komisi Fatwa MUI Pusat.

BAB IV ANALISIS PEMANFAATAN MEDIA DALAM

MENSOSIALISASIKAN FATWA MEROKOK PADA KOMISI FATWA MUI PUSAT

Bab ini berisi tentang analisis deskriptif pemanfaatan media oleh MUI Pusat dalam mensosialisasikan Fatwa Merokok, Media massa apa saja yang digunakan MUI dalam mensosialisasikan Fatwa Merokok, Tujuan MUI mensosialisasikan Fatwa Merokok melalui media massa dan Keberhasilan Sosialisasi Fatwa Merokok melalui media massa.

BAB V PENUTUP


(23)

12 BAB II

LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah kata imbuhan yang berasal dari kata dasar manfaat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia secara harfiah berarti guna, faedah.1 Sedangkan pemanfaatan adalah proses, cara atau perbuatan memanfaatkan. Dan pemanfaatan media adalah proses, cara atau perbuatan memanfaatkan media untuk kepentingan tertentu.

B. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar sarana. Menurut Denis Mcquail dalam bukunya Mass Communication Theory (1987), media adalah windows

(memungkinkan kita melihat dunia sekitar), Interpreters (membantu memahami dunia), Platforms/Carriers (membawa informasi), Interactive communication (melingkupi umpan balik/feedback dari publik), Signposts

(menyediakan petunjuk dan arah), Mirrors (merefleksikan diri sendiri),

Barriers (memblokade kebenaran).2

1. Uses and Gratifications

Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg digunakan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 710-711. 2


(24)

massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications

mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?”.3

Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa.4

Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa hanya dianggap sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun

3

Mcquail, Dennis. Mass Communication Theory, second edition. h.388. 4


(25)

14

1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar.

Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membaca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian.5

Melalui interaksi dengan media dan observasi terhadap orang lain, seseorang belajar ekspektasi tentang konsekuensi dari penggunaan media yang membentuk tingkah laku mereka. Hasil positif seperti belajar hal baru, seseorang dengan sendirinya akan dapat membedakan mana yang baik dan buruk, serta melakukan suatu aksi untuk menghindari diri mereka dari media yang merugikan dan membosankan. Khalayak membaca dan menginterpretasikan teks yang disajikan media melalui cara yang aktif.

Beberapa khalayak mungkin menerima makna yang diberikan oleh media. Tetapi, beberapa khalayak lainnya menggunakaan ide dan

5


(26)

pengalaman mereka untuk menegoisasikan makna mereka sendiri, bahkan beberapa dari mereka menentang makna yang ingin disampaikan media. Oleh karenanya penonton dianggap sebagai penonton yang aktif,bukan pasif.6

Sosial presence atau kehadiran sosial adalah derajat dimana komunikasi melalui media memiliki tingkat sosial yang sama dengan komunikasi tatap muka. Efek media merupakan dampak dari kehadiran sosial yang dimiliki media dimana menyebabkan perubahan dipengetahuan, sikap dan tingkah laku kita yang merupakan hasil dari menggunakan media.

Para pengiklan telah menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk memuat iklan mereka di media, baik iklan yang bersifat komersil atau politis. Namun, iklan tersebut secara langsung hanya mempengaruhi beberapa persen dari khalayak. Mereka yang biasanya terpengaruh oleh iklan adalah mereka yang secara relatif tidak mengetahui informasi atau tidak tertarik dengan produk tersebut. Pengaruh interpersonal dan persepsi selektiflah yang mempengaruhi khalayak untuk mengurangi dampak dari iklan.

Media baik secara langsung atau tidak telah mempengaruhi sikap kita dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari pembentukan sikap

6

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.wonosari.4umer.com/


(27)

16

antisocial, prososial, sampai memperbesar jarak sosial. Perkembangan teknologi komunikasi semata-mata tidak hanya memberikan perubahan yang positif tapi juga negatif.7

Meskipun setiap individu atau kelompok memang memiliki dunia persepsi dan pengalaman yang unik, namun mereka memerlukan kadar persepsi yang sama terhadap realitas tertentu sebagai prasyarat kehidupan sosial yang baik. Sehubungan dengan itu, sumbangan media massa dalam menciptakan persepsi demikian mungkin lebih besar daripada institusi lainnya.

2. Jenis-Jenis Media Massa

Marshal McLuhan membagi media massa dibagi menjadi 2 jenis yaitu, media massa tradisional (media klasik) dan media massa modern (media baru).8

Ada juga yang membagi menjadi media cetak dan media elektronik.Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa dimana terdapat ciri-ciri seperti:

a. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan.

7

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.wonosari.4umer.com/ penggunaan dan efek media_massa.

8

Littlejohn, Stephen W, Foss, Karenn A. Teori komunikasi, edisi 9. (Jakarta: Salemba Humanika,2009), h.410-413.


(28)

b. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.

c. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.

d. Interaksi antara sumber berita dan penerima sama. 1. Macam-Macam Media Massa Tradisional

a. Surat Kabar

Pada masa Orde Lama fungsi surat kabar adalah: 1) Sebagai corong pemerintah

2) Menumbuhkan semangat

3) Sebagai partisan: media yang membawa misi partai-partai tertentu

Pada masa Orde Baru surat kabar berfungsi untuk: 1) Menyampaikan pesan pembangunan

2) Mencerdaskan kehidupan bangsa

Pada masa Orde Reformasi fungsi surat kabar adalah: 1) Sebagai alat kontrol social

2) Sarana pendidikan dan Menyampaikan informasi Karakteristik dari surat kabar adalah:

1) Publisitas : penyebaran pesan kepada public 2) Periodesitas : keteraturan terbit


(29)

18

3) Universalitas : menyampaikan pesan yang beragam, dapat diakses secara umum.9

b. Majalah

Karakteristik majalah sebagai berikut:

1) Penyajiannya lebih mendalam karena periodesitasnya lama sehingga pencarian informasi lebih leluasa dan tuntas

2) Nilai aktualitas lebih lama karena dalam membaca majalah tidak pernah tuntas sekaligus

3) Gambar/foto lebih banyak, desain bagus, kualitas kertas bagus

4) Cover sebagai daya tarik

5) Bersifat segmented, berdasarkan segmen pasar tertentu contohnya: majalah anak-anak, ibu-ibu rumah tangga, pria, wanita.

c. Radio

Kekuatan-kekuatan Radio

1) Daya langsung: kesempatan siaran relatif cepat

2) Daya tembus: daya tembus jarak dan ketinggian, semakin tinggi ketinggian maka dapat menjangkau khalayak yang lebih luas, dapat menembus ketidakmampuan khalayak yang tidak dapat membaca, sarana tidak rumit, modal dan teknologi lebih kecil

9

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari aurajogja.files.wordpress.com/ jenis media massa.


(30)

3) Daya tarik: suara/kata-kata, suara penyiar bagus belum tentu 4) wajah penyiarnya cantik sehinga membawa dampak

imajinasi. Musik dialog diselingi musik. sound effect 5) Karakteristik Radio

6) Auditori: media audio/media dengar

7) Imajinatif: merangsang imajinasi pendengaranya

8) Akrab: penyiar seolah-olah berada di dekat kita/berbicara dengan kita contohnya: Sambil masak, menyetrika

9) Gaya percakapan: karena akrab dan intim maka gaya percakapan gaul, lugas

10) Aktualitasnya tinggi: ketika peristiwa terjadi dapat langsung disiarkan dan interaktif

11) Sifatnya santai: karena pengaruh gaya bahasa 12) Praktis: dari segi fisik kecil seperti Hp, flashdisk

13) Fleksibel: Sonora sehari penuh menyiarkan berita gempa 14) Tidak terdokumentasi karena tidak ada gambar

15) Sulit untuk menyampaikan hal-hal yang sifatnya kompleks karena dibatasi durasi waktu sehingga yang disampaikan adalah hal-hal yang ringan

16) Audiens heterogen: audiens personal, pribadi, audiens selektif.

d. Televisi


(31)

20

1) Audiovisual (audio-visual= dengar-lihat)/gambar bergerak 2) Berfikir dalam gambar: komunikator harus mampu

menyampaikan ide/gagasan melalui visualisasi (kata-kata) 3) Mengatasi audiens yang buta huruf & tuna rungu

4) Pengoperasian lebih kompleks 5) Dibatasi oleh waktu

6) Metode penyajian variatif: macam-macam siaran dan interaktif.

e. Film (layar lebar) Karakteristik

1) Layar luas: jelas, nyaman, 3 dimensi

2) Pengambilan gambar (shoot) bisa dari jauh (menyeluruh) dengan tujuan memberi kesan artistik dan menggambarkan suasana yang susungguhnya.

3) Audiens konsentrasi penuh

4) Identifikasi psikologis: seolah-olah menyamakan pribadi dengan salah satu pemeran film itu

5) Karena pengambilan gambar yang artistik maka nilai seninya tinggi.10

10

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.aurajogja.files.wordpress.com/ jenis media massa.


(32)

2. Macam-Macam Media Massa Modern

Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular yang disebut media massa modern. Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti:

a. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui short message service (SMS) atau internet

misalnya)

b. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual

c. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu d. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam e. Penerima yang menentukan waktu interaksi.11

3. Peran dan Fungsi Media Massa

Menurut Harrold Lasswell media massa berfungsi sebagai berikut:

a. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.

11

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.Id.wikipedia.org/ macam-macam media massa.


(33)

22

b. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.

c. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.

d. Fungsi hiburan (entertainment).12

Menurut Melvin De Fleur media massa mempunyai fungsi sebagai berikut:

1) Fungsi Informasi (Surveillance Functions) 2) Fungsi Agenda Setting (Set Agendas)

3) Fungsi Penghubung antar kelompok dalam masyarakat (Connect)

4) Fungsi Pendidikan (Educate) 5) Fungsi Mempengaruhi (Persuasi) 6) Fungsi Menghibur (Entertainment).13

4. Karakteristik Media Massa:

a. Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak.

b. Universalitas, yakni pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa diberbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).

12

Bryson, L. The Communication of ideas. h.37. 13

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.aurajogjafiles.wordpress.com/ Peran dan Fungsi media massa


(34)

c. Periodesitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari.

d. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus menerus sesuai dengan periode mengudara atau jadwal terbit.

e. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik.14

5. Kekuatan media massa

a. Menarik dan mengarahkan perhatian public b. Membujuk (opini&kepercayaan)

c. Mempengaruhi sikap

d. Membentuk pengertian realitas e. Memberi status dan legitimasi

f. Memberi informasi secara cepat dan luas

C. Pengertian Sosialisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosialisasi adalah upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat.15 Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup,

14

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.Id.wikipedia.org/ karakteristik media massa.

15

Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3 Cet1. ( Jakarta: Balai Pustaka,2001), h.1085.


(35)

24

nilai, dan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya.

Ada juga yang berpendapat bahwa sosialisasi adalah usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik publik (milik negara), proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya. Pendapat lain mengemukakan sosialisasi adalah upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat (pemasyarakatan).

Yang beredar dalam masyarakat pengertian sosialisasi adalah proses pemberitahuan, pengumuman secara besar-besaran, mengabarkan pada khalayak ramai tentang sesuatu yang mendesak, sesuatu yang harus segera diketahui khalayak. Medianya bisa bermacam-macam seperti, seminar, iklan, pemberdayaan di media cetak maupun elektronikjuga poster-poster di pinggir jalan.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian sosialisasi:

1. Charlotte buhler mengatakan, sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.

2. Menurut peter berger dan Paul B. Horton, sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam


(36)

masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.

3. Soerjono Soekanto berpendapat, sosialisasi adalah suatu proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.16

D.Pengertian Fatwa

Fatwa berasal (dari bahasa Arab ), artinya تفnasihat, petuah, jawaban

atau pendapat. adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya. Fatwa dikeluarkan oleh Majelia Ulama Indonesia (MUI) sebagai suatu keputusan tentang persoalan ijtihad guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat islam diindonesia.17

Dalam Kamus Ilmiah Populer Fatwa berarti anjuran, nasehat, keputusan atau ketetapan, penjelasan (jawaban) dari para ulama (fukaha) tentang hal yang berhubungan dengan ajaran atau pelaksanaan hukum-hukum islam.18

16

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.Id.wikipedia.org/sosialisasi.

17

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.mui.org.fatwa. 18


(37)

26 BAB III

GAMBARAN UMUM MUI DAN KOMISI FATWA MUI PUSAT

A.Profil MUI

1. Sejarah MUI

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada, tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.

Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.1

1

Karni, Asrori S, Helmy, Mustafa, Thaha, Amadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 9-10.


(38)

Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah "PIAGAM BERDIRINYA MUI", yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.

Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penajajahan dan perjuangan kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat.

Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia.2

2

Karni, Asrori S, Helmy, Mustafa, Thaha, Amadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 9-10.


(39)

28

Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya, umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan.

Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.3

Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu'ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta'ala; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan

3


(40)

nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:

1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya) 2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)

3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)

4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid

5. Sebagai penegak amar ma'ruf dan nahi munkar. 20 tahun Majelis Ulama Indonesia.4

Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah

4

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 11-13.


(41)

30

meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.5

Majelis Ulama Indonesia bertujuan mengamalkan ajaran Islam untuk ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridlhoi Allah SWT dalam Negara Republik Indobesia yang berdasarkan Pancasila.6

2. Visi dan Misi

a. Visi

Visi MUI adalah terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridho dan ampunan Allah SWT (baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas

(khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan islam dan kaum muslimin (izzul islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil `alamin).7

b. Misi

1. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah),

5

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 11-13.

6

Projokusumo, dkk. 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia. (Jakarta: MUI, 1995), hal. 37-38.

7

Karni, Asrori S, Helmi, Mustafa, Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa. (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 277-278.


(42)

sehingga mampu mengarahkan dan membina umat islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah;

2. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma`ruf nahi munkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan;

3. Mengembangkan Ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indinesia.8

3. Struktur Kepengurusan

a. Dewan Pelindung

Pelindung berfungsi memberikan perlindungan dan bimbingan kepada Majelis Ulama Indonesia dalam melaksanakan usahanya masing-masing. Pelindung Majelis Ulama Indonesia adalah Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pelindung Majelis Ulama Indonesai Daerah Tingkat 1 adalah Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat 1 dan Pejabat lain yang dianggap perlu, Tingkat 11 adalah Bupati/ Walikota Kepala Daerah Tingkat 11 dan Pejabat lain yang dianggap perlu.9

8

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 277-278.

9


(43)

32

b. Dewan Penasehat MUI

Dewan Penasehat MUI sebelumnya bernama Dewan Pertimbangan MUI, Dewan Pertimbangan MUI baik tingkat nasional maupun daerah berfungsi memberikan pertimbangan, nasehat, bimbingan dan bantuan kepada Dewan Pimpinan MUI sesuai dengan tingkatannya maing-masing dan keputusan-keputusan Munas.

Susunan Dewan Pertimbangan MUI terdiri dari:

1. Ketua Dewan Pertimbangan yang dijabat secara ex officio oleh Menteri Agama

2. Anggota Dewan Pertimbangan yang dijabat secara ex officio.

Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majekis Ulama Indonesia (MUI) No. Kep-35/MUI/2010 tentang Susunan Pengurus Antar Waktu Dewan Pimpinan, Anggota Pleno dan Komisi-Komisi MUI Masa Bakti 2009-2010. Dewan penasehat MUI Pusat beranggotakan 45 orang, terdiri dari 1 Ketua, 3 Wakil Ketua, dan 41 anggota.10

c. Dewan Pimpinan

Dewan Pimpinan MUI melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Rapat Kerja Nasional, Rapat Pengurus Paripurna dan Keputusan-keputusan MUI lainnya dengan

10

Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.26.


(44)

memperhatikan pertimbangan, nasihat dan bimbingan Dewan Pertimbangan MUI. Dewan Pimpinan MUI menjalankan tugas dan fungsinya secara kolektif. Susunan Dewan Pimpinan MUI terdiri dari: 1. Ketua umum dan Ketua-ketua, 2. Sekretaris Umum dan sekretaris-sekretaris, 3. Bendahara, 4. Anggota-anggota yang terdiri dari unsur-unsur ulama, umara (pemerintah), zu`ama (cendekiawan dan tenaga ahli), organisasi dan lembaga islam, wanita dan pemuda.11

d. Dewan Pimpinan Harian

Pimpinan harian MUI berfungsi melaksanakan tugas Dewan Pimpinan MUI sehari-hari dan bertanggung jawab kepada dewan pimpinan. Tugas Dewan Pimpinan Harian adalah memimpin dan melaksanakan kegiatan MUI sehari-hari, member pengarahan kepada komisi-komisi dan menerima usul-usul dari komisi-komisi, mengadakan kerjasama dalam pembangunan dengan pemerintah dan mengadakan konsultasi serta informasi secara timbal balik, mengadakan kerjasama dengan organisasi dan lembaga islam dalam memberikan bimbingan dan tuntunan serta pengayoman pada masyarakat khususnya umat Islam, serta mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik; dan mengadakan kerjasama dengan organisasi dan lembaga lainnya dalam pembangunan, menyiapkan bahan-bahan musyawarah dan rapat kerja MUI.

11


(45)

34

Pimpinan harian MUI terdiri dari, ketua umum, ketua-ketua, sekretaris umum dan sekretars-sekretaris, dan bendahara. Pimpinan harian mengadakan pembagian tugas dalam melaksanakan tujuan dan usaha secara kolegial: ketua umum memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi dewan pimpinan MUI sehari-hari, ketua-ketua membantu ketua umum dan memimpin sidang-sidang komisi-komisi, sekretaris umum membantu ketua umum dan para ketua serta memimpin administrasi MUI, sekretaris-sekretaris membantu sekretaris umum, bendahara-bendahara membantu ketua umum dan para ketua untuk memimpin administrasi keuangan.12 Berikut ini susunan Dewan Pimpinan Harian:

Ketua Umum : Dr. KH. M. A. Sahal Mafhudh

Wakil Ketua Umum : Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin

Ketua. : Prof. Dr. H. Umar Shihab

Ketua : Prof. Drs. KH. Asmuni Abdurrahman

Ketua : KH. Ma`ruf Amin

Ketua : DR. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA

Ketua : Drs. H. A. Nazri Adlani

Ketua : Drs. H. Amidhan

Ketua : Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, MA

Ketua : KH. A. Cholil Ridwan, Lc.

Ketua : Prof. Dr. Hj. Khuzaemah T. Yanggo

12


(46)

Ketua : Dr. Hj. Tuti Alawiyah

Ketua : Prof. Dr. H. Amir Syarifudin

Sekretaris Umum : Drs. H. M. Ichwan Sam

Sekretaris : Dr. H. Amrullah Ahmad, S. Fil.

Sekretaris : Dr.H. Anwar Abbas, MM

Sekretaris : Drs. H. Zainut Tauhid Saadi

Sekretaris : Dra.Hj. Welya Safitri, M.Si

Bendahara : Dra. Hj. Juniwati T. Masjchun Sofwan

Bendahara : dr. H. Fahmi Darmawansyah, MM

Bendahara : Drs. H. Achmad Junaidi.13

e. Komisi-komisi

Dalam melaksanakan kegiatannya, Dewan Pimpinan membentuk Komisi-komisi untuk membahas, menelaah, merumuskan dan menyampaikan usul-usul kepada Dewan Pimpinan sesuai dengan bidang masing-masing. MUI dalam kinerjanya, komisi-komisi terdiri dari:

1. Komisi Fatwa

2. Komisi Ukhwah Islamiyah

3. Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat 4. Komisi Pendidikan dan Kaderisasi

13

Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.27.


(47)

36

5. Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat 6. Komisi Informasi dan Komunikasi

7. Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga 8. Komisi Hukum dan Perundang-undangan 9. Komisi Pengkajian dan Penelitian

10. Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama 11. Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam

12. Komisi Kerjasama Luar Negeri dan Kerjasama Internasional.14 f. Lembaga-lembaga

Selain Pelindung, Dewan Penasehat, Dewan Pimpinan, Dewan Pimpinan Harian, dan Komisi-komisi, MUI juga mempunyai Lembaga-Lembaga yaitu:

1. DSN ( Dewan Syariah Nasional) MUI 2. LP-POM MUI

3. BASYARNAS.15

14

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.mui.or.id/ lembaga-lembaga MUI.

15

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa. h.157.


(48)

B. Profil Komisi Fatwa

1. Sejarah Komisi Fatwa

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia merupakan salah satu bagian didalam organisasi MUI yang tugas utamanya membahas dan menetapkan fatwa, baik tentang masalah keagamaan (masail diniyyah), masalah sosial-keagamaan kontemporer (masaildiniyyah ijtima`iyyah wagi`iyyah mu`ashirah), dan masalah kehalalan produk makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan.

Masalah keagamaan meliputi masalah aqidah (aliran paham keagamaan yang menyimpang, masalah ritual keagamaan, dan masalah yang terkait dengan pernikahan. Masalah sosial-keagamaan kontemporer meliputi permasalahan actual yang muncul ditengah mayarakat yang terkait dengan perkembangan science dan teknologi, kedokteran dan medis, serta isu-isu sosial-kemasyarakatan yang membutuhkan fatwa, permasalahan yang terkait dengan peraturan perundangan.16

Dalam setiap pengambilan keputusan fatwa, komisi fatwa memiliki mekanisme dan prosedur penetapan fatwa sesuai dengan masalah yang dibahas. Fatwa yang berkaitan dengan masalah aqidah (aliran dan paham keagamaan yang menyimpang), terlebih dahulu dilakukan penelitian dan pengkajian oleh Komisi Pengkajian bersama dengan Komisi Fatwa

16

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa. h.129-130.


(49)

38

terhadap ajaran dan praktek keagamaan dari aliran yang dikaji. Hasil penelitian dan pengkajian selanjutnya dilaporkan ke Sidang Komisi Fatwa untuk dibahas dan diputuskan Fatwanya. Tidak semua hasil kajian terhadap sebuah aliran/paham keagamaan diputuskan fatwanya, jika aliran tersebut bersedia untuk dibina dan dibimbing maka dilakukan pembinaan dan bimbingan.17

Fatwa berkaitan dengan masalah sosial-keagamaan kontemporer dilakukan dengan cara menghadirkan dan mendengarkan terlebih dahulu penjelasan dari pihak-pihak yang terkait masalah fatwa, baik dari unsur masyarakat, lembaga-lembaga profesi, lembaga-lembaga sosial maupun lembaga Negara. Selain itu, jika diperlukan komisi fatwa juga akan memanggil para ahli di bidang masalah yang tengah dibahas. Setelah dilakukan kajian dan penelaahan dari pihak-pihak terkait dan ahli, barulah sidang komisi fatwa digelar untuk menghasilkan keputusan fatwa digelar untuk menghasilkan keputusan fatwa yang lebih objektif dan komprehensif.

Fatwa yang berkaitan dengan masalah Makanan, Minuman, Obat-obatan dan Kosmetik dilakukan bersama LP POM MUI. Sebelum dibahas oleh Komisi Fatwa, sebuah produk diteliti/diaudit terlebih dahulu oleh LP POM MUI, baik dari sisi bahan buku, bahan tambahan, dan bahan penolongnya, serta dari sisi proses produksi. Selanjutnya hasil audit

17

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa. (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h.129-130.


(50)

dituangkan dalam berita acara yang kemudian menjadi bahan bagi Komisi Fatwa untuk menetapkan status hukumnya.

Dalam proses penetapan fatwa produk halal, tidak jarang memerlukan penjelasan lebih dalam dari tenaga ahli LP POM MUI, khususnya terkait dengan bahan baku yang dianggap “kritis”, artinya yang diduga kuat tidak halal menurut kajian fiqih. Setelah semuanya, baik bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong, serta proses produksi diyakini telah sesuai dengan ketentuan syara`, maka sebuah produk difatwakan halal, yang kemudian dikeluarkan sertifikat halal untuk produk tersebut. Sertifikat halal sebagaimana dimaksudkan mempunyai masa berlaku selama dua tahun.18

Komisi Fatwa MUI dalam memutuskan sebuah fatwa mempunyai metode dan sistem penetapan fatwa, yang menjadi panduan dalam menetapkan fatwa. Metode dan sistem penetapan fatwa ini mengikat bagi komisi fatwa MUI semua tingkatan, sehingga ada keseragaman dalam proses, sistem dan metodologi penetapan fatwa di komisi fatwa MUI semua tingkatan.

Kegiatan utama Komisi Fatwa adalah rapat-rapat membahas draft fatwa. Rapat komisi fatwa, selain dilaksanakan secara rutin setiap hari sabtu, terkadang juga diselenggarakan pada hari rabu atau kamis. Dengan

18

Karni Asrori S, Helmi, Mustafa Thaha, Ahmadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa. (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h.129-130.


(51)

40

demikian, frekuensi komisi fatwa tidak kurang dari 6 kali pada setiap bulan. Sebagian hasil (notulen, keputusan) rapat-rapat tersebut telah dilaporkan secara tertulis, tidak lama sesudah rapat berlangsung, kepada Pimpinan MUI melalui sekretaris.

2. Mekanisme Kerja Komisi Fatwa

a. Mekanisme Kerja Pimpinan Komisi Fatwa dan Sistem Prosedur Surat Menyurat.

1. Pimpinan bersifat kolektif dengan asas kebersamaan

2. Untuk menangani masalah yang bersifat khusus, pimpinan dapat membentuk Tim Khusus/ Pokja yang bersifat ad hoc.

3. Beberapa masalah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada point b antara lain; (i) penyelesaian fatwa atas masalah-masalah yang tertunda; (ii) kompilasi dan pembukuan himpunan fatwa; (iii) kompilasi, verifikasi dan pembukuan hasil ijtima ulama I dan II; (iv) sosialisasi fatwa yang dibutuhkan masyarakat.

4. Surat-surat yang masuk ke komisi fatwa atau ke Pimpinan MUI yang diteruskan ke Komisi Fatwa didisposisi oleh Ketua Komisi. Jika Ketua berhalangan, didisposisi oleh pimpinan yang lain. 5. Dalam tindak lanjut surat-surat, sekretaris dan wakil sekretaris

sesuai pembidangannya menyiapkan administrasi, termasuk penjadwalan rapat-rapat, dan penentuan nara sumber/draft acuan.19

19


(52)

6. Sekretaris/Wk. Sekretaris juga bertanggung jawab dalam menghasilkan notulasi, kesimpulan, dan/atau rumusan akhir draft fatwa, yang harus diselesaikan selambat-lambatnya tiga hari setelah berakhirnya rapat.

7. Ketetapan tentang suatu Fatwa MUI ditandangani oleh Ketua dan Sekretaris, dengan mengikuti ketentuan pada pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI.

8. Ketetapan fatwa/keputusan komisi fatwa harus disampaikan kepada Dewan Pimpinan Harian MUI dalam waktu sesingkat mungkin sebelum dipublikasikan kepada masyarakat.

9. Surat Komisi Fatwa ke Dewan Pimpinan MUI ditandanganai oleh Ketua dan Sekretaris atau pimpinan yang membidangi.20

b. Pembidangan Pimpinan Komisi Fatwa

1. Bidang I : Aqidah, Ibadah dan Aliran Keagamaan 2. Bidang II : Sosial dan Budaya

3. Bidang III : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 4. Bidang IV : Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika.21

Pembidangan tugas tersebut di bawah koordinasi Ketua Komisi Fatwa. c. Penugasan mewakili Komisi Fatwa.

1. Setiap tugas untuk mewakili Komisi Fatwa harus sepengetahuan Ketua Komisi Fatwa.

20

Berdasarkan Rapat Pengurus Komisi Fatwa MUI tgl 3 September 2009. 21


(53)

42

2. Setiap penugasan mewakili Komisi Fatwa dilaporkan hasilnya kepada pimpinan Komisi Fatwa secara tertulis.

3. Penugasan dimaksud pada point a didasarkan pada (i) kompetensi dan keahlian; (ii) keadilan proporsional.

2. Dasar umum dan sifat fatwa

a. Penetapan fatwa didasarkan pada al-Quran, sunnah (hadis), ijma’ dan qiyas serta dalil lain yang mu’tabar.

b. Aktifitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang dinamakan komisi fatwa.

c. Penetapan fatwa bersifat responsive, proaktif, dan antisipasif.22

3. Metode penetapan fatwa

Fatwa dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan kebekuan dalam perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang dalam penetapannya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan (an-nushush

as-syari’iyah) menghadapi persoalan serius ketika berhadapan dengan permasalahan yang semakin berkembang yang tidak tercover dalam nash-nash keagamaan. Nash-nash keagamaan telah berhenti secara kuantitasnya, akan tetapi secara diametral permasalahan dan kasus semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman.

22Ma’

ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.5.


(54)

Keberadaan metode dalam penetapan fatwa adalah sangat penting, sehingga dalam setiap proses penetapan fatwa harus mengikuti metode tersebut. Sebuah fatwa yang ditetapkan tanpa mempergunakan metodologi, keputusan hukum yang dihasilkannya kurang mempunyai argumentasi yang kokoh.23 Dan metodenya adalah:

a. Sebelum fatwa ditetatapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat para imam mazhab dan ulama yang mu`tabar tentang masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut dalil-dalilnya.

b. Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan sebagaimana adanya.

c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah dikalangan mazhab, maka, penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara pendapat- pendapat Ulama mazhab melalui metode al-jam`u wa al-taufiq dan jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melaluin metode muqaranah dengan menggunakan kaidah- kaidah Ushul Fiqh muqaran.

d. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya dikalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad

23

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.mui.or.id/ metode penetapan fatwa.


(55)

44

jama’i (kolektif) melalui metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sad al-zari’ah.

e. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih’ammah) dan maqashid al-syari’ah.24

4. Format fatwa

a. Fatwa dirumuskan dengan bahasa hukum yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.

b. Fatwa memuat:

1. Nomor dan judul fatwa 2. Kalimat pembuka basmalah

3. Konsideran yang terdiri atas:

a. Menimbang, memuat latar belakang, alasan, dan urgensi penetapan fatwa.

b. Mengingat, memuat dasar-dasar hukum (adillah al-ahkam)

c. Memperhatikan, memuat pendapat peserta rapat, para ulama, pendapat para ahli, dan hal-hal lain yang mendukung penetapan fatwa.

4. Diktum, memuat substansi hukum yang difatwakan, rekomendasi, dan atau jalan keluar jika dipandang perlu.

5. Penjelasan, berisi uraian dan analisis secukupnya tentang fatwa.

24Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.7.


(56)

6. Lampiran-lampiran jika dipandang perlu.25

5. Kewenangan dan wilayah fatwa

b. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan secara umum, terutama masalah hukum (fiqh) dan masalah aqidah yang menyangkut kebenaran dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia.

c. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan seperti tersebut pada huruf a yang menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional atau masalah-masalah keagamaan disuatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain.

d. Terhadap masalah yang sudah ada fatwa MUI Pusat, MUI Daerah tidak berhak melaksanakannya.

e. Jika karena faktor-faktor tertentu fatwa MUI sebagaimana dimaksud huruf c tidak dapat dilaksanakan, MUI daerah boleh menetapkan fatwa yang berbeda setelah berkonsultasi dengan MUI Pusat.

f. Dalam hal belum ada fatwa MUI Pusat, MUI daerah berwenang menetapkan fatwa.

g. Khusus untuk masalah-masalah yang sangat musykil dan sensitif, sebelum menetapkan fatwa, MUI Daerah diharapkan terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan MUI Pusat.26

25

Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.7.


(57)

46

6. Macam-macam fatwa

Fatwa yang dikeluarkan MUI Pusat dibagi menjadi beberapa bidang yaitu:

a. Bidang Aqidah dan Aliran Keagamaan b. Bidang Ibadah

c. Bidang Sosial dan Budaya

d. Bidang Pangan, Obat-obatan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi .27

7. Fatwa Hukum Merokok

a. Latar belakang dikeluarkannya fatwa merokok

Pertama yang namanya Fatwa itu menjawab permasalahan. Ada yang pihak yang bertanya kepada MUI tentang hukum merokok, pihak itu adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Lembaga Pengendalian Tembakau (Tembakau control). Mereka memberikan data tentang bahaya rokok yang sudah sangat jelas sekali, serta bahaya penanggulangannya juga sangat besar sekali jika dibandingkan dengan cukai rokok itu sendiri. Tetapi jika ada yang menganggap ada pesanan khusus dari pihak asing untuk fatwa merokok, jelas tidak sama sekali, MUI menyadari bahwa ada pihak yang setuju dan tidak setuju berkaitan dengan dikeluarkannya Fatwa Merokok.

26Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.7-8.

27


(58)

MUI itu lembaga yang independen, dalam memutuskan a, b, c, atau d berdasarkan kaidah-kaidah keislaman. Mungkin ada pihak yang menginginkan MUI dibawa ke yang haram-haram saja, padahal Fatwa yang berkaitan dengan rokok itu namanya Fatwa Merokok, karena hukum merokok tidak semua haram.28

Masyarakat mengakui bahwa industri rokok telah memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang cukup besar. Industri rokok juga telah memberikan pendapatan yang cukup besar bagi Negara. Bahkan, tembakau sebagai bahan baku rokok telah menjadi tumpuan ekonomi bagi sebagian petani. Namun disisi yang lain. Merokok dapat membahayakan kesehatan serta berpotensi terjadinya pemborosan dan merupakan tindakan

tabdzir. Secara ekonomi penanggulangan bahaya merokok juga cukup besar.29

Pro-kontra mengenai hukum merokok menyeruak ke publik setelah muncul tuntutan beberapa kelompok masyarakat yang meminta kejelasan hukum merokok. Masyarakat merasa bingung karena ada yang mengharamkan, ada yang meminta pelarangan terbatas, dan ada yang meminta tetap pada status makruh.

28

Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa, Sholahuddin AL-Aiyub, M.Si di Kantor Komisi Fatwa MUI jl. Proklamasi no.51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 3 November 2010 pukul 15.05 wib.

29Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.812.


(59)

48

Menurut ahli kesehatan Dijelaskan, rokok ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif serta mengandung 4.000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik (pencetus kanker). Disamping membahayakan perokok, tindakan merokok juga dapat membahayakan orang lain, khususnya yang berada disekitar perokok. Beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar, sianida, arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin. Dijelaskan juga, para perokok memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker paru-paru daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman”.30

Direktur Jenderal WHO, Dr. Margareth Chan, melaporkan bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta orang pertahun lantaran kanker paru dan penyakit jantung serta penyakit lain yang diakibatkan oleh merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat rokok untuk setiap 5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak dilakukan, diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun akibat rokok menjelang tahun 2030. Selama abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok dan selama abad ke-21 diestimasikan bahwa sekitar 1 miliar nyawa akan melayang akibat rokok.31

Hukum merokok tidak disebutkan secara jelas dan tegas oleh Al-Quran dan Sunnah/Hadis Nabi. Oleh karena itu, fuqaha` mencari solusinya

30

Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.Viva news.com/ fatwa rokok MUI.

31


(60)

melalui ijtihad. Sebagaimana layaknya masalah yang hukumnya digali lewat ijtihad, hukum merokok diperselisihkan oleh fuqaha`. Akhirnya Fatwa Merokok diputuskan oleh 750 ulama se-Indonesia di Padang Panjang.32

b. Tujuan dikeluarkannya Fatwa Merokok

Tujuan dikeluarkannya Fatwa Merokok adalah menjawab pertanyaan dari pihak-pihak yang bertanya tentang hukum merokok. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Tembakau Control (Lembaga Pengendalian Tembakau) beratanya tentang hukum merokok. Mereka memberikan data tentang bahaya merokok yang sudah sangat jelas sekali, serta biaya penanggulangannya sangat besar sekali jika dibandingkan dengan cukai rokok. Untuk itulah MUI mengeluarkan Fatwa Merokok dan Fatwanya seperti apa itu terserah MUI.33

c. c. Ketentuan hukum

1. Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia 111 sepakat adanya perbedaan

2. pandangan mengenai hukum merokok, yaitu antara makruh dan haram (khilaf ma baina al-makruh wa al-haram).

32Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.812.

33

Wawancara langsung dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al-Aiyub, M.Si. di Kantor Komisi Fatwa MUI Jl. Proklamasi no.51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 3 November 2010 Pukul 15.15 wib.


(61)

50

3. Peserta Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia 111 sepakat bahwa merokok hukumnya haram jika dilakukan:

b) Ditempat umum c) Oleh anak-anak d) Oleh wanita hamil.34

Merokok haram apabila dilakukan ditempat umum karena, nikotin yang dikeluarkan bisa membahayakan orang lain yang menghirup asapnya, bahkan perokok pasif yang lebih berbahaya dari perokok aktif, dan prinsip islam tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain “ladhororo waladhiror”. Wanita hamil diharamkan merokok karena merokok bukan hanya mmembahayakan dirinya sendiri tetapi juga janin yang ada dirahimnya, dan ini kembali pada prinsip islam tadi. Rokok haram bagi anak kecil, karena target dari produsen rokok adalah perokok pemula yaitu anak-anak tujuannya menumbuhkan perokok yang nantinya loyal pada satu brand, lihat saja iklan rokok selalu dibintangi oleh anak muda yang diidentikkan dengan kejantanan.35

34Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.812.

35

Wawancara langsung dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahudin Al-Aiyub, M.Si. di Kantor Komisi Fatwa MUI Jl. Proklamasi no. 51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 3 November pukul 14.40 wib.


(62)

d. d. Rekomendasi

Sehubungan dengan adanya banyak madlarrat yang ditimbulkan dari aktifitas merokok, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

ii. DPR diminta segera membuat undang-undang larangan merokok ditempat umum, bagi anak-anak, dan bagi wanita hamil.

iii. Pemerintah, baik pusat maupun daerah diminta membuat regulasi tentang larangan merokok ditempat umum, bagi anak-anak, dan bagi wanita hamil.

iv. Pemerintah, baik pusat maupun daerah diminta menindak pelaku pelanggaran terhadap aturan larangan merokok ditempat umum, bagi anak-anak, dan wanita hamil.

v. Pemerintah, baik pusat maupun daerah diminta melarang iklan rokok, baik langsung maupun tidak langsung.

vi. Para ilmuan diminta untuk melakukan penelitian tentang manfaat tembakau selain untuk rokok.36

e. Dasar penetapan

1. Merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khabaa’its (kotor/najis) yang dilarang dalam AlQuran Surat Al-a’raf (ayat) 157. Yang artinya: “ nabi itu menyuruh mereka kepada yang ma`ruf, melarang mereka dari yang munkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan melarang bagi mereka segala yang buruk.”

36Ma’ruf A

min, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.813.


(63)

52

2. Oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelanjaan uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang dalam AlQuran Surat Al-isra (ayat) 26-27. Yang artinya: “janganlah kamu menghambur -hamburkan hartamu secara boros”.”sesungguhnya orang-orang yang berlaku boros itu adalah saudara-saudara syaitan. Dan syaitan itu sangat ingkar terhadap Tuhannya.”

3. Hadis Nabi Saw yang artinya:“ tidak boleh membuat mudlarat kepada diri sendiiri dan tidak boleh membuat mudlarat kepada orang lain.”

4. Kaidah fiqhiyyah

“ bahaya itu ditolak semaksimal mungkin.”37

5. Kaidah fighiyyah “ yang menimbulkan mudlarat harus dihilangkan/ dihindarkan.”

6. Kaidah fiqhiyyah “ penetapan hukum itu tergantung ada atau tidak adanya `illat.”

7. Penjelasan delegasi Ulama Mesir, Yordania, Yaman, dan Syiria bahwa hukum merokok dinegara-negara tersebut adalah haram.

37Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.813.


(64)

8. Penjelasan dari Komnas Perlindungan Anak, GAPPRI, Komnas Pengendalian Tembakau, Departemen Kesehatan terkait masalah rokok.

9. Hasil rapat koordinasi MUI tentang masalah merokok yang diselenggarakan pada 10 september 2008 di Jakarta, yang menyepakati bahwa merokok menimbulkan madlarrat.38

38Ma’ruf Amin, dkk.

Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010), h.813.


(65)

54 BAB 1V

ANALISIS PEMANFAATAN MEDIA OLEH MUI PUSAT DALAM MENSOSIALISASIKAN FATWA MEROKOK

a. Media Massa yang Digunakan MUI Pusat Dalam Mensosialisasikan Fatwa Merokok

Dengan kendali jarak jauh, memungkinkan siapapun dapat memindahkan 50 saluran televisi dalam beberapa menit dan seketika akan mendapatkan gambaran tentang apa yang sedang terjadi. Menurut Marshall McLuhan, manusia hidup dalam yang disebut “global village”, media komunikasi modern memungkinkan jutaan orang diseluruh dunia terus menerus terkoneksi.

Seperti yang sudah dipaparkan di bab II teori uses and gratifications mencoba mengungkap apa yang digunakan untuk medianya, dalam hal ini sosialisasi fatwa merokok yang disosialisasikan MUI melalui media, menurut Marshall McLuhan media massa terbagi menjadi dua yaitu media massa tradisional (media klasik) dan media massa modern (media baru), televisi mempengaruhi Anda terlepas dari apa yang Anda tonton. Dunia maya mempengaruhi masyarakat terlepas dari situs apa yang orang kunjungi. Media merupakan perpanjangan pikiran manusia, jadi media yang menonjol dalam penggunaan membiaskan masa historis apapun.

Untuk itulah, walaupun MUI belum memanfaatkan media massa secara maksimal tetapi secara prinsip MUI memanfaatkan seluruh media massa dalam mensosialisasikan fatwa merokok, baik media massa tradisional seperti, media


(66)

cetak dan media elektronik seperti televisi, maupun media massa modern seperti internet (media online).1

Berbicara tentang media massa apa yang efektif dalam mensosialisasikan fatwa merokok, Komisi Fatwa MUI memandang efektifitas dari segi segmentasinya, dan MUI sangat memanfaatkan itu, walaupun tidak menggarap itu, hampir semua media massa mempunyai segmentasinya tersendiri, dan MUI memandang efektifitas media massa dalam mensosialisasikan Fatwa Merokok dari segi segmentasinya.

Kalau media cetak sifatnya lebih mendalam, TV cenderung pada yang bersifat simbolik saja. Kadang kalau wawancara maksimal 30 menit, dipotong iklan, dan dipanelkan dengan beberapa orang, jadi tidak maksimal menyampaikannya, dan TV mempunyai jangkauan yang sangat luas.2

Ketika media berubah, demikian juga dengan cara pikir kita, cara kita mengatur informasi, dan berhubungan dengan orang lain. Ada perbedaan yang tajam antara media lisan, tulisan, dan elektronik, masing-masing dengan pengaruh berbeda dalam bagaimana kita berinteraksi dengan setiap media.

1

Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al-Aiyub di Kantor Komisi Fatwa Jl. Proklamasi no. 51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 3 November 2010 pukul 14.40 wib.

2

Wawancara pribadi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Sholahuddin Al-Aiyub di Kantor Komisi Fatwa Jl. Proklamasi no. 51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 3 November 2010 pukul 14.50 wib.


(1)

68 A. Kesimpulan

1. Seiring dengan perkembangannya media massa juga dimanfaatkan oleh berbagai macam pihak, baik pemerintah, lembaga swasta, maupun individu untuk kepentingannya masing-masing. Salah satu lembaga yang memanfaatkan media massa adalah MUI, MUI memanfaatkan media massa sebagai alat untuk mensosialisasikan fatwa-fatwanya, seperti Fatwa Merokok. MUI telah memanfaatkan media sebagai ajang sosialisasi Fatwa Merokok, hal ini terbukti pada media cetak yang memuat seputar Fatwa Merokok MUI seperti: Harian Sindo, Suara Karya, Pos Kota, Republika, Haluan, Singgalang, Padang Ekspres, Pelita, Indopos, Media Indonesia, dan Koran Tempo. Pada media online juga bisa dilihat di:

Antaranews.com, Okezone.com, Kapanlagi.com, Detik.com,

Vivanews.com, dan Tempointeraktif.com.

2. Secara prinsip Komisi Fatwa MUI memanfaatkan seluruh media massa dalam mensosialisasikan fatwa merokok, baik media massa tradisional seperti, media cetak dan media elektronik seperti


(2)

televisi, maupun media massa modern seperti internet (media online).

3. Tujuan Komisi Fatwa MUI mensosialisasikan Fatwa Merokok melalui media massa adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang Fatwa Merokok yang dikeluarkan oleh MUI, minimal supaya fatwa merokok diketahui oleh masyarakat secara luas, dan menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa merokok itu membahayakan kesehatan dan dilarang, jadi lebih baik dihindari.

4. Keberhasilan sosialisasi Fatwa Merokok melalui media massa tidak diukur dari banyaknya pemberitaan di media, melainkan bagaimana tindaklanjutnya. MUI mempunyai wewenang yang sangat terbatas, dan domainnya hanya sebatas menyampaikan Fatwa Merokok, untuk tindaklanjutnya bukan wewenang MUI, oleh karenanya untuk menindaklanjuti Fatwa Merokok, MUI mendorong pihak-pihak terkait, dan ternyata memang sudah mulai direalisasikan, seperti perda (peraturan daerah) yang dikeluarkan oleh Provinsi DKI Jakarta tentang larangan merokok ditempat umum, Bogor juga akan mengeluarkan peraturan yang sama. Untuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Fatwa Merokok akan menjadi amonisi untuk kampanye anti rokok.


(3)

B. Saran

1. Sebagai sebuah lembaga keagamaan terbesar diindonesia, bahkan tempat berkumpulnya Ulama-ulama besar, MUI mau tidak mau, suka tidak suka harus menyesuaikan dengan globalisasi media yang ditandai dengan kemudahan akses terhadap media, bahkan sebuah peristiwa dari berbagai belahan dunia bisa diketahui dalam hitungan detik tanpa harus bertolak belakang dengan nilai-nilai agama.

2. MUI diharapkan lebih maksimal memanfaatkan media massa sebagai alat sosialisasi fatwa.

3. MUI harus mempunyai jaringan khusus yang berhubungan dengan media massa.

4. Sudah saatnya MUI mempunyai alat (tools) atau instrumen untuk melakukan pemantauan terhadap media massa.

5. MUI seharusnya mengeluarkan fatwa yang lebih berpihak pada kepentingan dan masalah umat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ma’ruf, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. (Jakarta: Sekretariat MUI, 2010).

Arikunto , Suharsimi. Prosedur Penelitian.

Biocca, Frank. Opposing Conceptions of The Audience: The Active and Passive Hemispheres of Communication Theory, 1998.

Blumler, J, Katz, Elihu. The Uses of Mass Communication, ed. (Beverly Hills, CA: Sage, 1974).

Bryson, L. The Communication of ideas . (New York: Institute for Relgius and Social Studies, 1948).

Carrage, Kevin. A Critical Evaluation of Debates Examiningthe Media Hegemony Thesis. (Western Journal of Communication, 1993).

Dance, Frank E. X. Human Communication Theory, ed. (New York: Holt, Reinhart & Winston, 1967).

Dearing, Rogers. Agenda Setting Research.

Departemen pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : balai pustaka, 2007), cet. Ke-4.

Holmes, David. Communication Theory : Media. (London: Sage, 2005). Karni, Asrori S, Helmy, Mustafa, Thaha, Amadie. 35 Tahun MUI

Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa. (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010).

Kovacik, Branislav. Emerging Theories of Human Communication, ed. (Albany: SUNY Press, 1997).

Littlejohn, Stephen W, Foss, Karen A. Teori Komunikasi edisi 9, (salemba humanika, Jakarta, 2009).

Mahwah, NJ. Grafting Society: Etnicity, Class, and Communication. (Erlbaum: 1999).

Mcguail, Dennis. Mass Communication Theory, second edition. ( Jakarta: Erlangga,1987).


(5)

Novia, Windy. Kamus Ilmiah Populer, Cet. 1. (WIPRESS: 2008). Poster, Mark. The Second Media Age. (Cambridge: Polity, 1995).

Projokusumo, dkk. 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia. (Jakarta: MUI, 1995).

Rahmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2000).

Rhee, Jun Woong. Strategy and Issue Frames in Election Campaign Coverage. (Journal of Communication 47, 1999).

Salam , H. Syamsir,MS, Aripin, Jaenal. Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta,: UIN JAKARTA PRESS,2006),cet. Ke-2.

Scheufele, Dietram A. Framing as a Theory of Media Effect. (Journal of Communication 49, 1999).

Soukup, Charles. New Media and Society 8. 2006.

Tim Penyusun Kamus Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3 Cet 1.( Jakarta: Balai Pustaka, 2001).

Winarni. Komunikasi massa suatu pengantar. (UMM Press, 2003). Internet

www.aurajogja.files.wordpress.com.media massa Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010.

www.Id.wikipedia.org. Sosialisasi Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010. www.wonosari.4umer.com. Penggunaan dan Efek Media Massa Diakses

pada tanggal 20 Agustus 2010.

www.staff.ui.ac.id.Hubungan Media Dan Masyarakat Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010.

www.microfin-center.com.FatwaDiakses pada tanggal 20 Agustus 2010. www.mui.or.id.Diakses pada tanggal 20 Agustus dan 15 November 2010. www.Viva news.com. Fatwa Rokok MUI Diakses pada tanggal 20 Agustus


(6)