Akan tetapi, dalam konteks Indonesia, Undang-undang Perkawinan melarang nikah mut’ah. Dalam kaidah fikih ditetapkan :
138
“Keputusan pemerintah bersifat mengikat untuk dilaksanakan dan menghilangkan menghentikan perbedaan pendapat.”
Atas dasar garis besar sejumlah pertimbangan-pertimbangan tersebut, MUI menetapkan bahwa :
139
1. Hukum nikah mut’ah adalah haram.
2. Pelaku nikah mut’ah harus dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Nikah Mut’ah Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Sepanjang data yang dapat dilacak, tidak terdapat peraturan perundang- undangan mengenai perkawinan yang mengatur nikah mut’ah yang
membolehkan atau yang mengharamkannya. Menurut kaidah dalam bidang mu’amalah, sesuatu yang tidak diperintahkan dan juga tidak dilarang berarti boleh
dilakukan. Akan tetapi, kelihatannya terdapat tanda atau dalil yang menunjukkan keharamannya. Oleh karena itu, tidak diaturnya hukum nikah mut’ah tidak berarti
bahwa nikah mut’ah boleh dilakukan.
140
Dalam pasal 1 Udang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
138
Ibid.
139
Ibid, hlm.141-142
140
Ibid, hlm.143
Universitas Sumatera Utara
keluarga rumah tangga yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
141
Nikah mut’ah tidak diatur dalam Undang-undang No 1 tahun 1974, karena nikah mut’ah merupakan sebuah fenomena baru dalam masyarakat. Nikah mut’ah
menggambarkan sebuah perkawinan yang didasarkan pada kontrak atau kesepakatan-kesepakatan tertentu, yang mengatur mengenai jangka waktu
perkawinan, imbalan bagi salah satu pihak, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan lain-lain. Tujuan dari nikah mut’ah adalah untuk menyalurkan nafsu
birahi, tanpa disertai adanya keinginan untuk membentuk rumah tangga yang kekal, serta terkadang juga tidak mengharapkan adanya keturunan. Nikah mut’ah
merupakan perkawinan berdasarkan kontrak yang dalam pelaksanaannya bersifat sementara, dan lebih menonjolkan nilai ekonomi, sehingga sangat bertentangan
dengan perkawinan yang dikonsepkan dalam Undang-undang No 1 tahun 1974. Pelaksanaan kawin kontrak sangat bertentangan dengan asas-asas perkawinan
dalam Undang-undang No.1 tahun 1974. Sehingga perkawinan merupakan salah satu tujuan hidup manusia
untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, khususnya dalam rangka melanjutkan atau meneruskan keturunan dan diharapkan pula dengan adanya
perkawinan mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera baik lahir maupun batin. Dalam perkembangan masyarakat sekarang ini, munculah istilah nikah
mut’ah atau dikenal dengan istilah kawin kontrak.
142
141
Ibid.
142
http:sofiswa.blogspot.com201112nikah-mutah.html. diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pada pukul 14.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 pada Pasal 1 terdapat dua kata kunci :
143
1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin, yaitu ikatan yang kokoh yang dilakukan
bukan untuk dibubarkan. Ketentuan ini tidak sejalan dengan nikah mut’ah karena dalam akad nikah mut’ah sudah ditentukan durasi perkawinan satu
jam, sehari, seminggu, sebulan atau setahun lamanya. 2.
Dalam ayat terdapat ketentuan bahwa tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang berbahagia dan kekal berdasakan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam ketentuan ini terdapat kata yang bertentangan dengan nikah mut’ah. Nikah mut’ah dilakukan untuk sementara waktu atau durasi tertentu.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa perkawinan dilakukan untuk selamanya atau kekal bukan
duasi tertentu. Dalam pasal 2 KHI ditetapkan bahwa perkawinan adalah akad yang
mempunyai daya ikat yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan. Oleh karena itu, Pasal ini dapat dijadikan alasan bahwa nikah mut’ah tidak sesuai dengan KHI,
karena ikatan nikah mut’ah bersifat sementara tidak kuat atau tidak mitsaqan ghalizhan.
144
Berdasarkan kepada uraian diatas, maka dapatlah dipahami bahwa nikah mut’ah menurut pandangan hukum Islam adalah haram. Hal ini dikarenakan nikah
mut’ah atau yang lebih dikenal dengan istilah kawin kontrak adalah tidak lebih dari zina. Oleh karena perkawinan yang sifatnya sementara hanya bertujuan untuk
143
Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Op.Cit., hlm.143-144
144
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
memenuhi nafsu belaka tidak sesuai dengan makna dan tujuan dari perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Islam maupun ketentuan peraturan perundang-
undangan yang ada, yakni Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan :
“Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
rumah tangga yang bahagia kekal berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Melihat redaksi Pasal tersebut diatas, maka jelas bahwa Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak menghendaki pelaksanaan dari nikah
mut’ah. Dengan kata lain Undang-undang ini tidak membenarkan adanya praktek nikah mut’ah.
B. Bahaya Nikah Mut’ah Terhadap Kehidupan Beragama dan Bermasyarakat