BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karotenoida, suatu senyawa yang termasuk ke dalam kelompok tetraterpena banyak ditemukan pada umbi-umbian dan buah-buahan seperti wortel dan biji
sawit dalam bentuk pigmen yang berwarna kuning-orange. Karotenoida dapat digunakan sebagai sumber vitamin A provitamin A, sedangkan vitamin A sangat
berguna bagi kehidupan manusia karena dapat berfungsi sebagai bahan anti kebutaan xeropthlamia, anti oksidan, pencegah pertumbuhan sel kanker,
pencegah penuaan dini dan meningkatkan kekebalan tubuh Pine, S.H., 1987.
Salah satu sumber karotenoida alami adalah minyak kelapa sawit CPO dengan kandungan karotenoida antara 500-700 ppm. Dari seluruh karotenoida yang
terdapat dalam CPO tersebut, 56,02 terdapat dalam bentuk β-karoten, 35,16 α-
karoten dan 0,33 γ-karoten dan pada proses pembuatan produk-produk oleokimia fatty acid dan fatty alcohol karotenoida ini sering terbuang secara percuma.
Struktur α-, β- dan γ-karoten dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1 di bawah ini Choo, Y.M., dkk, 1996; Wei, P.C., dkk, 2005; Fruton, J.S., 1963.
H
2
C H
2
C C
H
2
CCH
3
CCH C
HCHC H
3
CC C
H CH
2
CH
2
C CHCH
CHC CHCH
CHC CCH
CCH CHCH
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CHCH CH
3
I II
α
-karoten
H
2
C H
2
C C
H
2
CCH
3
CCH C
HCC H
3
CC C
H2 CH
2
CH
2
C CHCH
CHC CHCH
CHC CCH
CCH CHCH
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CHCH CH
3
I II
β
-karoten
H
2
C H
2
C C
H
2
CCH
3
CCH C
CH
3
C C
H2 CH
2
CH C
CHCH CHC
CHCH CHC
CCH CCH
CHCH CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CHCH CH
3
I CHCH
γ
-karoten
Gambar 1.1. Struktur dari α-, β- dan γ-Karoten
Universitas Sumatera Utara
Berbagai cara telah dilakukan untuk mendapatkan karotenoida dari CPO berkadar lebih tinggi, sampai saat ini sudah mencapai 6 melalui berbagai cara a
dengan menyabunkan CPO dengan NaOH metanolik dan produk penyabunan diuapkan pada suhu 100-110
C dan tekanan 0,001 – 0,0001 mmHg dan karotenoida tertinggal sebagai residu Blaizot, P., 1956, b metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut petroleum eter : aseton Sahidin, S.S., dkk, 2001, c metode
ekstraksi cairan superkritis CO
2
yang dilakukan pada suhu 40 C dan tekanan 30
MPa Wei, P.C., dkk, 2005. Proses ekstraksi yang berlangsung pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada karotenoida tersebut Blaizot, P.,
1956. Di samping itu, proses ekstraksi selain memerlukan pelarut yang cukup banyak, juga tidak hanya karotenoida yang akan terlarut, namun dapat juga
melarutkan senyawa lainnya sehingga hasilnya kurang baik. Pada metode ekstraksi cairan superkritis CO
2
, diperlukan peralatan dengan desain khusus untuk menjaga tekanan, suhu dan laju alir cairan superkritis CO
2
yang sangat mempengaruhi kelarutan karotenoida dalam cairan superkritis CO
2.
Selain cara-cara tersebut, karotenoida juga dapat diperoleh dengan metode adsorpsi. Latip menggunakan adsorben kopolimer stirena divinil benzena untuk
mengekstraksi karoten dari CPO dengan perolehan hasil 1,5 Latip, R.A., dkk, 2000. Sementara Zulkipli menggunakan campuran abu sekam padi dan silika gel
25 : 15 sebagai adsorben pada ekstraksi karotenoida dari CPO dengan perolehan hasil 0,2 Zulkipli, 2007 sedangkan Serlahwaty dan Hayuningtyas masing-
masing menggunakan arang aktif dengan perolehan hasil 0,073 , bleaching earth dengan perolehan hasil 1,3 dan bentonit dengan perolehan hasil 0,0375
Hayuningtyas, R.I.R, 2007 dan Serlahwaty, D., 2007.
Di antara semua adsorben yang telah digunakan, kopolimer stirena divinil benzena dan bleaching earth memberikan hasil yang paling baik. Stirena divinil
benzena merupakan senyawa non-polar dengan rantai hidrokarbon panjang sehingga akan saling menyukai dengan karotenoida yang juga bersifat non-polar
sedangkan di dalam bleaching earth, terkandung logam-logam dengan memiliki orbital d sehingga dapat berinteraksi dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari
karotenoida.
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu diperlukan adsorben dengan kedua sifat tersebut. Adsorben polimer sintetik yang dapat digunakan adalah kalsium polistirena sulfonat. Kalsium
polistirena sulfonat merupakan senyawa polimer dengan rantai hidrokarbon panjang dan akan saling berinteraksi dengan karotenoida yang mempunyai rantai
hidrokarbon yang lebih panjang dibandingkan dengan ester yang mempunyai rantai hidrokarbon yang lebih pendek. Selain itu, logam kalsium dapat membentuk ikatan
dengan hidrokarbon tak jenuh seperti pada Gambar 1.2 di bawah ini
H H
H C
C
π
H
M
Gambar 1.2. Donasi Muatan Elektron dari Orbital π Terisi dari Etilen ke
Logam
Dalam campuran ester asam lemak dan etanol yang mengandung karotenoida, interaksi seperti di atas dapat juga terjadi antara Ca
2+
dari kalsium polistirena sulfonat dan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida dimana kalsium dapat
mempolarisasi rantai olefinik dari ikatan rangkap terkonjungasi karotenoida dengan adanya adanya orbital 3d
pada logam kalsium dengan energi cukup rendah mampu berikatan dengan ikatan π dari karotenoida sehingga karotenoida akan lebih
tertahan pada kalsium polistirena sulfonat dan sebagian ester asam lemak akan terbawa bersama pelarut etanol.
Ikatan antara hidrokarbon tak jenuh dengan logam ini dijelaskan melalui konsep orbital terdepan yang dikembangkan oleh Dewar, Chatt dan Duncanson
DCD yang menjelaskan bahwa interaksi terjadi dengan adanya donasi muatan dari orbital π yang terisi ke logam yang diikuti dengan backdonation dari orbtital d
logam yang terisi kepada orbital π
terendah yang tidak terisi. Model ini dapat ditunjukkan melalui ikatan kimia antara etilen dengan permukaan logam Cu
ataupun Ni Nilson, A dan L.G. Petterson, 2008. Kalsium polistirena sulfonat ini diduga memiliki struktur seperti :
Universitas Sumatera Utara
CH
2
CH
S CH
2
CH CH
2
CH
x
S O
O O
O O
Ca O
Gambar 1.3. Struktur Kalsium Polistirena Sulfonat
1.2. Permasalahan