Pengaruh penerapan corporate governance untuk menghindari financial distress dengan variabel kontrol ukuran perusahaan dan sumber pendanaan : studi pada perusahaan go publik non sektor keuangan yang listed di bei

(1)

PENGARUH PENERAPAN

CORPORATE GOVERNANCE

UNTUK

MENGHINDARI

FINANCIAL DISTRESS

DENGAN VARIABEL KONTROL UKURAN PERUSAHAAN DAN

SUMBER PENDANAAN

(Studi pada Perusahaan Go Publik Non Sektor Keuangan

yang Listed di BEI)

Oleh

Nidia Galuh Hendriani NIM: 107081001394

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432/2011 M

PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE UNTUK MENGHINDARI FINANCIAL DISTRESS DENGAN VARIABEL KONTROL UKURAN PERUSAHAAN


(2)

(Studi pada Perusahaan Go Publik Non Sektor Keuangan yang Listed di BEI)

Oleh

Nidia Galuh Hendriani NIM: 107081001394

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGARUH PENERAPAN COKPORATE GOVERNANCE UNTUK MENGHINDARI FINANCIAL DIS TRESS

DENGAI\ VARTABEL KOI\TROL UKURAN PERUSAHAAN DAI{ SUMBER PENDANAAN

(Studi pada Ferusahaan Go publik Non Sektor Keuangan yang Listed di BEI)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

untuk Memenuhi syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Nidia Galuh Hendriani

NIM:

107081001394

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ahmad Dumvati Bashori. i\{A NIP: 19100106200312

I

001

i\{uniatv Aisvah. N{N{

NIP: 19780307 20110i 2 003

UNI\/ERSITAS ISLANI NEGERI SYARIF'

IIIDAYATULLAH

JAI{.4.RTA


(4)

\

LENIBAR PENGESAHAN UJIAN KOI\{PREI{EI{SIF'

Hari

ini,

Rabu,

25

Ap'il

2011 telah dilakukan

ujian

Kompreirensif

atas mahasiswa:

1 Nama

:Nidia Galuh Hendriani

2.

NIM

:107081001394

3.

Jurusan

: Manajemen

4.

Judul

Skripsi :pENGARUH PENERAPAN

COR\ORATE GOI/ERNAIICd UNTUK MENGHINDARI

FINANCIAL

DISTRESS

DENGAN VARIABEL

KONTROL

UKURAN

PERUSAHAAN

DAN

SUMBER

PENDANAAN (Studi pada perusahaan Go publik Non Sektor Keuangan yang Listed di BEI).

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan

dan kemampuan yang bersangkutan selama proses

ujian

komprehensif

maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut

di

atas dinyatakan rurus dan

diberi kesempatan untuk

melanjutan ke tahap Ujian skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonom

i

pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis ljniversitas Islam Negeri Sy.arif Hidayatullah I akarta.

Jakarta, 25

Apil20ll

l.

Prof, Dr. Ahmad Rodoni

NIP. 19690203 200112

|

003

2.

Leis Suzanawaty, SE, M.Si. NIP. 19720809 200s01 2 004

I

3.

Titi Dewi Warninda, SE. M.Si. NIP. 19731221200s01 2 002

,--I:

&4,

Ketua

-#-'

M^r

,

Sekretaris


(5)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Rabu, 8 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. Nama

2. NIM 3. Jurusan

4. Judul Skripsi

Nidia Galuh Hendriani

1 07081001394

Manajemen

PENGARUH PENERAPAN COftP O RATE

GOVERNANCE LTNTUK MENGHINDARI FINANCIAL D/SZRESS DENGAN VARIABEL KONTROL UKURAN PERUSAHAAN

DAN

SUMBER PENDANAAN (StUdi Pada Perusahaan Go Publik Non Sektor Keuangan yang Listed di BED

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,8 Juni 2011

1.

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NrP. 19s706t7 r98s03

r

002

2.

Suhendra, S.Ag, MM

NIP. 1971t206200312 1 001

3.

Indo YamaNasaruddin, SE, MAB

NIP. 19741r27

200ll2I

002

4.

Dr. Ahmad Dumyati Bashori, MA NrP. 19700106200312 1 001

5.

Muniaty Aisyah, MM

NrP. 19780307 201101 2 003

Ketua

Sekretaris

a{,'wy

Pembimbing I


(6)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nidia Galuh Hendriani

1 0708 1 001 934 Ekonomi dan Bisnis Manajemen

Nama

No. Induk Mahasiswa Fakultas

Jurusan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1.

Tidak

menggunakan

ide

orang

lain

tanpa

mampu

mengembangkan dan

mempertanggu n gj awabkan.

2.

Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.

3.

Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin dari pemilik karya.

4.

Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data'

5.

Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini'

.likalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bahwa saya telah melanggar pernyatan

di

atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta'

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya'

cinut{, 20 M3l 2011

'Tqhffi

"'':_'''"'*'Y'."'!d-

w

091 D9AAF4561

rw-. uu-"v,"p$ \.


(7)

ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Nidia Galuh Hendriani

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Agustus 1989

Agama : Islam

Alamat : Komp. Villa Mutiara JL. Mutiara III Blok: KK no. 24,

Sawah Baru, Ciputat, Tangerang.

Telp / Hp : (021) 7412571/085780078991

E-mail : nidy_ade@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

2007-2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2004-2007 : SMAN 29 Jakarta

2001-2004 : SMPN 161 Jakarta


(8)

iii

ABSTRACT

There were some researches who analyze about prediction of firm financial distress which used companies financial ratio as the variable, but few researches which used corporate governance data as the variable. The financial distress condition hapenned before bankruptcy.

The purpose of this research was to know the influenced of corporate governance to financial distress. This research used binary logistic regression, a hypothesis which showed that corporate governance influenced financial distress. The variable to proxy for corporate governance used in this research was managerial ownership, institutional ownership, the shareholding of the second largest shareholder, the number of board directors, public ownership, founder participation, and ownership dispersion. The sample consisteed of 10 companies which were delisted from 2005 until 2008 and 31 companies listed from 2001 until 2005, which choosen by the purposive sampling method.

From the result of this sudy showed that variables of corporate governance simultaneously influenced financial distress and partially also influenced finacial distress as shoen by intitutional ownership, the shareholding of the second largest sharholder, and ownership dispersion”.


(9)

iv

ABSTRAK

Telah banyak penelitian yang meneliti tentang prediksi financial distress pada perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan perusahaan sebagai variabel, tetapi sedikit yang menggunakan data corporate governance sebagai variabelnya. Kondisi financial distress terjadi sebelum kebangkrutan.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap financial distress. Penelitian ini menggunakan regresi logistik binary,

dimana hipotesisnya menunjukkan bahwa corporate governance mempengaruhi

financial distress. Variabel corporate governance yang digunakan sebagai proksi dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri, dan penyebaran kepemilikan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 perusahaan yang delisted pada tahun 2005 sampai 2008 dan 31 perusahaan yang masih terdaftar dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005

yang dipilih dengan metode purposive sampling.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel corporate governance berpengaruh terhadap financial distress dan secara parsial juga

berpengaruh terhadap financial distress yang ditunjukkan oleh variabel “kepemilikian

institusional, pemegang saham terbesar kedua, dan penyebaran kepemilikan”.


(10)

v

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Meskipun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

Pada kesempatan ini, penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papah dan Mamah tercinta, Bapak H. Pansuri dan Ibu Hj. Hendriyati yang selalu memberi dukungan, baik moril maupun materil tanpa henti pada penulis. Terima kasih untuk papah dan mamah atas kasih sayang dan cinta serta doa yang tidak pernah putus dan selalu setia mendampingi saat penulis mulai kehilangan semangat. Semua jerih payah ini, penulis dedikasikan selalu untuk Papah dan Mamah.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan satu Uin Jakarta.

4. Bapak Dr. Ahmad Dumyati Bashori, LC, MA, selaku Dosen Pembimbing

utama dan Ibu Muniaty Aisyah, MM selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan petunjuk, bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Terima kasih kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan


(11)

vi

6. Kakak dan Adik tersayang, Hizratul Chairita, Nadia Galuh Hendriana, dan Emma Silmy Akmaliya, yang selalu memberi semangat serta dukungannya kepada penulis. Terima kasih Booya, ayu, mimi.

7. Bimo Ali Guntoro, terima kasih untuk support semangat dan bantuannya

kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat penulis, Pingkan Prawitasari, Wulan Praditasari, Achmad

Wirman Chauzi, Bangga Syahmadan, dan M. Doli terima kasih atas semua semangat, dukungan dan waktu-waktu yang menyenangkan selama ini.

9. Sahabat-sahabat Manajemen Keuangan B angkatan 2007 (agus, ria, rizki, adit,

bimo, ariyanto, emily, elvin, umi, dedi, lingga, andri, dery, dll) terima kasih untuk semangat dan untuk waktu yang menyenangkan yang telah kita lewati bersama.

10.Sahabat-sahabat Manajemen B angkatan 2007 (zadi, dini, novi, chaca, ayucil,

haikal, adisu, jeje, dll), terima kasih untuk waktu-waktu yang telah kita lewati bersama.

11.Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta; staf administrasi,

keuangan dan perpustakaan.

12.Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril

maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, Mei 2011 Penulis


(12)

vii

DAFTAR ISI

Hal COVER

COVER Dalam

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... ii

ABSTRACT... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian……….. 1

B. Perumusan Masalah………... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan……… 9

1. Tujuan Penelitian……….. 9

2. Manfaat Penelitian……… 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Good Corporate Governance, Financial Distress 1. Good Corporate Governance………... 11

1.1 Pengertian Good Corporate Governance……….……. 11

1.2 Latar Belakang Good Corporate Governance……… 14


(13)

viii

1.4 Manfaat Good Corporate Governance………....………….. 20

1.5 Tahap-tahap Penerapan Corporate Governance……..…….. 21

1.6Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Good Corporate Governance……… 26

1.7 Struktur Corporate Governance di Indonesia... 28

1.8 Mekanisme Good Corporate Governance... 29

1.9Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia... 36

2. Financial Distress (Kesulitan Keuangan) Perusahaan... 37

2.1 Definisi Financial Distress... 37

2.2 Penyebab Financial Distress Perusahaan... 43

2.3 Akibat Dari Financial Distress... 46

3. Perseroan Terbatas... 47

4. Hubungan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dengan Kesulitan Keuangan (Financial Distress)……….. 50

5. Variabel Kontrol dalam Financial Distress... 51

B. Penelitian Terdahulu………... 59

C. Kerangka Pemikiran……… 61

D. Hipotesis………. 63

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian……… 64

B. Metode Penentuan Sampel……….. 65

C. Metode Pengumpulan Data………. 69

D. Metode Analisis……….. 70

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 75

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas gambaran Objek Penelitian... 79

1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (BEI)... 79


(14)

ix

B. Analisis dan Pembahasan... 88

1. Analisis Statistik Deskriptif... 88

2. Analisis Regresi Logistik Binary………... 93

3. Hasil Pengujian Hipotesis... ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan……….……...….….. 118

B. Saran………....… 119


(15)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Hal

Tabel 3.1 Sampel perusahaan yang mengalami financial distress... 66

Tabel 3.2 Sampel perusahaan yang tidak mengalami financial distress... 67

Tabel 4.1 Distribusi perusahaan yang mengalami delisted... 82

Tabel 4.2 Distribusi perusahaan yang sehat... 83

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ukuran dewan Direksi secara keseluruhan.... 84

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Partisipasi Pendiri secara Keseluruhan... 85

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penyebaran Kepemilikan secara Keseluruhan... 86

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Sumber Pendanaan secara Keseluuruhan... 87

Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif... 88

Tabel 4.8 Hosmer and Lemeshow Test... 94

Tabel 4.9 Overall Model Fit Test... 95

Tabel 4.10 Model Summary... 96

Tabel 4.11 Variables in the Equation... 99


(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Hal

Gambar 2.1 Struktur Corporate Governance di Indonesia... 29 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran... 62


(17)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Hal

Lampiran 1 Hasil Uji Statistik Deskriptif... 124 Lampiran 2 Hasil Uji Regresi Logistik... 125

Lampiran 3 Data variabel Kepemilikan Manajerial

(dalam persentase)... 130

Lampiran 4 Data variabel Kepemilikan Institusional

(dalam persentase)... 132 Lampiran 5 Data variabel Pemegang Saham Terbesar Kedua

(dalam persentase)... 134

Lampiran 6 Data Variabel Ukuran Dewan Direksi (dummy variabel).. 136

Lampiran 7 Data Varaibel Kepemilikan Publik (dalam persentase).... 138

Lampiran 8 Data Variabel Partisipasi Pendiri (dummy variabel)... 140

Lampiran 9 Data Variabel Penyebaran Kepemilikan

(dummy variabel)... 142 Lampiran 10 Data Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan

(dalam logaritma natural total asset)... 144 Lampiran 11 Data Variabel kontrol Sumber Pendanaan

(dummy variabel)... 146 Lampiran 12 Data variabel dependen kondisi financial distress


(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia bisnis yang semakin berkembang memicu pelaku bisnis

untuk berusaha menjadi lebih baik dalam menjalankan fungsi manajemen

perusahaannya. Fungsi manajemen tersebut meliputi planning, organizing,

leading, dan controlling. Dengan menjalankan fungsi manajemen secara

baik, maka kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan efektif

dan efisien, perusahaan dapat mencapai laba yang optimal dan dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya sehingga memperoleh kepercayaan

dari stakeholders.

Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan

melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Namun di lain pihak manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai

tujuan yang berbeda terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan

kompensasi yang akan diterima. Jika manajer perusahaan melakukan

tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan

kepentingan investor, maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para

investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah mereka


(19)

2

terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut

(Almilia dan Sifa, 2006).

Hui dan Jing Jing (2008) sekalipun perusahaan secara umum

berjalan mulus, biasanya mengalami periode financial distress. Kesulitan

keuangan biasanya dianggap sebagai situasi yang memalukan karena tidak

mampu membayar beban atau hutang jatuh tempo karena masalah

likuiditas, equity/modal yang tidak cukup, kegagalan dalam debt/utang dan

kurangnya aktiva lancar. Biaya financial distress ada dua yaitu biaya

langsung dan tidak langsung. Biaya langsung meliputi berkurangnya asset

yang disebabkan konflik antara pemilik dan kreditor, biaya legal dan biaya

administratif lainnya.

Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress sebagai

tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya

kebangkrutan ataupun likuidasi (Almilia, 2006:1).

Penelitian mengenai sistem atau metode guna memberikan

peringatan dini (early warning) tentang terjadinya financial distress telah

banyak dilakukan, dimana sistem ini memberikan peringatan berdasarkan

isi dari laporan keuangan dan informasi lain yang terkait. Namun laporan

keuangan biasanya bersifat ex-post dan juga telah mengalami proses

window dressing agar bisa tampil cantik dan memenuhi harapan pemegang


(20)

ex-3

ante agar mampu digunakan untuk memprediksi terjadinya financial

distress (Tsun Siou Lee dan Yin Hua yeh, 2001).

Penelitian Wijanti (2007) menyatakan bahwa perusahaan perlu

memahami pentingnya faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kondisi

kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya dapat

menyebabkan berhentinya operasi suatu perusahaan. Faktor-faktor yang

perlu diperhatikan adalah besarnya hutang yang dipakai, baik buruknya

pengelolaan perusahaan serta memahami ciri industri.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun

2001, Tata kelola perusahaan atau sering disebut sebagai corporate

governance telah diyakini sebagai salah satu faktor utama yang

menimbulkan krisis finansial Asia di tahun 1997. FCGI juga

mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang

mengatur hubungan antara pemegang saham pengurus (pengelola)

perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan

kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan (Masruddin, 2007).

Daniri (2005) menyatakan bahwa sulit dipungkiri selama sepuluh

tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian

populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi


(21)

4

untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus

memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan

Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan

penerapan GCG (Kaihatu,2006).

Di lain pihak Johson, Boone, Breach dan Friedman (1999)

menyatakan bahwa variabel-variabel corporate governance lebih mampu

dalam menjelaskan terjadinya krisis ekonomi 1997 daripada

variabel-variabel ekonomi makro. Mereka juga menunjukkan bahwa prospek

ekonomi yang kurang cerah membuat masalah agensi menjadi makin

parah, dan selanjutnya membuat bursa saham crash dan terjadi depresiasi

terhadap mata uang, terutama pada negara-negara yang penerapan

corporate governancenya lemah (Masruddin, 2007).

Claessens, Djankov dan Ferri (1999) dalam Wijantini (2007),

menyatakan masalah tata kelola perusahaan muncul karena lemahnya

struktur pengawasan perusahaan terutama kurangnya pengawasan dari

pemegang saham, dewan komisaris dan bank kreditur. Tingginya

konsentrasi kepemilikan dan struktur kepemilikan yang berorientasi pada

hubungan keluarga mengakibatkan keputusan stratejik perusahaan masih

berada pada anggota keluarga.

Sekalipun bukti empiris yang ada mendukung hipotesa yang

menyatakan bahwa corporate governance yang lemah akan cenderung


(22)

5

corporate governance yang lemah akan menimbulkan peluang bagi

terjadinya financial distress. Financial distress bisa menimbulkan

kepailitan, likuidasi atau perubahan-perubahan signifikan pada kendali

yang bisa memangkas aliran dari besarnya sewa yang diperkirakan akan

dihasilkan oleh ekspropriasi. Pada umunya, pihak controlling shareholder

cenderung akan mengalihkan kekayaan bagi kepentingannya sendiri

semaksimal mungkin (Masruddin, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko dari financial distress

antara lain: sensitivitas pendapatan perusahaan terhadap aktivitas ekonomi

secara keseluruhan, proporsi biaya tetap terhadap biaya variabelnya,

likuiditas dan kondisi pasar dari asset perusahaan, kemampuan kas

terhadap bisnis perusahaan. Dengan diadakannya penelitian tentang

financial distress dapat digunakan sebagai sarana untuk

mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi krisis atau

kebangkrutan.

Sudah banyak peneliti yang sudah melakukan penelitian tentang

prediksi financial distress pada perusahaan-perusahaan. Penelitian dalam

memprediksi financial distress banyak informasi yang dapat dijadikan

bahan acuan seperti dengan menggunakan variabel-variabel akuntansi


(23)

6

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tsun-Siou Lee dan Yin-Hua

Yeh pada tahun 2001, mereka meneliti tentang Corporate Governance and

Financial Distress:Evidances from Taiwan. Dalam penilitian ini mereka

meneliti tentang hubungan corporate governance dan financial distress

dengan mengambil sampel negara yaitu perusahaan-perusahaan publik

yang berada di Taiwan. Dengan menggunakan variabel corporate

governance, mereka menyimpulkan bahwa perusahaan publik di Taiwan

biasanya dikendalikan oleh keluarga. Variabel corporate governance yang

digunakan adalah variabel struktur kepemilikan dan komposisi dewan.

Hasil dari penelitian mereka membuktikan bahwa variabel-variabel

tersebut di atas positif berkaitan dengan risiko kesulitan keuangan.

Penelitian lain diteliti oleh Masruddin tahun 2007, beliau meneliti

tentang Pengaruh Corporate Governance terhadap Financial Distress

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEJ). Dalam

penelitian ini variabel-variabel corporate governance yang digunakan

adalah rasio saham yang dimiliki manajer (kepemilikan manajerial), rasio

saham yang dimiliki institusi (kepemilikan institusional), besarnya andil

pemegang saham terbesar kedua, partisipasi pendiri, ukuran dewan direksi,

kepemilikan publik, penyebaran kepemilikan. Dari penelitian ini

menemukan bahwa variabel-variabel corporate governance secara

simultan dapat mempengaruhi financial distress dan secara parsial juga

dapat mempengaruhi financial distress yang terbukti pada variabel ukuran


(24)

7

Bukti-bukti ini mengindikasikan bahwa variabel-variabel

corporate governance dapat menjadi bahan penelitian dalam memprediksi

akan terjadinya financial distress.

Berdasarkan latar belakang masalah mengenai pengaruh corporate

governance terhadap fianancial distress peneliti tertarik untuk meneliti

financial distress dengan menggunakan variabel-variabel corporate

governance berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, sampel

yang digunakan adalah perusahaan go public non sektor keuangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti

merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Masruddin (2007)

yang melakukan penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu yaitu :

Claessens, Djankov dan Klapper (1999) dan Tsun Sion Lee dan Yin Hua

Yeh (2001).

Adapun perbedaan penelitian terletak pada periode tahun dan

sektor industri yang diteliti. Jika dalam penelitian sebelumnya Masruddin

(2007) menggunakan sampel industri manufaktur dengan periode tahun

1996 sampai 2002, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan sampel

perusahaan go publik non sektor keuangan yang terdaftar di Bursa efek

Indonesia dengan periode tahun 2001 sampai 2008. Kemudian variabel

corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan

direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri, dan penyebaran


(25)

8

independen dan variabel dependen terdiri dari 2 kategori diantaranya (0)

sebagai perusahaan yang mengalami financial distress dan (1) sebagai

perusahaan yang tidak mengalami financial distress.

Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu luas pembahasannya

maka peneliti membatasi masalah pada pembagian kriteria sampel yang

digunakan, yaitu :

1. Perusahaan go publik non sektor keuangan yang delisted di BEI

pada tahun 2008, 2007, 2006, dan 2005

2. Perusahaan go publik non sektor keuangan yang memiliki laporan

keuangan lima tahun terakhir sebelum delisted

Sebagai sampel pembanding adalah perusahaan go publik non

sektor keuangan yang masih terdaftar (listed) di BEI yang memiliki

laporan keuangan lima tahun terakhir, yaitu tahun 2001 sampai dengan

tahun 2005. Data laporan keuangan tahun 2001-2005 merupakan data yang


(26)

9 B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian terdahulu

yang dikemukakan sebelumnya terlihat terdapat beberapa variabel

corporate governance yang dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh

financial distress suatu perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti ingin

menemukan bukti pengaruh bahwa dengan menggunakan variabel

corporate governance dapat memprediksi financial distress. Maka

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

“Apakah terdapat pengaruh corporate governance terhadap financial

distress?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh penerapan

corporate governance untuk meghindari financial distress.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Perusahaan Go Publik

Memberikan informasi bagi perusahaan mengenai

penerapan Good Corporate Governance dalam

memprediksi financial distress, serta diharapkan dapat

menjadi masukan untuk memprediksi financial distress


(27)

10

memperbaiki kelemahan perusahaan dan meningkatkan

kemajuan yang telah dicapai oleh perusahaan.

b. Bagi Investor

Investor dapat mengambil keputusan yang menyangkut

investasinya dengan melihat penerapan Good Corporate

Governance pada perusahaan untuk memprediksi financial

distress.

c. Bagi Institusi

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi

dalam ilmu pengetahuan khususnya di bidang manajemen

keuangan dan sebagai perbandingan untuk penelitian

sejenis selanjutnya.

d. Bagi Peneliti

Peneliti mengetahui bagaimana pengaruh dari variabel

corporate governance yang dapat digunakan untuk

memprediksi financial distress suatu perusahaan dan

sebagai media pembelajaran bagi penulis guna memperoleh

pengetahuan yang lebih luas khususnya di dalam bidang


(28)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Good Corporate Governance, Financial Distress dan Perseroan Terbatas

1. Good Corporate Governance

1.1Pengertian Good Corporate Governance

Komite Cadbury (1992) mendefinisikan corporate governance

sebagai:

Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan

mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai

keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh

perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan

pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan

dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer,

pemegang saham, dan sebagainya (Surya dan Yustiviandana,

2008:24).

Pengertian corporate governance menurut Turnbull report di

Inggris (April 1999) yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma (2003)


(29)

12

“Corporate governance is a company’s system of internal control,

which has as its principal aim the management of risks that are

significant to the fulfillment of its business objectives, with a view

to safe guarding the company’s assets and enhancing over time the

value of the shareholders investment”. (Berdasarkan pengertian di atas, corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem

pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama

mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya

melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai

investasi pemegang saham dalam jangka panjang).

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara

Nomor KEP-117/M-MBU/2002 dalam Surya dan Yustiavandana

(2008:25), corporate governance adalah suatu proses dari struktur

yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan

keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan

nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap

memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan

peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

Center for European Policy Studies (CEPS), mendefinisikan

Good Corporate Governance merupakan seluruh sistem yang

dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik


(30)

13

catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas

kepada shareholders saja (James D. Wolfensohn, 1999).

Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good corporate

governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan

kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja

sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna

menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang

berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat

sekitar secara keseluruhan (Effendi, 2008:1).

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good

Corporate Governance yaitu (James D. Wolfensohn, 1999):

1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis

tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham

dan para stakeholder lainnya.

2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan

atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi

munculnya dua peluang pengelolaan yang salah dan

penyalahgunaan asset perusahaan.

3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan

perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Good Corporate Governance secara singkat dapat diartikan

sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan


(31)

14

para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena good

corporate governance dapat mendorong terbentuknya pola

kerja manajemen yang bersih, transparan dan profesional.

1.2Latar Belakang Good Corporate Governance

Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia

yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance

tahun 2006, menjelaskan bahwa:

Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate

Governance (KNKG) yang dibentuk berdasarkan Keputusan

Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 telah

mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang

pertama. Pedoman tersebut telah beberapa kali disempurnakan,

terakhir pada tahun 2001. Berdasarkan pemikiran bahwa suatu

sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang

sama, maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman Good

Corporate Governance Perbankan Indonesia dan pada awal tahun

2006 dikeluarkan Pedoman Good Corporate Governance

Perasuransian Indonesia. Sejak Pedoman Good Corporate

Governance dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses

pembahasan pedoman Good Corporate Governance sektor

perbankan dan sektor perasuransian, telah terjadi


(32)

15

negeri. Walaupun peringkat penerapan Good Corporate

Governance di dalam negeri masih sangat rendah, namun semangat

menerapkan Good Corporate Governance di kalangan dunia usaha

dirasakan ada peningkatan.

Perkembangan lain yang penting dalam kaitan dengan

perlunya penyempurnaan Pedoman Good Corporate Governance

adalah adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999

yang di Indonesia berkembang menjadi krisis mutidimensi yang

berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak

perusahaan yang belum menerapkan Good Corporate Governance

secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika bisnis.

Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal

penting yang dituangkan dalam bab tersendiri. Di luar negeri

terjadi pula perkembangan dalam penerapan Good Corporate

Governance. Organisation for Economic Cooperation and

Development (OECD) telah merevisi Principles of Corporate

Governance pada tahun 2004. Tambahan penting dalam pedoman

baru Organisation for Economic Cooperation and Development

adalah adanya penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh

pemerintah dan masyarakat untuk dapat dilaksanakannya Good


(33)

16

Dengan latar belakang perkembangan tersebut, maka pada

bulan November 2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko

Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 telah

menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance

(KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite

Korporasi. Dengan telah dibentuknya Komite Nasional Kebijakan

Governance, maka Keputusan Menko Ekuin Nomor:

KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan Komite

Nasional Kebijakan Corporate Governance dinyatakan tidak

berlaku lagi.

1.3Prinsip Utama Good Corporate Governance

Asas-asas dasar penerapan good corporate governance

yang dikemukakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah

sebagai berikut (www.kpk.go.id) :

a. Keterbukaan Informasi (Transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis,

perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan

relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh

pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil

inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah

inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang


(34)

17

hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh

pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan

lainnya

b. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan

kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu

perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai

dengan kepentingan perusahaan dengan tetap

memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan

pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan

prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

berkesinambungan.

c. Pertanggungjawaban (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan

serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat

dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan

usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan

sebagai good corporate citizen.

d. Kemandirian (Independency)

Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara

profesional tanpa benturan kepentingan dan


(35)

18

dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e. Kestaraan dan Kewajaran (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus

senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham

dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas

kesetaraan dan kewajaran.

Asas-asas dasar good corporate governance ini diharapkan

menjadi titik rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam

membangun framework bagi penerapan good corporate

governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal asas-asas ini

dapat menjadi guaidance atau pedoman dalam mengelaborasi best

practices bagi peningkatan nilai dan kelangsungan hidup

perusahaan.

Dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip

Good Corporate Governance harus mencerminkan pada hal-hal

sebagai berikut (Dyah dan Budi, 2007):

a. Transparansi

Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-Undang

seperti misalnya mengemukakan pendirian PT dalam

Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat

Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan


(36)

19

hal penerapan management keterbukaan, informasi

kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu

baik kepada shareholders maupun stakeholder.

b. Akuntabilitas

Adanya keterbukaan informasi dalam bidang finansial

dalam hal ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh

direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional

perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan

terhadap jalannya perusahaan oleh direksi, termasuk

pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam

suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan

kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya

mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen

yang profesional atas semua keputusan dan kebijakan yang

diambil sehubungan dengan aktivitas operasional

perusahaan.

c. Responsibility

Pertanggungjawaban perseroan baik kepada shareholders

maupun stakeholder dengan tidak merugikan kepentingan

para shareholders maupun anggota masyarakat secara luas.

Yang ditekankan dalam UU ini perseroan haruslah


(37)

20 d. Fairness

Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan

kebijakan yang diambil adalah demi kepentingan seluruh

pihak yang berkepentingan baik itu pelanggan,

shareholders ataupun masyarakat luas.

1.4Manfaat Good Corporate Governance

Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat

(FCGI, 2001), yaitu:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya

proses pengambilan keputusan yang lebih baik,

meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih

meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih

murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang

pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan

modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja

perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan


(38)

21

Menurut Tri Gunarsih (2003), esensi corporate governance

adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui superfisi atau

pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas

manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan

lainnya, berdasarkan kerangka aturan yang berlaku. Untuk

meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite

audit, serta remunerisasi eksekutif. Good Corporate Governance

memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan

berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances

di perusahaan (Vinanta, 2010).

Manfaat bagi perusahaan Publik yang menerapkan Good

Corporate Governance adalah (Suhendah, 2003) :

a. Terciptanya suatu pola hubungan yang baik dan terbuka

antara manajer dan karyawan dalam rangka meningkatkan

kinerja masing-masing untuk mencapai tujuan perusahaan.

b. Membentuk keseimbangan antara karakter dan kapabilitas

setiap individu dalam perusahaan.

1.5Tahap-tahap Penerapan Corporate Governance

Menurut Chinn (2000) dan Shaw (2003) dalam Kaihatu (2006),

pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam

menerapkan Good Corporate Governance menggunakan


(39)

22 a. Tahap Persiapan

Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness

building, 2) Good Corporate Governance assessment, dan

3) Good Corporate Governance manual building.

Awareness building merupakan langkah awal untuk

membangun kesadaran mengenai arti penting Good

Corporate Governance dan komitmen bersama dalam

penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta

bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.

Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,

lokakarya, dan diskusi kelompok. Good Corporate

Governance Assessment merupakan upaya untuk mengukur

atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam

penetapan Good Corporate Governance saat ini.

Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level

penerapan Good Corporate Governance dan untuk

mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna

mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang

kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance

secara efektif. Dengan kata lain, Good Corporate

Governanceassessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi

aspek-aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih


(40)

23

mewujudkannya. Good Corporate Governance manual

building, adalah langkah berikut setelah Good Corporate

Governanceassessment dilakukan.

Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan

perusahaan dan upaya indentifikasi prioritas penerapannya,

penyusunan manual atau pedoman implementasi Good

Corporate Governance dapat disusun. Penyusunan manual

dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen

dari luar perusahaan.

b. Tahap Implementasi

Setelah perusahaan memiliki Good Corporate

Governance manual, langkah selanjutnya adalah memulai

implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3

langkah utama yakni :

1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan

kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang

terkait dengan implementasi Good Corporate

Governance khususnya mengenai pedoman

penerapan Good Corporate Governance. Upaya

sosialisai perlu dilakukan dengan suatu tim khusus

yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah


(41)

24

yang ditunjuk sebagai Good Corporate Governance

champion di perusahaan.

2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan

dengan pedoman Good Corporate Governance yang

ada, berdasar roadcamp yang telah disusun.

Implementasi harus bersifat top down approach

yang melibatkan dewan komisaris dan direksi

perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup

pula upaya manajemen perubahan (change

management) guna mengawal proses perubahan

yang ditimbulkan oleh implementasi Good

Corporate Governance.

3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam

implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya

untuk memperkenalkan Good Corporate

Governance di dalam seluruh proses bisnis

perusahaan kerja, dan berbagai peraturan

perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan

bahwa penerapan Good Corporate Governance

bukan sekedar suatu kepatuhan yang bersifat

superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam


(42)

25 c. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan

secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh

mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance

telah dilakukan dengan meminta pihak independen

melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik

Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak

perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit

yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan

yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk

assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara

mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan

BUMN.

Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan

kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam

implementasi Good Corporate Governance sehingga dapat

mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu


(43)

26 1.6Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Good

Corporate Governance

Menurut James D. Wolfensohn, President of the World

Bank, c. (1999), keberhasilan penerapan GCG juga memiliki

prasyarat tersendiri. Terdapat dua faktor yang memegang peranan,

yaitu:

1) Faktor Eksternal

Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang

berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi

keberhasilan penerapan GCG. Diantaranya:

a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga

mampu menjamin berlakunya supremasi hukum

yang konsisten dan efektif.

b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/

lembaga pemerintahan yang diharapkan dapat pula

melaksanakan Good Governance dan Clean

Government menuju Good Government Governance

yang sebenarnya.

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat

(best practices) yang dapat menjadi standar

pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional.


(44)

27

d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang

mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini

penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul

partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat

untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG

secara sukarela.

e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai

prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama

di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi

yang berkembang di lingkungan publik dimana

perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah

kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.

Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan

lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas

dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

2) Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan

pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam

perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture)

yang mendukung penerapan GCG dalam

mekanisme serta sistem kerja manajemen di


(45)

28

b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan

perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai

GCG.

c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga

didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang

efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap

penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk

mampu memahami setiap gerak dan langkah

manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan

publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap

langkah perkembangan dan dinamika perusahaan

dari waktu ke waktu.

1.7Struktur Corporate Governance di Indonesia

Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 1995 yang

menyatakan bahwa anggota dewan direksi diangkat dan

diberhentikan oleh RUPS (pasal 80 ayat 1 dan pasal 91 ayat 1),

demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan

diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 dan pasal 101 ayat 1).

Dengan adanya struktur yang demikian, maka baik dewan


(46)

29

RUPS (kedudukannya sejajar). Gambar 2.1 di bawah ini

menunjukan struktur CG di Indonesia.

Gambar 2.1

Sumber : Tjager dkk (2003) dan Syakhroza (2005) dalam Arifin

(2005)

1.8Mekanisme Good Corporate Governance

Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan

main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang

mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan

kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme

governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya

General Meetings of Shareholders

(RUPS)

Board of Commissioners

(Dewan Komisaris)

Board of Director

(Dewan direksi)


(47)

30

sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan Seward,

1990).

Menurut Bamhari dan Rosenstein (1998) dalam Midiastuty dan

Machfoeds (2003), mengemukakan mekanisme corporate

governance meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur

dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif;

dan mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan,

kepemilikan istitusional, dan tingkat pendanaan dengan hutang

(debt financing) (Iqbal dan Fachriyah, 2007:38).

1. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ

yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam struktur

kepengurusan perusahaan. Rapat Umum Pemegang Saham

mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada

direksi atau komisaris seperti melakukan pengambilan

keputusan tentang pengubahan Anggaran Dasar

Perusahaan, penggabungan, pelaburan, pengambilalihan,

kepailitan, dan pembubaran Perseroan. Wewenang tersebut

pada dasarnya hanya dibatasi oleh UU PT dan Anggaran


(48)

31

2. Kepemilikan Institusional

Menurut Diyah Kusumawaty (2008), Sifat masalah

keagenan secara langsung berhubungan dengan struktur

kepemilikan. Struktur kepemilikan yang tersebar tidak akan

memberikan insentif kepada pemilik untuk memonitor

pengelolaan manajemen. Hal ini disebabkan para pemilik

akan menanggung sendiri biaya pengawasan (monitoring

cost), sehingga semua pemilik akan menikmati manfaat

(Riska Septiana, 2010:34).

Menurut Faisal (2005) dalam Diyah Kusumawaty

(2008) menemukan hubungan yang berlawanan antara

kinerja saham dan kepemilikan saham institusional.

Perusahaaan dengan kepemilikan institusional yang besar

mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor

manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional, maka

pemanfaatan aktiva perusahaan semakin efisien. Dengan

demikian, proporsi kepemilikan institusional bertindak

sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan

manajemen.

3. Kepemilikan Manajerial

Menurut Chen dan Steiner (1999) dalam Nuringsih

(2005), manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pada


(49)

32

dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini manajer

diharapkan menghasilkan kinerja yang baik serta

mengarahkan dividen pada tingkatan yang rendah. Dengan

penetapan dividen rendah perusahaan memiliki sumber

dana internal relatif tinggi. Proksi managerial ownership

menggunakan persentase kepemilikan manajer dan direktur

terhadap total common stock outstanding.

Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan

di manajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris

asebagai atau sebagai managerial ownership. Adanya

kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan ada suatu

pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan

diambil oleh manajemen perusahaan (Handayani dan

Hadinugroho, 2009).

Menurut Jensen dan Meckling (1967) dalam Rudi

Isnanta (2008) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan

konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan

manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999)

menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen

dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk

berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk

kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya


(50)

33

4. Direksi

Direksi merupakan organ perseroan yang

menjalankan tugas melaksanakan pengurusan perseroan

untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili

perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagai

amanat dari pemegang saham yang ditetapkan dalam Rapat

Umum Pemegang Saham, Direksi harus bertanggung jawab

penuh atas pengurusan perseroan (Vinanta, 2010).

5. Komite Audit

Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)

mendefinisikan komite audit sebagai berikut :

Suatu komite yang bekerja secara profesional dan

independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan

dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan

memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan

pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan

(oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen

risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate

governance di perusahaan-perusahaan.

Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004

adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk

melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.


(51)

34

bertanggung jawab kepada komisaris dengan pertimbangan

bahwa dalam rangka mengoptimalkan kinerja, BUMN

dituntut untuk dapat mengelola kegiatan usahanya dengan

hemat, berdaya guna dan berhasil guna dan dengan menaati

peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan

mewujudkan sistem dan pelaksanaan pengawasan yang

kompeten dan independen (Vinanta, 2010).

6. Komisaris Independen

Komisaris Independen adalah anggota dewan

komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota

dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali,

serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya

yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak

independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance,

2004).

Beberapa kriteria komisaris independen menurut

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),

yaitu:

a. Komisaris independen bukan merupakan anggota

manajemen

b. Komisaris independen bukan merupakan pemegang


(52)

35

cara lain yang berhubungan secara langsung atau

tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas

dari perusahaan.

c. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga

tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam

kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau

perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan

tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai

komisaris setelah tidak lagi menempati posisi

seperti itu.

d. Komisaris independen bukan merupakan penasihat

profesional perusahaan tau perusahaan lainnya yang

satu kelompok dengan perusahaan tersebut.

e. Komisaris independen bukan merupakan pemasok

atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh

dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu

kelompok, atau dengan cara lain berhubungan

secara langsung atau tidak langsung dengan

pemasok atau pelanggan tersebut.

f. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan

dan urusan bisnis apa pun atau hubungan lainnya

yang dapat atau secara wajar dapat dianggap


(53)

36

kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk

bertindak demi kepentingan yang menguntungkan

perusahaan.

1.9Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia

Menurut Akhmad syakhroza dan Camelia Malik (2007),

implementasi Good Corporate Governance di negara kita sangat

terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain, mengingat

masuknya konsep GCG di Indonesia relatif masih baru. Konsep

GCG di Indonesia pada awalnya diperkenalkan oleh pemerintah

Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) dalam rangka

pemulihan ekonomi (economy recovery) pasca krisis (Effendi,

2009:7).

Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia untuk

Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance

Policies) mengeluarkan The Indonesian Code for Good Corporate

Governance (Kode Tata Kelola Perusahaan yang Baik) bagi

masyarakat bisnis Indonesia. Dalam Indonesian Code for Good

Corporate Governance tersebut dimuat hal-hal yang berkaitan

dengan : pemegang saham dan hak mereka, fungsi dewan

komisaris perusahaan, fungsi direksi perusahaan, sistem audit,

sekretaris perusahaan, pemangku kepentingan (stakeholders),


(54)

37

prinsip kerahasiaan, etika bisnis dan korupsi, dan perlindungan

terhadap lingkungan hidup (Effendi, 2009:7-8).

Menurut Sutojo dan Aldridge (2005) dalam Effendi

(2009:8), menyatakan bahwa pada tahap pertama, ketentuan

tentang tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

governance) tersebut (terutama) ditujukan bagi

perusahaan-perusahaan yang mempergunakan dana publik atau ikut serta

dalam pengelolaan dana publik.

2. Financial Distress (Kesulitan Keuangan) Perusahaan 2.1Definisi Financial Distress

Menurut Brigham dan Gapenski (1992) dalam Musdholifah

(2006), menyatakan bahwa financial distress merupakan

keseluruhan kondisi keuangan yang meliputi mulai dari kesulitan

mengenai harapan profitabilitas di masa depan sampai pada suatu

keadaan di mana suatu perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi.

Claessens et al (2001) dalam Khania (2010) menyatakan bahwa :

“when firm are in financial distress, the value of their assets is

insufficient to repay all of their creditors’ claims. Therefore,

ownership of the firm becomes uncertain, because equity will be

worthless if the firm is forced to repay creditors claim in full.

Creditors have an incentive to be first to collect on their claims,


(55)

38

collect earliest will receive the most. Managers have an incentive

to gamble with failing firm’s assets, because a gamble that pays off

will save the firm and a gamble that fails will leave managers and

equity no worse off than they would have been anyway”. (Ketika

perusahaan berada dalam kesulitan keuangan, nilai aset mereka

tidak mencukupi untuk membayar semua klaim kreditur mereka.

Oleh karena itu, kepemilikan perusahaan menjadi tidak pasti,

karena modal akan berguna jika perusahaan dipaksa untuk

membayar klaim kreditur secara penuh. Kreditur akan mengambil

semua klaim tersebut, dan yang menagih lebih awal akan

menerimanya. Manajer harus menerima kegagalan perusahaan

dengan melepas aset yang dimiliki, karena kegagalan tersebut

harus dibayar dengan melepas ekuitas yang ada).

Menurut Khaira Amalia Fachrudin (2008:2-5), menyatakan

bahwa ada beberapa definisi kesulitan keuangan, sesuai tipenya,

yaitu economic failure, business failure, technical insolvency,

insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy (Brigham dan

Gapenski, 1997). Berikut ini adalah penjelasannya:

1. Economic failure

Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan

dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total

biaya, termasuk cost of capitalnya. Bisnis ini dapat


(56)

39

modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian

(rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan

modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat

juga menjadi sehat secara ekonomi.

2. Business failure

Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang

menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.

3. Technical insolvency

Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical

insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika

jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis

menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara,

yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar

hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency

adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi

perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial

disaster).

4. Insolvency in bankruptcy

Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvent in

bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset.

Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena,

umumnya, ini adalah tanda economic failure, dan bahkan


(57)

40

keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam

tuntutan kebangkrutan secara hukum.

5. Legal bankruptcy

Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah

diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang

(Brigham dan Gapenski, 1997).

Menurut Hofer (1980) dan Whitaker (1999) dalam Almilia

(2006), mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi

perusahaan mengalami laba bersih (net income) negatif selama

beberapa tahun.

Menurut Platt dan Platt (2002), mendefinisakan financial

distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi

sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi (Almilia, 2004).

Menurut Luciana Spica Almilia (2004), mendefinisikan

kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dimana perusahaan

mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas

negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger.

Menurut Ahmad Rodoni dan Rahman Muslim (2009),

menyatakan financial distress adalah kondisi keuangan perusahaan

pada tahap penurunan sebelum terjadi likuidasi atau kebangkrutan

pada perusahaan. Umumnya perusahaan yang mengalami financial

distress tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban perusahaan


(58)

41

dan harus dilakukan restrukturisasi keuangan pada perusahaan

tersebut.

Selain istilah kepailitan seperti yang diuraikan di atas,

dalam dunia bisnis dikenal pula istilah kepailitan seperti yang

diuraikan di atas, dalam dunia bisnis dikenal pula istilah delisted.

Peraturan Pencatatan Bursa efek Jakarta No.1B tahun 2000 dan

2001 menyebutkan pengaturan delisted (Amrullah, 2010) sebagai

berikut :

1) Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten

maupun diputuskan oleh Bursa. Dalam hal delisting

diputuskan oleh Bursa terlebih dahulu wajib mendengar

pendapat dari Komite Pencatatan Efek.

2) Delisting atas permohonan emiten hanya dapat

dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh

RUPS dan emiten yang bersangkutan telah menyelesaikan

seluruh kewajibannya kepada bursa.

3) Delisting atas permohonan emiten diajukan 2 (dua) bulan

sebelum tanggal diberlakukan dengan mengemukakan

alasannya serta melampirkan berita acara RUPS

sebagaimana dimaksud pada angka 2 (dua) di atas.

4) Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib

mengumumkan rencana delisting tersebut


(59)

42

5) Emiten yang efeknya tercatat di bursa yang mengalami

salah satu kondisi tersebut di bawah ini, dipertimbangkan

untuk dikenakan delisting :

a. Selama 3 tahun berturut-turut menderita rugi, atau

terdapat saldo rugi sebesar 50% atau lebih dari

modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun

terakhir;

b. Selama 3 tahun berturut-turut tidak membayar

dividen tunai (untuk saham). Melakukan tiga kali

cedera janji (untuk obligasi);

c. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp.

3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah);

d. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal

(orang/badan) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut

berdasarkan laporan bulanan emiten/Biro

Administrasi Efek.

e. Selama 5 bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi;

f. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan

yang ditetapkan oleh BAPEPAM;

g. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan


(60)

43

h. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar

kepentingan umum berdasarkan keputusan instansi

yang berwenang;

i. Emiten dilikuidasi baik karena merger,

penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana)

atau alasan lainnya.

j. Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan

k. Emiten menghadapi gugatan/perkara/peristiwa yang

secara material mempengaruhi kondisi dan

kelangsungan hidup perusahaan;

l. Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan

bersih (nilai asset value) turun menjadi kurang dari

50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh

kerugian operasi.

2.2Penyebab Financial Distress Perusahaan

Dun dan Bradstreet meneliti penyebab-penyebab kegagalan

bisnis (Brigham dan Daves, 2003). Penyebab utama adalah faktor

ekonomi (37,1%) dan faktor keuangan (47,3%), selain itu

disebabkan oleh kelalaian, malapetaka, dan kecurangan (neglect,

disaster, dan fraud), yaitu sebanyak 14%, serta faktor-faktor lain

yang tidak dirinci yaitu sebanyak 1,6%. Faktor ekonomi meliputi


(61)

44

meliputi hutang yang terlalu banyak dan modal yang tidak

memadai. Pentingnya faktor-faktor yang berbeda ini bervariasi dari

waktu ke waktu, bergantung beberapa hal seperti keadaan ekonomi

dan tingkat suku bunga. Juga, kebanyakan kegagalan bisnis terjadi

karena kombinasi sejumlah faktor yang membuat bisnis tidak dapat

bertahan (Khaira Amalia Fachrudin, 2008:9).

Lizal (2002) dalam Khaira Amalia Fachrudin (2008:6-7),

mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya

dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab

Kesulitan Keuangan. Menurut beliau, ada tiga alasan yang

mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:

a. Neoclassical model

Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber

daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika

kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah.

Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan

laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur

profitabilitas), dan liabilities/assets.

b. Financial model

Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan

liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti

bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam


(62)

45

pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak

sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi

pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang

ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau

buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi

kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja

seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA,

ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover,

cash flow/ total equity, debt ratio, cash

flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short

term assets/daily operating expenses, gearing ratio,

turnover per employee, coverage of fixed assets, working

capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.

c. Corporate governance model

Disini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan

struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.

Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of

the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata

kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini

mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan.

Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola


(1)

144

Total Asset)

Tabel 15

Perusahaan Sehat/Non Financial Distress

NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005

1. PT. Astra Agro Lestari Tbk

AALI 28,54690176 28,59098456 28,67647311 28,84973109 28,79157951 2. PT. Aneka Tambang Tbk

ANTM 28,56927332 28,96246507 29,09585952 29,42986311 29,48774308 3. PT. Astra International Tbk ASII 30,91093733 30,89623095 30,94172134 31,29829517 31,54276132 4. PT. Sepatu Bata Tbk

BATA 26,1300474 26,07076377 26,17113619 26,2867704 26,44612846 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk

BLTA 28,82195914 28,58302951 28,73309972 29,11124152 29,69897025 6. PT. Citra Tubindo Tbk

CTBN 27,29556796 27,22838301 27,20839561 27,20110244 27,69295124 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk

DPNS 25,60317722 28,93994484 28,91161657 29,17970236 29,15971307 8. PT. Gudang Garam Tbk

GGRM 30,22986073 30,36880506 30,48397359 30,65589409 30,73034063 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk

HMSP 29,87920704 29,91514423 29,95318999 30,09054714 30,11046286 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 30,20351319 30,35569347 30,35945247 30,38068378 30,32470758 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk

JPRS 25,26633719 25,57084088 25,5974703 26,22630613 26,04622703 12. PT. Jaya Real Property Tbk

JPRT 27,95204971 27,95431113 27,94486204 27,95878051 28,00145714 13. PT. Kimia Farma Tbk

KAEF 27,80342364 27,66884181 27,94447692 27,79095902 27,79450213 14. PT. Lion Metal Works Tbk

LION 25,32942553 25,40782929 25,51596069 25,71167597 25,82939311 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 24,39352297 24,27440505 24,25440902 24,47858825 24,46438189 16. PT. Lippo Cikarang Tbk

LPCK 27,46218107 27,70536949 27,67642173 27,75310777 27,73589091 17 PT. Petrosea Tbk

PTRO 27,24180379 27,26285179 27,23801853 27,42394774 27,6735249 18. PT. Pyramid Farma Tbk

PYFA 25,06275025 24,96819759 24,94669232 24,97788515 25,06122302 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk

RALS 28,43392543 28,46025742 28,55221023 28,57050793 28,48037985 20. PT. Rig Tenders Tbk

RIGS 26,89314432 26,86197297 26,98512577 27,14333242 27,23112099 21. PT. Samudera Indonesia Tbk

SMDR 28,47965166 28,36507509 28,351513 28,58747827 28,80493968 22. PT. Semen Gresik Tbk

SMGR 29,80156799 29,55852665 29,51193473 29,52801574 29,61847949 23. PT. Summarecon Agung Tbk

SMRA 27,30405892 27,57930879 28,00106352 28,02234741 28,25415294 24. PT. Selamat Sempurna Tbk

SMSM 27,06370098 27,09252792 27,17311996 27,20166795 27,22024895 25. PT. Siantar Top Tbk

STTP 26,72482922 26,87695977 26,94882772 26,87637506 26,89171271 26. PT. Mandom Indonesia Tbk

TCID 26,60261097 26,59821623 26,6832423 26,88101571 27,02532605 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 27,16332841 25,70252742 27,25297952 27,25390729 27,41821272 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk

TLKM 31,11134633 31,42216596 31,54869312 31,65956756 31,76091048 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk

UNIC 28,4246745 28,24919149 28,44487107 28,69258207 28,62368383 30. PT. Unilever Indonesia Tbk

UNVR 28,61737135 28,7597917 28,85957218 28,9249529 28,97710553 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk


(2)

145

Tabel 16

Perusahaan Financial distress

NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005

1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 25,64445042 25,65386898 25,71983601 25,6995374 25,69595694 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 26,96611342 26,96995189 27,00912239 26,92340983 26,67504316 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 28,21072016 26,91069183 26,6486253 26,68806295 26,80798618 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 27,0662865 27,0662865 27,21694252 27,44080206 27,68065569 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 27,15241257 27,22935628 27,22935628 27,32611421 27,62613922 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 25,72526394 25,1412386 25,12958256 24,63908164 25,07596664 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 24,97098935 24,97098935 25,05485407 24,72218188 24,46074496 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 27,40353314 27,56436836 27,74544117 27,82989329 27,71468465 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 26,05047188 25,82413177 25,95608422 25,98736953 26,04223351 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 28,00395546 27,90625528 27,50869302 27,37133546 27,24047762


(3)

146

Tabel 17

Perusahaan Sehat/Non Financial Distress

NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005

1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 0 0 0 0 0

2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 0 0 0 0 0

3. PT. Astra International Tbk ASII 1 1 1 1 1

4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 1 1 1 1 1

5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 0 0 0 0 0

6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 0 0 0 0 0

7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 0 0 0 0 0

8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 0 0 0 0 0

9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 0 0 0 0 1

10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 0 0 0 0 0

11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 0 0 0 0 0

12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 0 0 0 0 0

13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 0 0 0 0 0

14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1 1 1 1 1

15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 0 0 0 0 0

16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 0 0 0 0 0

17 PT. Petrosea Tbk PTRO 1 1 1 1 1

18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 0 0 0 0 0

19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 0 0 0 0 0

20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 1 1 1 1 1

21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 0 0 0 0 0

22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 0 0 0 0 0

23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 0 0 0 0 0

24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 0 0 0 0 0

25. PT. Siantar Top Tbk STTP 0 0 0 0 0

26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 1 1 1 1 1

27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 0 0 0 0 0

28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 0 0 0 0 0

29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 1 1 1 1 1

30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 1 1 1 1 1


(4)

147

Tabel 18

Perusahaan Financial Distress

NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005

1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0 0 0 0 0

2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 0 0 0 0 0

3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 0 0 0 0 0

4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0 0 0 0 0

5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 1 1 1 1 1

6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 0 0 0 0 0

7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 0 0 0 0 0

8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 0 0 0 0 0

9. PT. Summitplast Tbk SMPL 0 0 0 0 1


(5)

148

variabel)

Tabel 19

Perusahaan sehat/Non Financial Distress

NO. NAMA PERUSAHAAN KODE KONDISI FD

1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 1

2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 1

3. PT. Astra International Tbk ASII 1

4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 1

5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 1

6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 1

7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 1

8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 1

9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 1

10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 1

11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 1

12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 1

13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 1

14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1

15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 1

16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 1

17 PT. Petrosea Tbk PTRO 1

18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 1

19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 1

20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 1

21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 1

22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 1

23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 1

24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 1

25. PT. Siantar Top Tbk STTP 1

26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 1

27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 1

28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 1

29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 1

30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 1


(6)

149

Tabel 20

Perusahaan Financial Distress

NO. NAMA PERUSAHAAN KODE KONDISI FD

1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 0

3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 0

4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0

5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 0

6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 0

7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 0

8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 0

9. PT. Summitplast Tbk SMPL 0


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengungkapan Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Pertambangan dan Perkebunan yang Terdaftar di BEI Tahun 2010 – 2012

2 38 113

Pengaruh Mekanisme, Corporate Governance, Kualitas Audit dan Ukuran Perusahaan terhadap Integritas Laporan Keuangan (Pada Perusahaan di Sektor Keuangan yang terdaftar di BEI Periode 2010-2012)

2 6 143

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Pada Perusahaan Go Publik Yang Terdaftar di BEI).

0 0 10

Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Ukuran Perusahaan dan Current Ratio sebagai Variabel Kontrol

0 0 12

PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN DAN LEVERAGE SEBAGAI VARIABEL KONTROL

0 0 12

PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN DAN UMUR PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL KONTROL

0 1 12

PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN DAN LEVERAGE SEBAGAI VARIABEL KONTROL

0 0 12

PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN DAN UMUR PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL KONTROL

0 0 12

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL KONTROL (PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI)

0 0 122

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS DENGAN UKURAN PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2014-2016

1 0 32