Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Si Piso Sumalim Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir

(1)

SKRIPSI

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT SI PISO SUMALIM DI KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

DIKERJAKAN

O L E H

Nama : CHRISTANTO MICHAEL PANJAITAN Nim : 070703008

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul analisis sosiologis terhadap cerita rakyat Si Piso Sumalim pada masyarakat samosir kecamatan Palipi, desa Saornauli Hatoguan.

Penelitian ini menggunakan dua metode, pertama metode struktural dan kedua metode sosiologis.s

Dalam skripsi ini penulis membagi menjadi lima bagian antara lain, pada bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri atas, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian dan anggapan dasar. Pada bab kedua merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas, kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Pada bab ke tiga merupakan metode penelitianyang terdiri atas, metode dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Pada bab ke empat merupakan hasil dan pembahasan yang terdiri atas unsur-unsur intrinsic cerita rakyat Si Piso Sumalim dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Si Piso Sumalim. Bab ke lima merupakan bab yang terakhir yang terdiri atas kesipulan dan saran.


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan berkah berkah kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang yang telah memberikan saran, dukungan, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ke dua orang tua penulis Ayahanda ( CH. Panjaitan ) dan Ibunda ( H. br.nainggo lan ) yang telah bersusah payah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan juga tak pernah berhenti memberikan dukungan dan perhatian baik materi maupun spiritual selama penulis mengikuti perkuliahan hingga sampai saat ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Syahron Lubis , M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Ketua Departemen sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripisi ini.

3. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir. SH.M.Pd selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs.Jamorlan Siahaan selaku dosen pembimbing II, yang selalu mendukung dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

5. Bapak Drs.Plansius Tampubolon, M.Hum selaku dosen wali selama menjalani perkuliahan di Universitas Sumatere Utara. Terima kasih untuk waktu , saran dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku sekertaris Departemen Sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi saya ini.

7. Abang ( Chrisman panjaitan, Paniroi Panjaitan, S.Sc ) yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menjalani perkuliahan terutama dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak ( Chrisme Panjaitan ) dan laeku ( Julius Damanik ) yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat wanita yang ada di dalam hatiku ( Norika Siburian ) yang selalu mendukung penulis dalam menjalani perkuliahan dan yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, dan yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.

10.Buat kelompok Gtd yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada sahabat- sahabat terbaikku di HDS Group ( Irwan Sianturi,S.S, Martiwan Sitanggang, S.S, Risdo Saragih, S.S, Parsaoran Naibaho, S.S, Arianus Gea, S.S, Girson Tarigan, Lijen Pasaribu, S.S ) yang selalu memberikan dukungan dan masukan – masukan dalam menyelesiakan skripsi ini.

12.Kerabat-kerabat Mahasiswa/I seperjuangan Eka Riwanda Sitepu, Jandrewiko Simamora, S.S, Abdul Azis Sitorus, Rina fauza, Nadila Devgan, Umai dan seluruh


(5)

anak IMSAD yang belum penulis sebutkan, terima kasih penulis ucapkan atas dorongan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

13.Kepada masyarakat yang di Desa Saornauli Hatoguan dan kepada Bapak Kepala Desa Saornauli hatoguan yang telah membantu penulis dalam mencari data di lapangan.

Buat semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan, yang telah membantu penulis. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa senan tiasa membalas segala kebaikan buat orang yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis. Semoga skripsi dapat berguna buat pihak – pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2012 Penulis,


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun skripsi yang penulis angkat adalah berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Si Piso Su Malim”. Judul ini penulis angkat berdasarkan sejarah yang terdapat pada masyarakat batak toba khususnya yang terdapat di desa Saornauli Hatoguan, kecamatan Palipi, kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera utara

Penulis menyadari banyak kekurangan, kesalahan, dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis mengucapakan terimakasih banyak atas kritik dan saran yang diberikan oleh pembaca kepada Penulis yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dan terutama bagi Penulis sendiri.

Medan, Oktober 2012 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Anggapan Dasar ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 6

2.1.1 Pengertian Sosiologi ... 6

2.1.2 Pengertian Sastra ... 7

2.1.3 Hubungan Sosiologi dengan Sastra ... 9

2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat... 10

2.2 Teori Yang Digunakan ... 11

2.2.1 Teori Struktural... 11

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Metode Dasar ... 23

3.2 Sumber Data Penelitian ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Cerita Rakyat Si Piso Sumalim ... 26

4.1.1 Tema ... 26


(8)

1. Situation ... 27

2. Generating Circumtances ... 28

3. Ricking Action ... 29

4. Klimaks ... 32

5. Demouement ... 39

4.1.3 Latar/ Setting ... 44

4.1.4 Perwatakan atau Penokohan ... 45

1. Si Piso Sumalim ... 46

2. Ibu SI Piso Sumalim ... 49

3. Si Takkal Tabu ... 50

4. Tulang Si Piso Sumalim ... 52

5. Nantulang Si Piso Sumalim ... 54

6. Pariban Si Piso Sumalim ... 55

4.2 Nilai-nilai Sosiologis yang Terdapat Dalam Cerita Si Piso Sumalim ... 56

4.2.1 Amarah ... 56

4.2.2 Kasih Sayang ... 57

4.2.3 Iri Hati ... 58

4.2.4 Sopan Santun ... 59

4.2.5 Pertentangan ... 59

4.2.6 Adat Istiadat ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN :

1. Surat Izin dari Fakultas

2. Surat Penelitian dari Kepala Desa 3. Sinopsis Cerita


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul analisis sosiologis terhadap cerita rakyat Si Piso Sumalim pada masyarakat samosir kecamatan Palipi, desa Saornauli Hatoguan.

Penelitian ini menggunakan dua metode, pertama metode struktural dan kedua metode sosiologis.s

Dalam skripsi ini penulis membagi menjadi lima bagian antara lain, pada bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri atas, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian dan anggapan dasar. Pada bab kedua merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas, kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Pada bab ke tiga merupakan metode penelitianyang terdiri atas, metode dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Pada bab ke empat merupakan hasil dan pembahasan yang terdiri atas unsur-unsur intrinsic cerita rakyat Si Piso Sumalim dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Si Piso Sumalim. Bab ke lima merupakan bab yang terakhir yang terdiri atas kesipulan dan saran.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan

2.1.1 Pengertian Sosiologi

Soekamto (1970 : 3) mengatakan “secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan logos. Socius adalah kawan kelompok, sedangkan logos berarti uraian atau pengetahuan”. Atas dasar pengertian demikian sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lain, yang secara umum disebut masyarakat.

Pengertian yang sederhana tentang sosiologi seperti di atas tampak dalam beberapa batasan tentang sosiologi yang diungkapan oleh beberapa ahli, seperti yang diungkapkan oleh Ogburn dan Nimkoff (1962:9) : “ Sosiologi adalah Penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial “Roucek dan Warren (1995 : 3) mengatakan : “Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok- kelompok”.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi disisi lain sebagai ilmu yang membicarakan tentang aspek- aspek kemasyarakatan yang selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya sastra. Nilai- nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya.


(11)

Sosiologi disebut sebagai ilmu yang bediri sendiri karena telah memenuhi persyaratan suatu ilmu pengetahuan yakni :

a. Sosiologi bersifat emperis yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan kepada observasi dengan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.

b. Sosiologi bersifat teoritis, ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstrak dari hasil- hasil observasi tersebut sehingga merupakan kerangka pada unsur- unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.

c. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti teori- teori yang sudah ada diperbaiki dan diperluaskan.

d. Sosiologi bersifat non etnis, karena tidak mempersoalkan baik buruk fakta melainkan hanya memperjelas fakta.

Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lainnya serta proses pembudayaannya. Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang nilai- nilai sosial dalam sebuah cerita atau dapat dipergunakan untuk mencerminkan situasi sosial yang terdapat dalam masyarakat.

2.1.2 Pengertian Sastra

Sastra merupakan pengucapan ekspresi jiwa yang paling individual oleh seorang pengarang sastra. Karya sastra adalah bersifat khusus yang menggambarkan individu atau wakil tertentu. Dengan kata lain merupakan pemikiran seseorang tentang sesuatu hal yang dituang dalam bentuk karya sastra.


(12)

Banyak ahli mendefenisikan pengertian sastra adalah sebagai berikut :

Semi (1984 : 8) mengatakan “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya”.

Teeuw (1984:23) mengatakan “Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata Tra biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka kata sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran”.

Damono (1984 : 10) mengatakan “Lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial”.

Wellek dan Warren (1987:3) mengatakan bahwa “Sastra adalah suatu kajian kreatif dan sebuah karya seni”.

Fannanie (2000:6) mengatakan “Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.

Fannanie (2000:132) mengatakan bahwa “sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia”.

Kutipan di atas menyatakan, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi, dan petunjuk kepada pembaca.

Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing- masing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi- segi kehidupan. Ini suatu kreatifitas manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra.

Dari beberapa batasan yang diberikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan yang selalu disebut untuk unsur- unsur itu adalah isi sastra yang berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide- ide, semangat kepercayaan dan lain- lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia yang dapat


(13)

diekspresikan ke luar, dalam berbagai bentuk, sebab, tanpa bentuk tidak akan mungkin isi disampaikan pada orang lain. Ciri khas pengungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi dalam suatu bentuk yang indah.

2.1.3 Hubungan Sosiologi Dengan Sastra

Soemardjo (1975:15) mengatakan karya sastra menampilkan wajah kultur zamannya, tetapi lebih dari itu sifat- sifat sastra juga diteliti oleh masyarakatnya. Kemudian Darmono (1979:20) memberikan tanggapan bahwa cipta sastra di samping memiliki ciri khas sebagai kreasi estetis, cipta sastra juga merupakan produk dunia sosial.

Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu yang berbicara tentang aspek- aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk pembicaraan karya sastra, nilai- nilai sosiologis dalam sebuah karya sastra dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam. Banyak hal-hal yang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan, kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan- harapannya menjadi hal yang menarik dalam penelitian sebuah cipta sastra. Konflik permasalahan itu merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan pemikiran anggota masyarakat. Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang, masyarakat membacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang sendiri mendapat sumber inspirasi dari corak ragam tingkah laku manusia maupun masyarakat.

Semuanya itu dirangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut


(14)

perwatakan tokoh- tokohnya. Ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana dia hidup.

2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing- masing bangsa. Ada beberapa pengertian mengenai cerita rakyat yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Cerita rakyat atau legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagian sesuatu yang benar- benar terjadi. Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi (pembelokan) sehingga sering kali jauh berada dalam cerita aslinya. Oleh karena itu cerita rakyat digunakan sebagai bahan untuk merekontruksi sejarah, maka cerita harus dibersihkan terlebih dahulu bagian- bagiannya yang mengandung sifat- sifat floklor. Menurut Pudentia (2003:56) cerita adalah sesuatu yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat yang dianggap benar- benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral.

Dalam KBBI 2005 : “cerita rakyat atau legenda pada jaman dahulu dianggap ada hubungannya dengan peristiwa sejarah”.

Menurut Hooykass (1982:34) “cerita rakyat atau legenda menyangkut tentang hal- hal sejarah yang mengandung sesuatu yang ajaib atau sesuatu yang sakti.

Menurut Emeis (1992:63) “cerita rakyat atau legenda berasal dari sejarah- sejarah kuno dan sebagian lagi berasal berdasarkan angan- angan.


(15)

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Teori merupakan hal yang sangat perlu di dalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan berpijak.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra untuk mengka ji cerita Si Piso Sumalim.

2.2.1 Teori Struktural

Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek- aspek atau unsur- unsur yang terdapat di dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Dengan teori struktural di harapakan hasil yang optimal dari karya yang menganalisis. Menganalisis karya sastra dari unsur struktural merupakan langkah awal untuk rencana penelitian selanjutnya. Semi (1993:68) mengatakan “pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas mungkin. Bertolak dari pandangan itu, telaah kritik sastra yang dilakukan berfokus atau lebih banyak memperhatikan segi- segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi- segi yang menunjang pembinaan dan pengembangan tata kehidupan”.

Berdasarkan pendekatan di atas jelas mempunyai kesesuaian karna pendapat tersebut mengatakan sastra merupakan cermin zamannya, mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat. Walaupun demikian, dalam menganalisis karya sastra bila hanya


(16)

bertitik tolak dari luar karya sastra, tanpa mengikut sertakan karya sastra sebagai suatu kebulatan makna dan perpaduan isi, rasanya kurang sempurna.

Mengenai pendekatan struktural, Semi (1993 : 44) mengatakan :

“Dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi instrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu tema, alur, latar, penokohan dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu”.

Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua hasil karya sastra. Analisis struktur bukanlah penjumlahan anasir- anasirnya, melainkan yang penting adalah sumbangan yang diberikan oleh semua anasir pada keseluruhan makna dalam keterikatan dan keterjalinannya (Teeuw, 1988 :135-136).

Pada dasarnya teori struktural memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Totalitas karya sastra sangat penting. Totalitas dan bagian-bagiannya dapat diuraikan dengan jelas bila dipandang dari hubungan yang ada di antara unsur-unsur.

2. Struktur yang telah dibalik kenyatan empiris adalah sesuatu yang abstrak, untuk menemukan hukum universal.

3. Yang diteliti menyangkut unsur sinkronis, yang dipusatkan hubungannya pada suatu waktu tertentu, dalam hal ini struktur yang ada.

4. Tidak menggunakan sebab-akibat karena adanya perubahan bentuk.

Menurut Atar Semi (1989:90), pendekatan stuktural memiliki banyak kelebihan dibandingkan pendekatan lain karena selain tertumpu pada karya sastra memiliki tiga kriteria sebagai berikut :


(17)

1. Karya sastra dipandang dan diperlukan dengan sosok yang berdiri sendiri.

2. Memiliki penilaian terhadap keserasian semua komponen dalam membentuk seluruh struktural.

3. Kajian struktural adalah mengkaji persoalan, pemikiran, falsafah, cerita pengesahan dan tema.

Dengan demikian pendekatan struktural merupakan titik tolak bagi pendekatan yang lain dalam usaha memahami karya sastra secara keseluruhan. Dalam pendekatan struktural dibicarakan unsur-unsur pembentuk cerita yang berkaitan dengan pendekatan di luar karya sastra.

Unsur-unsur intrinsik yang dimaksud adalah tema, alur/plot, latar/setting, dan perwatakan.

a. Tema

Staton (1965:88) tema adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra.

Dalam sebuah karya sastra yang baik prosa maupun puisi pasti mempunyai pokok permasalahan yang ingin dikemukakan oleh pengarang.

Saad (Zainal 1979:23) menyatakan “tema adalah sesuatu yang menjadi pokok pikiran atau persoalan bagi pengarang. Bagaimana dia melihat persoalan yang kadang-kadang disertai dengan pemecahan persoalan itu sekaligus”.

Sudjiman (1984 : 74) mengatakan “tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”.


(18)

Dickinson (dalam Hasyim, 1990:68) mengatakan “tema adalah dasar utama yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita”.

Dari ketiga pendapat di atas, jelas mengungkapkan tema adalah suatu hal yang penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang diungkapkan oleh pengarang. a. Alur/Plot

Semi (1984:45) mengatakan “alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Daryanto (1997:35) mengatakan “alur atau plot adalah jalan (aturan, adat) cerita memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”.

Maka dapat disebut alur atau plot dan struktur deretan kejadian-kejadian yang dialami oleh pelaku cerita yang pada umumnya dibedakan atas tiga bagian utama yaitu : bagian perkenalan, pertikaian dan diakhiri dengan penyelesaian. Hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kasual (sebab-akibat). Keberadan alur dalam sebuah cerita sangatlah penting, sehingga Lubis (1981:17) mencoba mengklasifikasikan alur tersebut menjadi,

“1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

“2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

“3. Ricking Action (keadaan mulai memuncak)

“4. Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

“5. Demouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)”.


(19)

b. Latar/Setting

Dalam sebuah karya sastra latar memainkan peranan yang sangat penting untuk memberikan suasananya kepada peristiwa-peristiwa dan manusia-manusia yang terdapat dalam cerita. Latar adalah halaman rumah (bagian depan), permukaan dasar warna dan sebagainya, keterangan mengenai ruang dan waktu dan suasananya saat berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra).

Menurut Sumarjo dan Saini, K. M (1991:76) menyatakan “pemilihan latar/setting dapat membentuk tema tertentu dan plot tertentu pula. Setting bisa berarti banyak yaitu tempat tertentu, daerah tertentu, orang tertentu, watak-watak tertentu, dan cara berpikir tertentu”.

Sumarjo dan Saini (1991:76) menyatakan “setting bukan hanya fungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu memuaskan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan, latar menjadi peristiwa dan manusia menjadi konkrit. Penyesuaian antara latar dan watak-watak serta masyarakat ini dipaparkan menjadi suatu karya sastra yang bermutu, dan kelihatan kreatifitas dan pengalaman pengarang.

c. Perwatakan/ Penokohan

Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam pengertian sifat atau ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Gambaran watak seorang tokoh dapat diketahui melalui apa yang diperankan dalam cerita tersebut kemudian jalan pikirannya serta bagaimana


(20)

menggambarkan fisik tokoh. Bangun (1993:21) mengatakan “perwatakan tokoh cerita dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu psikologis, fisiologis, dan sosiologis”.

Daryanto (1907:632) mengatakan “perwatakan adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Sedangkan perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan watak”.

Setiap cerita mempunyai tokoh di mana tokoh ini dianggap sebagai pembentuk peristiwa alur dalam cerita. Oleh karena itu setiap tokoh mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain.

Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seorang tokoh yang ada dalam karyanya.

Tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita (character), menurut Abrams (1981:20), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus merajuk pada perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

Nilai-nilai sosial dalam sebuah karya sastra adalah iri hati, kejujuran, kesabaran, permusuhan, keadilan, dan lain-lain. Daryanto (1997:288) mengatakan “iri hati adalah rasa tidak senang jika melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan, rasa ingin seperti


(21)

orang yang mendapatkan kesenangan”. Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang untuk jujur saja manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalahgunakan oleh manusia itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang dinamakan dengan jujur.

Daryanto (1997:309) mengatakan “jujur adalah tidak bohong, lurus hati, dapat dipercaya kata-katanya, tidak menghianati dan sebagainya”. Kesabaran adalah salah satu sifat manusia. Manusia pada umumnya memiliki rasa sabar, namun ukuran kesabaran tersebut bagi setiap orang berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat yang terpuji yang dimiliki manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.

Daryanto (1997:516) mengatakan “sabar adalah pemaaf, tidak suka marah dan tidak mudah marah dan tidak akan menimbulkan pertengkaran”.

Berdasarkan pendapat diatas bahwa teori struktural yang bertujuan untuk menganalisi karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam satu hubungan antara unsur pembentuknya. Menganalisis sebuah karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah karangan atau sebuah karya sastra tanpa menghilangkan unsur-unsur dalam cerita.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok permasalahan tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan.


(22)

Dalam teori sosiologi sastra Alan Swingewood (Junus 1986: 1-9) mengemukakan beberapa pengertian atau pendekatan sebagai berikut :

1. Sosiologi dan sastra yang berhubungan dengan (a) melihat karya sastra sebagai dokumen sosio budaya yang mencerminkan suatu jaman, (b) melihat segi penghasilan karya sastra, terutama kedudukan sosial penulis, (c) melihat penerimaan suatu masyarakat terhadap karya penulis tersebut.

2. Teori- teori sosial tengtang sastra, yang berhubungan dengan latar belakang sosial menimbulkan suatu karya sastra.

3. Landasan teori yang digunakan adalah struktur yang ada hubungannya dengan formalisme Rusia dan linguistik aliran Praha.

4. Persoalan metode yang berhubungan dengan metode secara positif dan dialektik. Secara positif, tidak diadakan penilaian terhadap karya. Setiap unsur didalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur sosio budaya. Dalam metode dialektik hanya karya yang bernilai sastra yang dibicarakan karena keseluruhan karya itu membentuk jaringan yang kohesip dari segala unsur.

Dari pengertian sosiologi sastra yang cukup luas di atas, hanya sebagian kecil yang akan digunakan dalam skripsi ini. Adapun bagian- bagian yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) Melihat karya sastra sebagai dokumen budaya, (2)Setiap unsur di dalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya, dan (3) Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra.

1. Melihat karya sastra sebagai dokumen budaya.

Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu statis, yang tidak berubah, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, yang senantiasa berubah. Hubungan kebudayaan dengan masyarakat sangatlah erat, karena kebudayaan menurut antropolog, adalah cara suatu kumpulan masyarakat mengadakan sistem nilai, yakni berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki dari yang lain. Kebanyakan ahli antropologi melihat kebudayaan itu sabagai satu keseluruhan, di mana sistem sosial itu sendiri adalah sebagian dari kebudayaan.


(23)

Singkatnya kebudayaan itu dikatakan sebai cara hidup, yaitu bagaimana suatu masyarakat itu mengatur hidupnya.

Kesusastraan sebagai ekspresi atau pernyataan kebudayaan akan mencerminkan pula ketiga unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan di atas.

1. Kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, sistem kekerabatan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan, sistem kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.

2. Kesusastraan mencerminkan sistem ide dan sistem nilai, menggambarkan tentang apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak. Bahkan karya sastra itu sendiri menjadi objek penilaian yang dilakukan anggota masyarakat.

3. Bagaimana mutu peralatan kebudayaan yang ada dalam masyarakat tercermin pula pada bentuk peralatan tulis- menulis yang digunakan dalam mengembangkan sastra.

2. Setiap unsur di dalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya. Adapun yang dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya adalah :

a. Unsur sistem sosial

Sistem sosial ini terdiri pada sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem pendidikan, dan sistem undang- undang. Struktur dalam setiap sistem ini yang dikenal sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lain dalam jalinan hidup bermasyarakat.


(24)

b. Sistem nilai dan ide

Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan masyarakat, bukan saja terhadap alam sekitar, bahkan juga terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain, sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang terdapat dalam sebuah masyarakat.

c. Peralatan budaya

Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan.

3. Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra.

Sosiologi karya sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga memperhatikan peristiwa- peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antara manusia dengan situasi dan kodisi yang berbeda.

Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra ini yaitu: a. Amarah

b. Kasih Sayang c. Iri Hati d. Sopan Santun e. Pertentangan f. Adat istiadat

Ketiga bagian di atas dapat dirangkum dalam penjabaran berikut. Karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio buadaya, yang mencatat kenyataan sosio budaya suatu


(25)

masyarakat pada suatu masa tertentu. Penekanan di sini pada unsur- unsur sosiobudaya yang dilihat sebagai unsur- unsur yang lepas. Keadaannya hanya didasarkan pada cerita tanpa mempersoalkan struktur cerita.

Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya karena karya itu hanya memindahkan unsur itu ke dalam dirinya. Oleh sebab itu, suatu karya sastra tidak dilihat sebagai suatu kesatuan yang bulat. Suatu unsur dilihat terlepas dari keseluruhannya. Nilai sastranya tidak dipersoalkan, dan tidak dibedakan antara karya dengan daya imajinasi yang tinggi dan rendah. Karya sastra dilihat sebagai dokumen budaya.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sudariyanto (1998:2) mengatakan “metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengklasifikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan sesuatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan.

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada. Masalah yang akan dituturkan adalah tentang struktur dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Si Piso Sumalim. Metode ini menyajikan dan menganalisis data yang diperoleh dari informan.

3.2 Sumber Data Penelitian

Lokasi penelitian adalah desa Saornauli Hatoguan, kecamatan Palipi, kabupaten Samosir. Di desa ini penulis dapat memperoleh keterangan tentang cerita Si Piso Sumalim. Bahkan sampai sekarang cerita ini masih sering diperbincangkan masyarakat yang ada di desa Saornauli Hatoguan.


(27)

Sumber data penelitian ini adalah data lapangan yaitu melalui wawancara dengan beberapa informan yang tinggal di desa itu. Dalam melakukan wawancara dengan informan, penulis menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan penulis dalam melakukan wawancara dengan informan. Alat bantu yang digunakan yaitu alat rekam (tape recorder), pulpen dan buku tulis.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah 1. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah teknik catat.

2. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang cerita dan penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan, teknik yang digunakan yaitu teknik rekam.

3. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah skripsi ini. Teknik yang digunakan adalah teknik catat.

3.4 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode instrinsik dan metode ekstrinsik dan langkah- langkah yang dilakukan penulis


(28)

1. Menuliskan data yang diperoleh dari lapangan, lalu membuat sinopsis cerita. 2. Mengidentifikasi data- data yang diperoleh dari lapangan.

3. Menggunakan teori struktur dan teori sosiologi untuk menganalisis cerita. Dari teori- teori struktur yang akan diperoleh kemudian penulis menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis nilai- nilai sosiologis dari cerita Si Piso Sumalim.


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unsur-unsur Intrinsik Cerita Rakyat Si Piso Sumalim. 4.1.1 Tema

Tema adalah pokok pikiran, atau makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita atau tema yang merupakan sasaran tujuan dalam suatu cerita. Sebuah karya sastra baik yang tertulis maupun secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada pembacanya atau pendengarnya.

Didalam cerita Si Piso Sumalim ini, penulis menyatakan tema cerita adalah sabar dan rendah hati dalam menjalani kehidupannya. Penulis melihat di dalam cerita ini bahwa Si Piso Sumalim sabar dalam menjalani kehidupannya dan rendah hati di dalam keluarga dan semua orang yang ada disekitarnya

Hal ini dapat kita lihat dalam contoh berikut :

jadi laos hohom ma Si Piso sumalim dungkon muruk inong na i, laos lao ma ibana sian jolo ni inong na i, asa unang lam muruk be inong na tu ibana”.

Terjemahan :

“Lalu terdiamlah Si Piso Sumalim setelah ibunya marah, kemudian dia pergi dari hadapan ibunya agar ibunya tidak marah lagi kepadanya.”

Pada contoh diatas membuktikan bahwa Si Piso Sumalim adalah seorang anak yang sabar, dia tidak ingin ibunya marah dan dia tidak mau melawan ibunya walaupun dia bermaksud baik ingin mengetahui tulangnya.


(30)

4.1.2 Alur/Plot

Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot. Alur atau plot merupakan rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur kita tidak tahu bagaimana jalan cerita tersebut apakah dia alur maju atau alur mundur.

Alur atau plot dalam cerita rakyat Si Piso Sumalim adalah sebagai berikut: 1) Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian cerita. Setiap awal cerita pembaca akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah cerita. Dalam bagian ini pengarang menceritakan sebuah desa namanya Saornauli Hatoguan, di mana di dalam desa itu hiduplah sebuah keluarga yang terdiri atas tiga orang yaitu ibu, anaknya, dan pembantunya. Ibunya bernama Siboru Sandebona, anaknya bernama Si Piso Sumalim, dan pembantunya bernama Sitakkal Tabu. Si Piso Sumalim adalah anak yang sabar dan patuh kepada ibunya.

Hal tersebut terlihat dalam contoh berikut:

“dung marumur ibana dihaposoon na, sungkun-sungkun ma di bagasan roha na didia do tulangna maringanan. Jadi ro ma Si Piso Sumalim tu jolo ni inong na laos disungkun ma tu inongna na di bagas roha na i. “ inong, naeng manungkun ma jolo ah,. adong do Tulanghu? Jala di dia do maringanan?. dungi di alusi inong na i ma Si Piso Sumalim, “ue Amang dang adong tulangmu, holan sa sada ahu do anak ni oppungmu,.”. ala mansai sungkun do roha ni Si Piso Sumalim disungkun ibana ma padua halihon tu inong na i,” toho ma inong, didia do tulanghu maringanan?”. jadi massai mara ma inong na i laos dialusi ma anak na i ninna ma, “ hudok sahali na i dang adong tulang mu, namapultak sian bulu do ahu jalan ma dek dek sian langit”. jadi laos hohom ma Si Piso sumalim dungkon muruk inong na i, laos lao ma ibana sian jolo ni inong na i, asa unang lam muruk be inong na tu ibana”.


(31)

“Setelah dia beranjak dewasa. Bertanya-tanyalah di dalam hatinya dimanakah pamannya berada. Dan datanglah Si Piso Sumalim ke hadapan ibunya untuk menanyakan apa yang ada di dalam hatinya, “ ibu, aku mau bertanya sama ibu, apakah ada pamanku bu? Dan jika ada di manakah dia berada sekarang,?”. lalu ibunya menjawab pertanyaan Si Piso Sumalim, “ueee pamanmu tidak ada, hanya ibu sendirinya anak kakekmu” tapi Si Piso sumalim merasa tidak percaya lalu dia menanyakan untuk yang kedua kalinya kepada ibunya. “betulah bu, dimananya pamanku berada?”. lalu marahlah ibunya kepadanya sambil menjawab pertanyaannya, “ kukatakan sekali lagi, tidak ada pamanmu. Yang pecah dari bambunya aku dan jatuh dari langit.” Lalu terdiamlah Si Piso Sumalim setelah ibunya marah, kemudian dia pergi dari hadapan ibunya agar ibunya tidak marah lagi kepadanya.”

2) Generating circumstances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak dimana Si Piso Sumalim terus berusaha mencari tahu kepada ibunya dimanakah keberadaan pamannya dan Si Piso Sumalim bermaksud untuk meminang putri pamannya, akhirnya ibunya manjawab semua pertanyaan Si Piso Sumalim.

Hal tersebut terlihat dalam contoh berikut ini:

“…Ro ma ma muse Si Piso Sumalim manukkun tu inong na, “ inong, adong do tulanghu? Molo adong di dia do tulanghu maringanan ?” dungi ala dang sanggup be inong na i pa bunihon sungkun-sungkun na i, gabe di paboahon ma tu ibana sasintongna adong do tulangna laos dipaboahon muse tu ibana di dia saonari tulang na i maringanan. “adong do tulangmu anakku, namargoar Punsahang Mataniari – Punsahang Matanibulan jala maringanan di Rura Silindung”. Ala naung di paboa inong na i ma ise do tulang na i, jadi disungkun Si Piso Sumalim ma muse inong na i, “ inong adong do paribanhu?”. Ro ma inong na i mangalusi huhut mengkel suping, “ adong do amang paribanmu, jala mansai uli do rupa na dohot parangena,.”


(32)

“Datanglah Si Piso Sumalim bertanya kepada ibunya, “ibu, adakah pamanku?, bila ada dimanakah dia tinggal?”. karena tidak sanggup lagi ibunya menyembunyikan semua pertanyaan itu maka dikasih tahu ibunyalah sebenarnya tulangnya ada dan di mana sekarang pamannya itu tinggal. ”adanya pamanmu anakku, namanya Punsahang Mataniari- Punsahang Matanibulan dan tinggal di Rura Silindung”. Setelah ibunya memberitahukan siapa pamannya, kembali lah Si Piso Sumalim kepada ibunya, “ibu, adakah paribanku?”, lalu ibunya menjawab sambil tersenyum, “ada anakku, dia sangat cantik dan baik hati,.” 3) Ricking Action (keadaan mulai memuncak)

Pada tahap ini pengarang mulai memunculkan maksud dan tujuan dalam cerita Si Piso Sumalim. Keadaan cerita mulai memuncak ketika Si Piso Sumalaim mengetahui bahwasanya terjadi pertengkaran antara ibunya dan pamannya diakibatkan pamannya telah mengambil barang pusaka milik keluarganya. Setelah Si Piso Sumalim mengetahui hal tersebut akhirnya dia memutuskan untuk mengambil kembali barang pusaka yang berada di tangan pamannya.

Hal tersebut dapat kita lihat dalam contoh berikut

Jadi di paboa inong na i ma tu Si Piso Sumalim na ditingki na uju i marbada i do inong na i dohot tulang na i, “Di tingki parmonding ni amang mu, ro do tulang mu lao mambuat arta i ima podang malim, jadi laos marbada i do hami ala dang olo au mangalean i sude, alai di paksa tulang mu au gabe laos di buat jala laos lao ma ibana,.”

Laos di dokkon inong nai ma muse, “ anakku, lao ma ho tu huta ni tulang mi, na di Rura Silindung, ai raja do tulangmu di san, sungkun ma jolma na adong di huta i na margoar Punsahang Mataniari-Punsahang Matanibulan. Dung sahat ho disi paboa ma tu tulangmu molo ho anakku. Dungi jalo ma tu tulang mu podang malim na dibuat na i sian au”.

Jadi di jou ma muse hatoban na i asa adong mandongani Si piso Sumalim lao borhat tu huta ni tulang na i. Hatoban na i ima namargoar Sitakkal Tabu.” Takkal tabu,. ro jo ho tuson”. jadi dung di jou Sitakkal Tabu i, ro ma


(33)

ma jo hamu rap dohot anakku Si Piso Sumalim tu huta ni tulangna na di Rura Silindung laos jalo hamu ma podang na di buat ni tulang na i,.” di alusi si Takkal Tabu ma oppung na i, “ olo ompung borhat pe hami tu Rura Silindung,.”

Dungi dijou inong ma muse Si Piso Sumalim, “anakku,. Borhat ma ho tu rura silindung tu huta ni tulangmu, Sitakkal Tabu ma donganmu lao tu jabu ni tulang mu. Anakku boan ma on ima pungga haomasan”. Jadi di sukkun Si Piso Sumalim tu inong na i, “aha do lapatan ni pungga haomasan on inong,?”, roma inong na i mangalusi, “pungga haomasan on i ma na marlapatan molo dianggo pungga homasan on dang di ae ho be male dohot mauas.”, dungi laos dilean inong na i ma baju habangsaon ni harajaon na i, laos martading hata ma Si Piso Sumalim tu inong na i, “inong,.. bereng ma bunga on, molo malos do bunga on na adong ma sidalananku na so denggan, jala molo mate do bunga on naung mate ma au di pardalananku alai molo denggan manangna subur do bungan on na denggan ma au mnopot tulang i dohot sahat di jabuni tulang i”, laos di pakkehon ibana ma pakhean i. Jadi laos di jou Si Piso Sumalim ma Sitakkal Tabu asa lao halaki borhat tu Rura silindung.”

Terjemahan :

“Jadi diberitahukan ibunyalah kepada Si Piso Sumalim bahwasanya dahulu ibunya bertengkar dengan pamannya,” sewaktu ayahnya meninggal pamanmu mengambil barang pusaka yaitu pedang Malim, jadi bertengkarlah ibu sama pamanmu karena ibu tidak mau memberikan barang pusaka itu, dan kemudian dia langsung pergi.

Lalu ibunya berkata, “anakku pergilah ke rumah pamanmu yang berada di Rura Silindung dia adalah seorang raja di sana, Tanyalah kepada orang yang tinggal di kampung itu yang bernama Punsahang Mataniari- Punsahang Matanibulan. Setelah kau tiba di sana beritahukanlah kepadanya bahwa kau adalah anakku, lalu mintalah pedang Malim yang telah di ambil pamanmu dariku”.

Setelah itu dipanggil ibunya pembantu mereka untuk menemani Si Piso Sumalim pergi ke rumah pamannya, pembantu mereka bernama Sitakkal Tabu.”Takkal tabu, kesini dulu kau”, lalu SitakkalTabu menjawab,”apa nyonya?”, lalu nyonya itu berkata kepadanya,”pergilah kau dengan anakku Si


(34)

Piso Sumalim ke rumah pamannya di Rura Silindung, dan mintalah kepada pamannya pedang yang telah diambilnya dariku”, lalu Sitakkal Tabu menjawab, “ iya nyonya, kami akan berangkat ke Rura Silindung”.

Setelah itu ibunya memanggil kembali Si Piso Sumalim dan berkata,”anakku, pergilah kau ke Rura Silindung ke rumah pamanmu dan Sitakkal Tabulah yang menemanimu pergi ke sana, anakku,.. bawalah pungga haomasan ini”, lalu bertanyalah Si Piso Sumalim kepada ibunya,” apakah kegunaan pungga haomasan ini ibu?”, lalu ibunya menjawab pertanyaan itu,” pungga haomasan ini berguna bilamana kau mencium pungga haomasan ini kau tidak akan merasakan lapar walaupun kau tidak makan dan tidak akan merasa haus walaupun tidak minum”. Lalu ibunya memberikan baju kebesaran kerajaan kepada Si Piso Sumalim, dan kemudian Si Piso Sumalim memberikan pesan kepada ibunya,” ibu,. Lihatlah bunga ini, apabila bunga ini layu maka aku memiliki masalah di perjalananku, dan apabila bunga ini mati, maka aku mati di perjalanan ku, dan bilamana bunga ini tumbuh dengan subur maka selamatlah aku diperjalananku sampai ke rumah paman. dan dia langsung mengenakan baju kebesaran tersebut. Lalu Si Piso Sumalim memanggil Sitakkal Tabu dan minta izin kepada ibunya kemudian mereka berangkat menuju Rura Silindung.”

4) Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

Peristiwa mencapai puncak terjadi setelah Si Piso Sumalim dan Sitakkal Tabu sedang berada di perjalanan menuju rumah pamannya di Rura Silindung, di dalam peristiwa ini Sitakkal Tabu berniat buruk kepada Si Piso Sumalim.

Hal itu dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“Dung borhat Si Piso Sumalim dohot hatoban na Sitakkal Tabu, tung mansai loja do di hilala nasida na manjalahi huta ni tulang na i alani dao na. Di tonga dalan jumpang nasida ma sada batang aek namansai tio, didokma asa maridi Si Piso Sumalim tu batang aek i. Alai didokkon Si Piso Sumalim ma tu Sitakkal Tabu asa parpudi ibana maridi asa adong manjaga barang-barang dohot pakhean ni Si Piso Sumalim di tingki ibana maridi.” Takkal Tabu. parpudi ma ho maridi, jaga ma jo barang ta on dohot abithon,. Dung sae annon


(35)

dialusi Sitakkal Tabu ma ibana,”olo raja nami. parpudi pe ahu maridi.”. dung sahat di paridian i Si Piso Sumalim, dibukka Sitakkal Tabu ma pakhean na i laos dipangke ma pakhean ni habangsaon ni harajaon ni Si Piso Sumalim i.

Dung sae maridi Si Piso Sumalim di bereng ibana ma naung di pangke Sitakkal Tabu be Pakhean na i laos tarsonggot ma ibana, laos di dokkon ma tu Sitakkal tabu,” boasa pakke on mu pakhean hi,.??”, jadi ro ma hata ni Sitakkal Tabu,”saonari ahu na ma raja jala ho ma gabe hatobanhu, ahu na ma Si Piso Sumalim jala ho ma gabe Sitakkal Tabu. Molo dang olo ho pemateonhu do ho dohot podang on”, alani i gabe olo ma Si Piso Sumalim mamangke pakhen ni hatoban na i. Jala naso jadi paboahon ni Si Piso Sumalim do tu manang ise dibagasan parjanjian nasida, didokkon Sitakkal Tabuma tu Si Piso Sumalim, “dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise si ose padan tu ripurna tu magona”. Ima parpadanan naung niuddukkon ni Si Piso Sumalim. Dung sae halak i marpadan borhat ma halak i tu Rura Silindung.”

Terjemahan :

Setelah berangkat Si Piso Sumalim dan pembantunya Sitakkal Tabu, di tengah perjalanan mereka merasakan letih nya selama perjalanan ketika mau menuju rumah pamannya yang sangat jauh. Di tengah perjalanan mereka menemukan sungai yang sangat jernih airnya, lalu Sitakkal Tabu menyuruh agar Si Piso Sumalim mandi ke sungai itu. Lalu Si Piso Sumalim berkata kepada Sitakkal Tabu supaya dia belakangan mandi supaya ada yang menjaga barang dan pakaian kebesaran kerajaannya sewaktu dia mandi. “Takkal Tabu,.. belakanganlah kau mandi jagalah barang- barang dan pakaian ini, setelah aku selesai mandi baru kau bisa mandi biar aku yang menjaga barang kita nantinya”, lalu Sitakkal Tabu menjawab dia, “iya raja,.. terakhir pun aku mandi”. Setelah Si Piso Sumalim sampai di sungai, Sitakkal Tabu langsung membuka baju yang dipakainya dan memakai baju kebesaran kerajaan Si Piso Sumalim.

Setelah Si Piso Sumalim selesai mandi terkejutlah dia melihat Sitakkal Tabu mengenakan pakaian kebesaran kerajaannya. Si Piso Sumalim pun berkata, “kenapa kau pakai pakaianku?” Lalu Sitakkal Tabu menjawab,”mulai sekarang akulah yang menjadi Si Piso Sumalim dan kaulah yang menjadi Sitakkal Tabu, jika kau tidak mau kau akan kubunuh dengan pedang ini, akhirnya Si Piso


(36)

Sumalim pun menuruti perkataan Sitakkal Tabu dan dia memakai pakaian pembantu itu. Mereka membuat perjanjian bahwasanya Si Piso Sumalim tidak akan memberitahukan kepada siapa pun. Setelah mengikat janji, mereka berangkat menuju Rura Silindung ke tempat pamannya Si Piso Sumalim.

Suasana semakin memuncak setelah Si Piso Sumalim tiba di rumah pamannya. Setelah sampai di rumah pamannya, pamannya tidak mengenal yang mana sebenarnya Si Piso Sumalim dan Sitakkal Tabu.

Hal itu dapat dilihat dalam contoh berikut :

“Jadi dung pajumpang ma nasida dohot tulang na i, disungkun tulang na i ma nasida, “ise do hamu.?”, jadi ro ma Sitakkal Tabu na gabe dijou sonari Si Piso Sumalim mandok, “ au do on tulang, berem Si Piso Sumalim na sian huta Habinsaran,.”, dung i di sukkun tulang na i ma muse ibana, “bah.. tubu nise ma ho sian Habinsaran,.?”, ala dang di boto Sitakkal tabu mangalusi, gabe didok ma tu Si Piso Sumalim asa ibana Mangalusi Sungkun-sungkun nitulang i, “Takkal Tabu,.. alusi jo sungkun-sungkun ni tulang on,” jadi di alusi Si Piso Sumalim na asli ma Sungkun- sungkun ni tulang na i, “ santabi rajanami, tubu ni baru tompul do raja on nasian habinsaran, namargoar oppung sopur-sopuron”. Dung di dok songoni gabe di haol tulang na ma Si Piso Sumalim na palsu i. jala di suru ma asa masuk tu jabu, alai anggo Si Piso Sumalim na asli i, tinggal do di emper ni jabu ni da tulang na i. Dung sahat di jabu di suru tulang na ma asa mangan halak i. molo sitakkal tabu na asli tung mansai tabo do ingkau na di rade hon tu ibana, alai Si Piso Sumalim na asli holan indahan dohot ikkan asin do dilean tu ibana.

Ditingki namangan i Sitakkal Tabu na asli, dibereng boru ni tulang na i ma songon parpanganon ni Sitakkal Tabu, jadi didokma tu Sitakkal Tabu na asli i, “ ai dang tarida ho songon anak ni raja, ai parmanganmu pe pas hera hatoban naso hea mangallang na tabo”, dang pola di pardulihon Sitakkal tabu i alani taboni na mangan i, jadi ala dang di alusi Sitakkal Tabu i boru ni tulang i, laos lao ma ibana tu luar, dina tu luar i ibana di ida ma Si Piso Sumalim na asli dang di allang nanggo saotik pe indahan na i, jadi di sukkun boruni tulang i ma Si Piso Sumalim na asli i, “Takkal Tabu, boasa dang mangan ho?, mansai


(37)

lambok do alus ni Sitakkal tabu na palsu i, “nungnga bosur ahu boru ni raja nami,.”, di alusi ma muse, “ai mangallang aha haroa ho umbaen boi ho bosur?”, didok Sitakkal Tabu na palsu i ma muse, “dang adong huallang manang aha boru raja nami, holan on do hu anggo- anggo”. Di dok boru raja i ma muse, “aha do haroa i Takkal Tabu?”, di alusi ma muse, “santabi ma boru ni raja nami, ia on namargoar pungga haomasan”, laos disungkun boru ni raja i ma,”aha do lapatanni i,.?”, di alusi ma, “santabi ma boru ni raja name ia lapatanni on ima molo ianggo do pungga haomasan on tung naso jadi di taon male nang pe somangan dang mauas nang pe so minum, ima ianggo lapatanna boru ni rajanami”. Tarsonggot ma boru ni raja i dina mambege hata i, laos lao ma ibana mandapothon amang na i tu jabu. Dungi idongkon boru naon ma tu bapana, “bapa.. bereng jolo hatoban ni Si Piso Sumalim an dang olo ibana mangan bapa”, dungi ro ma muse bapa naon mandok tu boruna, “dang disuru ho haroa ibana mangan!”, dialusi boruna ma “hu suruh do bapa ibana mangan alai dang olo ibana mangan, alai heran do ahu mamereng ibana bapa holan pungga haomasanni do ianggo-anggo ibana gabe ibana butong bapa nata pe so mangan”, mambege i heranma bapa na, nuaeng ise do sabatul na sipiso sumalim alana nahuboto napunasa pungga haomasan ni holan sipiso sumalim do alai boasa boi ditiop hatoban i sipiso sumalim pungga haomasani.

Manogotna heran ma tulangni sipiso sumalim adong di ida ibana sada hoda dung i hoda on mamboan surat namarisi hon tona sian inongni si piso sumalim na adong di habinsaran ni huta, isi ni suraton pe songonon, ito husuru do berem tu jabumu lao panjumpang dohot ho dungi laos lehon ma podang malim i tu ibana, ito manang ise na boi pajinakon manang naboi mangalehon mangan hodaon ido berem sasintongna. Dung sae dijaha tulangna i isi ni surat i di jou tulangna ma Si Piso Sumalim dohot si takal tabu, “takkal tabu dohot ho bereku Si Piso Sumalim roma joloho tuson”, dungi ro ma halaki na dua tu joloni tulang na, aha i tulang ninna sipiso sumalim na palsu ma tu tulangna, “songon on saonari paridi ma jolo hodaon dung diparidi leon ma mangan hodaon, manang ise di antara hamu nadua na boi paridi hon dohot mangalehon mangan hoda on ima bereku Si Piso sumalim, alana ido tona na ro sian huta habinsaran”, parjolo disuruh ma Si Piso Sumalim na palsu laho paridihon


(38)

dohot mangalehon mangan hoda i, ala i dang jonok dope ibana sian hoda i alai nga di tendang hoda i Si Piso Sumalim napalsu, ditingki mamereng kejadian i curigama tulangna mamereng sipiso sumalim on, dung sae i disuruh tulangna ma si Takkal Tabu na palsu laho paridihon dohot mangalehon mangan hoda i, roma si Takkal Tabu na palsu on dijonok i ibana ma hoda i, heran ma tulangna mamereng hoda i, alana dibereng tulangna di tingki manjonoki hoda i si Takkal Tabu na palsu i tangis do hada i, dungi di haol Sitakal Tabuon ma hodaon diboan sitakal tabuon ma hoda on maridi dung sidung diparidi dilehon ibana ma mangan hodaon.

Dung sae Sitakal Tabu na palsu paridihon dohot mangalehon mangan hodana disuruh tulangna on ma boru na manjou si Takkal Tabu, ro ma boruna manjou Sitakkal Tabu, “Takkal Tabu dijou bapa ho, ro ma jolo ho tuson”, dungi roma Sitakkal Tabu na palsu tu joloni tulangna, “aha i tulang?”, “Sasintongna ise do ho sabutulna ala na nga huboto saonari ise Sitakkal Tabu, ise si piso sumalim, disungkun tulangna ma Si Piso Sumalim,, ise do ho sabotulna”, ro ma alusni Si Piso Sumalim,” Si Piso Sumalim do ahu tulang”, ro ma tulangna mandokon,” unang pola margabus ho, nga huboto saonari ise sabotulna sipiso sumalim na asli. “Husukon maho sahali nai ise do ho?” Dungi dialusi Si Piso Sumalim na palsu ma “ai Sitakal Tabu do ahu tulang”, dungi disukun tulangna muse tu ibana “jadi boasa margabus ho, boasa di dongkon ho goarmu Si Piso Sumalim?”, “ai na pengen do ahu tulang gabe raja, alana sian oppung tu dainang, sian dainang tu ahu sai lalap ma gabe hatoban, ima alasanna boasa ahu margabus tulang, dungi pas ditonga dalan naeng lao tuson huancam do si piso sumalim asa unang paboahon ise ibana sabotulna, jadi mangido maaf ma ahu tu hamu tulang”, roma tulangna tu si Takkal Tabu na asli “dang adong maaf di ho”, di jou tulangna ma angka pengawal asa manguhum sitakal tabu, dungi didokon tulangna ma tu Si Piso Sumalim, “mangido maaf ma ahu tulangmu alana dang boi tingkos hutanda ho”, dungi dijou tulangna na on ma nantulangni Si Piso Sumalim, didok tulangna ma, “oma ni butet, roma joho on do bereta sabotulna na ro sian huta habinsaran, jadi buat jo pahean na denggan tu ibana asa tarida ibana songon anak ni raja.”


(39)

“Setelah mereka berjumpa dengan pamannya, bertanyalah pamannya kepadanya, “siapanya kau?”, jadi datanglah Sitakkal Tabu yang asli berkata, “akunya ini paman, beremu Si Piso Sumalim yang datang dari desa habinsaran,.”, stelah itu bertanya lagi pamannya, “siapakah nama ibu yang melahirkanmu?”, karena Sitakkal Tabu yang asli tidak tahu menjawab pertanyaannya, dipanggilnyalah Si Piso Sumalim untuk menjawab pertanyaannya itu,” Takkal Tabu, jawab dulu pertanyaan paman ini!”, lalu di jawab Sitakkal Tabu yang palsulah pertanyaan paman tersebut,”maaf terlebih dahulu raja, boru tompullah ibu yang melahirkan raja ini yang bernama oppung sopur-sopuron dari desa habinsaran!”, lalu di peluk pamannyalah Si Piso Sumalim yang palsu dan diajaklah dia masuk ke ruma tetapi Si Piso Sumalim yang asli tinggallah di teras rumah pamannya. Setelah sampai di dalam rumah disuruhlah dia makan, kalau Sitakkal tabu yang asli banyak di hidangkan makanan-makanan yang enak, sedangkan Si Piso Sumalim yang asli hanya nasi dan ikan asin saja. Sewaktu Sitakkal Tabu yang asli makan terlihat putri pamannyalah bagaimana dia makan, lalu putri itu pun berkata,” kamu tidak terlihat seperti anak raja, karena cara makanmu seperti pembantu yang tidak pernah makan makanan yang enak, tetapi Sitakkal tabu yang asli tidak menghiraukan perkataannya itu dikarenakan terlalu asyik makan makanan tersebut. Setelah itu pergilah putri pamannya keluar rumah, dan dia melihat Si Piso Sumalim yang asli tidak memakan sedikit pun nasi tersebut, lalu dia heran dan berkata,”kenapa kamu tidak mau memakan nasi itu.?”, lalu Sitakkal Tabu yang palsu pun menjwab dengan lembut, “aku sudah kenyang”, lalu putri raja pun bertanya kembali, “apa yang kamu makan sehingga kamu bisa kenyang?”, dijawab Sitakkal Tabu yang palsulah,”aku tidak memakan apapun putri raja, hanya inilah yang aku cium-cium.”,lalu putri raja itu bertanya, “apa itu Takkal Tabu.?”, lalu dia menjawab,”terlebih dahulu saya minta maaf putri raja, ini namanya pungga haomasan”, putri raja pun bertanya, “apakah kegunaannya itu?”, dia pun menjawab,” apa bila kita mencium pungga haomasan ini, kita tidak akan merasakan lapar walaupun tidak makan dan tidak akan haus walaupun tidak minum”, lalu putri raja pun terkejut mendengar semua itu. Kemudian putri raja langsung masuk kerumah dan menemui bapaknya,


(40)

kemudian dia berkata kepada bapaknya,”bapak, lihat dulu pembantu Si Piso Sumalim itu dia tidak mau makan, lalu bertanya, “kenapa dia tidak mau makan putriku, apakah kamu tidak menyuruhnya untuk makan.?, lalu putrinya menjawab, “aku sudah menyuruhnya tetapi dia hanya mencium-cium pungga haomasan”, setelah mendengar itu heranlah bapaknya karena sepengetahuan bapaknya hanya Si Piso Sumalimlah yang memiliki pungga haumasan, kenapa pembantunya yang memegang pungga haomasan tersebut, dan timbullah tanda tanya di dalam hatinya.

Keesokan harinya heranlah pamannya, pamannya melihat seekor kuda di depan rumahnya dan membawa sepucuk surat. Kemudian pamannya langsung mengambil dan memabaca isi surat tersebut, dan terkejutlah dia karena isi surat tersebut berisikan pesan dari ibu Si Piso Sumalim yang ada di Habinsaran. Isi surat tersebut adalah, “abang.. aku telah memberangkatkan beremu untuk bertemu denganmu dan untuk meminta kembali pedang Malim yang telah kau ambil itu . abang,.. siapa pun yang bisa menjinakkan kuda yang membawa surat ini dan bisa memandikan dan memberi makan kuda itu, itu lah beremu yang sebenarnya”. Setelah selesai dibaca pamannaya surat itu, langsung dipanggil pamannya lah Si piso Sumalim dan Sitakkal Tabu, “Takkal Tabu dan kau bereku, datanglah dulu kemari”, lalu mereka pun datang menghampiri pamannya. Sekarang mandikan dulu kuda itu setelah itu beri makan kuda itu, siapa pun diantara kalian berdua yang bisa memberikan makan kuda itu, dia adalah bereku yang sebenarnya, karena itu pesan dari desa habinsaran”. Pertama disuruhlah Si Piso Sumalim yang palsu untuk memandikan dan memberi makan kuda itu, akan tetapi sewaktu memandikan kuda itu, Si Piso Sumalim yang palsu langsung di tendang oleh kuda itu, sewaktu melihat kejadian itu pamannya heran, kemudian pamannya memanggil Sitakkal Tabu yang palsu untuk memandikan dan memberikan makan kuda itu, Sitakkal Tabu mendekati kuda itu dan pamannya terheran melihat kuda itu menangis sewaktu mendekati kuda itu, lalu Sitakkal Tabu pun memeluk kuda itu dan langsung di mandikan, kemudian dia beri makan.

Setelah Sitakkal Tabu selesai memandikan dan memberi makan kuda itu, di suruh lah putrinya untuk memanggil Sitakkal Tabu yang palsu, “Takkal Tabu,


(41)

datang dulu kau kemari, bapak memanggilmu!” , lalu Sitakkal Tabu pun menjawab, “ada apa paman?”, “sebenarnya siapanya kalian bereku?, sekarang aku sudah tahu yang sebenarnya”, lalu pamannya bertanya kepada Sitakkal tabu yang asli yang menyamar sebagai Si Piso Sumalim,”siapa kau yang sebenarnya?”, dia pun menjawab,”akunya ini paman beremu Si Piso Sumalim!”, lalu pamannya berkata,” kamu tidak perlu berbohong, aku sudah tahu siapa Si Piso Sumalim yang asli. “aku menanya sekali lagi, siapanya kamu sebenarnya?”,lalu dia pun menjawab,”Sitakkkal tabunya aku paman, “jadi kenapa kamu berbohong?, kenapa kamu bilang bahwa kamu Si Piso Sumalim?”, dia pun menjawab,”yang pengennya aku paman menjadi seorang raja karena dari oppung sampai ke ibuku, dari ibuku sampai ke aku, tetap menjadi pembantu, itu lah alasannya mengapa aku berbohong selama ini, sewaktu ditengah jalan menuju kemari kuancamnya Si Piso Sumalim supaya tidak di bongkarnya siapa aku yang sebenarnya, jadi aku minta maaf paman, lalu pamannya pun memanggil pengawalnya dan menyuruh pengawalnya untuk menghukum Sitakkal Tabu. Lalu pamannya berkata kepada Si Piso Sumalim, “aku minta maaf bere kalau aku tidak mengenalmu selama ini”. Setelah itu pamannya memanggil istrinya dan berkata kepada istrinya,” mak butet datang dulu kesini,!, ini lah sebenarnya bere kita yang asli Si Piso Sumalim yang datang dari desa Habinsaran. Jadi ambilkanlah pakaian yang bagus untuk dapat dikenakannya, agar dia terlihat seperti anak raja.”

5) Demouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa) Pada tahap penyeleasian ini Si Piso Sumalimpun telah memberikan tanda- tanda bahwa dia adalah Si Piso Sumalim yang sesungguhnya sesuai dengan kutipan diatas, dan kemudian pamannya pun mulai membuka mata hatinya bahwasanya dia telah di tipu oleh Sitakkal tabu yang asli, hal ini dapat kita lihat pada kutipan dibawah ini:

“Jadi mansai mara ma tulang na i marnida Sitakkal Tabu i, dungi di pangke Si Piso Sumalim ma pakhean na dumenggan i na nilean ni nantulang na i. Jadi di dok tulangnai ma tu ibana, “jadi ho bereku, nungga sahat be ho di


(42)

jabu ni tulang mon jala nungnga tangkas be ho situtu hutanda ima Si Piso sumalim”, jadi ro ma muse tulang na i di suru ma inanta na i asa lao mambuat podang malim asa di lean tu Si Piso Sumalim i, “inang ni butet,.. lao ma jo ho tu inganan ni panabunian ni podang malim i, buat ma sian i podang i asa hulean jala hu paulak ma i tu bere ta on,”, jadi di alusi inang na i ma, “olo amang hu buat pe!”, jadi laos di haol tulang na i ma Si Piso Sumalim i. dung ro nantulang na i sian jabu i di lean ma tu tulang na i ma podang malim i laos ninna tulang na i ma, “ni on ma bere, podang na ni luluan mi, denggan do hujaga on anggiat boi muse sahat tu pinompar ta,”, laos di alusi Si Piso Sumalim ma tulang na i, “mauliate ma tulang nami, nungga mansai las be rohaku boi hita pajumpang nang pe songon on hita marsitandaan, hu jalo ma podang on jala lam denggan ma parsaoranta tu jolo ni ari, didok rohangku nian mulak ma au tu huta ni dainang asa hupaboa hon namasaon,”, jadi roma nantulang na i mangalusi,”unang majo pittor hatop ho mulak amang, dison majo ho apa sadari on, sogot ma ho mulak, boha didok roham?”, laos di alusi Si Piso Sumalim ma nantulang na i, “ipe taho nantulang, marsogot pe au mulak.”

Dung marsogot na i ro ma Si Piso Sumalim ninna ma mandok tu tulang na i,”tulang raja nami nunnga binsar be mata ni ari, mulak ma jo ahu tu huta inang pangintubu i asa hu lean ma podang on”, jadi ro ma tulang na i, “ima tutu bereku, mulak na ma ho tu huta habinsaran, ho dokkon ma tu ho bereku, hu buat pe on sian tangan ni inong mu alana na so adong be manjaga on denggan, alana tingki i nungga marujung ngolu be lae hi, asa unang mago do tu tangan ni halak ido mambahen ahu margorak laho mambuat podang Malim on. Alai sonari nungnga sibbur magodang be ho nungnga gabe raja be ho, nungnga boi be ho mangurus sude na adong di habinsaran, jadi dang mabiar be au mangalehon podang Malim on, anggiat nian jaga ma on denggan ala on ma partinggal ni opputa na parjolo sahat ma on tu hita sonari!”, jadi lam di boto Si Piso Sumalim ma boasa di buat tulang nai podang Malim sian inong na i laos dialusi ma tulang na i,” ima tutu tulang, nungsnga di paboa hon tulang be aha alana gabe di buat tulang on sian inong, naeng ma nian hatop ahu mulak asa hu patangkas ma on tu inong na adong di habinsaran, jadi mulak ma jo au tulang tu huta ni dainang i di habinsaran”, ro ma tulang nai mandok,” olo bere ku,


(43)

boan ma hoda on jala denggan ma jaga inong mu dohot na sagala na adong di habinsaran, paboa ma tu inong mu, asa anggiat lam di boto aha na hubaen na uju i”, di alusi Si Piso Sumalim ma, “olo tulang, jadi borhat ma jolo ahu tu habinsaran”, di na lao mulak Si Piso Sumalim dung mangalangka ibana ittor ro ma muse tulang na i di dapothon ma muse Si Piso Sumalim i, ninna ma,” bere. bere, pette jo satongkin”, jadi laos so ma Si Piso Sumalim i, didok tulang na i ma muse,”didok rohangku nian boan borukon dohot tu habinsaran, laos baen ma ibana gabe parsinondukmu, jaga ma ibana laos haholong i ma ibana, asa lam denggan hita marsaor lam bagak ma muse par pamili on ta, asa unang be adong marhancit ni roha di hita, asa lam tu denggan na harajaon ta on tujoloan ni ari on”, jadi tarsonggot ma roha ni Si Piso Sumalim laos didok ma,”las do rohakku tulang di na nidok ni tulang pariban kon gabe parsinondukhu, jadi rap ma hami tu huta ni inong di habinsaran, tung mansai denggan pe hu jaga dohot hu haholongi pariban hon, jadi borhat ma hami tulang sonari”, ro ma boru ni tulang na i mandok, “borhat ma hami oma, bapa denggan-denggan ma hamu na tinadinghon nami”, ro ma nantulang na i mandok tu pariban na i,” olo inang, borhat ma hamu, jaga dirim dohot manat ma ho marsimatua”, dialusi boru nai ma,”olo inang, jadi borhat ma hami”. Dungi borhat ma Si Piso Sumalim rap dohot pariban na i sai tumatangis ma tulang dohot nantulang na i di na lao borhat halak i.

Dung sahat Si Piso Sumalim rap dohot pariban nai pittor di jou ma inong na i, “inong, inong, nungnga ro be anak mon Si Piso Sumalim!”, jadi pittor ro ma inong na i laos di haol hon ma anak na i,” amang,.. nungnga ro be hape ho, nunga di boan ho be, jala nungnga sahat be podang Malim on tu jabu ta on”, jadi dung sidung inong na i manghaol anak nai dibereng ma adong boru-boru di lambung ni anak na i, ninna inong na i ma, “bah,. Malim ise do borua na binoan mon,,?”, jadi ro ma pariban nai pittor di alusi ma namboru na i, “au do on namboru ima boru ni amang i namargoar Punsahang Mataniari- Punsahang Matanibulan”, laos di haol ma muse ibana laos ninna namboru na i ma,” ho do hape pariban ni anak na gabe parsinonduk ni anakki laos gabe parumaen kui,”, dung i laos di paboa Si Piso Sumalim ma boasa di buat tulang na i podang Malim i, laos di lean ma podang Malim i tu inong na i”


(44)

Terjemahan :

“lalu marah lah tulangnya melihat Sitakkal Tabu akibat perlakuannya. Kemudian dikenakan Si Piso Sumalimlah pakaian yang lebih bagus yang telah di berikan nantulangnya kepadanya, lalu tulangnya pun berkata kepadanya, “bereku,.. kamu telah sampai di rumah tulang mu ini dan sudah jelas kami mengenalmu”, kemudian tulangnya menyuruh istrinya untuk mengambil pedang Malim supaya diberikan kepada Si Piso Sumalim, “mak butet, pergilah ketempat penyimpanan pedang Malim dan ambillah pedang itu agar kuberikan kepada bere kita ini, lalu istrinya pun menjawab, “iya pak, saya akan mengambilnya”. Tulangnya langsung memeluk Si Piso Sumalim dan tidak lama kemudian nantulangnya datang dan memberi pedang itu kepada suaminya dan suaminya pun berkata, “ini lah bere pedang yang kau cari itu, aku menjaganya dengan sangat baik agar sampai ke generasi berikutnya”, lalu Si Piso Sumalimpun menjawab, “terima kasih tulang saya sangat senang berjumpa dengan tulang walaupun seperti ini pertemuan kita, tulang nya pun bekata,”semoga mulai saat ini sampai kedepannya persaudaraan kita menjadi lebih baik sampai di hari mendatang”, Si Piso Sumalim berkata, “menurut ku aku ingin pulang ke kampungku agar aku bisa menceritakan semua ini kepada ibu”, kemudian nantulangnya pun berkata, ”janganlah langsung pulang kau bere, besoklah kau pulang”, lalu Si Piso Sumalim pun menjawab,” baiklah nantulang besok pun aku pulang”.

Besok paginya Si Piso Sumalim berkata kepada pamannya ,” paman, hari sudah pagi, kiranya aku pulang hari ini ke kampung halamanku, agar aku bisa memberi pedang ini kepada ibu”, kemudian tulangnya pun berkata, ”pulang lah kau bere kekampung halamanmu dan kukatakan padamu, kuambil pun pedang ini dari ibumu karena gak ada yang bisa menjaga pedang ini, sewaktu ayahmu telah meninggal agar jangan di ambil orang. Jadi sekarang kamu sudah dewasa dan sudah pantas menjadi raja dan kamu sudah mampu mengurus semua yang ada di habinsaran, aku tidak takut lagi memberikan pedang Malim ini kepada mu” akhirnya Si Piso Sumalim tahu kenapa tulangnya mengambil pedang itu, “baiklah tulang, saya akan memberi tahu kan semua ini kapada ibu, dan saya akan pulang ke kampungku”, “bereku bawalah kuda ini dan jagalah ibumu dan


(45)

semua yang ada di habinsaran”, sewaktu Si Piso Sumalim mau melangkah keluar rumah lalu tulangnya pun berkata, “bere, bere, tunggu sebentar menurutku bawalah paribanmu ini ke habinsaran dan jadikanlah dia istrimu dan sayangilah dia agar hubungan keluarga kita semakin baik agar tidak ada lagi sakit hati diantara keluarga kita”. Kemudian terkejutlah Si Piso Sumalim dan dia berkata,” tulang,. Aku sangat bahagia mendengar ini semua bahwa paribanku akan menjadi istriku, kami akan bersama-sama pergi ke kampungku dan aku akan berjanji menjaga dan menyayanginya”. Lalu putrinya pun berkata kepada ayah dan ibunya, “ayah,.. ibu,.. berangkatlah kami semoga kalian baik-baik saja disini”, lalu ibunya menjawab,” jaga lah dirimu dan hormatlah kepada mertuamu”.

Setelah mereka sampai di habinsaran kemudian Si Piso Sumalim memanggil ibunya, “ibu, ibu, anak mu sudah sampai”, kemudian ibunya mendatanginya dan memeluknya , “anakku, kau telah datang dan kau telah membawa pedang Malim ini kerumah kita”, setelah ibunya selasai memeluk anaknya dia melihat seorang perempuan di samping anaknya dan langsung berkata, “anakku, siapakah perempuan yang kau bawa itu?”, lalu paribannya langsung menjawab namborunya itu, “inilah aku namboru putri bapak yang bernama Punsahang Mataniari – punsahang Matanibulan, setelah mendengar itu namborunya langsung memeluknya dan berkata,” jadi, kaunya pariban anakku?, yang akan menjadi istri anakku?, dan menjadi menantuku”, lalu Si Piso Sumalim menyerahkan pedang Malim itu kepada ibunya dan menceritakan tentang semua kejadian kepada ibunya”

4.1.3 Latar/ Setting

Latar disebut juga istilah setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar/ setting adalah tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat, namun waktu, peristiwa penting dan bersejarah. Dengan mengetahui dan memahami latar dalam


(46)

sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan memudahkan pembaca untuk memahami apa yang di bacanya.

Latar tempat dalam cerita rakyat Si Piso Sumalim adalah terjadi di kabupaten Samosir. Cerita ini terjadi di beberapa desa di kabupaten Samosir, adapun nama desa tersebut adalah, sungai halibanban yang ada di pertengahan antara desa Habinsaran dengan Rura Silindung, desa Habinsaran, desa Rura Silindung, dan desa Saornauli Hatoguan yang berada di kabupaten Samosir.

Sedangkan latar waktu yang terjadi pada cerita ini adalah pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.

Sedangkan latar sosial pada cerita rakyat Si Piso Sumalim disebutkan bahwa Si Piso Sumalim adalah seorang anak raja, ibu Si Piso Sumalim yang bernama Oppung Sopur-sopuron adalah istri dari seorang raja, Takkal Tabu adalah seorang masyarakat biasa yang berperan sebagai pembantu, tulang Si Piso Sumalim yang bernama Punsahang Mataniari- Punsahang matanibulan adalah seorang raja, nantulang Si Piso Sumalim adalah seorang istri raja, pariban Si Piso Sumalim atau Putri tulang Si Piso Sumalim yang bernama Uli adalah seorang putri raja dan pengawalnya adalah masyarakat biasa.

4.1.4 Perwatakan atau Penokohan

Terbentuknya sebuah cerita adalah karena adanya tokoh-tokoh dalam cerita, tokoh dalam sebuah cerita sangat memegang peranan penting. Tokoh adalah salah satu unsur penggerak cerita yang memiliki watak yang berkembang sesuai dengan jalan cerita. Perwatakan sama halnya dengan penokohan. Dalam suatu karya sastra prosa pastilah memiliki tokoh, dan tokoh tersebut sangat diperlukan dalam sebuah cerita. Dalam sebuah cerita tokoh memiliki peran yang berbeda- beda, ada yang baik hati, ada


(47)

yang sombong, ada yang bodoh, ada yang pintar, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang berperan sok kaya, dan ada juga yang berperan sok miskin dan lain sebagainya. Peran yang sering muncul dalam sebuah cerita adalah tokoh utama.

Seorang tokoh yang memiliki peran penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang memiliki peran yang tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, dan mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.

Pelukisan perwatakan dapat digambarkan secara langsung atau tidak langsung dari penokohan yang terdapat dalam sebuah cerita. Membicarakan tokoh secara tidak langsung kita juga sudah membicarakan perwatakan. Perwatakan merupakan ciri keseluruhan yang dimiliki para tokoh.

Berikut ini akan di perlihatkan watak dari para tokoh- tokoh yang terdapat dalam cerita rakyat Si Piso Sumalim.

1) Si Piso Sumalim

Setelah kita membaca cerita rakyat Si Piso Sumalim, maka secara fisik tokoh ini adalah seorang laki- laki, dia mempunya kepribadian yang patut di contoh dan diteladani. Kita juga dapat melihat bahwa tokoh ini mempunyai sifat sabar dan rendah hati, sopan santun, penyayang, taat kepada orang tua, dan bijaksana.

Hal itu dapat kita lihat dalam contoh berikut :

jadi laos hohom ma Si Piso sumalim dungkon muruk inong na i, laos lao ma ibana sian jolo ni inong na i, asa unang lam muruk be inong na tu ibana”.

Terjemahan :

“Lalu terdiamlah Si Piso Sumalim setelah ibunya marah, kemudian dia pergi dari hadapan ibunya agar ibunya tidak marah lagi kepadanya.”


(48)

Pada kutipan diatas membuktikan bahwa Si Piso Sumalim adalah seorang anak yang sabar, dia tidak ingin ibunya marah dan dia tidak mau melawan ibunya walaupun dia bermaksud baik ingin mengetahui tulangnya.

Santabi jolo raja nami, ianggo goarni inang pangintubu i, ima namargoar Oppung Sopur- Sopuron na sian huta Habinsaran”

Terjemahan :

“terlebih dahulu aku minta maaf raja, kalau ibu yang telah melahirkan aku bernama Oppung Sopur- Sopuron yang berasal dari kampung Habinsaran”

Pada kutipan diatas membuktikan bahwa Si Piso Sumalim adalah seorang anak yang sopan santun, kerena sebelum mengucapkan nama ibunya dia terlebih dahulu meminta maaf kerana tidak sopan apabila orang yang lebih tua langsung disebut namanya tanpa meminta maaf lebih dahulu.

Dung i nina tulangnama tu Si Piso Sumalim, lao ma ho mulak tu hutam tu habinsaran, boan ma podang malim mon lehonma podang malim on tu inongmu, sekalian boan ma paribanmon tu habinsaran jagama dohot haholongi ma ibana, borukon mabaen gabe parsonduk bolonmu, dung i dialusi Si Piso Sumalim ma tulang na i, olo tulang huboan pe borumon tu hutaku di habinsaran, pos roham tulang tu ahu, hujaga pe dohot huhalongi ma ibana laos borumon ma nahutodo gabe parsondok bolonku.

Terjemahan:

“ Lalu tulangnya pun berkata kepada Si Piso Sumalim,, pergilah kau pulang ke kampungmu di habinsaran, bawalah pedang malim ini dan berikanlah pedang ini kepada ibumu, sekalian bawalah paribanmu ke habinsaran jagalah dia dan sayangilah dia, dan jadikanlah dia menjadi istrimu, setelah itu Si Piso Sumalim pun berkata kepada tulangnya itu, iya tulang kubawapun putrimu ini ke kampungku yang ada di habinsaran, percayalah tulang kepadaku, kujagapun dia dan kusayangi pun dia dan dialah yang akan kuangkat menjadi istriku”


(1)

tidak memakan sedikit pun nasi tersebut, lalu dia heran dan berkata,”kenapa kamu tidak mau memakan nasi itu?”, lalu Sitakkal Tabu yang palsu pun menjwab dengan lembut, “aku sudah kenyang”, lalu putri raja pun bertanya kembali, “apa yang kamu makan sehingga kamu bias kenyang?”, dijawab Sitakkal Tabu yang palsu lah,”aku tidak memakan apapun putri raja, hanya ini lah yang aku cium- cium.”,lalu putrid reaja itu bertanya, “apa itu Takkal Tabu.?”, lalu dia menjawab,”terlebih dahulu saya minta maaf putri raja, ini namanya pungga haomasan”, putri raja pun bertanya, “apakah kegunaannya itu?”, dia pun menjawab,” apa bila kita mencium pungga haomasan ini, kita tidak akan merasakan lapar walaupun tidak makan dan tidak akan haus walaupun tidak minum”, lalu putri raja pun terkejut mendengar semua itu. Kemudian putrid raja langsung masuk kerumah dan menemui bapaknya, kemudian dia berkata kepada bapaknya,”bapak, lihat dulu pembantu Si Piso Sumalim itu dia tidak mau makan, lalu bertanya, “kenapa dia tidak mau makan putriku, apakah kamu tidak menyuruhnya untuk makan?, lalu putrinya menjawab, “aku sudah menyuruhnya tetapi dia hanya mencium-cium pungga haomasan”, setelah mendengar itu heranlah bapaknya Karena sepengetahuan bapaknya hanya Si Piso Sumalimlah yang memiliki pungga haumasan, kenapa pembantunya yang memegang pungga haomasan tersebut, dan timbullah tanda Tanya di dalam hatinya.

Keesokan harinya heranlah pamannya, pamannya melihat seekor kuda di depan rumahnya dan membawa sepucuk surat. Kemudian pamannya langsung mengambil dan memabaca isi surat tersebut, dan terkejutr lah dia karena isi surat tersebut berisikan pesan dari ibu Si Piso Sumalim yang ada di Habinsaran. Isi surat tersebut adalah, “abang.. aku telah memberangkatkan beremu untuk bertemu denganmu dan untuk meminta kembali pedang Malim yang telah kau ambil itu . abang,.. siapa pun yang bisa


(2)

menjinakkan kuda yang membawa surat ini dan bias memandikan dan memberi makan kuda itu, itu lah beremu yang sebenarnya”. Setelah selesai dibaca pamannaya surat itu, langsung dipanggil pamannyalah Si piso Sumalim dan Sitakkal Tabu, “Takkal Tabu dan kau bere ku, datang lah dulu kemari”, lalu mereka pun datang menghampiri pamannya. Sekarang mandikan dulu kuda itu setelah itu beri makan kuda itu, siapa pun diantara kalian berdua yang bisa memberikan makan kuda itu, dia adalah bereku yang sebenarnya, karena itu pesan dari desa habinsaran”. Pertama disuruhlah Si Piso Sumalim yang palsu untuk memandikan dan memberi makan kuda itu, akan tetapi sewaktu memandikan kuda itu, Si Piso Sumalim yang palsu langsung di tendang oleh kuda itu, sewaktu melihat kejadian itu pamannya heran, kemudian pamannya memanggil Sitakkal Tabu yang palsu untuk memandikan dan memberikan makan kuda itu, Sitakkal Tabu mendekati kuda itu dan pamannya terheran melihat kuda itu menangis sewaktu mendekati kuda itu, lalu Sitakkal Tabu pun memeluk kuda itu dan langsung di mandikan, kemudian dia beri makan.

Setelah Sitakkal Tabu selesai memandikan dan memberi makan kuda itu, di suruh lah putrinya untuk memanggil Sitakkal Tabu yang palsu, “Takkal Tabu, datang dulu kau kemari, bapak memanggilmu!” , lalu Sitakkal Tabu pun menjawab, “ada apa paman?”, “sebenarnya siapanya kalian bereku?, sekarang aku sudah tahu yang sebenarnya”, lalu pamannya bertanya kepada Sitakkal tabu yang asli yang menyamar sebagai Si Piso Sumalim,”siapa kau yang sebenarnya?”, dia pun menjawab,”akunya ini paman beremu Si Piso Sumalim!”, lalu pamannya berkata,” kamu tidak perlu berbohong, aku sudah tahu siapa Si Piso Sumalim yang asli. “aku menanya sekali lagi, siapanya kamu sebenarnya?”,lalu dia pun menjawab,”Sitakkkal tabunya aku paman,…., “jadi kenapa kamu berbohong?, kenapa kamu bilang bahwa kamu Si Piso Sumalim?”,


(3)

dia pun menjawab,”yang pengennya aku paman menjadi seorang raja karena dari oppung sampai ke ibuku, dari ibuku sampai ke aku, tetap menjadi pembantu, itu lah alasannya mengapa aku berbohong selama ini, sewaktu ditengah jalan menuju kemari kuancamnya Si Piso Sumalim supaya tidak di bongkarnya siapa aku yang sebenarnya, jadi aku minta maaf paman, lalu pamannya pun memanggil pengawalnya dan menyuruh pengawalnya untuk menghukum Sitakkal Tabu. Lalu pamannya berkata kepada Si Piso Sumalim, “aku minta maaf bere kalau aku tidak mengenalmu selama ini”. Setelah itu pamannya memanggil istrinya dan berkata kepada istrinya,” mak butet datang dulu kesini!, ini lah sebenarnya bere kita yang asli Si Piso Sumalim yang datang dari desa Habinsaran. Jadi ambilkanlah pakaian yang bagus untuk dapat dikenakannya, agar dia terlihat seperti anak raja.”

Lalu marah lah tulangnya melihat Sitakkal Tabu akibat perlakukannya. Kemudian dikenakan Si Piso Sumalimlah pakaian yang lebih bagus yang telah di berikan nantulangnya kepadanya, lalu tulangnya pun berkata kepadanya, “bereku,.. kamu telah sampai di rumah tulang mu ini dan sudah jelas kami mengenalmu”, kemudian tulangnya menyuruh istrinya untuk menga,bil pedang Malim supaya diberikan kepada Si Piso Sumalim, “mak butet, pergilah ketempat penyimpanan pedang Malim dan ambillah pedang itu agar kuberika kepada bere kita ini, lalu istrinya pun menjawab, “iya pak, saya akan mengambilnya”. Tulangnya lansung memeluk Si Piso Sumalim dan tidak lama kemudian nantulangnya datang dan memberi pedang itu kepada suaminya dan suaminya pun berkata, “ini lah bere pedang yang kau cari itu, aku menjaganya dengan sangat baik agar sampai ke generasi berikutnya”, lalu Si Piso Sumalimpun menjawab, “terima kasih tulang saya sangat senang berjumpa dengan tulang walaupun seperti ini pertemuan kita, tulang nya pun bekata,”semoga mulai saat


(4)

ini sampai kedepannya persaudaraan kita menjadi lebih baik sampai di hari mendatang”, Si Piso Sumalim berkata, “menurut ku aku ingin pulang ke kampungku agar aku bisa menceritakan semua ini kepada ibu”, kemudian nantulangnya pun berkata, ”janganlah langsung pulang kau bere, besoklah kau pulang”, lalu Si Piso Sumalim pun menjawab,” baik lah nantulang besok pun aku pulang.

Besok paginya Si Piso Sumalim berkata kepada pamannya ,” paman, hari sudah pagi, kiranya aku pulang hari ini ke kampung halamanku, agar aku bisa memberi pedang ini kepada ibu”, kemudian tulangnya pun berkata, ”pulang lah kau bere kekampung halamanmu dan ku katakan padamu, ku ambil pun pedang ini dari ibumu karena gak ada yang bisa menjaga pedang ini, sewaktu ayahmu telah meninggal agar jangan di ambil orang. Jadi sekarang kamu sudah dewasa dan sudah pantas menjadi raja dan kamu sudah mampu mengurus semua yang ada di habinsaran, aku tidak takut lagi memberikan pedang Malim ini kepada mu” akhirnya Si Piso Sumalim tahu kenapa tulangnya mengambil pedang itu, “baiklah tulang, saya akan memberi tahu kan semua ini kapada ibu, dan saya akan pulang ke kampungku”, “bereku, bawalah kuda ini dan jaga lah ibumu dan semua yang ada di habinsaran”, sewaktu Si Piso Sumalim mau melangkah keluar rumah lalu tulangnya pun berkata, “bere, bere, tunggu sebentar menurutku bawalah paribanmu ini ke habinsaran dan jadikan lah dia istrimu dan sayangi lah dia agar hubungan keluarga kita semakin baik agar tidak ada lagi sakit hati diantara keluarga kita”. Kemudian terkejutlah Si Piso Sumalim dan dia berkata,” tulang,. Aku sangat bahagia mendengar ini semua bahwa paribanku akan menjadi istriku,m kami akan bersama- sama pergi ke kampungku dan aku akan berjanji menjaga dan menyayanginya”. Lalu putrinya pun berkata kepada ayah dan ibunya, “ayah, ibu,


(5)

berangkat lah kami semoga kalian baik-baik saja disini”, lalu ibunya menjawab,” jaga lah dirimu dan hormat lah kepada mertuamu.

Setelah mereka sampai di habinsaran kemudian Si Piso Sumalim memanggil ibunya, “ibu, ibu, anak mu sudah sampai”, kemudian ibunya mendatanginya dan memeluknya ,”anakku, kau telah datang dan kau telah membawa pedang Malim ini kerumah kita”, setelah ibunya selasai memeluk anaknya dia melihat seorang perempuan di samping anaknya dan langsung berkata, “anakku, siapakah perempuan yang kau bawa itu?”, lalu paribannya langsung menjawab namborunya itu, “inilah aku namboru putri bapak yang bernama Punsahang Mataniari – punsahang Matanibulan, setelah mendengar itu namborunya langsung memeluknya dan berkata,” jadi, kaunya pariban anakku,.?, yang akan memjadi istri anakku?, dan menjadi menantuku”, lalu Si Piso Sumalim menyerahkan pedang Malim itu kepada ibunya dan menceritakan tentang semua kejadian kepada ibunya.


(6)

DAFTAR NAMA-NAMA INFORMAN

1. Nama : Togu Sinaga

Usia : 48 Tahun

Alamat : Desa Saornauli Hatoguan Pekerjaan :Bertani

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

2. Nama :Hotman Sinaga BP

Usia : 45 Tahun

Alamat : Desa Saornauli Hatoguan Pekerjaan :Kepala desa Saornauli Hatoguan

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

3. Nama : Hotma br. Nainggolan

Usia : 58 Tahun

Alamat : Desa Saornauli Hatoguan Pekerjaan : Guru

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Batak toba dan bahasa Indonesia

4. Nama : Perka br. Situmorang

Usia : 52 Tahun

Alamat : Desa Saornauli Hatoguan Pekerjaan : Bertani

Bahasa yang dikuasai : Bahasa batak toba dan Indonesia

5. Nama : Marudut Sinaga

Usia : 47 Tahun

Alamat : Desa Saornauli Hatoguan Pekerjaan : Bertani