Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI
DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
PUSPITA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
(2)
© Hak cipta milik Puspita, tahun 2008 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalan Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, September 2008
Puspita
(4)
ABSTRAK
PUSPITA. Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh Mokhamad Dahri Iskandar.
Pengoperasian unit penangkapan muroami saat ini ditengarai sebagai salah satu penyebab kerusakan terumbu karang. Hal ini karena hampir seluruh tahap pengoperasian muroami mulai dari pendeteksian arus, pemasangan alat tangkap, dan penggiringan dilakukan di wilayah perairan terumbu karang. Namun sayangnya hingga saat ini belum ada alat tangkap pengganti muroami yang mampu menangkap ikan karang dalam jumlah yang cukup besar. Kondisi ini menyebabkan nelayan enggan beralih dari alat tangkap muroami ke alat tangkap lain. Kemampuan muroami akan lebih baik dinilai tidak hanya dari jumlah hasil tangkapan yang cukup besar tetapi juga dinilai dari jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, jumlah trip, ukuran kapal, kekuatan mesin, dan BBM yang dikeluarkan. Kriteria teknis tersebut dapat menentukan unit penangkapan muroami yang proses produksinya paling efisien.
Analisis efisiensi teknis dilakukan terhadap empat unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang berhasil diwawancara. Analisis unit penangkapan muroami didasarkan pada kriteria produksi/trip, produksi/gross tonage kapal, produksi/kekuatan mesin, produksi/BBM, produksi/jumlah ABK. Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan metode skoring untuk menentukan unit penangkapan muroami yang proses produksinya paling efisien. Analisis usaha bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu usaha berhasil dijalankan. Analisis yang digunakan dalam analisis usaha antara lain, analisis pendapatan usaha, analisis imbang penerimaan dan biaya, analisis Payback Period serta Return of Investment.
Berdasarkan perhitungan diperoleh data bahwa unit penangkapan muroami KM Cahaya Laut dengan jumlah trip sebanyak 178 trip, ukuran kapal 17 gt, kekuatan mesin 24 pk, jumlah bahan bakar yang dikeluarkan sebanyak 6.890 lt, dan jumlah ABK sebanyak 16 orang menempati urutan prioritas pertama. Keuntungan bersih pemilik usaha unit penangkapan muroami adalah sebesar Rp 305.380.916,67 dengan nilai R/C sebesar Rp 3,87, nilai PP sebesar 1,05 tahun, dan nilai ROI sebesar 95,00%.
Kata kunci : muroami, efisiensi teknis, analisis finansial, pulau pramuka, kepulauan seribu
(5)
SKRIPSI
Judul Penelitian : Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
Nama Mahasiswa : Puspita Nomor Pokok : C54104056
Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si NIP.132 126 320
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP . 131 578 799
(6)
EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI
DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
Oleh : PUSPITA C54104056
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 17 Oktober 1986 dari ayah yang bernama Eddy Mulyadi dan ibu yang bernama Ayi Julaeha. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Pendidikan formal diawali pada tahun 1991-1992 di Taman Kanak-kanak ABA II Bogor. Tahun 1992-1998 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Perwira II Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor (tahun 1998-2001) dan Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bogor (tahun 2001-2004).
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kepanitian. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) pada periode 2004-2005 pada divisi Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) dan periode 2006-2007 pada divisi Kewirausahaan. Selain itu penulis pun pernah menjadi anggota Kelompok Pelaut (KOPEL) periode 2005-2006.
Penulis melakukan penelitian dengan Judul ”Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan oleh penulis dibimbing oleh Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si. Penulis dinyatakan lulus pada sidang skripsi tanggal 14 Agustus 2008.
(8)
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dengan judul ”Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu” disusun berdasarkan penelitian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada Maret 2008.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka, menentukan unit penangkapan muroami yang secara teknis proses produksinya paling efisien, dan menentukan keuntungan yang diperoleh usaha penangkapan muroami berdasarkan investasi yang ditanam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. M. Dahri Iskandar, M.Si selaku komisi pembimbing, Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Ir. Thomas Nugroho, M.Si serta kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :1. Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian hingga penyelesaian akhir skripsi;
2. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Ir. Thomas Nugroho, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya;
3. Pak Husin dan Bu Ela yang telah memberikan tempat tinggal selama penelitian;
4. Mas Hendra, Mas Boy, dan Mba Romlah atas data dan informasinya mengenai muroami;
5. Nelayan responden atas data dan informasinya;
6. Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan dan Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atas sumber informasinya;
7. Kedua orang tua, kakak dan adik yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi; 8. Teman-teman terhebat PSP 41 atas kebersamaanya selama ini;
9. Teman-teman seperjuangan Muhammad Rifki, Singgih Prihadi Aji, Ribka Puji Raspati, dan Angga Nugraha;
10.Rinaldie Faresdian, Regi Fiji Anggawangsa, dan Arista Hadi Pratama atas bantuannya selama penelitian.
11.Semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini yang tidak disebutkan satu-persatu.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Definisi dan Klasifikasi Muroami ... 4
2.2 Unit Penangkapan Muroami ... 4
2.2.1 Alat tangkap ... 4
2.2.2 Kapal ... 5
2.2.3 Nelayan ... 7
2.3 Metode Pengoperasian Muroami ... 8
2.4 Terumbu Karang dan Sumberdaya Ikan Karang ... 9
2.5 Efisiensi Teknis ... 13
2.6 Analisis Finansial ... 14
3 METODE PENELITIAN ... 16
3.1 Waktu dan Tempat ... 16
3.2 Alat dan Bahan ... 16
3.3 Metode Penelitian ... 16
3.4 Metode Pengambilan Contoh ... 16
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 17
3.6 Metode Analisis Data ... 19
3.6.1 Efisiensi teknis ... 19
3.6.2 Analisis finansial ... 20
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 23
4.1 Lokasi Geografis ... 23
4.2 Kondisi Perairan ... 23
4.3 Unit Penangkapan Ikan ... 25
4.3.1 Alat penangkapan ikan ... 25
4.3.2 Kapal penangkap ikan ... 25
4.3.3 Nelayan ... 26
4.3.4 Produksi unit penangkapan muroami... 27
4.4 Musim penangkapan ikan ... 28
4.5 Daerah penangkapan ikan ... 29
(11)
EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI
DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
PUSPITA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
(12)
© Hak cipta milik Puspita, tahun 2008 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
(13)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalan Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, September 2008
Puspita
(14)
ABSTRAK
PUSPITA. Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh Mokhamad Dahri Iskandar.
Pengoperasian unit penangkapan muroami saat ini ditengarai sebagai salah satu penyebab kerusakan terumbu karang. Hal ini karena hampir seluruh tahap pengoperasian muroami mulai dari pendeteksian arus, pemasangan alat tangkap, dan penggiringan dilakukan di wilayah perairan terumbu karang. Namun sayangnya hingga saat ini belum ada alat tangkap pengganti muroami yang mampu menangkap ikan karang dalam jumlah yang cukup besar. Kondisi ini menyebabkan nelayan enggan beralih dari alat tangkap muroami ke alat tangkap lain. Kemampuan muroami akan lebih baik dinilai tidak hanya dari jumlah hasil tangkapan yang cukup besar tetapi juga dinilai dari jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, jumlah trip, ukuran kapal, kekuatan mesin, dan BBM yang dikeluarkan. Kriteria teknis tersebut dapat menentukan unit penangkapan muroami yang proses produksinya paling efisien.
Analisis efisiensi teknis dilakukan terhadap empat unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang berhasil diwawancara. Analisis unit penangkapan muroami didasarkan pada kriteria produksi/trip, produksi/gross tonage kapal, produksi/kekuatan mesin, produksi/BBM, produksi/jumlah ABK. Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan metode skoring untuk menentukan unit penangkapan muroami yang proses produksinya paling efisien. Analisis usaha bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu usaha berhasil dijalankan. Analisis yang digunakan dalam analisis usaha antara lain, analisis pendapatan usaha, analisis imbang penerimaan dan biaya, analisis Payback Period serta Return of Investment.
Berdasarkan perhitungan diperoleh data bahwa unit penangkapan muroami KM Cahaya Laut dengan jumlah trip sebanyak 178 trip, ukuran kapal 17 gt, kekuatan mesin 24 pk, jumlah bahan bakar yang dikeluarkan sebanyak 6.890 lt, dan jumlah ABK sebanyak 16 orang menempati urutan prioritas pertama. Keuntungan bersih pemilik usaha unit penangkapan muroami adalah sebesar Rp 305.380.916,67 dengan nilai R/C sebesar Rp 3,87, nilai PP sebesar 1,05 tahun, dan nilai ROI sebesar 95,00%.
Kata kunci : muroami, efisiensi teknis, analisis finansial, pulau pramuka, kepulauan seribu
(15)
SKRIPSI
Judul Penelitian : Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
Nama Mahasiswa : Puspita Nomor Pokok : C54104056
Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si NIP.132 126 320
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP . 131 578 799
(16)
EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI
DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
Oleh : PUSPITA C54104056
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 17 Oktober 1986 dari ayah yang bernama Eddy Mulyadi dan ibu yang bernama Ayi Julaeha. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Pendidikan formal diawali pada tahun 1991-1992 di Taman Kanak-kanak ABA II Bogor. Tahun 1992-1998 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Perwira II Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor (tahun 1998-2001) dan Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bogor (tahun 2001-2004).
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kepanitian. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) pada periode 2004-2005 pada divisi Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) dan periode 2006-2007 pada divisi Kewirausahaan. Selain itu penulis pun pernah menjadi anggota Kelompok Pelaut (KOPEL) periode 2005-2006.
Penulis melakukan penelitian dengan Judul ”Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan oleh penulis dibimbing oleh Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si. Penulis dinyatakan lulus pada sidang skripsi tanggal 14 Agustus 2008.
(18)
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dengan judul ”Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu” disusun berdasarkan penelitian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada Maret 2008.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka, menentukan unit penangkapan muroami yang secara teknis proses produksinya paling efisien, dan menentukan keuntungan yang diperoleh usaha penangkapan muroami berdasarkan investasi yang ditanam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. M. Dahri Iskandar, M.Si selaku komisi pembimbing, Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Ir. Thomas Nugroho, M.Si serta kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
(19)
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :1. Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian hingga penyelesaian akhir skripsi;
2. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Ir. Thomas Nugroho, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya;
3. Pak Husin dan Bu Ela yang telah memberikan tempat tinggal selama penelitian;
4. Mas Hendra, Mas Boy, dan Mba Romlah atas data dan informasinya mengenai muroami;
5. Nelayan responden atas data dan informasinya;
6. Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan dan Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atas sumber informasinya;
7. Kedua orang tua, kakak dan adik yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi; 8. Teman-teman terhebat PSP 41 atas kebersamaanya selama ini;
9. Teman-teman seperjuangan Muhammad Rifki, Singgih Prihadi Aji, Ribka Puji Raspati, dan Angga Nugraha;
10.Rinaldie Faresdian, Regi Fiji Anggawangsa, dan Arista Hadi Pratama atas bantuannya selama penelitian.
11.Semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini yang tidak disebutkan satu-persatu.
(20)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Definisi dan Klasifikasi Muroami ... 4
2.2 Unit Penangkapan Muroami ... 4
2.2.1 Alat tangkap ... 4
2.2.2 Kapal ... 5
2.2.3 Nelayan ... 7
2.3 Metode Pengoperasian Muroami ... 8
2.4 Terumbu Karang dan Sumberdaya Ikan Karang ... 9
2.5 Efisiensi Teknis ... 13
2.6 Analisis Finansial ... 14
3 METODE PENELITIAN ... 16
3.1 Waktu dan Tempat ... 16
3.2 Alat dan Bahan ... 16
3.3 Metode Penelitian ... 16
3.4 Metode Pengambilan Contoh ... 16
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 17
3.6 Metode Analisis Data ... 19
3.6.1 Efisiensi teknis ... 19
3.6.2 Analisis finansial ... 20
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 23
4.1 Lokasi Geografis ... 23
4.2 Kondisi Perairan ... 23
4.3 Unit Penangkapan Ikan ... 25
4.3.1 Alat penangkapan ikan ... 25
4.3.2 Kapal penangkap ikan ... 25
4.3.3 Nelayan ... 26
4.3.4 Produksi unit penangkapan muroami... 27
4.4 Musim penangkapan ikan ... 28
4.5 Daerah penangkapan ikan ... 29
(21)
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
5.1 Hasil ... 31
5.1.1 Unit Penangkapan Muroami ... 31
5.1.1.1 Alat tangkap ... 31
5.1.1.2 Kapal ... 40
5.1.1.3 Nelayan ... 43
5.1.1.4 Metode pengoperasian muroami ... 44
5.1.1.5 Daerah penangkapan ikan ... 49
5.1.1.6 Musim penangkapan ikan ... 50
5.1.1.7 Hasil tangkapan muroami ... 50
5.1.2 Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami ... 51
5.1.3 Analisis Usaha... 55
5.1.3.1 Investasi unit penangkapan muroami... 55
5.1.3.2 Biaya operasional unit penangkapan muroami ... 56
5.1.3.3 Penyusutan ... 57
5.1.3.4 Penerimaan usaha penangkapan muroami ... 58
5.1.3.5 Analisis finansial usaha penangkapan muroami ... 59
5.2 Pembahasan ... 60
5.1.2 Unit penangkapan muroami ... 60
5.1.2 Efisiensi teknis unit penangkapan muroami ... 63
5.1.2 Analisis usaha penangkapan muroami ... 63
6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
6.1 Kesimpulan ... 66
6.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
(22)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rantai pemasaran hasil tangkapan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu . 30 2 Alat tangkap muroami yang dioperasikan di Pulau Pramuka ... 32 3 Konstruksi dinding darat pada alat tangkap muroami ... 33 4 Konstruksi dinding laut pada alat tangkap muroami ... 34 5 Bagian kantong muroami ... 35 6 Pelampung yang dipasang pada alat tangkap muroami ... 36 7 Pemberat yang dipasang pada alat tangkap muroami ... 37 8 Alat penggiring (elot) (a) Alat Penggiring di Pulau Pramuka
(b) Gelang-gelang besi (c) Bagian-bagian alat penggiring ... 38 9 Kapal muroami yang dioperasikan di Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu ... 41 10 Sampan yang digunakan dalam operasi penangkapan muroami
Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu ... 41 11 Konstruksi kapal dan sampan tampak atas (a) Kapal tampak atas
(b) Sampan tampak atas ... 42 12 Tahap persiapan (a) Tahap mempersiapkan perbekalan (b) Perjalanan
fishing ground (c) Tahap pendeteksian arus (d) Persiapan penyelaman
tahap pertama ... 45 13 Proses penurunan jaring (a) Kantong muroami yang akan dipasang
(b) dan (c) Proses penurunan bagian kantong (d) Proses penurunan
Jaring dinding ... 46 14 Muroami dalam operasi di Pulau Pramukan, Kepulauan Seribu ... 47 15 Proses penarikan alat tangkap (a) Penarikan jaring dinding
(b) Proses penarikan jaring kantong (c) Proses penarikan alat
penggiring (d) Hasil tangkapan dibawa ke palka ... 48 16 Proses Penyortiran hasil tangkapan (a) Hasil tangkapan dikeluarkan dari
palka (b) Hasil tangkapan dibedakan menurut jenis (c) Hasil tangkapan dimasukkan dalam keranjang (d) Hasil tangkapan yang telah disortir ... 59
(23)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah alat tangkap ikan menurut alat tangkap di Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2002-2006 ... 25 2 Jumlah armada perikanan dan kelautan di Kecamatan Kepulauan Seribu
Utara tahun 2004 ... 26 3 Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu Utara tahun 2004 ... 27 4 Produksi setiap trip unit penangkapn muroami di Pulau Pramuka ... 28 5 Identifikasi alat tangkap muroami di Pulau Pramuka ... 39 6 Data kapal produksi, jumlah trip, ukuran kapal, kekuatan mesin
jumlah BBM, dan jumlah ABK dari unit penangkapan muroami ... 51
7 Efisiensi teknis unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka ... 53 8 Efisiensi teknis dengan fungsi nilai terhadap unit penangkapan
muroami di Pulau Pramuka ... 54 9 Investasi yang ditanamkan pada usaha penangkapan muroami... 55 10 Biaya tetap usaha penangkapan muroami ... 56 11 Biaya tidak tetap usaha penangkapan muroami ... 57 12 Penyusutan pada usaha penangkapan muroami ... 58 13 Penerimaan usaha penangkapan muroami ... 59 14 Analisis finansial usaha penangkapan muroami ... 59
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta penelitian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu ... 72 2 Hasil tangkapan muroami di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu ... 73 3 Contoh perhitungan dengan metode skoring ... 75 4 Perhitungan analisis usaha unit penangkapan muroami ... 76
(25)
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muroami merupakan alat tangkap yang dioperasikan di daerah terumbu
karang. Alat tangkap ini hanya tersebar di Kepulauan Seribu, Kepulauan
Spermonde, Kepulauan Sapekan, dan Lombok. Pulau Pramuka merupakan bagian
dari gugusan Kepulauan Seribu dimana penduduknya sebagian besar bemata
pencaharian sebagai nelayan muroami. Penyebaran alat tangkap muroami selain di
Pulau Pramuka juga terdapat di Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Karimun
Jawa, Pulau Harapan, dan Pulau Sebira yang semuanya merupakan bagian dari
gugusan Kepulauan Seribu
Ikan yang menjadi sasaran penangkapan muroami yaitu famili Caseodidae
(ekor kuning dan pisang-pisang) yang merupakan kelompok ikan karang yang
dapat dieksploitasi secara relatif besar-besaran karena sebagai pemakan plankton
dan membentuk kelompok yang relatif besar (LIPI, 1998). Potensi yang cukup
besar ini mendorong tingkat pengusahaannya sehingga pada tahun 2006 jumlah
unit penangkapan muroami mengalami kenaikan yang sangat berarti.
Menurut Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta
tahun 2006, jumlah alat tangkap muroami di provinsi DKI Jakarta tercatat
sebanyak 641 unit, yang tersebar wilayah Kepulauan Seribu sebanyak 630 unit
dan wilayah Jakarta Utara sebanyak 11 unit. Jumlah alat tangkap muroami dari
tahun 2005 hingga tahun 2006 mengalami kenaikan yang sangat pesat yaitu
sebesar 754,67 % dimana pada tahun 2005 jumlah alat tangkap muroami hanya
sekitar 75 unit.
Pengoperasian unit penangkapan muroami saat ini ditengarai sebagai salah
satu penyebab kerusakan terumbu karang. Hal ini karena hampir seluruh tahap
pengoperasian muroami mulai dari pendeteksian arus, pemasangan alat tangkap,
dan penggiringan dilakukan di wilayah perairan terumbu karang. Namun
sayangnya hingga saat ini belum ada alat tangkap pengganti muroami yang
mampu menangkap ikan karang dalam jumlah yang cukup besar. Kondisi ini
menyebabkan nelayan enggan beralih dari alat tangkap muroami ke alat tangkap
lain.
(26)
Kelebihan usaha penangkapan muroami dibandingkan dengan usaha
penangkapan lainnya yang ada di Pulau Pramuka, yaitu hasil tangkapan yang
didapat biasanya dalam jumlah besar, spesies target yang ditangkap adalah
ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan selalu ada sepanjang tahun,
dan seluruh biaya operasional ditanggung oleh pemilik termasuk biaya perawatan
kesehatan. Selain itu apabila cuaca buruk sehingga nelayan tidak melaut, pemilik
akan memberikan pinjaman kepada ABK agar dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Kemampuan muroami akan lebih baik dinilai tidak hanya dari jumlah
hasil tangkapan yang cukup besar tetapi juga dinilai dari jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan, jumlah trip, ukuran kapal, kekuatan mesin, dan BBM yang
dikeluarkan. Kriteria teknis tersebut dapat menentukan unit penangkapan
muroami yang proses produksinya paling efisien.
Pada penelitian ini penulis tertarik untuk melihat kelayakan unit
penangkapan muroami ditinjau dari aspek teknis yaitu dari sudut efisiensi teknis.
Efisiensi teknis bermanfaat untuk mengetahui kemampuan unit penangkapan
tersebut dalam menghasilkan
output
produksi melalui kriteria teknis yang ada.
Selanjutnya dilakukan analisis finansial usaha untuk mengetahui sejauh mana
usaha tersebut dapat memberikan keuntungan bagi pemiliknya.
1.2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1)
Mendeskripsikan unit penangkapan muroami yang meliputi alat tangkap,
kapal, nelayan, dan metode pengoperasiannya ;
2)
Menentukan unit penangkapan muroami yang secara teknis proses
produksinya paling efisien ; dan
3)
Menentukan keuntungan usaha penangkapan muroami berdasarkan investasi
yang ditanam.
(27)
1.3
Manfaat
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1)
Memberikan gambaran tentang unit penangkapan muroami ditinjau dari
konstruksi alat, kapal, maupun tenaga kerja yang dibutuhkan dan
2)
Memberikan informasi tentang keuntungan usaha penangkapan muroami di
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
(28)
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Muroami
Muroami merupakan alat tangkap dengan sistem penggiring yang
bagiannya terdiri atas sayap dan kantong, dapat juga berupa jaring yang
berbentuk empat persegi panjang dan dilengkapi dengan kantong (Subani dan
Barus 1989). Berdasarkan klasifikasi alat tangkap menurut Von Brandt (1984),
muroami termasuk dalam
drive in net
. Ikan ditangkap dengan cara digiring ke
dalam alat tangkap tersebut. Alat tangkap terdiri atas suatu konstruksi alat tangkap
yang tetap (
stasioner
) yang menangkap ikan hanya jika ikan digiring ke dalamnya
oleh nelayan yang berenang atau menyelam dengan menggunakan tali penggiring.
Berdasarkan klasifikasi alat penangkap ikan yang dikeluarkan oleh DKP
(2007), muroami termasuk ke dalam alat tangkap lainnya. Alat tangkap lainnya
merupakan kelompok alat tangkap yang dimungkinkan belum teridentifikasi dan
memiliki bentuk dan konstruksi yang berbeda dan spesifik.
2.2 Unit Penangkapan Muroami
2.2.1 Alat Tangkap
Pada alat tangkap dengan sistem penggiring yang terpenting adalah alat
penggiring atau penghalau yang biasa disebut
drive in tools
atau
scareline
yang
dipergunakan pada waktu penangkapan (Subani dan Barus 1989). Alat bantu yang
digunakan pada alat tangkap muroami disebut ”elot”, yaitu penggiring yang
berupa tali yang di bawahnya diberi pemberat dari gelang-gelang besi untuk
mengejutkan ikan agar lari ke arah jaring ataupun memaksa ikan-ikan tersebut
untuk meninggalkan tempat-tempat persembunyian pada karang-karang (Gunarso
1985).
Bagian-bagian alat tangkap muroami menurut Subani dan Barus (1989)
terdiri atas :
1)
Bagian jaring, terdiri atas kaki panjang, kaki pendek dan kantong. Bagian
kantong pada alat tangkap muroami cukup besar dan dapat memuat ikan
sebanyak 3 ton.
(29)
2)
Pelampung, terdiri atas pelampung tetap dan pelampung kumbul. Pada bagian
tertentu tali ris atas dari kaki dan bagian atas mulut kantong diikatkan
pelampung-pelampung kecil yang merupakan pelampung tetap. Selain itu,
masih dilengkapi pelampung kumbul dari bola gelas dan bambu yang hanya
dipasang pada waktu operasi penangkapan saja.
3)
Pemberat, terbuat dari batu yang digunakan pada bagian bawah kaki (ris
bawah) dan bagian bawah mulut kantong (bibir bawah). Selain itu, pada waktu
jaring digunakan pada bagian depan kaki masih dilengkapi jangkar.
4)
Penggiring atau alat pengusir, terbuat dari tali yang panjangnya ± 25 meter.
Pada salah satu ujungnya yaitu bagian atas diikatkan pelampung bambu,
sedangkan pada ujung lainnya gelang besi atau umumnya disebut ”kecrek”.
Pada sepanjang tali ini masih dilengkapi dengan daun-daun nyiur atau kadang
kain putih. Banyaknya alat pengusir disesuaikan dengan banyaknya orang
yang nanti bertugas sebagai penggiring.
Menurut Marnane
et al
. (2004), alat tangkap muroami terdiri atas tiga
bagian jaring, dua bagian jaring pelari yang berfungsi sebagai pengarah atau
penggiring ikan menuju jaring kantong dan satu bagian jaring kantong yang
berfungsi sebagai jaring penampung ikan. Dalam proses penggiringan ikan, para
penyelam juga menggunakan alat tambahan yang berfungsi untuk menakuti ikan.
Alat tersebut berupa cincin yang terbuat dari besi. Pada prosesnya
cincin-cincin tersebut dipukul-pukulkan pada dasar perairan/karang untuk menghalau
atau menakuti ikan-ikan yang bersembunyi di dalam lubang atau celah-celah
karang.
2.2.2
Kapal
Kapal merupakan bagian penting dari unit penangkapan muroami karena
kapal digunakan untuk mengangkut alat tangkap dan juga nelayan. Selain itu juga
sebagai modal yang ditanamkan dalam investasi usaha penangkapan muroami.
Menurut Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004 kapal perikanan adalah
kapal, perahu, atau alat lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan
ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut
(30)
Fyson (1985), kapal perikanan adalah kapal yang khusus dimaksudkan untuk
melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan bentuk,
kapasitas muat, akomodasi, mesin dan berbagai perlengkapan yang semuanya
disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi.
Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), diacu dalam Suharto (2003),
kapal ikan memiliki berbagai karakteristik, yaitu :
1)
Kecepatan yang cukup optimal untuk mencari dan melacak kumpulan ikan,
membawa hasil tangkapan tetap segar dalam jangka waktu yang sesingkat
mungkin.
2)
Manuver yang baik terutama saat operasi pengejaran dan pendeteksian
kawanan ikan, operasi alat tangkap, dll.
3)
Daya tahan melawan kekuatan angin, gelombang, dll.
4)
Jangkauan navigasi tergantung dari kondisi sekitar daerah penangkapan
sehubungan dengan gerakan ikan, daerah penangkapan dan lainnya sehingga
diperlukan alat navigasi untuk mengamati kondisi dengan jangkauan yang
lebih luas.
5)
Konstruksi kapal harus kuat karena berhadapan dengan kondisi laut yang
keras dan menahan getaran yang disebabkan oleh kerja mesin.
6)
Mesin penggerak kapal adalah berukuran kecil namun memiliki tenaga yang
cukup kuat.
7)
Kapal ikan biasanya harus membawa hasil tangkapan ke pelabuhan perikanan.
Untuk menjaga hasil tangkapan tetap segar maka ruang penyimpanan es,
ruang pendingin, dan ruang pembeku harus diisolasi dari kondisi luar. Mesin
pemroses seperti pengalengan, mesin pembuat tepung ikan juga harus ada jika
diperlukan; dan
8)
Kapal ikan seharusnya dilengkapi dengan alat bantu penangkapan.
Pada penangkapan muroami diperlukan 3-5 buah kapal atau perahu
dimana sebuah perahu diantaranya diperuntukan membawa kantong, dua perahu
untuk memuat sayap atau kaki jaring masing-masing sebuah. Adapun dua buah
lainnya untuk membawa nelayan menuju daerah penangkapan ikan (Subani dan
Barus 1989).
(31)
2.2.3
Nelayan
Definisi nelayan menurut Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004
adalah orang yang mata pencahariannya melakukan usaha penangkapan ikan.
Nelayan dikategorikan sebagai tenaga kerja yang melakukan aktivitas
produksinya dengan cara berburu ikan di laut atau melaut . Umumnya mereka
memiliki alat produksi utama berupa kapal, pancing, jaring, dan bagan, (Dahuri
2007).
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun
budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan
pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron 2003, diacu dalam
Mulyadi 2005).
Berdasakan segi kepemilikan alat, Mulyadi (2005) membedakan nelayan
menjadi tiga kelompok berikut :
1)
Nelayan buruh, yaitu nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang
lain;
2)
Nelayan juragan, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan
oleh orang lain; dan
3)
Nelayan perorangan, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap sendiri dan
pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
Operasi penangkapan muroami memerlukan banyak tenaga kerja yang
jumlahnya tergantung dari besar kecilnya alat tangkap yang digunakan. Umumnya
antara 20-40 orang. Seorang diantaranya adalah ”tonaas” (
fishing master
) yang
memimpin jalannya operasi penangkapan dan seorang lagi sebagai wakil tonaas.
Dua orang (untuk ukuran kecil) dan empat orang (untuk ukuran besar) sebagai
penjaga atau pemegang ujung kantong bila nanti jaring telah dipasang, satu atau
dua orang sebagai penjaga kantong bagian belakang, empat sampai enam orang
sebagai penyelam, dan selebihnya adalah pengusir ikan-ikan yang akan ditangkap
(Subani dan Barus 1989).
(32)
2.3
Metode Pengoperasian Muroami
Menurut Subani dan Barus (1989), proses pengoperasian muroami
dilakukan sebagai berikut :
1)
Nelayan harus mengetahui dan memperkirakan banyak sedikitnya kawanan
ikan. Proses ini dilakukan oleh beberapa orang dengan jalan menyelam
menggunakan kacamata air.
2)
Nelayan harus mengetahui keadaan arus air dalam hal ini arah arus,
kemungkinan adanya arus atas dan arus bawah, dan kekuatan arus.
3) Kekuatan arus skala sedang adalah yang paling baik untuk pemasangan jaring.
4) Pemasangan jaring dilakukan sehingga membentuk huruf V dan letak ujung
depan kaki yang pendek harus berada di tempat dangkal dimana karang
terdapat, sedangkan ujung kaki panjang diletakkan di tempat dalam.
5) Setelah proses pemasangan kantong selesai, penggiringan segera dilakukan
dengan mengambil tempat antar seperempat sampai sepertiga dari bagian
ujung kaki yang belakang.
Menurut Marnane
et al
. (2004), nelayan biasanya berangkat sekitar pukul
6 – 7 pagi dan perjalanan ke lokasi sekitar 1 jam. Sekitar pukul 8 pagi seorang
kepala laut sudah mulai menyelam untuk mencari lokasi penangkapan dan
mengamati ikan yang ada di dalamnya. Jika lokasi yang dilihat tidak memuaskan,
pencarian akan diteruskan dengan berpindah ke tempat lain yang biasanya tidak
jauh dari lokasi pertama. Proses ini berlangsung terus sampai ditemukan lokasi
yang tepat.
Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, kapal yang memuat jaring dan
palka mulai menempatkan jangkar, kemudian para penyelam memasang jaring
pelari dan jaring kantong pada kedalaman sekitar 5 hingga 35 meter. Proses ini
memakan waktu sekitar 40 menit. Faktor yang cukup berperan dalam operasi
muroami adalah arus yang membantu jaring kantong dapat terbuka secara
sempurna.
Setelah pemasangan selesai, para penyelam naik ke kapal yang memuat
kompresor
hookah
dan bersiap melakukan penyelaman tahap kedua. Tahapan ini
termasuk didalamnya adalah proses penggiringan. Lama waktu penggiringan
sangat bervariasi antara 10 – 40 menit pada selang kedalaman 5 – 35 meter.
(33)
Interval waktu antar penyelaman cukup pendek, yaitu sekitar 10 menit. Setelah
ikan digiring ke dalam jaring kantong, para penyelam mengangkat jaring kantong
ke permukaan secepat mungkin. Kemudian mereka kembali masuk ke dasar untuk
membongkar jaring pelari. Proses pelepasan jaring pelari ini biasanya memakan
waktu sekitar 20 menit.
2.4
Terumbu Karang dan Sumberdaya Ikan Karang
Perairan karang merupakan suatu ekosistem yang paling subur
dibandingkan dengan perairan lainnya. Peraiaran ini mempunyai produktivitas
sumber hayati sangat beraneka ragam dan hubungan diantaranya sangat erat (LIPI
1998).
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun
terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3), khususnya jenis-jenis karang
batu dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme lain penghasil
kapur (Romimohtarto dan Juwana 2001, diacu dalam Soleh 2004). Terumbu
karang sebagai lingkungan hidup berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat
berlindung, mencari makan, dan berkembang biak bagi biota-biota yang hidup di
ekosistem tersebut atau juga dari ekosistem sekitarnya. Terumbu karang juga
mempunyai fungsi alami yaitu sebagai sumberdaya hayati dan keindahan bawah
air (Sukarno
et al
. 1981, diacu dalam Soleh 2004). Bentuk-bentuk pertumbuhan
karang, menurut Dahl (1981), diacu dalam Soleh (2004) adalah sebagai berikut:
a)
Bentuk bercabang (
branching
), berbentuk seperti ranting pohon. Karang ini
banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng terutama
yang terlindung atau setengah terbuka.
b)
Bentuk padat (
massive
), berbentuk seperti bola dengan ukuran bervariasi,
permukaan karang halus dan padat. Karang ini banyak ditemukan di sepanjang
tepi terumbu dan bagian atas lereng terumbu dewasa yang belum terganggu
atau rusak.
c)
Bentuk mengerak (
encrusting
), karang ini tumbuh menyelimuti dasar terumbu
dengan permukaan kasar, keras, dan berlubang-lubang kecil. Banyak terdapat
pada daerah-daerah yang terbuka atau yang berbatu-batu, terutama sepanjang
lereng terumbu.
(34)
d)
Bentuk meja (
tabulate
), menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan
datar. Karang ini ditopang dengan batang yang terpusat dan bertumpu pada
satu sisi membentuk sudut atau datar.
e)
Bentuk daun (
foliose
), karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran
yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil, dan membentuk lipatan
atau melingkar. Banyak ditemukan pada daerah lereng terumbu dan
daerah-daerah yang terlindung.
f)
Bentuk jamur (
mushroom
), berbentuk oval dan nampak seperti jamur,
memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga
pusat mulut.
g)
Bentuk
submassive
, bentuk mengerak atau merayap dengan hampir seluruh
bagian menempel pada substrat.
h)
Bentuk menjari (
digitate
), karang ini tumbuh dalam bentuk seperti jari yang
menunjuk ke luar.
Suatu jenis karang dari genus yang sama dapat mempunyai bentuk
pertumbuhan (
life form
) yang berbeda. Adanya perbedaan bentuk pertumbuhan
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kedalaman, arus, dan
topografi dasar perairan.
Ikan karang merupakan organisme yang sering dijumpai di ekosistem
terumbu karang. Keberadaan ikan-ikan tersebut telah menjadikan ekosistem
terumbu karang sebagai ekosistem yang paling banyak dihuni oleh biota air
(Nybakken 1988). Ikan-ikan ini hidup berasosiasi dengan terumbu pada habitat
yang disukainya yaitu daerah yang aman dan banyak tersedia makanan. Ikan-ikan
tersebut menggunakan bentuk-bentuk terumbu karang untuk pertahanan diri dari
predator (Hutomo 1986, diacu dalam Soleh 2004).
Menurut Hutomo (1986) diacu dalam Purwanti (2004), komunitas ikan
karang memiliki interaksi yang luas. Interaksi dapat terbentuk antara ikan karang
dengan spesies yang sama, ikan karang dengan spesies yang berbeda, ikan karang
dengan invertebrata maupun interaksi ikan karang dengan faktor fisik seperti
suhu, cahaya, dan kedalaman. Interaksi fisik yang dilakukan oleh ikan-ikan karang
seperti penyamaran penglihatan, perlindungan dari predator, dan kemampuan
meniru suatu objek tertentu yang melibatkan adaptasi struktur dan tingkah laku.
(35)
Menurut Sale (1991) diacu dalam Agdalena (2003), ikan karang memiliki
karakteristik yang dapat dibedakan dengan ikan lain, diantaranya adalah :
1)
Fitur kelompok yang membuat karakteristik ikan karang secara keseluruhan,
yaitu keanekaragaman ikan karang dalam spesies dan morfologinya;
2)
Karakteristik ekologi, yaitu ikan karang biasanya akan menghabiskan seluruh
hidupnya di terumbu karang mulai dari reproduksi, pertumbuhan telur sampai
juvenil, dan terus berkembang hingga dewasa;
3)
Hubungannya dengan habitat;
4)
Pola distribusi;
5)
Karakteristik secara taksonomi; dan
6)
Bentuk struktural.
Ikan karang di ekosistem terumbu karang sebagian besar adalah ikan-ikan
diurnal (aktif pada siang hari). Ikan-ikan tersebut mencari makan dan tinggal di
permukaan karang dan memakan plankton yang lewat di atasnya. Ikan-ikan
diurnal ini meliputi famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Achanturidae,
Labridae, Lutjanidae, Balistidae, Serranidae, Cirrhtidae, Tetraodontidae,
Blennidae, dan Gobiidae (Allen dan Steene 1990 diacu dalam Soleh 2004).
Menurut Allen dan Steen (1990) diacu dalam Purwanti (2004), pada
malam hari ikan–ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam karang.
Keberadaan ikan-ikan diurnal akan digantikan oleh ikan-ikan nokturnal yaitu ikan
yang aktif di malam hari. Pada malam hari ikan-ikan nokturnal akan keluar dan
mencari makan dan pada siang hari masuk kembali ke goa-goa atau celah-celah
karang. Ikan-ikan nokturnal meliputi Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae,
Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae. Selain ikan diurnal dan
nokturnal, ada pula ikan-ikan yang sering melintasi ekosistem terumbu karang
seperti Scombridae, Sphyraenidae (barracuda), Caseonidae (ekor kuning), dan
Allopidae (hiu).
Faktor kedalaman berperan penting dalam penyebaran ikan-ikan karang.
Umumnya ikan-ikan tersebut memiliki kisaran kedalaman yang sempit,
tergantung dari ketersediaan makanan, ombak, dan keberadaan predator. Pada
daerah-daerah yang kaya akan makanan ikan akan cenderung berkelompok.
Ikan-ikan tersebut juga menghindari pecahan ombak dengan menempati daerah yang
(36)
lebih dalam. Kebanyakan ikan-ikan yang tergolong herbivora adalah ikan-ikan
diurnal, berwarna cemerlang dengan ukuran bukaan mulut kecil. Beberapa ikan
ini merupakan ikan yang bergerak cepat dan berkelompok (Connaughey dan
Zottoli 1983, diacu dalam Purwanti 2004).
Menurut Lowe dan Connel (1987) diacu dalam Purwanti (2004),
kelompok ikan karang umumnya mempunyai habitat spesifik pada ekosistem
terumbu karang dan kelompok ikan-ikan tersebut jarang keluar dari daerahnya
untuk mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah distribusi ikan
tersebut ditentukan oleh ketersediaan makanan, keberadaan predator, habitat, dan
daerah pemijahan.
Menurut William dan Hatcher (1983) diacu dalam LIPI (1998), ada
sepuluh famili utama ikan karang sebagai penyumbang produksi perikanan, yaitu
Caseodidae, Holocentridae, Serranidae, Lethrinidae, Siganidae, Scaridae,
Priacanthidae, Labridae, Lutjanidae, dan Haemulidae
.
Dari sepuluh famili
tersebut, Caseodidae (ekor kuning dan pisang-pisang) merupakan kelompok ikan
karang yang dapat dieksploitasi secara besar-besaran karena sebagai pemakan
plankton dan membentuk kelompok yang relatif besar (LIPI 1998).
Menurut LIPI (1998), dalam perkiraan potensi ikan karang di Indonesia
telah disepakati hanya beberapa jenis yang memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi, diantaranya kerapu (Serranidae), Lencam (Lethrinidae), ekor kuning dan
pisang-pisang (Caseodidae), baronang (Siganidae), kakap merah (Lutjanidae),
kakatua (Scaridae), dan napoleon (Labridae). Sumberdaya ikan karang meliputi
ikan karang dan hias. Hasil tangkapan muroami menurut Subani dan Barus (1989)
adalah ikan-ikan karang seperti ekor kuning (
Caesio cunning
), penjalu (
Caesio
coeralaures
), pisang-pisang (
Caesio chrysonosus
), sunglir (
Elagatis
bippinulatus
), selar kuning (
Caranx leptolepis
), dan kuwe macan (
Caranx spp
).
(37)
2.5 Efisiensi Teknis
Menurut Bishop dan Toussaint (1979), efisiensi teknis diartikan sebagai
perbandingan dari nilai-nilai hasil (
output
) terhadap nilai-nilai
input
. Konsep
efisiensi dalam ilmu ekonomi produksi pada dasarnya mencakup tiga pengertian,
yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi.
Menurut Hanafiah dan Saefudin (1983), diacu dalam Suharto (2003),
efisiensi teknis berarti pengendalian fisik daripada produksi dan dalam
term
ini
mencakup prosedur, teknis, dan besarnya skala operasi dengan tujuan
penghematan fisik. Penghematan fisik meliputi mengurangi kerusakan (
waste
),
mencegah merosotnya suatu produk dan menghemat tenaga kerja. Penghematan
fisik mengakibatkan pengurangan ongkos.
Konsep efisiensi teknis merupakan konsep hubungan rasio
input-output
pada suatu proses produksi, baik dalam satuan fisik atau nilai kombinasi keduanya
tanpa secara teknis memperhatikan keuntungan maksimum. Terhadap hal ini yang
penting adalah memaksimumkan produk rata-rata
input
tertentu dan jika ini
tercapai, maka secara teknis proses produksi telah efisien ( Dwianto 1991, diacu
dalam Fauziyah (1997).
Ada beberapa kriteria teknis, untuk menilai efisiensi teknis suatu unit
penangkapan ikan. Suharto (2003) mengukur efisiensi teknis unit penangkapan
Gillnet
dengan kriteria teknis yaitu, produksi/
gross tonage
kapal,
produksi/kekuatan mesin, produksi/bahan bakar, produksi/jumlah ABK, dan
produksi/luas jaring
gillnet
. Sedangkan untuk menghitung efisiensi teknis unit
penangkapan rawai tuna (
long line
) dengan kriteria teknis produksi/
gross tonage
kapal, produksi/kekuatan mesin, produksi/bahan bakar, produksi/jumlah ABK,
dan produksi/panjang
main line
. Kriteria teknis yang digunakan oleh Fauziyah
(1997) untuk menghitung efisiensi teknis unit penangkapan jaring cucut
(
liongbun
) adalah produksi total/tahun, produksi total/gt kapal/tahun, produksi
total/jumlah trip/tahun, produksi total/jumlah hari laut/tahun, produksi total/HP
kapal/tahun, produksi total/jumlah jaring/tahun.
(38)
2.6 Analisis Finansial
Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi
orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek. Sebab,
tidak ada gunanya untuk melaksanakan proyek yang menguntungkan dilihat dari
sudut perekonomian sebagai keseluruhan, jika para petani yang menjalankan
aktivitas produksi tidak bertambah baik keadaannya (Kadariah
et a
l. 1999).
Menurut Gittinger (1986) ada enam tujuan utama analisis finansial, yaitu:
1) Menilai pengaruh proyek terhadap para petani, perusahaan swasta dan umum,
badan-badan pelaksana pemerintah dan pihak lain yang turut serta dalam
proyek tersebut;
2) Menilai penggunaan sumberdaya yang terbatas secara efisien;
3) Penilaian insentif bagi orang atau badan yang ikut serta dalam proyek;
4) Menghasilkan suatu rencana yang menggambarkan keadaan finansial dan
sumber-sumber dana berbagai peserta proyek serta proyek itu sendiri;
5) Mengikuti koordinasi konstribusi finansial dari berbagai peserta proyek; dan
6) Menilai kecakapan dalam mengelola keuangan.
Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek
bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan. Perbandingan tersebut meliputi ketersedian dana, biaya modal,
kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang
telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar
2003).
Menurut Mulyadi (2005), nilai aset (inventaris) tetap atau tidak bergerak
dalam satu unit penangkap disebut juga sebagai modal. Pada umumnya untuk satu
unit penangkap modal terdiri atas alat-alat penangkap, kapal atu sampan, alat-alat
pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan alat-alat pengangkut laut (
carier
).
Kadariah
et al.
(1999) menyebutkan dalam analisis finansial yang
diperhatikan ialah hasil untuk modal saham (
equity capital
) yang ditanam dalam
proyek yang harus diterima oleh para nelayan, pengusaha, perusahaan swasta,
suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan
proyek. Hasil finansial sering juga disebut ”
private returns
”.
(39)
Menurut Kadariah
et al.
(1999), salah satu pendekatan analisis yang
digunakan dalam analisis finansial adalah analisis usaha. Analisis usaha meliputi
analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan biaya (
Revenue
Cost
Ratio
),
Payback Period
(PP) dan
Return of Invesment
(ROI).
Analisis usaha terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya-biaya yang
tetap dikeluarkan meskipun tidak ada
output
yang dihasilkan, diartikan sebagai
biaya tetap. Biaya-biaya variabel adalah biaya-biaya karena pertambahan
input-input
variabel. Biaya tersebut akan dibebankan hanya apabila produksi itu
berlangsung dan jumlah dari biaya-biaya ini akan tergantung pada macam input
yang digunakan. Biaya-biaya tetap ditambah dengan biaya variabel sama dengan
biaya total. Biaya total penting di dalam memperhitungkan penerimaan bersih
karena penerimaan bersih sama dengan penerimaan total dikurangi biaya total
(Bishop dan Toussaint 1979).
(40)
3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dan pengumpulan data di lapangan dilakukan di Pulau Pramuka,
Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Pengambilan dan pengumpulan
data dilaksanakan pada bulan Maret 2008 (Peta lokasi penelitian disajikan pada
Lampiran 1).
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Unit penangkapan muroami;
2) Alat dokumentasi berupa kamera;
3) Alat pengukur panjang berupa meteran kain dengan ketelitian 0,1 cm untuk
mengukur bagian-bagian alat tangkap muroami;
4) Kuesioner;
5) Jangka sorong;
6) Alat tulis;
7) Kalkulator; dan
8) Satu perangkat komputer untuk pengetikan dan pengolahan data.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survei. Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-masalah
dan mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan paraktek-praktek yang
sedang berlangsung. Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada
tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu
memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel karena hanya menggunakan
data yang ada untuk pemecahan masalah daripada menguji hipotesis.
3.4
Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh untuk nelayan unit penangkapan muroami
menggunakan metode
purposive sampling
. Jumlah responden yang diambil
(41)
sebanyak 30 orang nelayan dimana 4 orang sebagai pemilik usaha penangkapan
muroami. Metode
purposive sampling
merupakan cara pengambilan sampel yang
tidak acak dan nelayan yang diwawancarai memenuhi kriteria yang diinginkan
peneliti. Metode ini digunakan karena keterbatasan waktu dan tenaga peneliti.
Pemilihan responden dilakukan terhadap populasi nelayan yang terdapat di
sekitar Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang. Informasi mengenai segala
hal yang berkaitan dengan deskripsi unit penangkapan muroami, biaya investasi,
jumlah ABK, dan harga ikan semua di dapat dari responden secara langsung.
Sedangkan untuk metode pengoperasian muroami, peneliti melihat langsung
pengoperasian muroami.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan d
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap responden atau
nelayan maupun pihak terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah
disiapkan dalam kuesioner. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dan
informasi mengenai deskripsi alat tangkap, jumlah hasil tangkapan setiap tripnya,
biaya investasi dan biaya operasional, jenis kapal dan dimensinya, dimensi
sampan, harga ikan, dan pendapatan nelayan. Pengamatan langsung di lapangan
dilakukan untuk mengetahui bagian-bagian alat tangkap, proses pendaratan dan
penanganan ikan, daerah penangkapan ikan dan metode pengoperasiannya di laut.
Lebih jelasnya, keseluruhan data primer yang dikumpulkan antara lain:
1) Aspek teknik
Data yang berhubungan dengan deskripsi, metode, dan pengoperasian unit
penangkapan muroami,meliputi:
(1)
Ukuran dan jumlah unit penangkapan muroami;
(2)
Konstruksi beserta bagian-bagian alat tangkap muroami;
(3)
Metode pengoperasian alat tangkap muroami;
(4)
Daerah penangkapan alat tangkap muroami;
(5)
Musim penangkapan muroami;
(6)
Jumlah nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan muroami;
(42)
(7)
Jumlah
setting
dalam setiap
trip
unit penangkapan muroami;
(8)
Jumlah trip unit penangkapan muroami;
(9)
Waktu yang diperlukan dalam proses penangkapan ikan yang meliputi
waktu
setting
, penggiringan, dan
hauling
; dan
(10)
Sistem pembagian kerja pada nelayan muroami
2)
Aspek Finansial
Data yang berhubungan dengan finansial,meliputi:
(1)
Biaya investasi yang ditanamkan dalam usaha penangkapan muroami;
(2)
Biaya operasional yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan
muroami;
(3)
Penghasilan nelayan per periode (hari/minggu/bulan/tahun);
(4)
Harga jual hasil tangkapan per kilogram;
(5)
Pola bagi hasil antara nelayan dan pemilik; dan
(6)
Daerah pemasaran hasil tangkapan
Data sekunder yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian meliputi :
1)
Jumlah unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu selama lima tahun
terakhir (2002-2006) yang diperoleh dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan
Kelautan Provinsi DKI Jakarta ;
2)
Produksi hasil tangkapan masing –masing unit penangkapan muroami setiap
trip tahun 2007 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang diperoleh dari
Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu ;
3)
Data mengenai faktor teknis (ukuran kapal, jumlah trip, kekuatan mesin,
jumlah BBM, dan jumlah ABK) dari unit penangkapan muroami di Pulau
Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dalam satu tahun
terakhir yaitu tahun 2007 yang diperoleh dari Suku Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
4)
Jumlah unit penangkapan muroami yang terdaftar di TPI Pulau Pramuka;
5)
Peta lokasi pengoperasian unit penangkapan muroami di perairan Kepulauan
Seribu yang diperoleh dari Taman Nasional Kepulauan Seribu; dan
(43)
6)
Keadaan umum Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan
Seribu berupa letak astronomis, latak geografis, kependudukan, armada
penangkapan, dan sarana prasarana perikanan.
3.6 Metode Analisis Data
3.6.1 Efisiensi
Teknis
Analisis efisiensi teknis dilakukan terhadap empat unit penangkapan
muroami di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang berhasil diwawancara.
Analisis unit penangkapan muroami didasarkan pada kriteria :
1) Produksi/trip (X1)
2)
Produksi/
Gross Tonage
kapal (X2)
3) Produksi/kekuatan mesin (X3)
4) Produksi/BBM (X4)
5) Produksi/jumlah ABK (X5)
Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan metode skoring. Skoring
diberikan dari nilai terendah sampai nilai tertinggi, dikatakan bahwa metode
skoring merupakan salah satu teknis dari analisis keputusan terhadap suatu
penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda (Wisudo
et al
. 1994, diacu
dalam Fauziyah 1997)
Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Fauziyah
(1997), untuk dapat menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua
nilai mempunyai standar yang sama. Standarisasi nilai dapat dilakukan dengan
rumus fungsi nilai sebagai berikut :
0 1 0 ) (
X
X
X
X
V
x−
−
=
untuk i = 1,2,3 ... n
∑
=
(
)
)
(A
V
iX
iV
(44)
dimana :
) (x
V
: Fungsi terbaik dari variabel X
X
: Variabel X
1
X
: Nilai terbaik dari kriteria X
0
X
: Nilai terburuk dari kriteria X
) (A
V
: Fungsi nilai dari alternatif A
)
(
i iX
V
: Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i
Penentuan urutan prioritas dari teknologi yang dipilih dengan
menggunakan fungsi nilai ditetapkan secara urut dari alternatif yang mempunyai
fungsi nilai tertinggi ke alternatif dengan fungsi nilai terendah.
3.6.2
Analisis Finansial
Studi aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendapatan
dan aliran kas proyek bisnis, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana
bisnis yang dimaksud. Analisis aspek keuangan dari suatu studi proyek bisnis
adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan (Umar 2003).
Analisis usaha bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu usaha
berhasil dijalankan. Analisis yang digunakan dalam analisis usaha antara lain,
analisis pendapatan usaha, analisis imbang penerimaan dan biaya, analisis
Payback Period
serta
Return of Investment
(Djamin 1984), yaitu :
1)
Analisis Pendapatan Usaha
Analisis keuntungan atau pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui
komponen
input
dan
output
yang terlibat didalamnya dan besar keuntungan yang
diperoleh dari usaha yang dilakukannya
.
Pendapatan usaha dihitung dengan
menggunakan rumus:
Keuntungan (
Π
) = Penerimaan Total (TR) – Biaya Total (TC)
(45)
dimana :
Π
=
Keuntungan
TR =
Total Revenue (Penerimaan Total)
TC =
Total Cost (Biaya Total)
Dengan kriteria usaha sebagai berikut :
•
Penerimaan total > biaya total, usaha untung;
•
Penerimaan total = biaya total, usaha tidak untung dan tidak rugi; dan
•
Penerimaan total < biaya total, usaha dikatakan rugi.
2)
Analisis Imbang Penerimaan dan Biaya (R/C)
Analisis imbang penerimaan dan biaya adalah analisis yang bertujuan
untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dapat
memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Imbang penerimaan
dan biaya (R/C) menggunakan perbandingan antara nilai tunai permintaan dengan
nilai tunai pengeluaran.
Rumus
R/C
adalah sebagai berikut :
Penerimaan total
R/C = Biaya total
Kriteria usaha :
•
R/C
> 1, usaha menguntungkan;
•
R/C
= 1, usaha pada titik impas; dan
•
R/C
< 1, usaha merugikan.
3)
Analisis
Payback Period
Payback Period
adalah suatu periode yang dilakukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi (
initial cash investment
) dengan menggunakan
aliran kas (Umar 2003).
(46)
Rumusnya adalah :
PP=
x
Keuntungan
Investasi
1 tahun
4) Analisis
Return of Investment
Return of Investment
merupakan alat analisis usaha untuk mengetahui
besarnya presentase kemungkinan pengembalian keuntungan dari investasi yang
ditanam dengan asumsi pendapatan setiap bulan per tahun tetap (Hernanto F
1989). Rumusnya adalah :
ROI =
xInvestasi Keuntungan
1 tahun
(47)
4
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Lokasi Geografis
Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan
Pulau Panggang, Kabupaten Aministrasi Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta
Utara, Provinsi DKI Jakarta. Secara geografis Kelurahan Pulau Panggang terletak
antara 05° 41’ 41” - 05° 41’ 45” LS hingga 05° 47’ 00” - 05° 47’ 00” LS dan
antara 106° 19’ 30” - 106° 44’ 50” BT. Batas-batas wilayah Kelurahan Pulau
Panggang, yaitu sebelah utara berbatasan dengan wilayah perairan Kepulauan
Pulau Kelapa, sebelah selatan berbatasan dengan wilayah perairan Kepulauan
Pulau Untung Jawa, sebelah barat berbatasan dengan wilayah perairan Kepulauan
Pulau Tidung, dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah perairan Jawa Barat
(Katrunada 2001). Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kecamatan Kepulauan
Seribu Utara yang terdiri atas Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau
Kelapa, dan Kelurahan Pulau Harapan.
Berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 1227/1983, diacu
dalam Mawardi (2001), jumlah pulau yang ada di Kelurahan Pulau Panggang
berjumlah 17 buah. Akibat abrasi air laut sampai saat ini secara fisik tinggal 14
pulau dengan luas daratan ± 58,40 Ha dan luas wilayah 9840 Ha. Luas Pulau
Pramuka adalah 19 hektar dengan tingkat kepadatan sedang. Topografi Pulau
Pramuka merupakan tanah rendah dengan ketinggian antara 1-2 m di atas
permukaan laut (Katrunada 2001).
4.2 Kondisi Perairan
Secara umum keadaan laut di wilayah Kepulauan Seribu mempunyai
konfigurasi dasar perairan yang relatif datar dengan sedikit cekungan ke dalam.
Kedalaman rata-rata pada rataan terumbu di sekeliling pulau bervariasi antara 1-5
meter. Keadaan laut di luar rataan terumbu bervariasi antar 20-40 meter. Dasar
perairan yang masih terkena penetrasi cahaya tertutup oleh terumbu karang yang
sedang tumbuh ataupun yang sudah mati.
Kondisi iklim di Kepulauan Seribu termasuk iklim tropika panas dengan
suhu maksimum rata-rata 32,3 ºC dan suhu minimum rata rata 21,6 ºC. Adapun
(48)
suhu rata-ratanya adalah 27 ºC dengan kelembaban udara sekitar 80%. Musim
yang dominan adalah musim barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan
musim timur (musim angin timur dan kering).
Musim barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan
Maret. Pada musim ini, angin berhembus kencang dan arus kuat bergerak dari
barat daya sampai barat laut disertai hujan yang cukup deras. Kecepatan angin
mencapai 0,7-20 knot/jam. Akibat arus yang kuat, kejernihan air laut menjadi
berkurang. Kecepatan arus dapat mencapai 4-5 knot/jam dengan tinggi gelombang
dapat mencapai 2 m.
Musim timur berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan September.
Angin bertiup dari arah timur sampai tenggara berkecepatan 0,7-15 knot/jam.
Musim peralihan terjadi antara bulan April sampai dengan bulan Mei dan dari
bulan Oktober sampai dengan bulan November. Keadaan laut pada musim ini
berubah-ubah tetapi relatif cukup tenang.
Curah hujan bulanan bervariasi sekitar 100-400 mm pada musim barat dan
50-100 mm pada musim timur. Bulan-bulan yang tenang dan cocok untuk
aktivitas bahari adalah pada bulan April sampai dengan bulan Agustus.
Arus dan gelombang yang berlangsung di peraiaran Kepulauan Seribu
secara umum digerakkan oleh gaya pembangkit yang berupa angin dan pasut.
Arus yang disebabkan oleh angin musim adalah yang dominan terjadi karena
diduga arus di perairan Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh sirkulasi arus di Laut
Jawa yang bergerak ke arah barat pada musim timur dan bergerak ke timur pada
musim barat. Arus yang dibangkitkan pasang surut tidak dominan karena rata-rata
tunggang air tahunan terbesarnya adalah 11 dm atau 1,1 m.
Salinitas air di permukaan berkisar antara 30-34‰. Salinitas tinggi
terdapat di perairan Kepulauan Seribu bagian tengah ke arah utara yang lebih
dipengaruhi oleh salinitas Laut Jawa, sedangkan salinitas yang rendah pada
beberapa perairan pantai wilayah Jakarta terutama Teluk Jakarta. Hal ini diduga
karena masih adanya pengaruh aliran air tawar dari beberapa muara sungai.
Penurunan salinitas terutama terjadi saat musim barat yang umumnya membawa
curah hujan yang tinggi sehingga aliran air tawar dari sungai meningkat dan
menyebabkan menurunnya salinitas.
(49)
4.3
Unit Penangkapan Ikan
4.3.1 Alat penangkapan ikan
Kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
ditujukan untuk menangkap ikan pelagis dan ikan karang baik ikan karang hias
maupun konsumsi. Alat tangkap yang beroperasi di Kepulauan Seribu meliputi
pancing, payang, muroami, bubu, dan jaring. Alat tangkap muroami jumlahnya
cenderung meningkat dari tahun 2002-2006 dan mengalami kenaikan tajam pada
tahun 2006, yakni sebanyak 641 unit. Bubu merupakan alat tangkap terbanyak
yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan Seribu yakni berjumlah 9.925 unit
dalam kurun waktu 5 tahun sejak tahun 2002-2006 disusul dengan pancing
sebanyak 5.110 unit. Secara lebih detail jumlah alat tangkap yang beroperasi di
Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah alat tangkap ikan menurut jenis di Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2002-2006
Tahun
No Alat tangkap 2002 2003 2004 2005 2006
1 Payang 252 347 315 283 521
2 Jaring
-
294 240 255 3613 Bubu 1805 2490 2235 2345 1050
4 Pancing 945 1304 1152 1065 644
5 Muroami 54 75 75 75 641
Jumlah 3056 4510 4017 4023 3217
Sumber : Kepulauan Seribu dalam Angka (2006)
4.3.2
Kapal penangkap ikan
Kapal atau perahu yang melakukan operasi penangkapan ikan di
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara terdiri atas 4 jenis, yaitu kapal motor, perahu
motor tempel, perahu layar, dan sampan/jukung. Berdasarkan ukuran kapal, kapal
motor terbagi ke dalam 3 kelompok yakni kelompok 1 – 5 GT, kelompok 5 – 10
GT, dan kelompok 10 – 20 GT. Armada yang beroperasi di Kecamatan Kepulauan
Seribu Utara didominasi oleh kapal motor yang berukuran 1 – 5 GT dengan
(50)
jumlah seluruhnya 532 unit. Data perkembangan armada yang beroperasi di
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah armada perikanan dan kelautan di Kecamatan Kepulauan
Seribu Utara tahun 2004
Jenis kapal motor (unit) No Nama pulau 1-5
GT 5-10 GT 10-20 GT Motor tempel (unit) Perahu layar (unit) Sampan/jukung (unit)
1 P. Panggang 137 8 2 0 4 20
2 P Pramuka 78 2 1 1 2 17
3 P. Kelapa 150 4 4 3 4 20
4 P. Kelapa
Dua 56 2 0 1 2 7
5 P. Harapan 58 3 4 1 4 15
6 P. Sebira 53 2 0 2 1 6
Jumlah 532 21 11 8 17 85
Sumber : Kepulauan Seribu dalam Angka (2006)
4.3.3 Nelayan
Nelayan yang ada di Pulau Pramuka umumnya merupakan nelayan
pendatang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada tiga suku dominan
yang mendiami Pulau Pramuka yaitu Banten, Bugis, dan Betawi. Latar belakang
budaya pun bercampur sehingga menciptakan corak budaya tersendiri.
Berdasarkan
status
nelayan,
nelayan Kepulauan Seribu dapat
dikelompokkan menjadi nelayan mandiri, nelayan yang bekerja untuk pemilik
kapal yang biasanya masih ada hubungan keluarga, nelayan pekerja yang digaji,
nelayan bagi hasil, serta nelayan yang melaut sebagai upaya untuk mendapatkan
tambahan penghasilan. Berdasarkan klasifikasi melaut, nelayan dapat dibedakan
menjadi nelayan yang melaut satu hari (pagi sampai sore) dan pada hari keduanya
libur, nelayan yang melaut setiap hari tetapi lamanya hanya setengah hari, dan
nelayan yang setiap hari melaut selama seminggu kecuali hari Jumat. Jumlah
nelayan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara secara lebih detail disajikan pada
Tabel 3.
(51)
Tabel 3 Jumlah nelayan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara tahun 2004
Jenis nelayan (orang)
N0 Nama pulau
Tetap Musiman
Jumlah1 P. Panggang 1400 145 1545
2 P. Pramuka 800 97 897
3 P. Kelapa 1850 315 2165
4 P. Kelapa Dua 500 95 595
5 P. Harapan 645 200 845
6 P. Sebira 300 35 335
Jumlah 5495 887 6382
Sumber : Kepulauan Seribu dalam angka (2006)
Berdasarkan Tabel 3 nelayan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara
dibagi menjadi 2 yaitu nelayan tetap dan nelayan musiman. Jumlah nelayan
terbanyak terdapat di Pulau Kelapa dengan jumlah nelayan tetap sebanyak 1850
orang dan nelayan musiman sebanyak 315 orang. Dari data yang diperoleh dapat
dipastikan bahwa Pulau Kelapa merupakan Pulau yang paling padat penduduknya
diantara pulau-pulau lain di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.
4.3.4
Produksi unit penangkapan muroami
Produksi setiap trip unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka berkisar
antara 50 – 500 kg. Produksi terbanyak dihasilkan oleh KM Pandi Jaya I yaitu
sebanyak 500 kg/trip. Adapun produksi paling sedikit dihasilkan oleh KM Pandi
Jaya III yaitu sebanyak 50 kg/trip. Semua unit penangkapan muroami di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu menjual produksinya ke Muara Angke. Sebelum
dijual ke Muara Angke, hasil tangkapan disimpan di dalam
box fibre
yang telah
diisi es serut agar tetap segar. Produksi setiap trip unit penangkapan muroami di
Pulau Pramuka tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.
(52)
Tabel 4 Produksi setiap trip unit penangkapan muroami di Pulau Pramuka
tahun 2007
No Nama Kapal Produksi/trip (kg) Pelabuhan/pemasaran
1 Sumber Laut 200 Kg Muara Angke
2 Pandi Jaya I 500 Kg Muara Angke
3 Pandi Jaya II 100 Kg Muara Angke
4 Cahaya Laut 250 Kg Muara Angke
5 Zakaria 200 Kg Muara Angke
6 Diana Putra 350 Kg Muara Angke
7 Jamal Saputra 300 Kg Muara Angke
8 Primadona 250 Kg Muara Angke
9 Pandi Jaya III 50 Kg Muara Angke
10 Indah Lestari 150 Kg Muara Angke
11 Neneng 200 Kg Muara Angke
Sumber : Suku Dinas Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (2007)
4.4 Musim penangkapan ikan
Aktivitas penangkapan di Pualu Pramuka dipengaruhi oleh musim yang
berlangsung di laut setiap tahunnya. Ada tiga musim yang berpengaruh terhadap
kegiatan penangkapan ikan di Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Pramuka,
yaitu musim timur, musim barat, dan musim peralihan.
Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret.
Keadaan angin kencang dan berombak besar serta arus yang kuat. Pada musim ini
nelayan jarang melaut dan memilih tinggal di rumah. Kalaupun melaut, daerah
penangkapannya tidak jauh dari Pulau Pramuka yaitu di sekitar perairan Pulau
Pramuka. Keadaan alam yang buruk inilah menyebabkan hasil laut pada akhir
tahun menurun.
Musim timur berlangsung dari bulan Juni hingga bulan September.
Keadaan ombak relatif sedang sehingga semua alat tangkap dapat dioperasikan
dan dapat bekerja dengan hasil tangkapan cukup baik. Alat tangkap yang baik
hasil tangkapannya salah satunya adalah muroami. Musim peralihan terjadi pada
bulan April hingga bulan Mei dan bulan Oktober sampai dengan bulan November.
Pada musim ini kondisi peraiaran sangat tenang. Arah angin umumnya bervariasi
dengan kecepatan lemah sehingga semua alat tangkap dapat dioperasikan dengan
(1)
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
(2)
73
Lampiran 2 Hasil tangkapan muroami
Ekor kuning (
Caesio cuning
) Baronang (
Siganus
sp)
Lencam (
Lethrinus lencam
) Pisang-pisang (
Caesio chrysonosus
)
(3)
74
Lampiran 2 (lanjutan)
Kupas-kupas (
Aluterus scriptus
) Sulir (
Elagatis bippinulatus
)
Kembung (
Rastrelliger
sp) Kerapu (
Epinhepelus
sp)
Kerapu lody (
Plectopromus
sp) Pasir (
Nemipterus peronii
)
(4)
75
Lampiran 3. Contoh perhitungan dengan metode skoring
Rumus fungsi nilai :
0 1 0 ) (
X
X
X
X
V
x−
−
=
∑
=
(
)
)(A
V
iX
iV
untuk i = 1,2,3 ... n
dimana :
) (x
V
: Fungsi terbaik dari variabel X
X
: Variabel X
1
X
: Nilai terbaik dari kriteria X
0X
: Nilai terburuk dari kriteria X
)(A
V
: Fungsi nilai dari alternatif A
)
(
i iX
V
: Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria
Contoh perhitungan dengan rumus fungsi nilai unit penangkapan muroami
KM Cahaya Laut:
V (X1) =
Fungsi nilai total faktor teknis pada unit penangkapan muroami KM Cahaya Laut
V(X) = V(X1) + V(X2) + V(X3) + (VX4) + V(X5)
= 1,00 + 1,00 + 0,93 + 1,00 + 1,00
= 4,93
00
,
1
09
,
161
85
,
266
09
,
161
85
,
266
=
−
−
(5)
Lampiran 4 Perhitungan analisis usaha muroami
Analisis Usaha Muroami
I. Investasi
a. Kapal (u.t 10 thn) 80.000.000,00
b. Mesin (u.t 6 thn) 20.000.000,00
c. Kompresor (u.t 3 thn) 15.000.000,00
d. Alat Tangkap (u.t 5thn) 150.000.000,00
e. Mesin Penggerak seher/ Gearbox(u.t 3 thn) 15.000.000,00
f. Peralatan menyelam (@ Rp. 1.030.000,00 x 13) u.t 1 thn 13.390.000,00
g. Selang (@ Rp. 1.000.000,00 x 8) u.t 1 thn 8.000.000,00
h. Sepatu (@ Rp. 25.000,00 x 13) u.t 1 thn 325.000,00
I. Cincin besi (@ Rp.150.000,00 x 8) u.t 1 thn 1.200.000,00
j. Weight belt (@ Rp. 350.000,00 x 13) u.t 1 thn 4.550.000,00
k. Sampan (u.t 10 thn) 6.000.000,00
l. Box fiber (@ Rp 280.000,00 x 10) u.t 10 2.800.000,00
m. Keranjang/tris (@ Rp 80.000 X 8) u.t 1 thn
640.000,00n. Alat bantu (GPS) u.t 5 thn
3.500.000,00Total Investasi 320.405.000,00
II. Biaya Tetap (fixed cost)
a. Perawatan kapal (@ Rp 2.000.000,00 x 4) 8.000.000,00
b. Perawatan alat tangkap (@ Rp 150.000,00 x 4 x 12 bulan) 7.200.000,00
c.Perawatan mesin 500.000*12 6.000.000,00
d. Siup, SIB dan Pas kecil 150.000,00
Total Biaya Tetap (total fixed cost) 21.350.000,00
III. Biaya Tidak Tetap (variable cost)
a. Solar 35 lt x 182trip x Rp 5.500,00 35.035.000,00
b. Solar 200 lt x 4 trip x Rp 5.500,00 4.400.000,00
c. Minyak tanah 5 lt x 182trip x Rp 4.000,00 3.640.000,00
d. Minyak tanah 30lt x 4trip x Rp 4.000,00 480.000,00
e. Olie 8 lt x 12bulan x Rp 20.000,00 960.000,00
f. Es 8 balok x 182 trip x Rp 20.000,00 29.120.000,00
g. Es 50 balok x 4 trip x Rp 20.000,00 4.000.000,00
h. biaya serut (Rp. 4.000 x 3 balok x 182 trip) 2.184.000,00
i. biaya serut (Rp. 4.000 x 20 balok x 4trip) 320.000,00
j. Konsumsi ABK x 4 trip x Rp 1.500.000,00 6.000.000,00
k. Konsumsi ABK x 182 trip x Rp 150.000,00 27.300.000,00
l. biaya transport ke Muara Angke (4 box x Rp 35.000,00 x 182 trip) 25.480.000,00
m.biaya transport ke Muara Angke(15 box xRp 35.000,00 x 4 trip) 2.100.000,00
n. Jasa kuli angkut untuk ODF( 4 box xRp 5000 x 182) 3.640.000,00
o. Jasa kuli angkut untuk bemalam (15 box x Rp 5000 x 4) 300.000,00
p. Perawatan kesehatan (Rp 3000000 x 4) 12.000.000,00
Total Biaya Tidak Tetap 156.959.000,00
Total Biaya 178.309.000,00
(6)
Lampiran 4 (lanjutan)
IV. Penerimaan (total revenue)
a. One Day Fishing (ODF) = 182 trip
Ekor kuning (150 kg x 182 trip x Rp 16.000) 436.800.000,00
Pisang-pisang (50 kg x 182 trip x Rp 12000) 109.200.000,00
Sub jumlah 546.000.000,00
b. Bermalam (babang) =4 trip
Ekor kuning 1500 kg x 4trip x Rp 16.000,00 96.000.000,00
Pisang-pisang 500 kg x 4 trip x Rp 12.000,00 48.000.000,00
Sub jumlah 144.000.000,00
Total penerimaan (total revenue) 690.000.000,00
V. Penyusutan
a. Penyusutan kapal 8.000.000,00
b. Penyusutan mesin 3.333.333,33
c. Penyusutan kompresor 5.000.000,00
d. Penyusutan Gearbox 5.000.000,00
e. Penyusutan alat tangkap 30.000.000,00
f. Penyusutan peralatan menyelam 1.339.000,00
g. Penyusutan Sepatu 325.000,00
h. Penyusutan Weight belt 4.550.000,00
i. Penyusutan Selang (@ Rp 1.000.000,00 x 8) u.t 1 thn 8.000.000,00
j. Penyusutan Cincin besi (@ Rp150.000,00 x 8) u.t 1 thn 1.200.000,00
k. penyusutan Sampan 600.000,00
l. Penyusutan box fiber 280.000,00
m. Penyusutan keranjang/tris 640.000,00
n. Penyusutan GPS 700.000,00
Total Penyusutan 68.967.333,33
Keuntungan kotor (total penerimaan-total biaya) 511.691.000,00
Keuntungan kotor-penyusutan 442.723.666,67
VI. Bagi hasil dan upah yang harus dibayar pemilik
Bagi hasil ABK (pemilik 75% : ABK 25%)
= 25% x (total penerimaan-total biaya)
127,922,750,00
Komisi juragan/ nahkoda (Rp 50,00 x Produksi setahun)
2,220,000,00
Upah teknisi (Rp 500.000,00 x 12 bulan)
6,000,000,00
Upah juragan (Rp 100.000,00 x 12 bulan)
1,200,000,00
Total
137,342,750,00
Keuntungan bersih pemilik
305,380,916,67
R/C
3,87
PP (tahun)
1,05
ROI (%) sebelum dikurangi pajak