b. Suatu mekanisme untuk mengurang ketegangan
c. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah
d. Menduduki fungsi sosial
e. Mendekatkan hubungan antar keluarga dan solidaritas kelompok
f. Merupakan perbuatan menuju ketaqwaan
g. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada Allah mengikuti
sunnah Rasulullah SAW.
2. Pengertian Mut’ah
Nikah mut’ah ialah suatu perkawinan yang jangka waktunya ditetapkan, baik dalam akad nikah ataupun dalam perjanjian sebelum atau sesudahnya.
28
Secara etimologi mut’ah berarti bersenang-senang atau menikmati. Kawin mut’ah disebut juga kawin sementara waktu atau kawin yang terputus.
29
Secara terminologi mut’ah yaitu perkawinan yang dilaksanakan semata- mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara
waktu kawin kontrak atau akad perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap wanita untuk satu hari, satu minggu, atau satu bulan. Disebut nikah
mut’ah, karena dengan perkawinan tersebut laki-laki dapat menikmat sepuas- puasnya sampai saat yang telah ditentukan dalam akad.
30
28
Drs.H.Saidus Syahar SH, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Ditinjau dari Segi Hukum Islam, Penerbit alumni, 1976, Bandung, hlm.72
29
Mardani, Op.Cit., hlm.15
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Kata mut’ah dalam term bahasa Arab yang berasal dari kata ma-ta-‘a yang secara etimologi mengandung beberapa arti di antaranya : Kesenangan, Alat
pelengkapan, dan Pemberian.
31
Secara bahasa, mut’ah berarti kesenangan atau kenikmatan. Nikah mut’ah disebut pula nikah mu’aqqat nikah dalam jangka waktu durasi tertentu. Sayyid
Sabiq menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nikah mu’aqqat adalah :
32
“Seorang laki-laki melakukan akad nikah dengan seorang perempuan yang berlaku selama sehari, seminggu, atau sebulan”.
Nikah mut’ah dalam istilah hukum biasa disebutkan “perkawinan untuk masa tertentu”, dalam arti pada waktu akad dinyatakan berlaku ikatan perkawinan
sampai masa tertentu yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses perceraian. Nikah mut’ah itu waktu ini masih
dijalankan oleh masyarakat yang bermazhab Syi’ah Imamiyah yang tersebar di seluruh Iran dan sebagian Irak. Nikah mut’ah itu disebut juga dengan nikah
munqati’. Sedangkan perkawinan biasa yang tidak ditentukan batas masa berlakunya disebut nikah daim.
33
Nikah mut’ah bertujuan hanya untuk memperoleh kesenangan seksual, dan tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang abadi, kekal, sakinah
mawaddah wa rahmah, dan itu bertentangan dengan tujuan pernikahan yang disyariatkan dalam Islam.
34
31
Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Op.Cit., hlm.100
32
Dr. Jaih Mubarok. M.Ag., Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Cetakan Pertama, Pustaka Bani Quraisy, 2005, Bandung, hlm.134
33
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Loc.Cit.
34
Mardani, Op.Cit., hlm.16
Universitas Sumatera Utara
Mut’ah merupakan suatu bentuk perkawinan terlarang yang dijalin dalam tempo yang singkat untuk mendapatkan perolehan yang ditetapkan. Ia
diperkenankan pada masa awal pembentukan ajaran Islam, sebelum syariat Islam ditetapkan secara lengkap. Ia diperbolehkan pada hari-hari permulaan sewaktu
seseorang melakukan suatu perjalanan atau ketika orang-orang sedang bertempur melawan musuh.
35
Nikah mut’ah sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat Arab di zaman Jahiliyah untuk memperistrikan seorang wanita buat waktu yang singkat, untuk
sementara waktu saja. Sangat hinalah tindakan terhadap wanita, diperbuat oleh kaum pria untuk menjadi alatnya diwaktu yang singkat saja. Seorang pedagang
umpamanya, atau seorang petugas berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Pada setiap kota yang disinggahinya, dinikahinya seorang wanita, nanti setelah
selesai urusannya dikota itu, wanita itu diceraikannya dan ia pergi ke kota berikutnya, mengawini perempuan dikota itu pula, yang nanti sesudah
pekerjaannya selesai akan ditalaqnya pula. Begitulah seterusnya. Pada mulanya Islam membiarkan ini, tapi belakangan keluarlah larangan melakukannya. “Hai
sekalian manusia, aku telah memberikan bermut’ah dengan wanita, sesungguhnya Allah telah mengharamkan demikian sampai hari kiamat”.
36
Alasan mengapa mut’ah diperkenankan adalah bahwa orang-orang yang baru memeluk agama Islam tengah mulai masa peralihan dari Jahiliyah kepada
Islam. Pada masa Jahiliyah, perzinahan merupakan hal yang sangat wajar sehingga ia tidak dianggap sebagai dosa. Lalu turunlah larangan Islam tentang
35
Prof. Abdul Rahman I.Doi.Ph.D, Op.Cit., hlm.62
36
Abdul Wahid Salayan, Segi-segi Kemasyarakatan dalam Hukum Islam II, I.A.I.N, tth, Padang, hlm.151
Universitas Sumatera Utara
bunga Al-Riba dan minuman keras Al-Khamar secara bertahap, karena masyarakat telah telah sangat akrab dengan hal-hal tersebut, sedangkan mut’ah
hanya diperkenankan pada masa-masa awal karena orang-orang berjuang di medan tempur atau “Gihazwat”. Meraka yang imannya masih lemah mencoba
melakukan zina semasa perang itu. Sedangkan orang yang kuat imannya menahan keinginanya dengan keras untuk mengendalikan hawa nafsunya.
37
F. Metode Penulisan