7. Keseriusan pelanggaran berpengaruh positif terhadap niat Pegawai Negeri Sipil melakukan tindakan whistleblowing.
B. Implikasi
1. Penerapan kebijakan whistleblowing tepat diterapkan ketika personal cost pada kondisi yang minim, sehingga para pimpinan di dalam suatu
organisasi yang hendak menerapkan kebijakan whistleblowing harus mampu memotivasi anggota dalam organisasinya bahwa ada jaminan
kerahasiaan dan perlindungan hukum terhadap pelapor. 2. Di lingkungan Kementerian Keuangan tingkat keseriusan pelanggaran
berbanding lurus dengan minat para pegawai melakukan tindakan whistleblowing, artinya semakin tinggi tingkat keseriusan pelanggaran
maka semakin kuat niat pegawai melakukan tindakan whistleblowing, sehingga pimpinan dan tim kepatuhan internal harus lebih teliti dalam
melakukan pemantauan pengendalian intern, pengelolaan kinerja, pengelolaan risiko, dan pemantauan kepatuhan terhadap kode etik dan
disiplin agar setiap pelanggaran kecurangan yang sifatnya kurang dianggap serius tetap dapat terdeteksi.
C. Keterbatasan
1. Nilai Adjusted R Square yang rendah menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang dapat mendukung variabel whistleblowing yang belum
diteliti dalam penelitian ini.
2. Penelitian hanya dilakukan di salah satu organisasi, yaitu Kementerian Keuangan sehingga harus berhati-hati untuk mengeneralisasinya ke
organisasi sektor publik lainnya. 3. Metode yang digunakan hanya melalui kuesioner, sehingga dipandang
perlu adanya metode tambahan agar informasi dapat digali lebih mendalam.
D. Saran
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya meenambah variabel lain seperti Trust dan Keandalan Sistem, sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang
lebih baik dan menguji kembali variabel Ethical Climate – Principle
untuk menguji konsistensi hasil. 2. Penelitian selanjutnya dapat memperluas obyek penelitian seperti
organisasi lain yang menerapakan whistleblowing system, misalanya Kementerian Agama atau dilakukan di Perusahaan BUMN seperti PT.
PLN Persero. 3. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambah metode penelitian berupa
interview untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Ab Ghani, N. 2013. Predicting Whistle-Blowing Intention in Malaysia: Evidence from Manufacturing Companies. Dissertation PhD. Curtin University,
Curtin Graduate School of Business. Agoes, Sukrisno dan Ardana, I cenik. 2011. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Edisi Revisi. Cetakan Kedua. Jakarta: Salemba Empat.
Ahmad, Syahrul Ahm ad, Smith, Malcolm, dan Ismail, Zubaidah. 2012. “Internal
Whistle-Blowing Intentions: A Study of Demographic and Individual Factors”. Journal of Modern Accounting and Auditing. Vol. 8 11; 1632-
1645.
Ahmad, Syahrul Ahmad. 2011. “Internal Auditors and Internal Whistleblowing Intentions: A Study of Organisational, Individual, Situational And
Demographic Factors”.Thesis. Faculty of Business and Law Edith Cowan University, Western Australia.
Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behaviour. “Organizational Behaviour and Human Decision Processes”. Vol. 50, 179-211.
Akbar, Taufiq., Yonnedi, Effa., dan Suhernita. 2016. “Pengaruh Saluran Pelaporan Pelanggaran dan Personal Cost Terhadap Minat Untuk Melaporkan
Kecurangan Pada Pengadaan BarangJasa Pemerintah”. Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung.
Aliyah, Siti. 2015. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pegawai dalam Melakukan Tindakan
Whistleblowing”. Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis. Vol. 12 2: 173-189.
Alleyne, P., Hudaib, M., and Pike, R. 2013. Towards a Conceptual Model of Whislte-blowing Intention Among External Auditors. The British
Accounting Review, 45: 10-23. Bagustianto, Rizki dan Nurkholis. 2015. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Minat Pegawai Negeri Sipil PNS Untuk Melakukan Tindakan Whistle Blowing”.Simposium Nasional Akuntansi XVIII, Medan, 16-19 September.
Brief, Arthur P. dan Motowidlo, Stephan J. 1986. “Prosocial Organizational Behaviours”. Academy of Management Review. Vol. 11 4; 710-725.