Regulasi Kepabeanan Dalam Rangka Pengamanan Hak-Hak Negara

5. Sangat minimnya pemahaman atau pengertian tentang perlunya koordinasinya dan kerja sama baik secara internal antar unit-unit satu administrasi Ditjen Bea dan Cukai maupun secara eksternal antara instituti satu dengan instituti yang lain, khususnya antara Ditjen Bea dan Cukai dengan Ditjen Pajak. Di dalam era perekonomian nasional dengan sistem perpajakan yang menganut tipe pajak atas pertambahan nilai maka dijumpai lebih banyak alasan untuk tercipta dan terbinanya kerjasama yang erat antara dua Ditjen tersebut. 6. Masih terdapatnya sementara aparat yang belum mau atau mampu menyesuaikan sikap, pola pikir, dan visinya sesuai dengan kondisi serta kebutuhan perkembangan ekonomian perdagangan pada waktu-waktu terjadi perubahan.

D. Regulasi Kepabeanan Dalam Rangka Pengamanan Hak-Hak Negara

Perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di bidang kepabeanan yakni impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Dengan kata lain, masalah birokrasi di bidang kepabeanan yang berbelit-belit merupakan permasalahan yang nantinya akan semakin tidak populer. Adanya kondisi tersebut, tentunya tidak terlepas dari pentingnya pemerintah untuk terus melakukan berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi terutama dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian internasional. Universitas Sumatera Utara Peran Kebijaksanaan Fiskal di bidang Kepabeanan Seperti diketahui bahwa perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di bidang impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan Proses bea cukai yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak. Maraknya kasus penyelundupan barang-barang tertentu masuk atau keluar wilayah indonesia dapat mengancam perekonominan indonesia karena tidak membayar bea sehingga mengurangi devisa dan dapat menjatuhkan industri lokal karena pihak penyelundup dapat mensuplai barang dengan kwalitas sama atau lebih baik dengan harga lebih murah yang akan menjadi pilihan konsumen. Akibatnya barang lokal tidak dapat bersaing karena barang tidak laku terjual. apabila tidak segera ditanggulangi maka banyak industri yang akan tutup sehingga menyebabkan pihak dan meningkatkan angka pengangguran. Kasus penyelundupan merupakan tindakan penyeludupan barang palsu dan bajakan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor, di mana pelaku tindakan “melakukan” atau “mencoba” melakukan pengeluaran pemasukan barang dari atau ke dalam wilayah Kepabeanan Indonesia tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Karena berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor, maka kasus penyelundupan barang palsu dan bajakan pada umumnya merupakan Universitas Sumatera Utara bagian dari kegiatan perdagangan antar negara yang pelaksanaannya dengan melanggar prosedurketentuan tentang masuk dan keluar barang darike wilayah Pabean Internasional. Terjadinya kasus penyelundupan barang palsu dan bajakan menunjukkan tidak terkontrolnya barang yang masuk maupun keluar. Pelayanan dan pemeriksaan kepabeanan pada hakekatnya juga merupakan pelaksanaan fungsi kontrol. fungsi-fungsi yang diselenggarakan secara simultan, antara lain berupa : pelayanan fasilitas kegiatan perdagangan antar negara dengan memperlancar arus barang, mengurangi ekonomi biaya tinggi dan menciptakan suasana yang kondusif dan sehat dalam kegiatan perdagangan, sebagai pengumpul penerimaan negara yang harus mampu mencegah kebocoran, dan sebagai “community protector” yang harus mampu melindungi masyarakat internasional dari masuknya barang-barang yang membahayakan masyarakat dari berbagai aspek dan sekaligus terhadap Keamanan Negara.Meningkatnya perdagangan Internasional yang cenderung menciptakan pasar bebas dan global di bidang perdagangan, telah meningkatkan pula perdagangan antar negara di Indonesia, yang dengan demikian akan meningkat pula kegiatan arus barang masuk dan keluar wilayah Internasional dari dan ke negara lain. Apabila pengawasan terhadap prosedur arus barang masuk-keluar barang tersebut kurang ketat, maka kasus penyelundupan barang palsu dan bajakan tentunya akan meningkat pula di samping itu, faktor kondisi lingkungan yang ada akhir-akhir ini baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya terutama moralitas petugas dan kemajuan teknologi telah berpengaruh pula terhadap meningkatnya kasus penyelundupan. Hal ini terbukti masih banyaknya barang-barang yang diduga hasil penyelundupan barang palsu dan bajakan beredar di pasaran internasional dengan melihat kompleksnya permasalahan penyelundupan barang palsu dan bajakan maka upaya penegakan hukum dan penanggulangan harus Universitas Sumatera Utara dilaksanakan secara integral dan komprehensif melibatkan seluruh institusi terkait dan masyarakat. Intelijen sebagai alat negara pemerintah yang merupakan garda terdepan lembaga penegak hukum dituntut proaktif dalam penegakan hukum terhadap penyelundupan dengan menjalin keterpaduan dengan instansi maupun di internasional terkait. Penegakan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Internasional terutama di pintu masuk keluar wilayah Internasionalnegara seperti pelabuhan, bandar udara, pulau terluar maupun daerah perairan laut, sungai. perkembangan terakhir tidak hanya barang hasil industri yang diselundupkan tetapi juga barang berbahaya seperti senjata. Konvensi kepabeanan internasional membedakan terminologi penyelundupan barang palsu dan bajakan dengan kecurangan dalam rangka pemenuhan kewajiban kepabeanan. Penjelasan UU No.17 Tentang Kepabeanan mengenai Tindakan Pengamanan Bea masuk tindakan pengamanan dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing, dan lonjakan barang impor tersebut: 1. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut danatau barang yang secara langsung bersaing; atau 2. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis danatau barang yang secara langsung bersaing. Penjelasan Pasal 23 A Yang dimaksud dengan bea masuk tindakan pengamanan safeguard yaitu bea masuk yang dipungut sebagai akibat tindakan yang diambil pemerintah untuk Universitas Sumatera Utara memulihkan kerugian serius danatau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius danatau ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan dalam bentuk kuota pembatasan impor, maka bea masuk tindakan pengamanan tidak harus dikenakan. Yang dimaksud dengan kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan pada shall be based on fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan. Penjelasan Pasal 23B Ayat 1: Dalam hal barang ekspor Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan bea masuk, barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenai tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat 1. Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menuntut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk dapat memberikan insentif perdagangan dan industri yang lebih luas berupa pelayanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah, contohnya jalur prioritas, perluasan fasilitas penangguhan bea masuk, safe guard tariff, sehingga dapat menjadi daya tarik bagi para investor baik dalam negeri maupun luar negeri. Rumusan ketentuan tindak pidana penyelundupan dalam UU No. 10 Tahun 1995 kurang tegas, sehingga susah menjerat pelanggar kepabeanan dengan pidana penyelundupan karena jika pelaku telah memenuhi salah satu kewajiban pabean saja walaupun tidak sepenuhnya, tidak lagi dianggap sebagai penyelundupan. Hal tersebut Universitas Sumatera Utara dianggap kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu dipandang perlu untuk merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan penyelundupan. Mengingat masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran kepabeanan yang terjadi karena masih ringannya sanksi yang diatur didalam UU No. 17 Tahun 2006, maka untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran kepabeanan, perlu ditetapkan pemberatan sanksi berupa denda, serta memberlakukan sanksi pidana minimal dan maksimal. Bea masuk tindakan pengaman safeguard yaitu bea masuk yang dipungut sebagai akibat tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius danatau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius danatau ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Yang dimaksud kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan pada fakta-fakta, bukan berdasarkan tuduhan, dugaan atau perkiraan. Dewasa ini bea masuk tindakan pengaman dikenakan terhadap impor table ware dari negara-negara tertentu. Dalam hal tindakan pengaman telah ditetapkan dalam bentuk kuota pembatasan impor, maka bea masuk tindakan pengaman tidak harus dikenakan. Bea masuk tindakan pengaman paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk mengatasi kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri Universitas Sumatera Utara didalam negeri. Bea masuk tindakan pengaman merupan tambahan bea masuk yang dipungut berdasarkan pasal 12 ayat 1 UU Kepabeanan Tahun 2006. Sebelum ada WCO, peraturan mengenai kepabeanan dianggap menghambat perdagangan antar negara. Karena peraturan yang tidak sesuai dengan negara lain, terlalu memberatkan perdagangan, dan tidak adanya standar khusus dalam berdagang. Untuk itulah pada mulanya dibentuk kesepakatan-kesepakatan dagang baik yang bilateral maupun kelompok seperti uni-Eropa yang kemudian meluas sampai seluruh dunia dan terbentuklah WCO. 41 Permasalahan implementasi WCO Negara berkembang merupakan sistem penilaian pabean telah menjadi subyek perjanjian internasional karena dapat menciptakan hambatan perdagangan. WCO mengamanatkan penggunaannya untuk semua anggota WCO. WCO menetapkan bahwa nilai pabean barang impor, sedapat mungkin adalah nilai transaksi yaitu harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar untuk barang. Meskipun menerima bantuan teknis yang substansial Technical Assistant, banyak negara berkembang belum berhasil secara memadai melaksanakan WCO valuation standard. Berikut ini adalah beberapa penyebab kegagalan implementasi di Negara berkembang: 42 1. Kurangnya Komitmen Bukti empiris menunjukkan bahwa kekhawatiran negara-negara berkembang mengenai sistem nilai yang akan diadopsi dalam WCO tidak sepenuhnya diperhitungkan, dan bahkan diabaikan. Misalnya, komitmen yang dibuat oleh Menteri 41 http:bumikitta.wordpress.com20100126selamat-hari-kepabeanan-internassional-ke-58 diakses 9 November 2013 42 http:ardianlovenajlalita.wordpress.com diakses 9 November 2013 Universitas Sumatera Utara Perdagangan, yang mewakili negara mereka di WCO, sering kurang dikomunikasikan ke Menteri Keuangan, yang bertanggung jawab untuk menerapkan Agreement tersebut. Sebagai hasilnya, Agreement minim terinternalisasi. Special Different Treatment disediakan beberapa fleksibilitas jadwal untuk penerapan Agreement, tapi secara luas dianggap tidak memadai dalam mengatasi kesulitan khusus negara-negara berkembang. Selanjutnya, minimnya internalisasi juga sering tercermin dalam penggabungan dari ketentuan WCO Valuation Agreement dalam legislasi domestik yang tidak lengkap dan akurat, sehingga sistem tidak lagi sesuai dengan maksud WCO. 43 2. Kekhawatiran Hilangnya Penerimaan Negara Negara-negara berkembang sangat kawatir dengan kehilangan pendapatan negara. Rendahnya kepatuhan wajib pajak dan kekurangan administrasi pabean membuat sulit untuk menangani kasus underinvoicing secara efektif. Underinvoicing menjadi hal yang menarik bagi importir karena tingginya tarif bea masuk yang dikenakan pada barang impor. 3. Rendahnya Kepatuhan Dunia Usaha Partisipasi terbesar dalam kegiatan impor dicatat oleh sektor informal yang menggunakan unvoice yang tidak dapat diandalkan, memiliki standar pembukuan yang buruk atau tidak menyelenggarakan pembukuan sama sekali, tidak memiliki alamat tetap bisnis, atau sering melakukan perubahan dalam nama bisnis mereka. Dalam keadaan ini, pengawasan nilai pabean berdasarkan pada Post Clearance Audit tidak dapat dilaksanakan. Petugas bea cukai di banyak negara menyadari betapa mudahnya 43 Luc De Wulf, Jose B. Sokol, 2005, Customs Modernization Handbook, Washington, D.C., The World Bank Universitas Sumatera Utara faktur impor dipalsukan baik pada saat ekspor atau bahkan dilakukan di negara tujuan. Beberapa faktur palsu mudah untuk dideteksi. Namun adapula yang dilakukan dengan kecanggihan tingkat tinggi dan disusun oleh importir menengah dan skala besar. Hanya sebuah organisasi pabean yang maju yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi pemalsuan tersebut. Penelitian atas kebenaran invoice menjadi hal yang rumit dalam upaya untuk mengatasi masalah underinvoicing. 4. Keterbatasan Administrasi Pabean Kapasitas administrasi Pabean untuk menerapkan sistem WTO Valuation Agreement kurang efektif di banyak negara berkembang. Tingginya volume barang yang diperdagangkan, dengan harga sangat berbeda untuk barang yang sejenis, fluktuasi harga yang terus berubah, serta berbagai tingkat transaksi dan kondisi penjualan menyulitkan penilaian yang benar atas barang impor. Banyak informasi yang dibutuhkan tidak tersedia untuk meneliti transaksi karena dengan pemasok asing yang tetap. Misalnya, pemeriksaan silang faktur keluar dari penjual eksportir dengan faktur masuk dari pembeli importir atau melakukan pemeriksaan sederhana seperti menentukan keberadaan eksportir biasanya tidak mungkin atau terlalu rumit. Terhadap pemalsuan harga perlu ditangani bukan melalui ketentuan nilai pabean tapi dengan menggunakan penyelidikan dan penyidikan pidana pemalsuan yang juga menimbulkan sejumlah permasalahan sendiri dalam pelaksanaannya. Menerapkan metode alternatif WCO Valuation Agreement secara ketat menyulitkan, rumit, dan memakan waktu. Hal ini membutuhkan informasi terbaru mengenai nilai barang identik dan serupa, dan informasi yang tidak tersedia atau yang membutuhkan perhitungan rumit. Untuk menerapkan nilai yang dihitung akan memerlukan investigasi di negara-negara pengekspor, prosedur yang sama sekali tidak Universitas Sumatera Utara memungkinkan di kebanyakan negara berkembang karena kurangnya sumber daya anggaran dan staf. Penerapan ketat aturan ini akan menyebabkan keterlambatan clearance, terutama dalam kasus di mana post clearance audit belum di dilaksanakan. Akibatnya, banyak negara berkembang mengambil jalan pintas dalam penggunaan metode alternatif untuk sebagian besar dari impor mereka. Jelas, ini masih jauh dari situasi yang ideal untuk sistem penilaian yang seharusnya berperan memfasilitasi perdagangan. Secara umum dapat diketahui kedudukan WCO dalam perdagangan internasional adalah : 1. Customes Procedures Masalah utama yang menghambat kelancaran arus barang dan orang perdagangan yang melintas perbatasan suatu Negara adalah diterapkannya prosedur kepabeanan yang rumit dan berbeda-beda serta diberlakukannya berbagai macam persyaratan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut. WCO telah menetapkan salah satu tujuannya yaitu menjamin tercapainya tingkat harmonisasi dan keseragaman sistem kepabeanan yang memadai dalam rangka memperlancar perdagangan. Pencapaian tujuan tersebut menjadi tanggungjawab the Parmanent Technical Committee PTC. Salah satu fasilitas penting yang telah dihasilkan oleh PTC guna memperlancar perdagangan adalah diluncurkan the International Convention on the simplification and harmonization pf customs Procedures, dikenal dengan nama Kyoto Convention, pada tahun 1973. Konvensi ini terdiri dari 31 lampiran yang memuat berbagai kegiatan kepabeanan, antara lain mengenai : prosedur impor, transit, dan fasilitas untuk traveler. Masing-masing lampiran tersebut memuat prinsip-prinsip dasarnya saja. Sedangkan aplikasinya Universitas Sumatera Utara diserahkan kepada masing-masing negar anggota sesuai dengan tingkat penyederhanaan dan penyalarasan prosedur kepabeanan yang dikehendaki. 2. Enforcement Salah satu tugas utama Customs administrations adalah memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Untuk maksud tersebut WCO menggalang Negara anggota untuk meningkatkan kerjasama internasional guna memenangi pelanggaran dalam bidang kepabeanan. Instrument hokum yang terpenting yang telah diluncurkan oleh WCO pada tahun 1977 untuk menggalang peningkatan kerjasama internasional tersebut adalah Nairobi Convention for the prevention, investigation and repession of Customs offecers. Jenis pelanggaran yang tercantum dalam konvensi tersebut pada dasarnya adalah pelanggaran dalam bidang perniagaan, termasuk penyalahgunaan hak milik kekayaan intelektual, perdagangan gelap bahan-bahan berbahaya, peralatan persenjataan, bahan nuklir, bahan beracun, hak milik kebudayaan dan binatang serta tumbuhan yang dilindungi. Data yang diterima dari Negara-negara anggota akan dikelompokkan, dianalisa dan disebarluaskan kepada seluruh Negara anggot WCO. Guna meningkatkan efektivitas CIS Customs Intelligent System, WCO mengadakan perjanjian dengan organisasi-organisasi perdagangan dan pengangkutan internasional serta mendirikan kantor-kantor penghubung intelijen di 6 wilayah WCO. Disamping itu pula WCO membina hubungan kerjasama yang erat dengan organisasi internasional terkait dalam bidang penegakan hokum. Pembinaan hubungan kerjasama tersebut antara lain meliputi masalah pencucian uang dari transaksi illegal serta penyimpangan penggunaan bahan-bahan berbahaya. Universitas Sumatera Utara 3. Nomenclature and Classification Sistem pengklasifikasian barang yang dapat diterima secara internasional merupakan suatu kebutuhan yang mendasar didalam pelaksanaan perdagangan internasional. Untuk maksud ini, WCO pada tanggal 14 Juni 1983 telah meluncurkan International Convention on the Harmonizal Commodity Deskription and Coding System, yang dikenal dengan nama Harmonized System atau HS. Multi fungsi yang dimiliki oleh sistem tersebut telah menyebabkannya dijadikan sebagai salah satu fundamental yang sangat penting di dalam hokum perdagangan internasional. Di dalam rangka mempermudah pengaplikasian sistem ini. WCO telah menerbitkan publikasi sebagai pelengkap konvensi HS. Publikasi tersebut adalah Explanatory Notes dan Compendition of Classification Opinions, yang merupakan kumpulan keputusan klasifikasi yang dibuat oleh Komite HS. 4. Customs Valuation Sistem penetapan harga pabean merupakan salah satu bentuk dari sistem tarif pabean yang modern. Sistem penetapan tersebut sangat penting untuk menilai besarnya bea masuk, baik dalam rangka pengumpulan penerimaan, maupun dalam rangka pemberian perlindungan terhadap industry dalam negeri. Disamping itu, sistem penetapan harga pabean juga merupakan unsur penting dalam berbagai aspek perdagangan internasional, antara lain statistik, kuota, pengaturan perijinan, pajak dan pungutan impor lainnya, serta penerapan sistem preferensi. 5. Training and Technical Cooperation Salah satu fungsi WCO yang terpenting adalah memberikan pelatihan kepada aparat Bea dan Cukai Negara anggota agar mereka dapat lebih tanggap dalam memberikan respon terhadap tantangan yang muncul sebagai akibat pesatnya Universitas Sumatera Utara perkembangan pola perdagangan dan penerapan teknologi pada Customs Administration. Untuk maksud ini, sekretariat Dewan memiliki tim ahli dalam berbagai kegiatan kepabeanan. Tim ahli tersebut bertugas untuk mempersiapkan modul pelatihan, menyelenggarakan kursus bagi pelatih, mengadakan berbagai kursus dan seminar baik dalam rangka meningkatkan kemampuan aparat Customs Administration maupun dalam rangka memperlancar pelaksanaan perjanjian internasional dalam bidang kepabeanan, memberikan bea siswa. Disamping itu, Sekretariat Dewan juga memiliki Kelompok Penasehat Pelatihan yang bertugas untuk mendiskusikan dan mengenali keburuhan pelatihan bagi Customs Administrastion di wilayah-wilayah WCO. Dalam rangka mengantisipasi lingkungan yang penuh tantangan tersebut, WCO akan terus melakukan harmonisasi dan standarisasi instrument kepabeanan melalui penerapan konvensi-konvensi internasional yang telah dihasilkannya. Selain itu, WCO juga akan terus berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan jumlah anggotanya melalui peningkatan pertukaran informasi antar Customs Administration, penerapan teknologi yang memadai dalam sistem dan prosedur kepabeanan, kerjasama dengan masyarakat usaha, pelaksanaan pelatihan, pemberian bantuan dan peningkatan fungsi WCO sebagai forum untuk menukar pendapat mengenai berbagai hal kepabeanan. Secara umum hubungan antara WCO Internasional dengan kepabeanan Indonesia yaitu kepabeanan Indonesia telah menerapkan Konvensi Kyoto tahun 1973 Kyoto Convention yang mengatur mengenai sistem dan prosedur kepabeanan Customs Administration, yaitu yang berisi 31 lampiran yang memuat berbagai kegiatan kepabeanan, Kepabeanan Indonesia menerapkan Noirobi Universitas Sumatera Utara Convention for the prevention, investigation and repression of Customs offences tahun 1977 yaitu konvensi yang mengatur masalah pelanggaran dalam bidang perniagaan. Kepabeanan Indonesia telah menggunakan International Convention on the Harmonizal System Description and Coding System tahun 1983 yaitu tentang dasar untuk menentukan tarif dan pengumpulan data statistik perdagangan. Prinsip-prinsip yang terkandung didalam hukum Internasional WCO mengenai kegiata n kegiatan kepabeanan yaitu” 1. Konsistensi. Negara-negara akan menjamin kesinambungan penerapan yang konsisten atas hukum internasional, Undang-undang, peraturan kepabeanan internasional, prosedur, pedoman administrasi dan ketetapan kepabeanan lainnya di masing-masing Negara 2. Banding. Negara-negara anggota akan menjamin tersedianya kesempatan bagi masyarakat usaha untuk mengajukan peninjauan kembali terhadap keputusan- keputusan kepabeanan Internasional 3. Penyederhanaan. Negara-negara anggota akan berupaya untuk menjamin kepastian penyederhanaan prosedur dan persyaratan kepabeanan yang berlaku di masing-masing negara 4. Transparansi. Negara-negara anggota agar membuat semua undang-undang, peraturan, dan pemberitahuan administratif tentang kepabeanan di Negara lain, yang tersedia bagi umum secara cepat, transparan dan mudah diperoleh. 5. Efisiensi. Negara-negara anggota akan menjamin administrasi yang efisien dan efektif serta kecepatan pengeluaran barang dalam rangka menciptakan kemudahan perdagangan dan investasi. Universitas Sumatera Utara 6. Bantuan dan kerjasama yang saling menguntungkan. Negara-negara anggota akan berusaha semaksimal mungkin untuk saling membantu dan bekerjasama di antara instansi kepabeanan. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang