56
balok tinggi atas beberapa tumpuan rasionya menurun dari 1,39 sampai 0,48 dimana lebih dari separuhnya menunjukkan rasio 1,00. Sebagai alternatif
kadangkala balok tinggi dianalisis berdasarkan analisi tegangan dengan menggunakan “elastic continum finite element method” dan ternyata menurut
pengamatan Rogowsky dan MacGregor 1986 tidak memberikan perbandingan yang memuaskan karena metode ini tidak berlaku setelah balok mengalami
peretakan, dan sebagai penyelesaiannya dianjurkan menggunakan Strut and Tie model.
Pada struktur balok tinggi yang dikategorikan sebagai D-region, balok tinggi diidealisasikan sebagai suatu rangkaian batang-batang tarik tie,batang-
batang tekan strut, beban-beban kerja dan tumpuan-tumpuan yang saling berhubungan melalui titik-titik simpul nodes sehingga terbentuk suatu rangka
batang. Telah diungkapkan di depan bahwa dalam membangun model pada D-
region adalah lebih sederhana bila dilakukan melalui bantuan gambaran trajektori tegangan utama, seperti ditunjukkan melalui gambar berbagai bentuk distribusi
tegangan dan trajektori tegangan utama pada bab sebelumnya.
3.8 Metoda Perambahan Beban Load Path Method.
Dijelaskan didepan bahwa trajektori tegangan utama adalah salah satu alat bantu dalam membentuk Strut-and-tie model. Disamping pemanfaatan trajektori
tegangan utama, Schailch 1987 memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan metoda perambahan beban load-path method. Metoda ini dapat dijelaskan
melalui contoh-contoh yang tertera pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8.
Universitas Sumatera Utara
57
Gambar 3.7.: Load path dan Strut-and-Tie model.
Gambar 3.8 : Load-path termasuk “U-turn” dan Strut-and-Tie model. Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat Strut and Tie Model pada
Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie Tumilar, M. Eng., MBA.
Pada awalnya harus ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar sehingga beban kerja dan reaksi-reaksi pada D-region tersebut berada dalam
keseimbangan. Kemudian diasumsikan tegangan p berlangsung linear. Pada Gambar 3.7, diagram tegangan p yang semuanya dalam keadaan tekan dibagi
dalam dua bagian sedemikian rupa, sehingga masing-masing bagian mempunyai
Universitas Sumatera Utara
58
resultante sebesar A dan B bekerja pada titik berat masing-masing yang nilainya masing-masing sama besarnya dengan reaksi-reaksi tumpuan yang diperoleh
sebelumnya. Selanjutnya diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan
dengan load-path rekanan B-B. Load path dari masing-masing pasangan bermuara dari titik berat masing-masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat
tumpuan masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan selanjutnya load-path A-A harus berkorelasi dengan load-path B-B, ini
dimungkinkan dengan menambah batang-batang horizontal berupa strut and tie sehingga tercapai keseimbangan horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path
A-A berupa poligon yang digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan, maka terbentuklah strut-and-tie model. Dengan cara yang sama dilakukan juga
pada contoh lain yang tertera pada Gambar 3.8. Sedikit variasi yang dilakukan disini dimana dianggap diagram p terdiri
dari tegangan tekan dan tarik. Diagram tegangan p dibagi dalam 3 bagian yang terdiri dari diagram tegangan tekan F dan diagram tekan B serta diagram tarik B
yang sama besarnya B+,B-. Disini terlihat dua load-path, load-path F-F dan load-path B-B yang berbentuk “U-turn”, selanjutnya dengan cara yang sama
seperti dijelaskan di atas, maka strut-and-tie model dapat dibentuk. Untuk kondisi-kondisi yang cukup rumit atau khusus dianjurkan digunakan metoda
kombinasi, metoda finite-element elemen hingga dan metoda load-path seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Universitas Sumatera Utara
59
Gambar 3.9 : D-region, trajektori tegangan elastis dan strut-and-tie model. Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat Strut and Tie Model pada
Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie Tumilar, M. Eng., MBA.
3.9 Asumsi perancangan.