c. Penindakan secara antisipatif berupa penangguhan pengeluaran barang dari
kawasan pabean berdasarkan penetapan tertulis ketua pengadilan niaga maupun berdasarkan kewenangan karena jabatan ex-officio.
Kantor bea dan cukai tidak berwenang melakukan penyidikan dan proses hukum lebih lanjut mengenai adanya tindak pidana tersebut, karena
secara ex-officio pejabat atau kantor bea dan cukai hanya dapat melakukan peyidikan jika terkait dengan tindak pidana kepabeanan. Sedangkan barang
palsu dan hasil bajakan merupakan hasil dari indak pelanggaran HKI, tidak termasuk dalam tindak pidana kepabeanan.
B. Saran
1.
Untuk menghadapi perkembangan perdagangan dunia dimasa sekarang dan mendatang, perlu dilakukan revisi atau penyempurnaan terhadap Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan, sehingga dengan
ketentuan yang baru telah sinkron baik dengan peraturan perundangan nasional maupun dengan ketentuan-ketentuan internasional.
2.
Diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundangundangan kepabeanan di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan Internasional tentang
perdagangan dan kepabeanan.
3. Pejabat bea dan cukai dan intelijen juga berwenang monitoring dan
menghentikan barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan. Periksa fisik terhadap barang, surat, bangunan, dan badan adalah wewenang yang juga
melekat pada pejabat bea dan cukai. Melakukan penegahan,melakukan
penyegelan, surat perintah, laporan, surat bukti penindakan dan berita acara;
Universitas Sumatera Utara
dan pemeriksaan badan, ketentuan pidana, penyidikan, intelijen adalah kegiatan yang menjadi wewenang pejabat bea dan cukai. Dengan wewenang
yang melekat pada pejabat bea dan cukai ini, diharapkan dapat terwujud keamanan dan terpenuhi pungutan negara. Pejabat bea dan cukai harus dapat
mengoptimalkan wewenang yang melekat agar undang-undang dan peraturan
yang ada dapat ditegakkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
DASAR HUKUM PENGATURAN INTERNASIONAL DALAM PENGAMANAN HAK-HAK NEGARA DI BIDANG KEPABEANAN
A. Istilah Pengamanan dan hak-hak Negara di Bidang Kepabeanan
Atas dasar konstitusi bahwa fungsi hukum adalah meliputi aspek 1 perlindungan dan 2 aspek kesejahteraan, maka adalah sangat penting untuk
melakukan pengamanan terhadap hak-hak negara di bidang kepabeanan. Dalam konteks pengamanan terhadap hak-hak negara di bidang kepabeanan, baik pada tataran
formulasi, tataran aplikasi maupun tataran eksekusi peran Ditjen Bea dan Cukai menempati posisi yang sangat sentral.
Meskipun istilah “pengamanan“ tidak secara eksplisit disebutkan dalam UU Kepabeanan, namun secara tersirat makna dari berbagai ketentuan dalam UU
Kepabeanan menunjukkan kepada langkah-langkah pengamanan hak-hak negara. jika memilih terlebih jauh rancang bangunan UU Kepabeanan, yang secara garis besar
dapat dipilah menjadi : 1 konsiderans 2 judul undang-undang, 3 asas self assesment, 4 sistem pemeriksaan pabean 5 audit kepabaenan, 6 tarif bea masuk
7 nilai pabean, 8 bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan, 9 pengendalian impor dan ekspor barang hasil pelanggaran HAKI, 10 pembukuan, 11
sanksi administrasi, 12 ketentuan pidana 13 penyelundupan, 14 banding 15 penyidikan dan 16 subjek hukum, maka terlihat jelas bahwa ide pengamanan hak-
hak negara merupakan dasar pembentukan undang-undang ini. Mengamati arus barang yang ke luar dan masuk ke daerah pabean,
menggambarkan bagaimana kegiatan ekspor dan import barang. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
secara tidak langsung pula tergambarkan hak-hak negara yang harus dipungut oleh pihak pabean. Secara garis besar, hak-hak negara dimaksud dapat digolongkan atas:
20
1. Hak negara terhadap bea masuk BM, yakni terhadap setiap barang yang
dimasukkan ke daerah pabean. 2.
hak negara terhadap pajak impor, yang terdiri dari pajak pertambahan nilai PPN dan pajak penghasilan Pph serta pajak ekspor.
B. Pangaturan GATT dan WTO tentang Customs Principles