BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat -
Labu leher tiga 500 ml
Pyrex
-
Gelas ukur 25 ml
Pyrex
- Gelas beaker
250 ml Pyrex
- Neraca analitik
Mettler PM 480
- Hot Plate
Termo scientific
- Thermosetting
- Pengaduk magnet
Termo scientific
- Batang magnet
- Termometer
360
o
C Fischer
- Corong penetes
- Statif dan klemp
-
Alat vakum
- Indikator universal
- Alat uji titik lebur
Gallenkamp
- Spektrofotometer UV-Vis
Spektronik 20 Milton Roy Company
- Tabung reaksi
Pyrex
- Kaca arloji
- Corong
Pyrex
- Sentrifugator
Fisher Scientific
- Buret
25 mL Pyrex
- Pipa kapiler
- Labu takar
50 mL Pyrex
Universitas Sumatera Utara
- Bola karet
- Pipet volume
- Gelas erlenmeyer
250 mL Pyrex
3.2 Bahan- bahan
- n-heksana - Aseton
p.a.Merck - Polistirena
- Asetat anhidrat - H
2
SO
4
98 p.a.Merck
- Kloroform p.a.Merck
- Etanol p.a.Merck
- Bahan yang mengandung karotenoida Pusat Penelitian Kelapa Sawit - Kalsium klorida
p.a.Merck - Metanol
p.a.Merck - N
2
PT Aneka Gas - Aquadest
- KOH p.a.Merck
- NaOH p.a. Merck
- HCl p.a.Merck
- Fenolftalein p.a. Merck
3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1. Pembuatan Polistiren Sulfonat PS-SO
3
H
Ke dalam labu leher tiga dimasukkan 10 mL kloroform dan ditambahkan dengan 10 mL asetat anhidrat yang sudah dibuat dalam suhu dingin ice
bath. Kemudian, diteteskan H
2
SO
4
p sebanyak 15 mL ke dalamya sambil diaduk. Setelah itu, dialirkan dengan gas N
2
selama beberapa saat untuk membuat atmosfer N
2
dan diaduk selama 1 jam pada suhu dingin dan 1 jam pada suhu kamar. Kemudian, larutan ini diteteskan ke dalam labu leher tiga
yang berisi suspensi polistirena dalam kloroform yang didinginkan dengan
Universitas Sumatera Utara
ice bath. Reaksi dibuat berlangsung dalam kondisi atmosfer N
2
pada suhu rendah 0
C . Setelah reaksi sempurna sekitar 2 jam, maka campuran reaksi dipanaskan sampai suhu 50
C selama 1 jam. Campuran hasil reaksi kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan diendapkan dengan
menggunakan metanol. Setelah terbentuk endapan, didekantasi dan dicuci secara berulang kali dengan aquadest dan metanol, dikeringkan, dihaluskan
dan divakum. Padatan yang diperoleh berwarna putih 84,9 dengan suhu transisi gelas 178
C, derajat sulfonasi 6,24 , larut dalam aseton, tidak larut dalam etanol, metanol, kloroform, aquadest dan n-heksan Martins, C.R.,
dkk, 2003. Setelah itu, dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR KBr pellet menunjukkan timbulnya puncak-puncak serapan pada bilangan
gelombang 1329,67 dan 1274,51 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi S=O asimetris, pada bilangan gelombang 1089 dan 1049,50 cm
-1
menunjukkan vibrasi S=O simetris. Adanya pita serapan pada 880,63 cm
-1
menunjukkan bahwa gugus SO
3
H yang telah tersubstitusi pada posisi para dan pada bilangan gelombang 666,76 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi S-O.
3.3.2. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat PS-SO
3 2
Ca
Sebanyak 10 gram polistirena sulfonat dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dilarutkan dengan 250 mL aseton. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi
dengan batang pengaduk dan ditambahkan dengan 10 mL larutan NaOH metanolik 3 kemudian ditambahkan 15 mL larutan CaCl
2
metanolik 0,5 M setetes demi setetes sambil direfluks selama 1 jam. Endapan yang terbentuk
dipisahkan dari larutannya dan dicuci dengan metanol. Selanjutnya, dikeringkan, dihaluskan lalu divakum. Padatan putih yang diperoleh tidak
larut dalam aseton, etanol, metanol kloroform, aquadest maupun n-heksana. Kemudian padatan ini dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR. Spektrum
FT-IR PS-SO
3 2
Ca menunjukkan timbulnya pita serapan baru pada bilangan gelombang 1172,72, 1126,43 dan 1033,85 cm
-1
yang merupakan karakteristik garam sulfonat. Selain itu, adanya pita serapan pada bilangan gelombang
694,37 cm
-1
menunjukkan adanya gugus S-O yang terikat pada logam
kalsium
Universitas Sumatera Utara
3.3.3. Penjerapan β-karoten oleh Kalsium Polistirena Sulfonat
Bahan yang mengandung karotenoida adalah campuran ester asam lemak yang mengandung β-karoten sebanyak 3,4 . Karotenoida lebih sukar larut
pada etanol dibandingkan dengan ester asam lemak sedangkan kemampuan penjerap tergantung pada jumlah adsorben karena itu perlu dipelajari
pengaruh volume etanol dan jumlah adsorben. Hasil penjerapan dikontrol dengan
uji kandungan β-karoten dan kandungan ester.
A. Pengaruh Volume Etanol pada Penjerapan β-karoten
Dimasukkan 2 gram bahan yang mengandung karotenoida ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 mL etanol dan 1 gram kalsium polistirena
sulfonat. Dikocok dan disentrifugasi selama 1 jam. Hasilnya disaring dimana pada fase adsorben, karotenoida didesorpsi dengan n-heksana dalam lingkungan
gas N
2
yang selanjutnya divakum sehingga diperoleh cairan kental merah orange. Diulangi perlakuan yang sama dengan variasi volume etanol yaitu 10
mL dan 15 mL kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ =
450 nm. Untuk 5 mL etanol diperoleh kadar β-karoten sebesar 6,8, 10 mL
etanol sebesar 8,67 dan 15 mL etanol sebesar 10,33.
B . Pengaru h Jumlah Adsorben pada Penjerapan β-karoten
Dimasukkan 2 gram bahan yang mengandung karotenoida ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 15 mL etanol dan 0,5 gram kalsium polistirena
sulfonat. Dikocok dan disentrifugasi selama 1 jam. Hasilnya disaring dimana pada fase adsorben, karotenoida didesorpsi dengan n-heksana dalam lingkungan
gas N
2
yang selanjutnya divakum sehingga diperoleh cairan kental merah orange. Diulangi perlakuan yang sama dengan variasi jumlah adsorben yaitu 1
gram dan 2 gram kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ
= 450 nm. Untuk 0,5 gram adsorben diperoleh kadar β-karoten sebesar 6,39, 1
gram adsorben sebesar 10,33 dan 2 gram adsorben sebesar 11,60
Universitas Sumatera Utara
C. Penentuan Bilangan Penyabunan
Bahan yang mengandung karotenoida merupakan campuran antara ester-ester dan karotenoida. Besarnya kandungan ester ditentukan dengan bilangan
penyabunan, dengan menimbang 0,1 gram karotenoida hasil penjerapan di dalam gelas erlenmeyer, ditambahkan ke dalamnya 25 mL KOH 3 etanolik,
lalu dipanaskan selama 10 menit dan dititrasi dengan menggunakan HCl 1,677 N dengan penambahan indikator phenolftalein 1 sebanyak 3 tetes .
Prosedur yang sama dilakukan juga untuk blanko. Bilangan penyabunan ditetapkan dengan :
Bilangan penyabunan = Vol.blanko – Vol.sampel x N HCl x 56,1 Gram sampel
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat dan Kalsium Polistirena Sulfonat
dilarutkan dengan aseton dan ditambahkan dengan larutan NaOH metanolik
ditetesi dengan larutan CaCl
2
metanolik sambil direfluks selama 1 jam
endapan filtrat
dikeringkan dan dihaluskan divakum
dicuci dengan aquadest dan metanol asetat anhidrat
dimasukan ke dalam labu leher tiga ditambahkan dengan kloroform dan dibuat pada
suhu dingin icebath diteteskan H
2
SO4 p setetes demi setetes sambil diaduk dialirkan gas N
2
diaduk selama 1 jam pada suhu dingin icebath dan 1 jam pada suhu kamar
diteteskan asetil sulfat ke dalam suspensi polistirena melalui corong penetes sambil diaduk pada suhu 0
C selama 2 jam dan 50 C selama 1 jam
larutan coklat dimasukkan ke dalam labu leher tiga
dilarutkan dengan kloroform diaduk pada suhu 40
o
C hingga larut dialirkan gas N
2
diendapkan dengan metanol endapan putih
dipisahkan dari larutan dengan dekantasi didinginkan hingga suhu kamar
dicuci dengan aquadest dan metanol dikeringkan dan dihaluskan
divakum polistirena sulfonat
polistirena
kalsium polistirena sulfonat asetil sulfat
suspensi polistirena
Universitas Sumatera Utara
3.4.2. Penjerapan β-karoten oleh Kalsium Polistirena Sulfonat
A. Pengaruh Volume Etanol pada Penjerapan β-karoten
2 gram bahan yang mengandung karotenoida dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi
ditambahakan 1 gram kalsium polistirena sulfonat
ditambahkan etanol 5; 10 dan15 mL ke dalam masing-masing tabung
dikocok disentrifugasi selama 1 jam
disaring
fase adsorben didesorpsi karotenoida dengan menggunakan
n-heksana dalam lingkungan gas N
2
divakum dan ditimbang dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada
cairan kental merah orange fase etanol
λ
= 450 nm
B . Pengaru h Jumlah Adsorben pada Penjerapan β-karoten
2 gram bahan yang mengandung karotenoida dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi
ditambahakan 0,5; 1,0 dan 2,0 gram kalsium polistirena sulfonat
ditambahkan 15 mL etanol ke dalam masing-masing tabung
dikocok disentrifugasi selama 1 jam
disaring
fase adsorben didesorpsi karotenoida dengan menggunakan
n-heksana dalam lingkungan gas N
2
divakum dan ditimbang dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada
cairan kental merah orange fase etanol
λ
= 450 nm
Universitas Sumatera Utara
3.4.3. Penentuan Bilangan Penyabunan
karotenoida hasil penjerapan larutan KOH 3 dalam etanol
dipanaskan pada suhu 70
o
C selama 10 menit didinginkan hingga suhu kamar
3 tetes indikator phenolftalein dititrasi dengan HCl hingga tercapai titik akhir
dicatat volume HCl yang terpakai
data bilangan penyabunan hasil
dihitung bilangan penyabunan
Keterangan :
- Analisis dilakukan dengan 3 kali pengulangan - Dilakukan pengujian terhadap blanko
- Dilakukan prosedur yang sama untuk menentukan bilangan penyabunan dari
sampel bahan yang mengandung karotenoida
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat PS-SO
3
H
Proses sulfonasi sejauh ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu sulfonasi menggunakan oleum, asetil sulfat dan memakai klorosulfonat. Tricoli, V dan N.
Carretta, 2002; Pinto, B.P., dkk, 2006. Dalam penelitian ini, proses sulfonasi dipilih dengan menggunakan asetil sulfat yang dibuat dari asetat anhidrat dengan
asam sulfat pekat dalam pelarut kloroform untuk menjaga kestabilan asetil sulfat.
Polistirena sulfonat dibuat melalui reaksi sulfonasi menggunakan asetil sulfat dengan polistirena dengan perbandingan mol polistirena : mol asetil sulfat = 1 : 1.
Reaksi sulfonasi polistirena dibuat berlangsung dalam kondisi atmosfer N
2
pada suhu rendah 0
C . Setelah reaksi sempurna sekitar 2 jam, maka campuran reaksi dipanaskan sampai suhu 50
C selama 1 jam. Campuran hasil reaksi diendapkan dengan metanol, endapan dipisahkan dengan dekantasi dan
ditambahkan dengan aquadest untuk menghidrolisis asetil sulfat dan dicuci dengan metanol lalu dikeringkan. Polistirena sulfonat yang dihasilkan berwarna putih
dengan yield reaksi adalah 84,9 dengan suhu transisi gelas 178 C, larut dalam
aseton namun tidak larut dalam air, n-heksana, kloroform, metanol maupun etanol. Dalam reaksi ini tidak semua gugus fenil dari polistirena tersulfonasi, hanya
sebanyak 6,24 . Derajat sulfonasi ditentukan dengan cara menitrasi polistirena sulfonat dengan NaOH. Reaksi sulfonasi polistirena dengan asetil sulfat adalah
sebagai berikut Martins, C.R., dkk, 2003.
Universitas Sumatera Utara
HO
-
- SO
3
H
+
+
asetil sulfat asetat anhidrat
asam asetat
CH
3
C O
CH
3
C O
O CH
3
C
+
O CH
3
C O
O
- +
SO
3
H CH
3
C OH
O CH
3
C O
-
O CH
3
C OSO
3
H O
CH
2
CH CH
2
CH CH
2
CH
SO
3
H SO
3
H
x
CH
3
-CO-OSO
3
H
+
+
CH
3
COH O
polistirena asetil sulfat
polistirena sulfonat PS-SO
3
H, 6,24 asam asetat
n
CH
2
CH
Gambar 4.1. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Asetil Sulfat
Dari spektrum FT-IR PS-SO
3
H 6,24 KBr pellet menunjukkan timbulnya puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 1329,67 dan 1274,51 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi S=O asimetris, pada bilangan gelombang 1089 dan 1049,50 cm
-1
menunjukkan vibrasi S=O simetris. Adanya pita serapan pada 880,63 cm
-1
menunjukkan bahwa gugus SO
3
H yang telah tersubstitusi pada posisi para dan pada bilangan gelombang 666,76 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi S-O Gambar 4.2 sedangkan pada spektrum FT-IR polistirena Gambar 4.3, tidak
tampak adanya pita serapan pada 1329,67 ; 1274,51 ; 1089 ; 1049,50 ; 880,63 dan 666,76 cm
-1
Pavia, D.L., dkk, 1979. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi sulfonasi polistirena telah terjadi meskipun tidak semua gugus fenil tersulfonasi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Polistirena Sulfonat PS-SO
3
H, 6,24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Polistirena
Universitas Sumatera Utara
4.2. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat PS-SO