Teknik Pengelolaan Data Kejadian Hipertensi Lanjut Usia Efek Kelebihan Natrium Klasifikasi Hipertensi

35 dalam formulir Food Weighing. Jumlah makanan yang dikonsumsi lansia dari luar panti dicatat dengan formulir recall dengan menanyakan makanan selingan apa saja yang dikonsumsi lansia pada saat penimbangan. Kemudian asupan natrium dihitung dengan menggunakan software Nutri Survey. Asupan natrium dibagi dua kategori yaitu WHO, 1990 : a. Cukup : bila asupan natrium 2400 mgNa perhari b. Lebih : bila asupan natr ium ≥ 2400 mgNa perhari 4. Kejadian Hipertensi Data penderita hipertensi didapatkan dengan pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan alat tensimeter. Adapun kategori hipertensi adalah WHO, 2011 : a. Hipertensi : bila tekanan darah lansia ≥ 14090 mmHg b. Tidak Hipertensi : bila tekanan darah lansia 14090 mmHg

3.8. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

3.8.1. Teknik Pengelolaan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut: 1. Editing Editing dilakukan untuk memeriksa kebenaran dan kelengkapan jawaban atas pertanyaan. Jika terdapat jawaban yang belum lengkap, atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan wawancara kembali terhadap responden. Universitas Sumatera Utara 36 2. Coding Data yang telah terkumpul dan dikoreksi kebenaran dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual. 3. Entry Data Data yang telah diperiksa dan diberi kode di entry ke dalam program komputer. 4. Hasil pengolahan data dianalisis dengan uji chi-square menggunakan program SPSS.

3.8.2. Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Analisis data untuk penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti yaitu karakteristik lansia meliputi umur dan jenis kelamin, suku dan riwayat penyakit kejadian hipertensi dan asupan natrium lansia. Analisa bivariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antara dua variabel. Hubungan asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia akan dianalisa dengan menguji hipotesa penelitian dengan menggunakan uji Chi-square dengan CI 95. Universitas Sumatera Utara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia merupakan panti terbesar di Kota Binjai karena dapat menampung 180 orang lanjut usia dibawah Pengawasan Departemen Sosial Provinsi Sumatera Utara. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia ini dibangun sejak tahun 19791980. Lokasi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia terletak di jalan Perintis Kemerdekaan Gg Sasana No 02 Binjai Utara. Lokasi panti berbatasan dengan sebelah utara dengan Desa Cengkeh Turi, sebelah selatan dengan Desa Payaroba, sebelah barat dengan Desa Sendang Rejo, dan sebelah timur dengan Desa Cengkeh Turi. Luas wilayah panti sekitar 51.900 m 2 . UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai terdiri dari 19 wisma sebagai tempat tinggal lansia selama dipanti tersebut. Dilingkungan panti bagian depan terdapat lapangan olahraga, kantor, rumah dinas pegawai, poliklinik, tempat beribadah. Wisma Mawar dan Wisma Melati letaknya berdekatan dengan mesjid. Wisma Dahlia Kemuning, Nusa Indah, Cempaka, Teratai, dan Melur letaknya berdekatan dengan dapur umum. Wisma Asoka, Anyelir dan Anggrek terletak di tengah panti berdekatan dengan mesjid. Wisma Matahari, Aster dan Tanjung terletak dibagian belakang panti. Dan Wisma Sedap Malam, Flamboyan dan Kenanga terletak berdekatan dengan mesjid dan poliklinik. Universitas Sumatera Utara 38 Penyediaan makanan untuk lansia disediakan oleh petugas dapur yang terdiri dari tiga orang pekerja. Setelah makanan selesai dimasak, kemudian makanan tersebut diambil oleh penghuni setiap wisma dengan memakai rantang milik panti. Panti ini dipimpin oleh seorang pimpinan H. Umar S. SOS, seorang wakil, dan dibantu oleh beberapa staf pegawai yang bertugas mengawasi lanjut usia dalam aktivitasnya sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah senam pagi dan gotong royong yang dilakukan oleh lanjut usia dan beberapa staf pegawai. Serta perwiritan yang dilaksanakan hari rabu untuk menambah keimanan para lansia.

4.2. Gambaran Karakteristik Lansia

Distribusi gambaran karakteristik pada lansia dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel, yaitu jenis kelamin, umur, riwayat penyakit, suku dan kejadian hipertensi. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi karakteristik lansia: Universitas Sumatera Utara 39 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 No Karakteristik Lansia Frekuensi Persentase 1 Jenis Kelamin - Laki-laki 31 49,2 - Perempuan 32 50,8 Total 63 100,0 2 Umur - 55 – 64 tahun 11 17,5 - 65 – 74 tahun 33 52,4 - ≥75 tahun 19 30,2 Total 63 100,0 3 Suku - Batak 31 49,2 - Jawa 25 39,7 - Padang 5 7,9 - Aceh 2 3,2 Total 63 100,0 4 Riwayat Penyakit - Tidak Ada 13 20,6 - Hipertensi 30 47,6 - Rematik Athritis 9 14,3 - Diabetes Meletus 2 3,2 - Maag 6 9,5 - TB Paru 3 4,8 Total 63 100,0 Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa jenis kelamin lansia paling dominan adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 32 orang 50,8. Umur lansia yang paling dominan pada penelitian ini adalah lansia yang berumur 65-74 tahun, yaitu sebanyak 33 orang 52,4. Suku lansia paling dominan adalah lansia yang bersuku batak, yaitu sebanyak 31 orang 49,2. Riwayat penyakit lansia paling dominan adalah lansia yang menderita hipertensi sebanyak 30 orang 47,6. Universitas Sumatera Utara 40

4.2.1 Kejadian Hipertensi Lanjut Usia

Distribusi kejadian hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia bisa dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 No Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentase 1. Tidak Hipertensi 31 49,2 2. Hipertensi 32 50,8 Total 63 100,0 Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui bahwa lansia dalam penelitian ini yang memiliki kejadian hipertensi dengan tekanan darah ≥14090 mmHg sebanyak 32 orang 50,8. Dan tidak hipertensi dengan tekanan darah 14090 mmHg sebanyak 31 orang 49,2.

4.2.2. Asupan Natrium Lanjut Usia

Distribusi asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.3. Distribusi Asupan Natrium Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 No Asupan Natrium Frekuensi Persentase 1. Cukup 33 52,4 2. Lebih 30 47,6 Total 63 100,0 Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui bahwa lansia dengan asupan natrium dalam kategori cukup 2400 mgNa sebanyak 33 orang 52,4 dan lansia dengan asupan natrium dalam kategori lebih ≥2400 mgNa sebanyak 30 orang 47,6. Universitas Sumatera Utara 41

4.3 Hubungan Karakteristik dengan Kejadian Hipertensi

4.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 Hasil tabulasi silang antara variabel jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014. Dan keterkaitan antara dua variabel diuji dengan menggunakan uji chi-square. Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 4.4. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 No Jenis Kelamin Kejadian Hipertensi Total p Tidak Hipertensi Hipertensi n n n 1. Laki-laki 11 35,5 20 64,5 31 100,0 0,045 2. Perempuan 20 62,5 12 37,5 32 100,0 Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa lansia yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita hipertensi sebanyak 20 orang 64,5 dan lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak tidak menderita hipertensi, yaitu sebanyak 20 orang 62,5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan meggunakan uji chi-square diketahui nilai p sebesar 0,045 p0,05, artinya jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. Universitas Sumatera Utara 42 4.3.2 Hubungan Umur dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 Hasil tabulasi silang antara variabel umur dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014. Dan keterkaitan antara dua variabel diuji dengan menggunakan uji chi-square. Hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi pada lansia dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini : Tabel 4.5. Tabulasi Silang Umur dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 No Umur tahun Kejadian Hipertensi Total p Tidak Hipertensi Hipertensi n n n 1. 55-64 6 54,5 5 45,5 11 100,0 0,520 2. 65-74 14 42,4 19 57,6 33 100,0 3. ≥ 75 11 57,9 8 42,1 19 100,0 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa lansia yang berumur 55-64 tahun lebih banyak tidak menderita hipertensi yaitu sebanyak 6 orang 54,5, lansia berumur 65-74 tahun lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebanyak 19 orang 57,6. Kemudian lansia yang berumur ≥ 75 tahun lebih banyak tidak menderita hipertensi yaitu sebanyak 11 orang 57,9. Berdasarkan hasil uji statistik dengan meggunakan uji chi-square diketahui nilai p sebesar 0,520 p0,05, artinya umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi pada lansia. Universitas Sumatera Utara 43

4.4. Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Hipertensi di UPT

Pelyanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 Hasil tabulasi silang antara variabel asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014. Dan keterkaitan antara dua variabel diuji dengan menggunakan uji chi-square. Hubungan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini : Tabel 4.6. Tabulasi Silang Asupan Natrium dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 No Asupan Natrium Kejadian Hipertensi Total p Tidak Hipertensi Hipertensi n n n 1. Cukup 22 66,7 11 33,3 33 100,0 0,005 2. Lebih 9 30,0 21 70,0 30 100,0 Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui bahwa lansia dengan asupan natrium yang cukup 2400 mgNa lebih banyak tidak menderita hipertensi sebanyak 22 orang 66,7. Sedangkan lansia dengan asupan natrium lebih ≥2400 mgNa lebih banyak menderita hipertensi sebanyak 21 orang 70,0. Berdasarkan hasil uji statistik dengan meggunakan uji chi-square diketahui nilai p sebesar 0,005 p0,05, artinya asupan natrium memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. Universitas Sumatera Utara 44 BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai bahwa jenis kelamin laki-laki dan wanita memiliki persentase yang sama terhadap kejadian hipertensi. Akan tetapi jenis kelamin laki-laki 64,5 cenderung menderita hipertensi. Hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi didapat nilai p sebesar 0,045 p0,05 artinya jenis kelamin berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan karena gaya hidup lansia laki-laki yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kejadian hipertensi, seperti kebiasaan merokok pada kebanyakan lansia yang berjenis kelamin laki-laki, stress, konsumsi kopi, dan makan tidak terkontrol. Menurut Irza 2009 p ada dasarnya prevalensi hipertensi pada pria sama dengan wanita. Pada wanita premenopouse wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini akan terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita 45-55 tahun. Oleh karena itu ketika wanita sudah monopuse akan sama beresikonya untuk terkena penyakit hipertensi dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu 2014, menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dengan nilai p 0,001 nilai 0,05. Nilai OR 2,043 artinya jenis Universitas Sumatera Utara 45 kelamin laki-laki lebih beresiko 2,043 kali lebih beresiko terkena hipertensi dibanding kan jenis kelamin perempuan.

5.2. Hubungan Umur dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia Binjai 2014 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai bahwa kejadian hipertensi pada lansia memiliki rentang umur yang sama yaitu 65-74 tahun. Hasil tabulasi silang antara umur dengan kejadian hipertensi didapat nilai p sebesar 0,520 p0,05 artinya umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. Menurut Rahayu 2012, peningkatan kejadian hipertensi yang dipengaruhi oleh bertambahnya umur terjadi secara alami sebagai proses menua dan didukung oleh beberapa faktor eksternal. Hal ini berkaitan dengan perubahan struktur dan fungsi kardiovaskular. Seiring dengan bertambahya umur, dinding vertrikel kiri dan katub jantung menebal serta elastisitas pembuluh darah menurun. Atherosclorosis meningkat, terutama pada individu dengan gaya hidup tidak sehat. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik berdampak pada peningkatan tekanan darah. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth 2011 tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi pada kelompok umur 60 tahun dengan nilai p 0,570 0,05. Universitas Sumatera Utara 46 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto 2007, menyatakan bahwa umur mempunyai hubungan yang beramakna dengan kejadian hipertensi, kelompok umur diatas 46 tahun memiliki resiko hipertensi lebih besar 19,91 kali dibandingkan kelompok dibawah umur 46 tahun.

5.3 Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Hipertensi di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai bahwa asupan natrium lansia baik dalam kategori cukup dan lebih memiliki persentase yang hampir sama terhadap kejadian hipertensi. Dengan rata-rata asupan natrium lansia sebesar 1856,42 mgNa . Asupan natrium lebih 70 cenderung menyebabkan hipertensi. Hasil tabulasi silang antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi didapat nilai p sebesar 0,005 p0,05 artinya asupan natrium memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. Untuk mengukur asupan natrium didalam tubuh terhadap kejadian hipertensi dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada waktu sore hari. Karena ketika sore hari lanjut usia sudah beristirahat disetiap wisma masing-masing. Sehingga pemeriksaan tekanan darah menjadi lebih optimal. Rata- rata tekanan darah lansia yaitu 14090 mmHg atau disebut juga hipertensi tingkat ringan. Untuk mengetahui asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 dilakukan penimbangan makanan pagi, siang dan malam hari. Universitas Sumatera Utara 47 Penimbangan makanan dilakukan selama dua hari tidak berturut. Sedangkan untuk makanan selingan yang dikonsumsi lansia dari luar panti dilakukan recall kepada lansia dengan menanyakan makanan apa saja yang dikonsumsi lansia selama satu hari namun ditanyakan setiap melakukan penimbangan makanan lansia . Adapun makanan makanan selingan yang lebih sering dikonsumsi lansia adalah roti manis, keripik, gorengan, kerupuk dan makanan jajanan lainnya. Asupan natrium yang berlebih menyebabkan hipertensi dikarenakan lansia menambah garam ke dalam makanan dan membeli makanan dari luar panti atau memasak makanan sendiri. Hal ini disebabkan karena tidak cukupnya atau kurang selera makan lansia terhadap makanan yang diberikan oleh panti. Panti membuat siklus menu 7 harian yang menyebabkan lansia bosan dengan menu yang sama setiap minggunya. Makanan selingan seperti buah-buahan juga dibagikan kepada lansia setiap seminggu sekali. Adapun jenis makanan yang tinggi akan kandungan natrium yang dikonsumsi oleh lansia yang disediakan dari panti adalah ikan teri, susu, sayur sawi, tahu, tempe, nasi goreng, indomi dan garam. Makanan yang dikonsumsi lansia dari luar panti yang tinggi akan kandungan natriumnya adalah gorengan, lontong, nasi gurih, roti coklat, keripik. Asupan natrium yang berlebih namun tidak menyebabkan hipertensi pada lansia hal ini disebabkan karena lansia tersebut lebih banyak melakukan aktifitas fisik sehingga cenderung menurunkan tekanan darahnya. Asupan natrium yang cukup namun menyebabkan hipertensi pada lansia hal ini disebabkan karena pada dasarnya lansia sudah memiliki riwayat penyakit Universitas Sumatera Utara 48 hipertensi. Asupan natrium yang dianjurkan untuk penderita hipertensi yaitu 1200 mgNa. Akan tetapi asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai yang penderita hipertensi selalu ≥1200 mgNa sehingga menyebabkan tekanan darah penderita selalu diatas 14090 mmHg. Asupan natrium yang terus-menerus tinggi menyebabkan tekanan darah juga ikut tinggi. Dan jika tekanan darah terus-menerus tinggi menyebabkan terjadinya hipertensi dan dapat memicu terjadinya komplikasi pada lansia seperti gagal jantung, perdarahan otak, kerusakan pada retina mata, gagal ginjal dan angina. Adapun yang menyebabkan panti tidak mampu untuk membedakan menu antara penyakit tertentu disebabkan karena kurangnya anggaran dari pemerintah sehingga diet yang disajikan tidak optimal. Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya cairan ekstraseluler tersebut meningkatkan volume darah. Disamping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang semangkin sempit akibatnya dapat menyebabkan hipertensi Anggraini, 2008. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mamoto,dkk 2013 di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan kejadian Universitas Sumatera Utara 49 hipertensi dengan nilai p 0,003 nilai 0,05. Dengan nilai OR 4,063 artinya asupan natrium lebih dari 2400 mgNa lebih beresiko 4,063 kali lebih beresiko terkena hipertensi dibandingkan asupan natrium kurang dari 2400 mgNa. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin 2012, dari 100 lansia hanya 21 orang yang asupan natriumnya lebih sehingga didapatkan nilai p dari uji chi-square 1,000 artinya tidak terdapat hubungan antara lansia yang mengkonsumsi asupan natrium lebih dengan kejadian hipertensi. Universitas Sumatera Utara 50 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Lansia yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ada 50,8 yang menderita hipertensi, lebih banyak terjadi pada lansia yang berjenis kelamin laki-laki 64,5 dengan rentang umur 65-74 tahun sebesar 57,6. 2. Asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai dengan kategori lebih sebesar 70 yang mengalami hipertensi. Ada hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014.

6.2. Saran

Berikut saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adalah : 1. Diharapkan ahli gizi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai lebih menjaga dan mengawasi makanan yang dikonsumsi lansia dengan melakukan pemantauan kesetiap wisma lansia. 2. Diharapkan kepada lanjut usia untuk membatasi asupan garam dan mengurangi makanan tinggi kandungan natriumnya agar tekanan darah tetap normal. Universitas Sumatera Utara 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Natrium Dalam Diet

Ion natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot Almatsier, 2008. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu berada dalam jumlah yang tetapkonstan Almatsier, 2001. Dalam menjalankan peranannya tersebut Natrium berhubungan dengan Kalium dan Klorida di dalam tubuh. Ion Na dan Cl merupakan elektrolit utama cairan ekstraseluler dan ion kalium pada cairan intraseluler. Natrium dan Kalium bersama- sama berfungsi dalam menjaga keseimbangan air dan elektrolit asam-basa di dalam sel maupun cairan di dalam cairan ekstraseluler termasuk plasma darah Siagian, 1999. Menurut Bruckber dalam Siagian 1999, sebanyak 60-70 natrium berada di dalam cairan tubuh ekstraseluler dan intraseluler dengan perbandingan 28:1, dan sekitar 30-40 berada didalam tulang. Diperkirakan sebanyak 65 dari seluruh kandungan natrium dalam tubuh mengalami pertukaran, dan hal ini tidak tampak berbeda dengan bertambahnya usia atau perbedaan jenis kelamin pada orang dewasa Universitas Sumatera Utara 8 normal. Kandungan normal natrium dalam plasma darah adalah 132-144 mEqliter 300-335 mg100 ml. Sebagian besar natrium terdapat didalam plasma darah dan dalam cairan di luar sel, beberapa diantaranya terdapat didalam tulang. Jumlah natrium didalam tubuh manusia diperkirakan sekitar 100-110 gram Winarno, 1991. Natrium dapat diperoleh dari bahan pangan baik nabati maupun hewani. Kebanyakan makanan alami mengandung 0,1-3,0 mmol natrium per 100 gr, akan tetapi selama proses pemasakan banyak natrium ditambahkan dalam bentuk NaCl. Natrium biasanya berhubungan dengan klorida baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya didalam sel Siagian, 1999. Diantara makanan yang mengandung natrium yang tinggi dalam makanan secara alami adalah : Tabel 2.1. Daftar Kandungan natrium dalam 100 gram bahan makanan Bahan Makanan mgNa Bahan Makanan mgNa Corned Beef 1250 Margarin 950 Hati sapi 110 Susu kacang kedelai 15 Ginjal sapi 200 Roti cokelat 500 Telur bebek 191 Roti putih 530 Telur ayam 158 Kacang merah 19 Ikan ekor kuning 59 Kacang mende 26 Sardine 131 Jambu monyet, biji 26 Udang Segar 185 Selada 14 Teri Keriting 885 Pisang 18 Roti Bakar 700 The 50 Roti Cokelat 500 Cokelat manis 33 Mentega 987 Ragi 610 Sumber : Almatsier, 2001 Universitas Sumatera Utara 9 Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah 500 mg. WHO 1990 menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari ekivalen dengan 2400 mg Natrium. Pembatasan ini dilakukan karena peranan potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi Almatsier, 2008. Menurut National Research Council of the National Academy of Sciences merekomendasikan konsumsi natrium per-hari sebanyak 1.100-3.300 mg. Jumlah tersebut setara dengan ½ - 1½ sdt garam dapur perhari. Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi 3-7 gram sehari diabsorbsi, terutama dalam usus halus. Jumlah NaCl cairan yang dapat disediakan tubuh untuk diserap oleh usus adalah 44 gram bagi orang dewasa. NaCl sebanyak ini berasal dari makanan dan sistem gastrointestinal Siagian, 1999. Natrium yang diabsorbsi dibawa oleh aliran darah ke ginjal. Di dalam ginjal natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium 90-95 yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran natrium diatur oleh hormone aldosteron, yang dikeluarkan kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengabsorbsi kembali natrium. Dalam keadaan normal natrium yang dikeluarkan melalui urin sejajar dengan jumlah natrium yang dikonsumsi Almatsier, 2001. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume Universitas Sumatera Utara 10 cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah Astawan, 2003. Disamping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang semangkin sempit dan akibatnya terjadi hipertensi Hull, 1993. Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic Hull, 1993. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan interaseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah Astawan, 2003. Oleh karena itu perbandingan antara natrium dan kalium harus 1:1 untuk mencegah terjadinya hipertensi.

2.1.1. Efek Kelebihan Natrium

Keadaan hipertensi banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang besar. Natrium yang terlalu banyak didalam tubuh ditandai dengan pengembangan volume cairan ekstraseluler, yang menyebabkan oedem Siagian, 1999. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat Khasanah, 2012. Universitas Sumatera Utara 11

2.1.2. Efek Kekurangan Natrium

Secara normal tubuh mampu mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak mampu mengatasinya. Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan Almatsier, 2001. Bila terjadi kehilangan natrium yang banyak, maka cairan ekstraseluler berkurang, akibatnya tekanan osmotic cairan tubuh menurun. Hal ini menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotic dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan termasuk darah akan meningkat, mengakibatkan penurunan tekanan darah. Aldosteron hormone yang terdapat pada korteks adrenal, membantu menahan natrium dengan cara menyerap kembali natrium bersama air dalam ginjal. Dengan cara ini volume cairan ekstraseluler dalam sirkulasi darah kembali normal Winarno, 1991.

2.2. Hipertensi

Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat samapi ke jaringan tubuh yang membutuhkan Khasanah, 2012. Tekanan darah dibagi menjadi dua yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik. Angka lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi disebut tekanan darah sistolik. Angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi disebut tekanan darah diastolik. Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau Universitas Sumatera Utara 12 lebih, atau keduanya. Berdasarkan penelitian, pasien dengan tekanan sistolik tinggi mempunyai resiko kematian 2,5 kali lebih tinggi dari pada pasien dengan tekanan diastolik tinggi. Hal ini disebabkan karena, apabila tekanan sistolik tinggi, maka aliran darah keseluruh tubuh termasuk organ-organ vital juga terganggu Khasanah, 2012.

2.2.1. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah menurut ESHESC sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut ESH dan ESC Guildeness Kategori Sistolik mmHg Diastolik mmHg Optimal ≤120 ≤80 Normal 120-129 80-84 Prehipertensi 130-139 85-89 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi derajat 2 160-179 100-109 Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110 Hipertensi isolasi sistolik ≥140 ≤90 Sumber: ESHESC, 2013

2.2.2. Faktor Risiko Hipertensi