3. Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang
ditetapkan negara anggota RFMO. Activities in violation of national laws or international obligations, including those undertaken by cooperating satates
to a relevant regional fisheries management organization RFMO. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tindak pidana
perikanan merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja dibawah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan
penengkapan ikan danatau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan bahan kimia, bahan biologis bahan peledak, alat danatau cara, danatau bangunan
yang dapat merugikan danatau membahayakan kelestarian sumber daya ikan danatau lingkungan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
21
Berbicara masalah pidana tentu tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pemidanaan.
3. Pengertian Pidana dan Pemidanaan
22
21
Pasal 84 ayat 1 UU No.31 tahun 2004 jo. UU No.45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
22
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 33.
Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat
diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya berechten. Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan
atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau veroordeling, misalnya dalam
Universitas Sumatera Utara
pengertian sentenced conditionally atau voorwaadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat.
23
Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang kepentingan- kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan atau
yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Bapak Amir Ilyas dalam bukunya menjelaskan bahwa
“pemidanaan bisa diartikan sebagai tahapan penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana”.
24
Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang
bersalah melanggar suatu aturan hukum.
25
Jerome Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut:
26
a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diiperlukan dalam hidup;
b. Ia memaksa dengan kekerasan;
c. Ia diberi atas nama negara ; ia “diotoritaskan”;
d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan
penentuannya, yang diekspresikan di dalam putusan;
23
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 71-72.
24
Amir Iliyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta, 2012, hlm 95.
25
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm.7.
26
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana,Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.70.
Universitas Sumatera Utara
e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini
mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanan itu signifikan dalam etika;
f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan
diperberat atau diringankan dengan melihat personalitas kepribadian si pelanggar, motif dan dorongannya.
Ted Honderich dalam Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur berikut:
27
a. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan deprivation atau
kesengsaraan distress yang biasanya secara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakan pemidanaan. Unsur pertama ini pada dasarnya merupakan
kerugian atau kejahatan yang di derita oleh subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain. Secara aktual, tindakan subjek
lain itu dianggap salah bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena melawan hukum yang berlaku secara sah;
b. Setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenang secara hukum
pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah dari suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu
lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan
penderitaan;
27
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 75-76.
Universitas Sumatera Utara
c. Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana hanya kepada
subjek yang telah terbukti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. unsur yang ketiga ini memang mengundang
pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian,
secara umum pemidanaan dapat dirumuskan terbukti sebagai denda penalty yang diberikan oleh instansi yang berwenang kepada pelanggar hukum atau
peraturan.
4. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana a. Menurut Waktu