Faktor Lingkungan Polusi Udara
Derajat III
VEP1 35
Berat VEP150
Berat VEP140
Derajat III
Berat VEP1 50
gagal nagas atau
gagal jantung
kanan atau
VEP130 Derajat IV
Sangat berat
VEP1 50 gagal nagas
atau gagal
jantung kanan
atau VEP130
ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2008
Panduan mengenai derajatklasifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American Thoracic Society ATS, European Respiratory Society ERS, British Thoracic
Society BTS dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
GOLD. Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP1KVP dan nilai VEP.
2.1.6.Patogenesis PPOK Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit inflamasi kronis paru yang memiliki
progresifitas yang lambat. Respon terhadap stress oksidatif yang terlibat pada patogenesis PPOK khususnya emfisema yang menyebabkan gagalnya organ untuk memperbaiki DNA yang rusak
karena stress oksidatif non program dari penuaan sel dan pemendekan telomere sebagai bagian dari pembelahan sel. Pemanjangan dari telomore digunakan sebagai marker dari proses secara
biologis. Kerentanan genetik yang berhubungan dengan peningkatan dari pemendekan telomere secara konsisten ditemukan pada penderita PPOK. Pajanan terhadap asap rokok menyebabkan
gangguan perbaikan dari jaringan khususnya pada matriks ekstraselular. Pada seorang perokok, disregulasi dari diferensiasi sel epitel pada morfogenesis paru serta disregulasi dari apoptosis
clearance sel dengan cara aktivasi oksidan lewat jalur Rho-Rhokinase .
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme yang rutin dibicarakan pada
bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi
α 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan
akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan
menetap meskipun setelah berhenti merokok Viegi G,Pistelli F, Maio S, Baldacci S, Carrozzi L,2007 .
Sel-sel inflamasi yang terlibat seperti neutrofil, makrofag dan limfosit yang melepaskan mediator inflamasi berinteraksi dengan struktur sel di saluran napas dan parenkim paru.
Hipotesis tentang teori kebocoran dari mediator inflamasi ke sirkulasi sistemik menyebabkan manifestasi inflamasi sistemik seperti pengurangan massa otot atau kakeksia.
Inflamasi sistemik juga menyebabkan keparahan penyakit komorbid lainnya seperti penyakit jantung iskemik, payah jantung, osteoporosis, depresi dan diabetes Fitriani F,
Antariksa B, Wiyono WH, Yunus F ,2007 Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang
disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas akan menjadi sel skuamous karena mengalami metaplasia, sel-sel
silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan
merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi
penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos Raherison C, Girodet ,2009 .
PPOK lanjut dicirikan dengan adanya peningkatan produksi musin. Secara farmakologik, yang menghambat matriks metalloproteinase 14 yaitu suatu proteinase yang diekspresikan yang
sangat bermanfaat pada kondisi Acrolein-induced mucin pada perokok. Hipotesis lain berhubungan dengan karakteristik imunitas alami sebagai respon terhadap rokok sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan melalui Toll Like Reseptor yang dilakukan oleh makrofag, sel epitel dan netrofil. Langkah kedua melibatkan aktivasi dan proliferasi sel T, peningkatan
maturasi dari sel dendritik. Langkah ketiga adalah reaksi imun adaptif yang diatur oleh sel Sitotoksik CD8, Th I, sel T dan oligoklonal sel B, yang mengekspresikan kemokin reseptor