41
6. SekretarisWk. Sekretaris juga bertanggung jawab dalam
menghasilkan notulasi, kesimpulan, danatau rumusan akhir draft fatwa, yang harus diselesaikan selambat-lambatnya tiga hari setelah
berakhirnya rapat. 7.
Ketetapan tentang suatu Fatwa MUI ditandangani oleh Ketua dan Sekretaris, dengan mengikuti ketentuan pada pedoman dan
prosedur penetapan fatwa MUI. 8.
Ketetapan fatwakeputusan komisi fatwa harus disampaikan kepada Dewan Pimpinan Harian MUI dalam waktu sesingkat mungkin
sebelum dipublikasikan kepada masyarakat. 9.
Surat Komisi Fatwa ke Dewan Pimpinan MUI ditandanganai oleh Ketua dan Sekretaris atau pimpinan yang membidangi.
20
b. Pembidangan Pimpinan Komisi Fatwa
1. Bidang I
: Aqidah, Ibadah dan Aliran Keagamaan
2. Bidang II
: Sosial dan Budaya
3. Bidang III
: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4. Bidang IV
: Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika.
21
Pembidangan tugas tersebut di bawah koordinasi Ketua Komisi Fatwa. c.
Penugasan mewakili Komisi Fatwa. 1.
Setiap tugas untuk mewakili Komisi Fatwa harus sepengetahuan Ketua Komisi Fatwa.
20
Berdasarkan Rapat Pengurus Komisi Fatwa MUI tgl 3 September 2009.
21
Diakses pada tanggal 15 Novenber 2010 dari http.www.mui.or.id Komisi Fatwa.
42
2. Setiap penugasan mewakili Komisi Fatwa dilaporkan hasilnya
kepada pimpinan Komisi Fatwa secara tertulis. 3.
Penugasan dimaksud pada point a didasarkan pada i kompetensi dan keahlian; ii keadilan proporsional.
2. Dasar umum dan sifat fatwa
a. Penetapan fatwa didasarkan pada al-Quran, sunnah hadis, ijma’ dan
qiyas serta dalil lain yang mu’tabar. b.
Aktifitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang dinamakan komisi fatwa.
c. Penetapan fatwa bersifat responsive, proaktif, dan antisipasif.
22
3. Metode penetapan fatwa
Fatwa dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan kebekuan dalam perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang dalam
penetapannya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan an-nushush as- syari’iyah menghadapi persoalan serius ketika berhadapan dengan
permasalahan yang semakin berkembang yang tidak tercover dalam nash-nash keagamaan. Nash-nash keagamaan telah berhenti secara kuantitasnya, akan
tetapi secara diametral permasalahan dan kasus semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman.
22
Ma’ruf Amin, dkk. Himpunan Fatwa MUI, Edisi Ketiga. Jakarta: Sekretariat MUI, 2010, h.5.
43
Keberadaan metode dalam penetapan fatwa adalah sangat penting, sehingga dalam setiap proses penetapan fatwa harus mengikuti metode
tersebut. Sebuah fatwa yang ditetapkan tanpa mempergunakan metodologi, keputusan hukum yang dihasilkannya kurang mempunyai argumentasi yang
kokoh.
23
Dan metodenya adalah:
a. Sebelum fatwa ditetatapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu
pendapat para imam mazhab dan ulama yang mu`tabar tentang masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut
dalil-dalilnya. b.
Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan sebagaimana adanya.
c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah dikalangan mazhab, maka,
penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara pendapat- pendapat Ulama mazhab melalui metode al-
jam`u wa al-taufiq dan jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih
melaluin metode muqaranah dengan menggunakan kaidah- kaidah Ushul Fiqh muqaran.
d. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya
dikalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad
23
Diakses pada tanggal 20 Agustus 2010 dari http.www.mui.or.id metode penetapan fatwa.